LEARNING)
MAKALAH
Oleh
Anwaril Hamidy
NIM. 15709251018
Dyah Purboningsih
NIM. 15709251058
1
Daftar Isi
A. Asal usul PBL......................................................................................................................................3
B. Pengertian PBL....................................................................................................................................3
C. Karakteristik PBL................................................................................................................................6
D. Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)........................................................................8
E. Tahapan Pembelajaran dalam PBL....................................................................................................12
F. Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Model Pembelajaran..........................................................18
G. Kelebihan Problem Based Learning (PBL)........................................................................................18
H. Kelemahan PBL.................................................................................................................................19
REFERENSI..............................................................................................................................................20
Lampiran...................................................................................................................................................21
A.
2
A. Asal usul PBL
Asal usul dari Problem Based Learning (PBL) dapat ditelusuri dari keyakinan
John Dewey (Delisle, 1997) bahwa guru seharusnya mengajar dengan cara memunculkan
insting alamiah siswa untuk melakukan investigasi dan kreasi. Sehingga pengalaman
siswa selama di luar sekolah merupakan suatu petunjuk dalam mengadaptasi
pembelajaran yang mampu memunculkan keterlibatan dan ketertarikan siswa. Selain itu,
salah satu cara belajar yang dinilai paling sukses adalah dengan berpikir dan mengerjakan
melalui suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Delisle, 1997).
Pada awalnya PBL dikembangkan bagi para dokter dalam melakukan pendekatan
penyelesaian permasalahan medis. Mengingat ada banyak informasi yang perlu diingat
oleh seorang dokter dalam mengidentifikasi keluhan pasien, apalagi yang mengalami
gejala komplikasi. Sehingga metode menghapal pun tidak mampu membentuk para
dokter yang siap menghadapi situasi klinis, di mana mereka tidak mampu
mengaplikasikan apa yang mereka hapalkan dan cenderung mudah untuk terlupa.
Sehingga Howard Barrows (1985) mengembangkan serangkaian permasalahan yang
menuntut siswa mengamati situasi, mengembangkan pertanyaan yang tepat, dan
menghasilkan sebuah penyelesaian. Karena Barrows berpendapat bahwa terdapat tiga
unsur interdependen dalam ilmu pengetahuan: (a) esensi dari pengetahuan, (b)
kemampuan menggunakannya secara efektif, dan (c) kemampuan meningkatkan
pengetahuan sehingga mampu menjawab permasalahan di masa yang akan datang.
Meskipun metode PBL awalnya dikembangkan pada sekolah medis, tetapi metode
ini ramai digunakan pada pendidikan abad 21 yang menuntut kompetensi habit of
thinking, meneliti, penyelesaian masalah dan problem solving dalam menghadapi
perubahan dunia yang begitu cepat.
B. Pengertian PBL
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL)
adalah metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak
terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan (Marsigit dan Harta,
3
2013). Sedangkan Nurhadi (2004) menjelaskan PBL sebagai suatu model pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Barows dan Tamblyn (1980:
18) mendefinisikan problem based learning sebagai pembelajaran yang menghasilkan
proses kerja yang menggiring kepada pemahaman atau pemecahan masalah. Dengan
karakteristik proses sebagai berikut:
4
lingkungan, individu melakukan pengujian serta memodifikasi skema pengetahuannya
yang telah ada. Interaksi yang terjadi bertindak sebagai katalis untuk membangun konflik
kognitif dalam individu. Ketika konflik itu muncul, individu akan terdorong untuk
melakukan proses-proses penyesuaian struktur kognitifnya dalam usaha membangun
pemahaman terkait fakta/fenomena tersebut (Hitipiew, 2009: 93). Berdasarkan penjelasan
tersebut, konstruktivistik menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses secara aktif
oleh pebelajar untuk membangun pemahamannya. Setiap pemahaman baru yang
dibangun didasarkan atas pemahaman yang telah diketahui sebelumnya. Konstruktivisme
kognitif juga menjelaskan bahwa pemahaman datang ketika seseorang berinteraksi
dengan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran menjadi
relevan dan berarti jika melibatkan pengamatan terhadap fakta/fenomena yang terkait.
Dengan kata lain, aktivitas belajar ditekankan pada experience based & discovery
oriented. Dengan discovery, siswa didorong untuk mengembangkan minatnya secara
alami dalam mencapai kompetensi. Tugas guru adalah mendorong siswa memecahkan
masalah dengan caranya sendiri, bukan mengajarkan secara langsung dengan
memberikan jawaban (Hitipiew, 2009: 96). Konstruktivisme sosial fokus pada usaha
memfasilitasi pengkonstruksian pemahaman siswa melalui interaksi sosial. Untuk
mencapai hal tersebut perlu diciptakannya situasi yang memungkinkan siswa untuk dapat
bertukar ide (sharing) dan berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Hal tersebut
menjelaskan bahwa guru tidak benar-benar membiarkan siswanya melakukan tugas-
tugasnya sendiri (Hitipiew, 2009: 88). Strategi PBL menggunakan konsep-konsep belajar
dalam teori kontruktivistik sebagai landasan pengembangannya, yaitu: (1) pengetahuan
dikonstruk secara individu secara aktif tergantung pada pengetahuan awal; (2)
pengetahuan diperoleh ketika berinteraksi dengan fakta atau fenomena terkait; (3)
kelompok kecil memungkinkan siswa untuk dapat bertukar ide (sharing) dan
berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Implikasi teori konstruktivistik dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter: (1) guru hanya
bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber informasi dan siswa harus sudah
memiliki pemahaman dan ketrampilan prasyarat, bukan dalam tahap membangun konsep;
(2) adanya penyelidikan autentik sehingga siswa berinteraksi dengan fakta atau fenomena
terkait; dan (3) siswa belajar dalam kelompok kecil.
5
Dalam teori humanisme, belajar dipandang sebagai pemerolehan informasi atau
pengalaman dan menemukan maknanya secara pribadi. Salah satu asumsi yang menjadi
dasar humanistik adalah siswa belajar tentang apa yang mereka butuhkan dan apa yang
ingin mereka tahu. Siswa memutuskan sendiri apa yang mau mereka pelajari. Tidak akan
ada yang benar-benar dipelajari oleh siswa jika kepuasan ata betuhuan atau rasa ingin
tahunya tidak terpenuhi (Goodman dalam Hitipiew, 2009: 117). Hal-hal lain yang
dipelajari namun tidak berkaitan dengan kebutuhan siswa akan segera hilang dari
ingatannya. Teori humanistik juga memberikan penekanan bahwa proses pembelajaran
hendaknya dapat membentuk siswa terus ingin belajar dan juga tahu bagaimana belajar.
Teori humanisme digunakan sebagai dasar teori strategi PBL yang berimplikasi teori
humanistik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter: (1)
masalah yang diangkat hendaknya bermakna bagi siswa; (2) pemecahan masalahnya akan
dapat melibatkan disiplin ilmu lain tergantung kemampuan dan kemauan siswa.
C. Karakteristik PBL
Aspek penting dalam PBL adalah bahwa pembelajaran dimulai dengan
permasalahan dan permasalahan tersebut akan menetukan arah pembelajaran dalam
kelompok. Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan pembelajaran, para siswa
didorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan.
Salah satu keuntungan PBL adalah para siswa didorong untuk mengeksplorasi
pengetahuan yang telah dimilikinya kemudian mengembangkan keterampillan
pembelajaran yang independen untuk mengisi kekososongan yang ada. Hal tersebut
merupakan pembelajaran seumur hidup karena keterampilan tersebut dapat ditransfer ke
sejumlah topik pembelajaran yang lain, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan
PBL yang memfokuskan pada permasalahan yang mampu membangkitkan pengalaman
pembelajaran maka siswa akan mendapat otonomi yang lebih luas dalam pembelajaran.
Oleh karena itu perancangan permasalahan perlu dilakukan dengan sangat hati-hati untuk
meyakinkan bahwa sebagian besar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
6
menjelaskan strategi problem based learning secara detail lima karakteristik tersebut
sebagai berikut.
7
membangun motivasi siswa sehingga mereka aktif terlibat dalam penyelesaian tugas
karena merasa bertanggung jawab terhadap anggota kelompok lainnya. Namun
kelompok tidak selalu dapat bekerja efektif tanpa adanya pembimbing. Oleh karena
itu, tugas guru adalah memonitor interaksi dalam kelompok.
8
3. Membutuhkan pengambilan keputusan.
4. Multitahap.
5. Dirancang untuk kelompok.
6. Menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi.
7. Mencakup tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (high order thinking) dan
keterampilan lainnya.
Pada pertemuan pertama perlu dilakukan pendefinisian masalah. Pada langkah ini
guru sebagai fasilitator menyampaikan scenario atau permasalahan dan peserta didik
melakukan berbagai kegiatan curah pendapat (brainstorming) dan semua anggota
kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap scenario secara bebas
sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternative pendapat. Peran guru dalam
pembelajaran adalah:
9
diketahui, menjelaskan pada teman yang lain, dan melibatkan teknologi dalam proses
belajar.
Pembelajaran dengan metode PBL melibatkan permasalahan dalam dunia nyata dan
tidak terstruktur. Permasalahan nyata yang dikaji dalam PBL diharapkan dapat membuat
siswa berpikir, membuat siswa mengajukan pertanyaan, mengaktifkan pengetahuan awal,
menguji pemahaman siswa, mengelaborasi pengetahuan baru, memperkuat pemahaman
siswa, memberikan motivasi untuk belajar, dan membuat siswa melatih logika, dan
pendekatan analitis terhadap situasi yang tidak dikenal.
10
pengalaman dan pengetahuan awal yang berbeda. Permasalahan dalam dunia nyata tidak
memiliki sebua jawaban yang mutlak benar, namun akan dapat diajukan beberapa solusi
yang mungkin tepat untuk mengatasi permasalahan. Beberapa permasalahan yang lebih
sempit dan tidak terkait dengan beberapa topik mungkin memiliki sebuah solusi umum,
namun tetap dapat diselesaikan dengan beberapa cara.
Guru dapat mengecek apakah sebuah permasalahan cocok untuk digunakan dalam
PBL dengan menggunakan pertanyaan sebagai berikut.
11
E. Tahapan Pembelajaran dalam PBL
Pembelajaran dengan PBL seharusnya dimulai dengan menyajikan permasalahan
kepada siswa. Tahap pertama yang perlu dilakukan dalam pembelajaran adalah
memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan penyelesaian masalah sehingga mereka
akan bertindak aktif membangun pengetahuannya. Pemilihan permasalahan yang tepat
akan meningkatkan keingintahuan siswa dan menimbulkan inkuiri dalam pikiran mereka.
Tahapan awal yang dilakukan setelah siswa dihadapkan pada permasalahan adalah :
1. Mendefinisikan permasalahan.
2. Menganalisis permasalahan.
3. Mengembangkan ide untuk menyelesaikan permasalahan, tahapan ini bisa dilengkapi
dengan perumusan dipotesis.
4. Mengidentifikasi isu pembelajaran.
Pembelajaran dengan metode PBL dapat dilakukan secara lebih efektif jika siswa
mampu mengidentifikasi permasalahan dan memiliki kemampuan melakukan observasi.
Informasi yang diperoleh harus diolah dan disampaikan dengan menggunakan
kemampuan asosiasi dan menjalin jaringan (networking). Oleh sebab itu, metode ini
merupakan metode pembelajaran saintifik yang penting untuk membentuk keterampilan
sebagai seorang innovator. Tahapan proses pembelajaran menurut Oon-Seng Tan (2003,
145) adalah sebagai berikut.
12
Gambar 1. Bagan proses pembelajaran menurut Oon-Seng Tan (2003, 145)
Tahapan perencanaan dan implementasi PBL yang diadopsi dari Jordan adalah
sebagai berikut.
13
yang relevan. pengetahuannya, melatih portofolio kerja (draf,
berpikir tingkat tinggi, dan rancangan kerja) dan lembar
mentor dalam observasi.
menyelesaikan
permasalahan secara
intelektual.
4. Siswa mengajukan Penilai yang mengevaluasi Analisis dan interpretasi
solusi. proses belajar dan solusi portofolio siswa.
yang diajukan.
Pengalaman belajar
Isu dan tujuan belajar
Tujuan kognitif dan metakognitif
14
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat
pendukung yang dibutuhkan, serta memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru menjelaskan logistic yang dibutuhkan, prosedur yang harus dilakukan, dan
memotivasi siswa supaya terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
3. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut (menerapkan topic, tugas, jadwal).
4. Guru mendorong siswa untuk mengumoulkan informasi yang sesuai, eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
dan pemecahan masalah.
5. Guru membantu siswa dalam merencanakan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
6. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Variasi tahapan PBL yang dikembangkan oleh Moust dan kawan-kawan (2001,
29-40) adalah sebagai berikut.
15
Semua anggota kelompok diskusi melakukan identifikasi terhadap kata/istilah yang
tidak dimengerti. Istilah-istilah tersebut kemudian diklarifikasi dan disepakati oleh
semua anggota kelompok diskusi.
2. Merumuskan permasalahan.
Pada tahapan ini, anggota kelompok dianjurkan untuk berkontribusi dalam diskusi
dengan memberikan pandangan mereka tentang permasalahan yang dibahas. Peran
guru diperlukan untuk mendorong siswa berkontribusi dalam melakukan analisis
secara luas.
3. Curah pendapat tentang hipotesis atau penjelasan yang mungkin.
Siswa melakukan curah pendapat dan mencoba merumuskan berbagai hipotesis dari
setiap permasalahan yang telah disepakati pada langkah sebelumnya. Hal ini
dilakukan untuk mengelaborasi pengetahuan dan ingatan sebelumnya.
4. Penataan hipotesis.
Kelompok belajar diharapkan telah menghasilkan banyak pemikiran dan penjelasan
yang beragam tentang permasalahan yang dibahas. Tahapan selanjutnya adalah
melakukan review terhadap permasalahan dan dibandingkan dengan hipotesis atau
penjelasan yang dibuat untuk melihat kecocokan. Eksplorasi lebih lanjut perlu
dilakukan jika masih ditemukan ketidakcocokan.
5. Penetapan tujuan pembelajaran.
Kelompok mencoba untuk menyepakati seperangkat tujuan kegiatan yang akan
dijadikan tujuan pembelajaran. Guru mengarahkan siswa untuk fokus dan tidak
terlalu luas atau dangkal dalam menentukan tujuanpembelajaran yang ingin dicapai.
6. Pengumpulan informasi dan belajar mandiri/belajar bebas.
Siswa mencari materi dalam buku teks, internet, atau konsultasi dengan pakar atau
cara lainnya yang akan membantu dalam pengumpulan informasi yang berkaitan
dengan tujuan pembelajaran.
7. Berbagi informasi dan diskusi hasil belajar mandiri.
Langkah ini pada umumnya dilakukan beberapa hari setelah siswa mengumpulkan
informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan.
16
menggodok masalah (dalam bentuk scenario) yang diberikan kepada mereka. Masalah
dalam scenario diharapkan mampu memicu dan memacu kemampuan berpikir analitis,
aktif, sekaligus melakukan pembelajaran secara kreatif (creative learning) dan belajar
bekerja sama (collaborative learning).
17
F. Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Model Pembelajaran
Pembelajaran berbasis masalah (PBL) juga telah dikembangkan sebagai sebuah
model pembelajaran dengan sintaks belajar sebagai berikut.
18
7. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
emreka miliki dalam dunia nyata.
8. Menegmbangkan minat siswa ntuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar
pada pendidikan formal telah berakhir.
9. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna
memecahkan masalah dunia nyata.
H. Kelemahan PBL
Sanjaya (2007) menuliskan kelemahan PBL yaitu sebagai berikut ini.
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka aka merasa enggan
untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapamereka harus berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.
19
REFERENSI
Arend, R. I. (2004). Learning to teach (6th edition). New York, NY: Mc Graw Hill.
Barrows, H.S. (1985). How to design a problem-based curriculum for the preclinical years. New
York, NY: Springer.
Barrows, H.S., and R.M. Tamblyn. (1980). Problem-based learning: an approach to medical
education. New York, NY: Springer.
Delisle, R. (1997). How to use problem-based learning in the classroom. Danvers, MA: ASCD.
Hitipeuw, I. (2009). Belajar & pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Malang.
Jordan, E., Porath, M., And Bickerton, G. 2003. Problem based learning as a research tool for
teachers. Dalam A. Clarke and G. Erickson (Ed), Teacher inquiry: Living the research in
everyday practice. London: Routledge Falmer.
Moust, J. H. C., Bouhuijs, P. A. J., Schmidt, H. G. 2001. Problem based learning: A student
guide. Groningen: Wolters-Noordhoff.
Norman, G.R., and Schmidt, H. G. 1992. The psychological basis of problem based learning: A
review of the evidence. Academic Medicine, 67(9):557-65.
Nur, M. (2011). Model pembelajaran berdasarkan masalah. Surabaya: Pusat Sains dan
Matematika Sekolah UNESA.
Porath, M. and Jordan, E. 2009. Problem based learning communities: Using the social
environment to support creativity. Dalam OOn-Seng Tan (ED) Problem based learning
and Creativity. Singapore: Cengage Learning.
Ridwan Abdullah Sani. 2014. Pembelajaran saintifik untuk implementasi kurikulum 2013.
Jakarta: Bumi Aksara.
20
Tan, O. S. 2003. Problem based learning innovation. GALE Cengage Learning Singapore: Sing
Lee Press.
Trop, L. and Sage, S. 1998. Problem as Possibilities: Problem based learning for K-12
education. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.
Wina Sanjaya. 2013. Penelitian Pendidikan : Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
21
Lampiran
Pertanyaan :
Jawaban :
22