Anda di halaman 1dari 44

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Model Pembelajaran Problem Based Learning

1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning/PBL)

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

atau yang selanjutnya sering disebut PBL adalah salah satu model

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara

menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah

yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan model pembelajaran ini,

peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan kepada berbagai

masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak setelah lulus

dari bangku sekolah.

Model pembelajaran PBL adalah cara penyajian bahan

pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan

masalah untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari

pemecahan atau jawabannya oleh siswa. Permasalahan dapat diajukan

atau diberikan guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari

siswa sendiri, yang kemudian dijadikan pembahasan dan dicari

pemecahannya sebagai kegiatan belajar siswa.

Dengan demikian, Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning) adalah sebuah model pembelajaran yang


13

12
memfokuskan pada pelacakan akar masalah dan memecahkan masalah

tersebut (Abbudin, 2011:243)

Selanjutnya Stepien,dkk,1993 (dalam Ngalimun, 2013: 89)

menyatakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang

melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui

tahaptahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari

pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus

memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

Sedangkan DIRJEN DIKTI (dalam hand out Cholisin :2006)

memberikan pengertian bahwa Problem Based Learning merupakan

suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia

nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir

kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh

pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Problem

Based Learning merupakan model pembelajaran yang memfokuskan

pada pelacakan akar masalah yang ada di dunia nyata sebagai konteks

pembelajaran dengan melibatkan siswa dalam proses pemecahan

masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa belajar

berpikir kritis dan belajar melalui pengalaman pemecahan masalah

dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari

materi pelajaran.
14

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam penerapan model pembelajaran yang bertumpu pada

penyelesaian masalah atau Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning), guru memberikan kesempatan yang sangat luas

kepada siswa untuk menetapkan topik masalah yang relevan dengan

materi pembelajaran walaupun sebenarnya guru sudah mempersiapkan

apa yang harus dibahas dalam pelajaran. Proses pembelajaran

diarahkan agar siswa dapat menyelesaikan masalah secara sistematis

dan logis.

Dilihat dari aspek psikologi belajar Pembelajaran Berbasis

Masalah bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari

asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat

adanya pengalaman (Wina Sanjaya, 2010:213). Belajar bukan

sematamata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses

interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui

proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh.

Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif,

tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui penghayatan secara

internal akan problema yang dihadapi.

Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena

atau wadah untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di

masyarakat, maka PBL merupakan strategi yang sangat

memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan (Wina

Sanjaya, 2010:214). Berdasarkan pada kenyataan bahwa manusia akan

selalu dihadapkan pada permasalahan, mulai dari permasalahan yang


15

sederhana hingga permasalahan yang sangat komplek, maka

pengembangan model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning) diharapkan dapat memberikan latihan dan

kemampuan kepada setiap individu untuk dapat menyelesaikan

masalah yang dihadapi.

Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka model

Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu model

pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem

pembelajaran. Dapat kita perhatikan selama ini bahwa kemampuan

siswa untuk menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh guru.

Akibatnya manakala siswa menghadapi masalah maka banyak

diantaranya yang tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan

baik.

Ngalimun (2013: 90) menyatakan, dalam model PBL, fokus

pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pebelajar tidak

saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah

tetapi metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab

itu, pebelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan

masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh

pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan

menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah

dan

menumbuhkan pola berpikir kritis.


16

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penerapan

model PBL diharapkan mampu meningkatkan pemahaman pebelajar

terhadap apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka

mampu menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

(PBL)

Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai

aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian

masalah yang dihadapi secara ilmiah. Menurut Wina Sanjaya (2010 :

214-215) terdapat tiga ciri utama dari PBL. Pertama, PBL merupakan

rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada

sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBL tidak

mengharapkan siswa hanya sekadar mendengarkan, mencatat,

kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa

aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan

akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran ditujukan

untuk menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai

kata kunci dalam pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin

ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan

dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir

dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif

dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan

empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui


17

tahapantahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses

penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Ngalimun (2013: 90) mengemukakan karakteristik model

Problem Based Learning sebagai berikut:

a. Belajar dimulai dengan suatu masalah.


b. Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan
dengan dunia nyata siswa/mahasiswa.
c. Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan seputar
disiplin ilmu.
d. Memberikan tanggungjawab yang besar kepada pebelajar
dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses
belajar mereka sendiri.
e. Menggunakan kelompok kecil.
f. Menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah
mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.

Untuk mengimplementasikan PBL, guru perlu memilih bahan

pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan.

Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari

sumbersumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan

sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa

kemasyarakatan.

Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat

diterapkan (Wina Sanjaya, 2010 : 215):

a. Manakala guru tidak hanya menginginkan agar siswa tidak


hanya sekadar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi
menguasai dan memahami secara penuh.
b. Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan
berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis,
menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi
baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat,
serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment
secara objektif.
18

c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk


memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual
siswa.
d. Jika guru ingin mendorong siswa lebih bertanggungjawab
dalam belajarnya.
e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa
yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya
(hubungan antara teori dengan kenyataan).

Jadi pada intinya model pembelajaran berbasis masalah adalah

model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa untuk

memecahkan suatu permasalahan secara ilmiah. Dimana pembelajaran

berawal dari suatu permasalahan nyata yang ada di sekitar lingkungan

siswa yang diorganisasikan dalam pelajaran sehingga siswa lebih

bertanggungjawab terhadap belajarnya karena siswa dituntut untuk bisa

mengorganisasikan belajarnya dengan membentuk dan menjalankan

secara langsung proses belajar mereka dengan menggunakan kelompok

kecil dan pada akhirnya siswa harus mendemonstrasikan hasil belajar

mereka. Dengan demikian diharapkan siswa mampu memahami

hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam

kehidupannya.

4. Hakikat Masalah Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning), masalah yang dikaji adalah masalah yang bersifat terbuka.

Artinya jawaban dari masalah yang dikaji belumlah pasti. Setiap siswa,

bahkan guru, dapat mengembangkan kemungkinan jawaban dari

permasalahan yang dikaji. Dengan demikian PBL memberikan

kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan

menganalisis data secara lengkap untuk menemukan solusi dalam


19

rangka pemecahan masalah yang dihadapi. PBL bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis,

sistematis, dan logis untuk menemukan alternatif solusi pemecahan

masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka

menumbuhkan sikap ilmiah.

Problem Based Learning sebagai suatu model pembelajaran

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis.

Mustaji (2012) memberikan pandangan tentang berpikir kritis yaitu

berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan

keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan.

(http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir-kritis
dan-kreatif-dalam-pembelajaran)

Hakikat masalah dalam PBL adalah kesenjangan antara situasi

nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi

dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari

adanya keluhan, keresahan, kerisauan atau kecemasan. Oleh karena itu,

maka materi atau topik pelajaran tidak sebatas bersumber pada buku

saja, tetapi juga dapat bersumber pada peristiwa-peristiwa yang terjadi

di lingkungan sekitar yang sesuai dengan topik pelajaran yang sedang

dipelajari.

Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam PBL (Wina Sanjaya,

2010 : 216-217):

a. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung


konflik (conflict issue) yang bisa bersumber dari berita,
rekaman video dan yang lainnya.
20

b. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan


siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikuti dengan baik.
c. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan
dengan kepentingan orang banyak, sehingga terasa manfaatnya.
d. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan
atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.

Berdasarkan pada uraian diatas maka bahan/topik permasalahan

dalam pembelajaran berbasis masalah yang dipilih adalah bahan/topik

permasalahan yang bersifat aktual dan faktual yang bersumber pada

peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan siswa. Dengan

demikian siswa tidak mengalami hambatan dalam proses

pembelajaran. Selain itu bahan/topik yang dipilih haruslah sesuai

dengan topik pelajaran yang sedang dipelajari sehingga dapat

mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa

sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

5. Tahapan-tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah

Banyak ahli yang menjelaskan penerapan Pembelajaran

Berbasis Masalah (Problem Based Learning). John Dewey dalam Wina

(2010) menjelaskan 6 langkah PBL yang kemudian ia namakan metode

pemecahan masalah, yaitu:

a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan


masalah yang akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah
secara kritis dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan
berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan
yang ia miliki.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
21

e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau


merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah
siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan
sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan
kesimpulan.

David Johnson & Johnson dalam Wina (2010) mengemukakan

5 langkah PBL melalui kegiatan kelompok:

a. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari


peristiwa-peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik,
hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.
Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan
siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab
terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik
faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat
mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa
dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya
siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang
dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang
diperkirakan.
c. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan
yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini
setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat
dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang
dapat dilakukan.
d. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu
pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat
dilakukan.
e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi
hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan
pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi
terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.
Pannen dalam Ngalimun (2013) mengemukakan 8 langkah

pemecahan masalah dalam model Problem Based Learning, yaitu:

a. Mengidentifikasi masalah.
b. Mengumpulkan data.
c. Menganalisis data.
d. Memecahkan masalah berdasarkan data yang ada dan
analisisnya.
22

e. Memilih cara untuk memecahkan masalah.


f. Merencanakan penerapan pemecahan masalah.
g. Melakukan ujicoba terhadap rancana yang ditetapkan, dan
h. Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.

Sesuai dengan tujuan PBL untuk menumbuhkan sikap ilmiah,

dari beberapa bentuk PBL yang dikemukakan para ahli, maka secara

umum PBL bisa dilakukan dengan langkah-langkah (Wina, 2010):

a. Menyadari masalah;
b. Merumuskan masalah;
c. Merumuskan hipotesis;
d. Mengumpulkan data;
e. Menguji hipotesis;
f. Menentukan pilihan penyelesaian.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan

bahwa PBL dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Menyadari untuk kemudian mengidentifikasikan masalah yang

ada yang sesuai dengan topik pelajaran yang sedang dipelajari.

b. Menganalisis masalah yang telah diidentifikasi untuk kemudian

merumuskan masalah.

c. Merumuskan hipotesis.

d. Mengumpulkan data.

e. Menganalisis data.
f. Menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

g. Merumuskan strategi pemecahan masalah.

h. Melaksanakan strategi pemecahan masalah yang dipilih. Dalam

pelaksanaan proses pembelajaran berbasis masalah, siswa

dituntut untuk berpikir secara kritis dan ilmiah dalam


23

melaksanakan setiap langkah-langkah pembelajaran berbasis

masalah.

6. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah

Sebagai suatu model pembelajaran, Pembelajaran Berbasis

Masalah dinilai memiliki beberapa kelebihan (Abbudin, 2011:250),

di antaranya:

1. Dapat membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan


kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
2. Dapat membiasakan para siswa menghadapi dan
memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya
dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang
sesungguhnya di masyarakat kelak.
3. Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir
secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses
pembelajarannya, para siswa banyak melakukan proses
mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai
aspek.

b. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah

Sebagai sebuah model pembelajaran, selain memiliki

kelebihan, PBL juga memiliki kekurangan. Menurut Abbudin

(2011:250), kekurangan PBL antara lain:

1. Sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan


yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa. Hal ini dapat
terjadi karena adanya perbedaan tingkat kemampuan
berpikir pada para siswa.
2. Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan
dengan penggunaan metode konvensional.
3. Sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan
belajar dari yang semula belajar mendengar, mencatat dan
menghafal informasi yang disampaikan guru, menjadi
belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun
hipotesis, dan memecahkannya sendiri.

Berdasarkan uraian diatas sebagai sebuah model


24

pembelajaran PBL sudah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan dari model pembelajaran berbasis masalah adalah

membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan di

luar sekolah, melatih keterampilan siswa untuk memecahkan

masalah secara kritis dan ilmiah serta melatih siswa berpikir kritis,

analitis, kreatif dan menyeluruh karena dalam proses

pembelajarannya siswa dilatih untuk menyoroti permasalahan dari

berbagai aspek.

Kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah

adalah seringnya siswa menemukan kesulitan dalam menentukan

permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa, selain itu

juga pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu yang

relatif lebih lama dari pembelajaran konvensional serta tidak jarang

siswa menghadapi kesulitan dalam belajar karena dalam

pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut belajar dengan

mencari data, menganalisis, merumuskan hipotesis dan

memecahkan masalah. Di sini peran guru sangat penting dalam

mendampingi siswa sehingga diharapkan hambatan-hambatan yang

ditemui oleh siswa dalam proses pembelajaran dapat diatasi.

B. Tinjauan Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

Secara etimologi, demokrasi berasal dari kata demos yang

berarti rakyat dan cratein yang berarti memerintah. Jadi democratie

adalah pemerintahan oleh rakyat (Max Boli Sabon, 1994: 167).


25

Sedangkan Joseph Schumpeter sebagaimana yang dikutip oleh

Cholisin (2005: 80) mengartikan demokrasi sebagai kompetisi

memperoleh suara rakyat.

Dari sudut terminology, banyak sekali definisi demokrasi yang

dikemukakan oleh beberapa ahli. Masing-masing memberikan definisi

dari sudut pandang yang berbeda. Berikut ini beberapa definisi tentang

demokrasi (Winarno, 2008:89).

Menurut para ahli:

a. Menurut Harris Soche

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu

kekuasaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat, diri orang

banyak dan meruoakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk

mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan

dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk

memerintah.

b. Menurut Henry B. Mayo

Sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa

kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh

wakilwakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam

pemilihanpemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan

politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan

politik.

c. Menurut International Commision of Jurist


26

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk

membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga

negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang

bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan

yang bebas.

d. Menurut C. F. Strong

Suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa

dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang

menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan

tindakan-tindakan pada mayoritas itu.

e. Menurut Samuel Huntington

Sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan

kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui

pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan di dalam sistem

itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir

semua penduduk dewasa berhak memberikan suara (Winarno,

2008: 89-92)

Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa

hakikat demokrasi adalah peran utama rakyat dalam proses sosial dan

politik. Dengan kata lain, pemerintahan yang demokratis adalah

pemerintahan di tangan rakyat yang mengandung pengertian tiga hal,

yaitu:

a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people)

b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people)


27

c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people)

Ketiga faktor tersebut diatas merupakan tolak ukur umum dari

suatu pemerintahan yang demokratis.

2. Prinsip Demokrasi

Dalam pandangan Lyman Tower Sargent (Cholisin, 2005: 82),

prinsip-prinsip demokrasi meliputi:

a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.

b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.

c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan

disepakati oleh para warga negara.

d. Suatu sistem perwakilan.

e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

Sedangkan menurut pandangan Robert A. Dahl (Sunarso,

2008) mengemukakan tiga prinsip utama demokrasi, yaitu:


a. Kompetisi

Yakni memberikan peluang yang sama untuk bersaing bagi setiap

individu, kelompok, dan organisasi (khususnya partai politik)

untuk menduduki kekuasaan dalam pemerintah. Kompetisi

tentunya berlangsung dalam jangka waktu yang teratur yang tertib

dan damai.

b. Partisipasi

Yakni memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk

terlibat dalam pemilihan pemimpin melalui pemilihan yang bebas

secara teratur dan terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan

kebijakan publik.
28

c. Kebebasan

Yakni memberikan jaminan kebebasan berpendapat, kebebasan

pers, kebebasan mendirikan dan menjadi anggota organisasi yang

dijamin dapat menjadi saluran partisipasi dan kompetisi.

Dari beberapa pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa

dalam prinsip-prinsip demokrasi menekankan adanya kompetisi,

partisipasi dan kebebasan, selain itu juga dalam prinsip demokrasi juga

menekankan adanya persamaan.

3. Nilai-nilai Demokrasi

Menurut Henry B. Mayo dalam Miriam Budiardjo (Cholisin,

2005: 87-88) mengajukan beberapa nilai demokrasi, yaitu sebagai

berikut:

a. Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela.

b. Menjamin terjadinya perubahan secara damai.

c. Pergantian penguasa dengan teratur.

d. Penggunaan paksaan sedikit mungkin.

e. Pengakuan terhadap nilai keanekaragaman.

f. Menegakan keadilan.

g. Memajukan ilmu pengetahuan.

Zamroni (2001) menyebutkan adanya kultur atau nilai

demokrasi antara lain: a. Toleransi, b. Kebebasan mengemukakan

pendapat, c. menghormati perbedaan pendapat, d. memahami

keanekaragaman dalam masyarakat, e. Terbuka dan komunikasi, f.

Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, g. Percaya diri,


29

h. Tidak menngantungkan pada orang lain, i. Saling menghargai,

j. Mampu mengekang diri, k. Kebersamaan, l. Keseimbangan.

Nilai-nilai demokrasi adalah nilai yang sangat diperlukan untuk

mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai tersebut

antara lain: a. Kebebasan (berpendapat, berkelompok, berpartisipasi),

b. Menghormati orang/kelompok lain, c. Kesetaraan, d. Kerjasama,

e. Persaingan, f. Kepercayaan (Winarno, 2008:98)

Rusli Karim dalam Winarno (2008) menyebutkan perlunya

kepribadian yang demokratis meliputi: inisiatif, disposisi resiprositas,

toleransi, kecintaan terhadap keterbukaan, komitmen dan

tanggungjawab dan kerjasama keterhubungan. Nilai-nilai yang

terkandung dalam demokrasi seperti yang diungkapkan di atas menjadi

sikap dan budaya demokrasi yang perlu dimiliki warga negara. Nilai-

nilai demokrasi merupakan nilai yang dipelukan untuk

mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai yang

dikembangkan dan dibiasakan dalam kehidupan warga akan menjadi

budaya demokrasi. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan

berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Demokrasi perlu ditanamkan dan

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Demokrasi Pancasila

Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo (Sunarso, 2008)

demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada

kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya


30

seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Adapun

pinsip-prinsipnya menyangkut:

a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

c. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral

kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain.

d. Mewujudkan rasa keadilan sosial.

e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah.

f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.

g. Menjujung tinggi cita-cita dan tujuan nasional.


Lebih lanjut menurut Notonagoro; Sutrisno(2006) dalam

Cholisin (2013: 101) menyatakan, “Asal mula materiil Pancasila

adalah adat, tradisi dan kebudayaan Indonesia. Lima unsur yang

tercantum di dalam Pancasila bukanlah hal-hal yang timbul baru dalam

pembentukan negara Indonesia, akan tetapi sebelumnya dan

selamalamanya telah dimiliki oleh rakyat, bangsa Indonesia, yang

nyata dan hidup dalam jiwa masyarakat, rakyat dan bangsa Indonesia.”

Oleh

karena itu untuk memahami nilai-nilai Pancasila dapat dilacak pada

nilai yang telah berkembang dalam masyarakat Indonesia.

Dengan demikian Demokrasi Pancasila adalah paham

demokrasi yang bersumber pada falsafah dan pandangan hidup bangsa

Indonesia yang berasal dari adat, tradisi dan kebudayaan bangsa

Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila bukanlah


31

nilai yang baru timbul melainkan akumulasi nilai-nilai yang telah

tumbuh berkembang dalam masyarakat Indonesia lama sebelum

Pancasila dirumuskan.

C. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Nu’man Somantri (Cholisin 2004: 8), PKn adalah

program pendidikan yang berintikan demokrasi politik, yang diperluas

dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influense

pendidikan sekolah, masyarakat, orangtua, yang kesemuanya itu

diproses untuk melatih pelajaran-pelajaran berpikir kritis, analitis,

bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup

demokratis dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan menurut Cholisin (2004: 10), PKn diartikan

sebagai:

Aspek pendidikan politik yang fokus materinya peranan warga


negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu
diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai
dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

berupaya mengembangkan kesadaran warga negara atas hak dan

kewajibannya. Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Mata

Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang

memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya


32

untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan

berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

Dari beberapa pengertian diatas maka pengertian PKn dalam

penelitian ini adalah suatu pendidikan politik yang bertujuan melatih

siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis,

membina peranan warga negara dalam kehidupan bernegara sesuai

ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang

dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Secara sederhana tujuan PKn adalah untuk membentuk warga

negara yang baik (good citizen) dan mempersiapkan kemampuan

warga negara untuk menghadapi masa depan. Dimon dan Pflieger

seperti dikutip Cholisin (2000:1.15) mengemukakan ciri-ciri warga

negara yang baik adalah sebagai berikut:

a. The good citizen is loyal

b. The good citizen practices democratic human relationship

c. The good citizen tries to be a weel-adjusted person

d. The good citizen is a learner

e. The good citizen is a thinker

f. The good citizen is a doer

Menurut Kurikulum 2004 dalam Cholisin (2004), tujuan mata

pelajaran kewarganegaraan adalah untuk memberikan

kompetensikompetensi sebagai berikut:

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu


kewarganegaraan;
33

b. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan


bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara;
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003: 3).
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP,

2006:78) merumuskan tujuan mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (PKn) adalah agar siswa memiliki kemampuan

sebagai berikut:

a. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertangung jawab, dan bertindak

secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, serta anti korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat

hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dala percaturan dunia

secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan

tekhnologi informasi dan komunikasi.

http://www.batikguru.com/2011/10/konsep-dasar-pkn.html

Berdasarkan uraian diatas, menurut Badan Standar Nasional

Pendidikan tujuan Pkn hampir sama dengan tujuan PKn yang jelaskan

pada Kurikulum 2004 hanya saja pada poin kedua terdapat


34

penambahan tujuan mata pelajaran PKn yaitu anti korupsi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan Pendidikan

Kewarganegaraan adalah melatih siswa untuk menjadi warga negara

Indonesia yang dapat berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak

demokratis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

serta bersikap anti korupsi sesuai dengan ketentuan Pancasila dan

UUD 1945.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup PKn yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ruang

lingkup materi PKn yang bersumber pada Peraturan Menteri No

22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan

Menengah. Ruang lingkup PKn meliputi aspek-aspek berikut: a.

Persatuan dan Kesatuan bangsa; b. Norma, hukum dan peraturan; c.

Hak asasi manusia; d. Kebutuhan warga negara; e. Konstitusi negara;

f. Kekuasaan dan politik; g. Pancasila; dan h. Globalisasi.

4. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi

a. Pengertian Pendidikan Demokrasi

Menurut wikipedia, the free encyclopedia dalam Zamroni

(2013), pendidikan demokrasi merupakan suatu teori pembelajaran

dan pengelolaan sekolah yang memberikan kesempatan bagi siswa

dan guru serta staff administrasi untuk berpartisipasi secara bebas

dan setara dalam kegiatan sekolah. Dalam suatu sekolah yang

demokratis, pengambilan keputusan melibatkan mereka yang akan

terkena keputusan tersebut. Pada level yang lebih konkret,


35

pendidikan demokrasi dapat dilihat sebagai suatu proses untuk

memberikan kesempatan kepada siswa guna mempraktikan

kehidupan yang demokratis baik di kelas, di sekolah maupun di

masyarakat, dengan tujuan agar siswa memahami bagaimana

proses politik suatu negara berlangsung sehingga mampu

berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

b. Ciri Khas Pendidikan Demokrasi

Kultur sekolah merupakan pendorong dan landasan perilaku

seluruh warga sekolah, khususnya perilaku guru dalam

pembelajaran di ruang-ruang kelas. Perilaku guru tersebut berperan

dalam menciptakan ruang-ruang kelas yang demokratis.

Ruangruang kelas yang memiliki moral demokrasi antara lain

diidentifikasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zamroni, 2013:

148):

1) Masing-masing siswa selaku warga kelas memiliki status dan


kedudukan yang setara, tidak ada seseorang yang menguasai
atau sebaliknya dikuasai atas yang lain. Kelas bebas
penghisapan satu atas lainnya dalam berbagai bentuk dan
manifestasi.
2) Kelas tidak hanya menyajikan data dan informasi bagi siswa,
tetapi juga mengembangkan pembelajaran yakni suatu proses
dimana setiap warga sekolah melakukan transfer dan
transformasi pada diri sendiri sehingga memperoleh sesuatu
yang bisa meningkatkan potensi diri secara optimal.di samping
itu, kelas juga bisa merupakan kehidupan masyarakat sipil itu
sendiri, dimana masing-masing siswa memiliki kebebasan yang
dibatasi oleh kebebasan siswa yang lain, sehingga memiliki
prospek lebih baik untuk masa kehidupan berikutnya.
3) Pembelajaran yang berlangsung di kelas mendorong seluruh
warga kelas senantiasa menggunakan logika, critical thinking
dan refleksi. Dengan prinsip tersebut perilaku warga kelas dari
waktu ke waktu mengalami perbaikan dan peningkatan.
36

4) Guru-guru di kelas bukan hanya harus menguasai ilmu yang


dibahas di kelas, tetapi yang penting untuk dicatat adalah
bahwa setiap guru melaksanakan pembelajaran dengan
senantiasa mendasarkan pada keadilan dan kejujuran.
Bagaimana guru menegakkan keadilan dan kejujuran dalam
pembelajaran merupakan awal bagi siswa memahami nilai-nilai
demokrasi.
5) Agar para siswa dapat tumbuh berkembang dalam alam
demokrasi, mereka harus diberikan kesempatan untuk hidup di
kelas yang memberikan pengalaman kehidupan dengan
kerjasama, kebersamaan, saling percaya-mempercayai, saling
hormat-menghormati, saling harga-menghargai dan saling
tolong menolong.

Kelas merupakan forum yang strategis bagi guru dan murid

untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi.

Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban,

misalnya siswa dan guru mempunyai hak dan kewajiban yang sama

dalam menjaga kebersihan kelas, kenyamanan kelas, terlaksananya

kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Tumbuhnya semangat

persaudaraan antara siswa dan guru harus menjadi iklim

pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran apapun. Interaksi guru

dan siswa bukan sebagai subjek-objek, melainkan subjek-subjek

yang sama-sama membangun karakter dan jatidiri. Profil guru yang

demokratis tidak bisa terwujud dengan sendirinya tetapi

membutuhkan proses pembelajaran. Kelas merupakan forum yang

strategis bagi guru dan murid untuk sama-sama belajar

menegakkan pilar-pilar demokrasi.


37

c. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pendidikan

Demokrasi

Menurut Kurikulum 2004 dalam Cholisin (2004), tujuan

mata pelajaran kewarganegaraan adalah untuk memberikan

kompetensi-kompetensi sebagai berikut:

1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi


isu kewarganegaraan;
2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggungjawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi (Pusat Kurikulum, 2003:
3).

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2006:78)

merumuskan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

(PKn) adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi


isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertangung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, serta anti korupsi.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dala percaturan dunia
secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan
tekhnologi informasi dan komunikasi.
http://www.batikguru.com/2011/10/konsep-dasar-pkn.html

Menurut Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan

Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


38

Pertama 2006 seperti dikutip Cholisin (2008:1), paradigma baru

PKn merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di

sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi

pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui:

1) Civic Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga


negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional
maupun sosial
2) Civic Responbility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban
sebagai warga negara yang bertanggungjawab
3) Civic Participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga
negara atas dasar tanggungjawabnya baik secara individual,
sosial, maupun sebagai pemimpin di hari depan.

Kemudian agar dalam pengembangan pembelajaran PKn

memiliki arah yang jelas, maka telah dirumuskan visi dan misi PKn

sebagai berikut. Visi mata pelajaran PKn adalah mewujudkan

proses integral di sekolah untuk pengembangan kemampuan dan

kepribadian warga negara yang cerdas, pertisipatif, dan

bertanggungjawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan

untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis. Misi

mata pelajaran PKn adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan

landasan rasional untuk menyusun PKn baru sebagai

pendidikan intelektual ke arah pembentukan warga negara yang

demokratis; misi tersebut dilakukan melalui penetapan

kemampuan dasar PKn sebagai landasan penyusunan standar

kemampuan standar minimum yang ditetapkan secara nasional

2) Menyusun substansi baru pendidikan PKn sebagai pendidikan

demokrasi yang berlandaskan pada latar belakang budaya serta


39

dalam konteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi

yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia; misi

tersebut dilakukan melalui penyusunan uraian materi pada

masing-masing standar materi PKn yang dapat memfasilitasi

berkembangnya pendidikan demokrasi.

Berdasarkan uraian diatas untuk menunjang tujuan

Pendidikan Kewarganegaraan yang salah satunya agar siswa

memiliki kemampuan berkembang secara positif dan demokratis

untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat

Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya

maka Pendidikan Kewarganegaraan haruslah mampu menjadi

wahana pendidikan demokrasi. Hal ini sejalan dengan misi

Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat dilakukan dengan

menyusun materi pada standar materi PKn yang dapat

memfasilitasi tumbuh berkembangnya pendidikan demokrasi.

D. Tinjauan Sikap

1. Definisi Sikap

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap berarti perbuatan

dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan. Menurut

Sarnoff (dalam Sarwono, 2000) mengidentifikasikan sikap sebagai

kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif

(favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek

terentu ( http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisidan-

faktor-yang-mempengaruhi/).
40

Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 1995) memberikan definisi

sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,

predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara

sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah

terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (1994) memberikan definisi sikap

adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk

bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada

sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada

benda-benda, orang, peritiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-

lain ( http://www.duniapsikologi.com/sikap-pengertian-definisidan-

faktor-yang-mempengaruhi/).

Kemudian kelompok ahli lain yang berorientasi pada triadic

scheme menganggap sikap sebagai konstelasi komponen kognitif,

afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami dan

merasakan suatu obyek. Secord dan Backman mendefinisikan sikap

sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran

(kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu

aspek tertentu. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan

seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek

sikap. Sesuatu yang telah diyakini akan menjadi suatu stereotipe pada

individu tersebut, sehingga pikirannya selalu terpola. Misalnya, bila

individu percaya bahwa mencuri adalah sesuatu yang buruk maka

kepercayaan tersebut akan selalu terpola pada pikirannya. Komponen

afektif menunjuk pada perasaan emosional subyektif seseorang


41

terhadap suatu obyek. Sedangkan komponen konatif merupakan

struktur sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang dikaitkan

dengan obyek sikap yang dihadapinya (Azwar, 1995).

Selanjutnya Gibson (1996: 145) menjelaskan bahwa afeksi,

kognisi dan perilaku menentukan sikap.

a. Afeksi, merupakan emosi atau perasaan.

b. Kognisi, terdiri dari persepsi, pendapat, dan kepercayaan

seseorang. Elemen penting dari kognisi adalah kepercayaan yang

bersifat penilaian yang dilakukan seseorang.

c. Perilaku, mengacu pada kecenderungan seseorang untuk bertindak

terhadap seseorang atau sesuatu dengan cara tertentu.

Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi

berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat

disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang

menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial

dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau

kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan

kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap

obyek atau situasi.

Dalam penelitian ini sikap lebih ditekankan pada komponen

konatif yang merupakan struktur sikap yang menunjukkan bagaimana

perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri

seseorang dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya dengan


42

cara-cara tertentu.

2. Sikap Demokratis

Demokrasi tidak akan dapat diterapkan dengan baik tanpa

dukungan dan partisipasi seluruh warga negara. Bentuk dukungan dan

partisipasi warga negara terhadap pelaksanaan demokrasi dapat

dilakukan dengan jalan memiliki sikap positif terhadap pelaksanaan

demokrasi dalam berbagai kehidupan yaitu kehidupan keluarga,

sekolah, masyarakat maupun kenegaraan.

Prinsip-prinsip demokrasi tidak akan dapat dijalankan dengan

baik di dalam berbagai kehidupan tanpa adanya perilaku positif dari

seluruh warga negara terhadap pelaksanaan demokrasi. Sikap positif

terhadap pelaksanaan demokrasi memiliki makna menerima,

melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi di dalam berbagai lingkungan

kehidupan. Sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi wajib

dimiliki dan dikembangkan oleh seluruh warga negara Indonesia dalam

berbagai lingkungan kehidupan karena dengan adanya perilaku positif

terhadap pelaksanaan demokrasi, seluruh kehidupan akan diwarnai

nilai-nilai demokrasi atau terbentuk kehidupan yang demokratis.

(http://asefts63.wordpress.com/2012/02/17/sikapdemokratis-di-

berbagai-lingkungan/)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokratis berarti

bersifat demokrasi/berciri demokrasi. Jika dikaitkan dengan komponen

konatif yang merupakan struktur sikap yang menunjukkan bagaimana

perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri

seseorang dikaitkan dengan obyek sikap yang dihadapinya dengan


43

cara-cara tertentu, maka sikap demokratis dapat diartikan perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang/siswa dalam

menerima dan melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi dalam

pembelajaran.

E. Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah/Problem Based

Learning

1. Pengertian Efektivitas

Efektivitas merupakan istilah yang banyak disinggung oleh

para ahli, dimana batasan-batasan pengertian tentang efektivitas yang

dikemukakan oleh para ahli berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 584) mendeskripsikan

efektif dengan “ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya)” dan

efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh, hal berkesan” atau

“keberhasilan(usaha, tindakan)”. Jadi, menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia efektivitas adalah suatu usaha atau tindakan yang

berakibat/berpengaruh dan berkesan yang dapat membawa

hasil/berhasil guna.

Chong dan Maginson (Slameto, 2003: 81) mengartikan

“Efektivitas merupakan kesesuaian antara siswa dengan hasil belajar”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa efektivitas


pembelajaran merupakan proses yang harus dilalui siswa untuk

mencapai hasil belajar.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

efektivitas adalah suatu tindakan yang berakibat/berpengaruh dan

berkesan yang dapat membawa hasil/berhasil guna sesuai tujuan yang


44

telah ditetapkan. Dalam hal ini digunakannya model pembelajaran

berbasis masalah dikatakan efektif apabila model pembelajaran

tersebut membawa hasil.

2. Efektivitas Problem Based Learning dalam Meningkatkan Sikap

Positif terhadap Pelaksanaan Demokrasi pada Mata Pelajaran

PKn

Pembelajaran yang efektif ditentukan oleh kemanfaatannya.

Sebab, proses pembelajaran menunjukkan presentase keterlibatan

siswa yang tinggi dalam waktu yang tepat, sehingga pencapaian tujuan

diperoleh dengan sikap siswa yang baik. Dengan demikian sebuah

pembelajaran efektif jika hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan.

Faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam pembelajaran

antara lain kemampuan guru dalam menggunakan metode-metode

pembelajaran yang dipengaruhi oleh faktor tujuan, peserta didik,

situasi, fasilitas, media pembelajaran dan pengajaran itu sendiri.

Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen

yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan

yang ditetapkan. Efektivitas dalam pembelajaran dapat dicapai apabila

rancangan pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan

sesuai dengan prosedur serta sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Efektivitas dalam penelitian ini ditunjukkan dengan adanya

peningkatan sikap positif dalam pelaksanaan demokrasi dalam

pembelajaran PKn oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Wonosari.


45

Untuk mengetahui apakah model pembelajaran yang efektif dalam

meningkatkan sikap positif terhadap pelaksanaan demokrasi dapat

diketahui dengan observasi yang dilakukan peneliti terhadap perilaku

siswa selama proses pembelajaran. Model pembelajaran dikatakan

efektif apabila siswa telah memenuhi kriteria sikap dalam

prinsipprinsip Demokrasi Pancasila sebagai berikut:

a. Adanya persamaan/tidak membeda-bedakan teman

dalam kelompok.

b. Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, disini diartikan

hak adalah hak siswa sebagai anggota kelompok dan kewajiban

adalah kewajiban siswa sebagai anggota kelompok.

c. Adanya kebebasan yang bertanggung jawab, dalam hal ini adalah

kebebasan tukar pendapat dalam penyelesaian masalah.

d. Mengutamakan persatuan dan kesatuan, dalam hal ini setiap siswa

dalam anggota kelompok mencari penyelesaian masalah secara

bersama-sama.

e. Bersifat kekeluargaan, dalam hal ini menyelesaikan segala


permasalahan dengan teman secara kekeluargaan.
(http://emedkarmedi.blogspot.com/2011/03/peranan -kepala-
sekolahdemokratis.html)

F. Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berarti berusaha

memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau

tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Menurut Udin S.


46

Winataputra, dkk (2008: 15) mengutip pengertian belajar dari

BellGredler (1986: 1) menyatakan bahwa:

“Belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk


mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), ketrampilan
(skills), dan sikap (attitudes). Kemampuan, ketrampilan, dan sikap
tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa
bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang
hayat”. Sedangkan Slameto (2003: 2) menyatakan bahwa:

“Belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk


memperoleh suat perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”.

Selain itu menurut Muhibbin Syah (2003: 64), mengutip

pengertian belajar dari Skinner yang dikutip Barlow (1985),

menyatakan bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian

tingkah laku) yang berlangsung secara progresif”.

Dari pendapat di atas pada dasarnya memiliki pengertian yang

sama mengenai belajar, yaitu belajar merupakan usaha atau proses

adaptasi yang dilakukan oleh manusia secara sadar guna mendapat

pengetahuan, keterampilan sehingga dapat memperoleh perubahan

tingkah laku secara keseluruhan dari pengalamannya.

2. Tujuan Belajar

Belajar merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran.

Berbagai upaya dilakukan oleh pendidik dalam proses belajar mengajar

intinya adalah upaya untuk membuat peserta didik belajar. Kegiatan

belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan.

Gurulah yang menciptakan guna pembelajaran anak didik. Sebagai


47

guru haruslah menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk

menciptakan kondisi belajar mengajar yang dapat mengatarkan anak

didik mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

Gagne dalam Sutikno menyebutkan ada lima macam hasil

belajar, yaitu:

a. Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang

mencakup belajar diskriminasi, konsep, prinsip, dan pemecahan

masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi yang disajikan

oleh pengajar di sekolah.

b. Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan

masalahmasalah baru dengan jalan mengatur proses internal

masingmasing individu dalam memperhatikan, belajar, mengikat

dan

berfikir.
c. Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu

dengan kata-kata dengan jalannya mengatur informasi-informasi

yang relevan.

d. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan

mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan

otot.

e. Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi

tingkahlaku seseorang didasari oleh emosi, kepercayaan-

kepercayaan, serta faktor intelektual (Sutikno Sobry, 2004: 69-70)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2003: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi


48

belajar terdiri atas :

a. Faktor-faktor Intern

Dalam faktor intern ini terbagi atas :


1) Faktor Jasmaniah 2) Faktor Psikologis 3) Faktor Kelelahan

b. Faktor-faktor Ekstern

1) Faktor Keluarga
2) Faktor Sekolah
3) Faktor Masyarakat

Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2003: 145), secara global

mengatakan faktor yang mempengaruhi belajar adalah :

a. Faktor internal

Adalah faktor dari dalam diri siswa yaitu keadaan atau kondisi

siswa

b. Faktor eksternal

Adalah faktor dari luar diri siswa yaitu keadaan atau kondisi

lingkungan sekitar siswa

c. Faktor pendekatan belajar

Adalah jenis upaya belajar siswa meliputi strategi dan metodeyang

digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat tersebut terdapat faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi faktor

intern, faktor ekstern dan faktor pendekatan belajar yang ketiga faktor

tersebut sangat berpengaruh dalam proses belajar dalam diri peserta

didik.
49

4. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Siti Nurjanah, 2007:

14), hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan

yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan

nilai tes atau nilai yang diberikan kepuasan kepada individu yang

belajar. Nana Sudjana (2002: 22) menyatakan bahwa hasil belajar

merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah seseorang

memiliki pengalaman belajarnya.

Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa melalui

kegiatan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar yaitu siswa yang

berhasil mencapai tujuan pembelajaran.

5. Jenis-jenis Hasil Belajar

Menurut Benyamin S. Bloom dalam (Suharsimi Arikunto,

2003: 114-119) ranah tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi

tiga jenis, yaitu:

a. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil intelektual yang terdiri dari enam

aspek yaitu:

1) Pengetahuan atau ingatan, terdiri dari pengetahuan faktual dan

hafalan seperti definisi, istilah, batasan dan lainnya yang perlu

dihafal dan diingat.


50

2) Pemahaman, lebih tinggi dari ingatan, misalnya menjelaskan

dengan kalimat sendiri, memberi contoh, atau menggunakan

petunjuk.

3) Penerapan, menerapkan ide, teori, atau petunjuk teknis ke

dalam situasi baru.

4) Analisis, usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur

atau bagian-bagian sehingga jelas hirarki atau susunannya.

5) Sintesi, penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam

bentuk menyeluruh.

6) Evaluasi, pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang

mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja,

pemecahan, metode, dan materi.

b. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri dari lima

aspek, yakni:

1) Penerimaan, kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar

berupa masalah, situasi dan gejala.

2) Respon, reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap

stimulasi dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi,

perasaan, kepuasan dalam menjawab.

3) Penilaian, berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap

gejala termasuk ketersediaan menerima nilai, latar belakang

atau pengalaman.
51

4) Organisasi, pengembangan dari nilai kedalam satu sistem

organisasi termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain.

5) Internalisasi nilai, keterpaduan semua sistem nilai yang telah

dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan

tingkah lakunya termasuk keseluruhan nilai dan

karakteristiknya.

c. Ranah Psikomotor

Berdasarkan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek yakni gerakan reflek,

keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual membedakan

visual-auditif-motoris, kemampuan di bidang fisik, gerakan

keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif

(Sudjana, 2006: 23-30)

6. Hasil Belajar PKn

Hasil belajar PKn pada dasarnya merupakan dampak dari

proses pembelajaran PKn. Hal ini berarti optimalnya hasil belajar PKn

para siswa tergantung juga pada proses pembelajaran PKn yang

dipandu oleh guru. Dari berbagai pengertian belajar tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar PKn dapat diartikan sebagai

suatu kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam menguasai konsep

PKn melalui proses pembelajaran PKn dan kemampuan para siswa

untuk menerapkan konsep PKn dalam kehidupan nyata. Secara umum

kemampuan yang didapat sebagai hasil dari pembelajaran PKn berupa


52

pengetahuan, nilai sikap, dan keterampilan yang dapat dilihat

wujudnya setelah seseorang melaksanakan proses pembelajaran.

G. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Murdiono (2008) dengan

judul “Peningkatan Keterampilan Kewarganegaraan (CIVIC SKILLS)

Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem

Based Learning)” yang menunjukkan bahwa model pembelajaran

berbasis masalah dapat meningkatkan partisipasi aktif dan

keterampilan kewarganegaraan mahasiswa (civic skills) yang dimiliki

mahasiswa.(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132304487/B3 -

JURNAL%20PENELITIAN%20ILMU%20PENDIDIKAN_1.pdf)

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurmala Yunita Putri (2010) dengan

judul “Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X AP di SMK Muhammadiyah 3

Klaten” yang menunjukkan hasil penelitian bahwa pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan

strategi pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Suharjana (2008) dengan judul

“Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Mata Kuliah Pendidikan

Kesegaran Jasmani Melalui Pendekatan Problem Based Learning”

yang menunjukkan hasil penelitian bahwa penerapan pembelajaran

Problem Based Learning dapat meningkatkan keaktifan, pemahaman


53

materi, prestasi belajar, dan kemampuan mahasiswa untuk

menyelesaikan tugas individu. (Jurnal Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan, Nomor 2, Tahun XII, 2008: 287)

H. Kerangka Berpikir

Siswa dapat dikatakan belajar apabila terjadi proses perubahan

tingkah laku. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuan dari

pembelajaran tersebut tercapai dengan baik. untuk mengetahui tercapainya

tujuan dari sebuah proses pembelajaran maka perlu dilakukan evaluasi

atau penilaian pada akhir proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan

tersebut maka diperlukan sebuah model pembelajaran yang tepat dan

efektif.

Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran

yang melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan

masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual

siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam

pembelajaran berbasis masalah kondisi yang tetap harus dipelihara adalah

suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokrasi, suasana nyaman dan

menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.

Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang

merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan

diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di

Indonesia, pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk menunjang

pengembangan nilai demokrasi mutlak diperlukan. Karena salah satu

tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah membentuk siswa untuk


54

berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. Dengan kata lain Pendidikan

Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk pribadi yang demokratis.

Dengan pemilihan model pembelajaran yang menunjang

berkembangnya nilai-nilai demokrasi serta memberikan kesempatan

kepada siswa untuk berpikir kritis dan optimal dalam menyelesaikan

masalah diharapkan peserta didik akan terangsang untuk melaksanakan

nilai-nilai demokrasi atau bersikap demokratis dalam pembelajaran serta

mencapai hasil belajar yang optimal.

Model pembelajaran berbasis masalah/problem based learning

merupakan model pembelajaran yang menunjang berkembangnya

nilainilai demokrasi sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa

untuk aktif serta berpikir kritis dan optimal dalam menyelesaikan masalah

sehingga dapat menunjang tumbuhnya sikap demokratis pada diri siswa

dan menunjang hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran siswa

dituntut berpartisipasi aktif dan berpikir kritis dalam menyelesaikan

permasalahan.

Secara skematis kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat


digambarkan sebagai berikut:

Sebelum Tindakan
Hasil yang diharapkan
- Sikap demokratis - Peningkatan sikap demokratis
masih rendah siswa
- Hasil belajar
masih rendah
55

Hasil yang diharapkan


Tindakan- Peningkatan hasil belajar PKn
- Penerapan model
pembelajaran
Problem Based
Learning

Gambar 1. Alur Kerangka Berfikir


I. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berfikir di atas maka

dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan sikap demokratis antara kelas yang menggunakan

model pembelajaran problem based learning dengan kelas yang

menggunakan metode ceramah.

2. Terdapat perbedaan hasil belajar PKn antara kelas yang menggunakan

model pembelajaran problem based learning dengan kelas yang

menggunakan metode ceramah.

Anda mungkin juga menyukai