Anda di halaman 1dari 22

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED

LEARNING)

MAKALAH

Ditulis untuk memenuhi sebagian dari tugas


Perkuliahan Metode Pembelajaran

Oleh
Anwaril Hamidy
NIM. 15709251018
Dyah Purboningsih
NIM. 15709251058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

1
Daftar Isi
A. Asal usul PBL......................................................................................................................................3
B. Pengertian PBL....................................................................................................................................3
C. Karakteristik PBL................................................................................................................................6
D. Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)........................................................................8
E. Tahapan Pembelajaran dalam PBL....................................................................................................12
F. Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Model Pembelajaran..........................................................18
G. Kelebihan Problem Based Learning (PBL)........................................................................................18
H. Kelemahan PBL.................................................................................................................................19
REFERENSI..............................................................................................................................................20
Lampiran...................................................................................................................................................21

A.

2
A. Asal usul PBL
Asal usul dari Problem Based Learning (PBL) dapat ditelusuri dari keyakinan
John Dewey (Delisle, 1997) bahwa guru seharusnya mengajar dengan cara memunculkan
insting alamiah siswa untuk melakukan investigasi dan kreasi. Sehingga pengalaman
siswa selama di luar sekolah merupakan suatu petunjuk dalam mengadaptasi
pembelajaran yang mampu memunculkan keterlibatan dan ketertarikan siswa. Selain itu,
salah satu cara belajar yang dinilai paling sukses adalah dengan berpikir dan mengerjakan
melalui suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (Delisle, 1997).
Pada awalnya PBL dikembangkan bagi para dokter dalam melakukan pendekatan
penyelesaian permasalahan medis. Mengingat ada banyak informasi yang perlu diingat
oleh seorang dokter dalam mengidentifikasi keluhan pasien, apalagi yang mengalami
gejala komplikasi. Sehingga metode menghapal pun tidak mampu membentuk para
dokter yang siap menghadapi situasi klinis, di mana mereka tidak mampu
mengaplikasikan apa yang mereka hapalkan dan cenderung mudah untuk terlupa.
Sehingga Howard Barrows (1985) mengembangkan serangkaian permasalahan yang
menuntut siswa mengamati situasi, mengembangkan pertanyaan yang tepat, dan
menghasilkan sebuah penyelesaian. Karena Barrows berpendapat bahwa terdapat tiga
unsur interdependen dalam ilmu pengetahuan: (a) esensi dari pengetahuan, (b)
kemampuan menggunakannya secara efektif, dan (c) kemampuan meningkatkan
pengetahuan sehingga mampu menjawab permasalahan di masa yang akan datang.
Meskipun metode PBL awalnya dikembangkan pada sekolah medis, tetapi metode
ini ramai digunakan pada pendidikan abad 21 yang menuntut kompetensi habit of
thinking, meneliti, penyelesaian masalah dan problem solving dalam menghadapi
perubahan dunia yang begitu cepat.

B. Pengertian PBL
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL)
adalah metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak
terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan (Marsigit dan Harta,

3
2013). Sedangkan Nurhadi (2004) menjelaskan PBL sebagai suatu model pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Barows dan Tamblyn (1980:
18) mendefinisikan problem based learning sebagai pembelajaran yang menghasilkan
proses kerja yang menggiring kepada pemahaman atau pemecahan masalah. Dengan
karakteristik proses sebagai berikut:

1. Permasalahan dimunculkan pada awal pembelajaran, sebelum persiapan ataupun


kegiatan belajar terjadi.
2. Situasi permasalahan yang disajikan kepada siswa berdasarkan realitas
3. Siswa bekerja dengan permasalahan dalam sebuah aturan yang memberikan ruang
berpikir dan menerapkan pengetahuannya dalam membantah dan menguji,
berdasarkan level belajarnya
4. Area kebutuhan dalam belajar teridentifikasi pada proses kerja menyelesaikan
masalah dan digunakan sebagai panduan untuk belajar mandiri
5. Skill dan pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran diterapkan kembali terhadap
permasalahan, untuk menguji efetivitas belajar dan memperkuat proses pembelajaran.
6. Pembelajaran yang berlangsung merupakan rangkuman dan paduan dari pengetahuan
dan kemampuan siswa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning atau pembelajaran


berbasis masalah adalah suatu pendekatan/strategi/metode/model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Pembelajaran berbasis masalah atau PBL berlandaskan teori konstruktivisme dan


humanisme. Teori konstruktivisme dibagi menjadi dua, yaitu teori konstruktivisme
kognitif dan teori konstruktivisme sosial. Dalam teori konstruktivisme kognitif, belajar
adalah proses perubahan dalam struktur kognitif seseorang sebagai hasil konstruksi
pengetahuan yang bersifat individual dan internal. Perubahan tersebut didorong oleh rasa
ingin tahu. Selain itu dalam usaha membangun pengetahuannya saat berinteraksi dengan

4
lingkungan, individu melakukan pengujian serta memodifikasi skema pengetahuannya
yang telah ada. Interaksi yang terjadi bertindak sebagai katalis untuk membangun konflik
kognitif dalam individu. Ketika konflik itu muncul, individu akan terdorong untuk
melakukan proses-proses penyesuaian struktur kognitifnya dalam usaha membangun
pemahaman terkait fakta/fenomena tersebut (Hitipiew, 2009: 93). Berdasarkan penjelasan
tersebut, konstruktivistik menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses secara aktif
oleh pebelajar untuk membangun pemahamannya. Setiap pemahaman baru yang
dibangun didasarkan atas pemahaman yang telah diketahui sebelumnya. Konstruktivisme
kognitif juga menjelaskan bahwa pemahaman datang ketika seseorang berinteraksi
dengan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran menjadi
relevan dan berarti jika melibatkan pengamatan terhadap fakta/fenomena yang terkait.
Dengan kata lain, aktivitas belajar ditekankan pada experience based & discovery
oriented. Dengan discovery, siswa didorong untuk mengembangkan minatnya secara
alami dalam mencapai kompetensi. Tugas guru adalah mendorong siswa memecahkan
masalah dengan caranya sendiri, bukan mengajarkan secara langsung dengan
memberikan jawaban (Hitipiew, 2009: 96). Konstruktivisme sosial fokus pada usaha
memfasilitasi pengkonstruksian pemahaman siswa melalui interaksi sosial. Untuk
mencapai hal tersebut perlu diciptakannya situasi yang memungkinkan siswa untuk dapat
bertukar ide (sharing) dan berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Hal tersebut
menjelaskan bahwa guru tidak benar-benar membiarkan siswanya melakukan tugas-
tugasnya sendiri (Hitipiew, 2009: 88). Strategi PBL menggunakan konsep-konsep belajar
dalam teori kontruktivistik sebagai landasan pengembangannya, yaitu: (1) pengetahuan
dikonstruk secara individu secara aktif tergantung pada pengetahuan awal; (2)
pengetahuan diperoleh ketika berinteraksi dengan fakta atau fenomena terkait; (3)
kelompok kecil memungkinkan siswa untuk dapat bertukar ide (sharing) dan
berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Implikasi teori konstruktivistik dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter: (1) guru hanya
bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber informasi dan siswa harus sudah
memiliki pemahaman dan ketrampilan prasyarat, bukan dalam tahap membangun konsep;
(2) adanya penyelidikan autentik sehingga siswa berinteraksi dengan fakta atau fenomena
terkait; dan (3) siswa belajar dalam kelompok kecil.

5
Dalam teori humanisme, belajar dipandang sebagai pemerolehan informasi atau
pengalaman dan menemukan maknanya secara pribadi. Salah satu asumsi yang menjadi
dasar humanistik adalah siswa belajar tentang apa yang mereka butuhkan dan apa yang
ingin mereka tahu. Siswa memutuskan sendiri apa yang mau mereka pelajari. Tidak akan
ada yang benar-benar dipelajari oleh siswa jika kepuasan ata betuhuan atau rasa ingin
tahunya tidak terpenuhi (Goodman dalam Hitipiew, 2009: 117). Hal-hal lain yang
dipelajari namun tidak berkaitan dengan kebutuhan siswa akan segera hilang dari
ingatannya. Teori humanistik juga memberikan penekanan bahwa proses pembelajaran
hendaknya dapat membentuk siswa terus ingin belajar dan juga tahu bagaimana belajar.
Teori humanisme digunakan sebagai dasar teori strategi PBL yang berimplikasi teori
humanistik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter: (1)
masalah yang diangkat hendaknya bermakna bagi siswa; (2) pemecahan masalahnya akan
dapat melibatkan disiplin ilmu lain tergantung kemampuan dan kemauan siswa.

C. Karakteristik PBL
Aspek penting dalam PBL adalah bahwa pembelajaran dimulai dengan
permasalahan dan permasalahan tersebut akan menetukan arah pembelajaran dalam
kelompok. Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan pembelajaran, para siswa
didorong untuk mencari informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan.
Salah satu keuntungan PBL adalah para siswa didorong untuk mengeksplorasi
pengetahuan yang telah dimilikinya kemudian mengembangkan keterampillan
pembelajaran yang independen untuk mengisi kekososongan yang ada. Hal tersebut
merupakan pembelajaran seumur hidup karena keterampilan tersebut dapat ditransfer ke
sejumlah topik pembelajaran yang lain, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan
PBL yang memfokuskan pada permasalahan yang mampu membangkitkan pengalaman
pembelajaran maka siswa akan mendapat otonomi yang lebih luas dalam pembelajaran.
Oleh karena itu perancangan permasalahan perlu dilakukan dengan sangat hati-hati untuk
meyakinkan bahwa sebagian besar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

M. Nur (2011) menjelaskan bahwa karakterisitik PBL meliputi: (a) mengajukan


pertanyaan atau masalah, (b) berfokus pada interdisiplin, (c) penyelidikan otentik, (d)
menghasilkan karya nyata dan memamerkan, dan (e) Kolaborasi. Adapun Arend (2004)

6
menjelaskan strategi problem based learning secara detail lima karakteristik tersebut
sebagai berikut.

1. Pembelajaran didasarkan atas pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran, siswa


dibawa kepada masalah dalam kehidupan nyata yang sifatnya penting dalam
kehidupan sosial dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Masalah yang dibawa
hendaknya kompleks dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk
masalah tersebut. Misalnya, dalam pelajaran kimia lingkungan, siswa ditugaskan
untuk mencari solusi menanggulangi tingginya populasi eceng gondok pada waduk
Selorejo akibat cemaran fosfat dari deterjen. Masalah tersebut memiliki berbagai
macam solusi, antara lain eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan briket,
bahan kertas karton dan kreasi anyaman.
2. Adanya keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBL diterapkan pada mata pelajaran
tertentu, misalnya kimia, namun nantinya dalam pemecahan masalahnya akan dapat
melibatkan disiplin ilmu lain tergantung kemampuan dan kemauan siswa. Misalnya,
dalam pelajaran kimia lingkungan, siswa ditugaskan untuk mencari solusi seperti
fisika, biologi, ekonomi dan sosial.
3. Penyelidikan autentik. PBL mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik
untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan informasi,
melakukan eksperimen jika diperlukan, membuat analisis serta merumuskan
kesimpulan.
4. Menghasilkan produk/karya dan mempresentasikannya. PBL menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang
menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut
berupa laporan, model fisik, rekaman video, program komputer, tabel, gambar, dll.
Karya tersebut selanjutnya didemonstrasikan kepada teman-teman yang lainnya.
5. Kerja sama dalam kelompok kerja. Kelompok kerja merupakan aspek yang penting
dalam PBL untuk beberapa alasan. Pertama, kelompok kerja membangun rasa
nyaman bagi siswa untuk mengutarakan pertanyaan terkait masalah dan ide
pemecahan masalah. Kedua, kelompok kerja membantu membangun kemampuan
berkomunikasi dan mengorganisasikan kelompok. Terakhir, kelompok kerja

7
membangun motivasi siswa sehingga mereka aktif terlibat dalam penyelesaian tugas
karena merasa bertanggung jawab terhadap anggota kelompok lainnya. Namun
kelompok tidak selalu dapat bekerja efektif tanpa adanya pembimbing. Oleh karena
itu, tugas guru adalah memonitor interaksi dalam kelompok.

D. Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Tujuan belajar dengan menggunakan PBL terkait dengan penguasaan materi
pengetahuan, keterampilan menyelesaikan masalah, belajar multi disiplin, dan
keterampilan hidup. Menurut Norman dan Schmidt dalam Ridwan Abdullah Sani (2014,
130), PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam beberapa hal, yakni:

1. Mentransfer konsep pada permasalahan baru


2. Integrasi konsep
3. Ketertarikan belajar
4. Belajar dengan arahan sendiri
5. Keterampilan belajar.

PBL menyajikan pembahasan permasalahan sehingga permasalahan menjadi basis


belajar. Pada umumnya sebuah permasalahan dalam PBL bersifat kompleks dan
diselesaikan dalam beberapa kali pertemuan, serta membutuhkan penerapan beberapa
konsep.

Permasalahan dalam PBL merupakan permasalahan dunia nyata yang memiliki


karakteristik seperti berikut ini.

1. Realistis, umum, dan penting.


2. Cukup terbuka
3. Kompleks-terdiri dari beberapa komponen.
4. Permasalahan mungkin terjadi secara nyata, namun disajikan secara tidak lengkap.

Skenario pembelajaran PBL hendaknya memenuhi karakteristik antara lain:

1. Terkait dengan dunia nyata.


2. Memotivasi siswa.

8
3. Membutuhkan pengambilan keputusan.
4. Multitahap.
5. Dirancang untuk kelompok.
6. Menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi.
7. Mencakup tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (high order thinking) dan
keterampilan lainnya.

Pada pertemuan pertama perlu dilakukan pendefinisian masalah. Pada langkah ini
guru sebagai fasilitator menyampaikan scenario atau permasalahan dan peserta didik
melakukan berbagai kegiatan curah pendapat (brainstorming) dan semua anggota
kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap scenario secara bebas
sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternative pendapat. Peran guru dalam
pembelajaran adalah:

1. Mendiagnosis kebutuhan belajar


2. Mentoring belajar
3. Mendorong proses belajar
4. Bertanya tentang pemikiran siswa
5. Melakukan pemodelan inkuiri

Langkah selanjutnya merupakan tahap investigasi, yang melibatkan siswa mencari


sumber belajar yang dapat memperjelas isu investigasi. Tahap investigasi memiliki dua
tujuan utama yaitu agar siswa mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang
relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, serta mengumpulkan
informasi dengan satu tujuan.

Setelah mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, selanjutnya antar siswa saling


memutustukan untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada. Guru harus
mengarahkan siswa untuk membuat usulan solusi yang relevan atau memberikan
penjelasan jika diminta oleh siswa.

Pembelajaran dengan metode PBL melibatkan siswa untuk aktif menggali


pengetahuan baru dengan apa yang diketahuinya, mengorganisasikan informasi yang

9
diketahui, menjelaskan pada teman yang lain, dan melibatkan teknologi dalam proses
belajar.

Pembelajaran dengan metode PBL melibatkan permasalahan dalam dunia nyata dan
tidak terstruktur. Permasalahan nyata yang dikaji dalam PBL diharapkan dapat membuat
siswa berpikir, membuat siswa mengajukan pertanyaan, mengaktifkan pengetahuan awal,
menguji pemahaman siswa, mengelaborasi pengetahuan baru, memperkuat pemahaman
siswa, memberikan motivasi untuk belajar, dan membuat siswa melatih logika, dan
pendekatan analitis terhadap situasi yang tidak dikenal.

Pembelajaran dengan metode PBL akan melibatkan siswa untuk belajar


menyelesaikan suatu masalah dunia nyata dan sekaligus belajar untuk mengetahui
pengetahuan yang diperlukan. PBL memungkinkan untuk melatih siswa dalam
mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan serta
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. PBL dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif dalam belajar atau bekerja, menumbuhkan
motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal
dalam bekerja kelompok.

Pembelajaran PBL membahas situasi kehidupan yang ada di sekitar dengan


penyelesaian yang tidak sederhana. Peran guru dalam PBL adalah menyodorkan berbagai
permasalahan autentik, memfasilitasi penyelidikan, dan mendukung pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa. Permasalahan yang dikaji harus relevan dengan kurikulum yang
digunakan sehingga perlu dilakukan kajian kurikulum dalam pemilihan permasalahan.

Permasalahan dunia nyata pada umumnya kurang terstruktur. Permasalahan yang


dialami masyarakat pada umumnya tanpa batasan dan struktur yang jelas sehingga tidak
mudah membuat definisi untuk solusinya. Masing-masing siswa dapat memiliki
pandangan yang berbeda tentang permasalahan yang dikaji sehingga mereka akan
melakukan pembelajaran mandiri yang bervariasi sesuai dengan kebutuhannya. Oleh
karena itu akan terdapat banyak solusi yang mungkin diajukan sebagai cara untuk
menyelesaikan permasalahan. Solusi permasalaha aka lebih efektif diperoleh jika siswa
bekerja sama mencurahkan ide dan pendapatnya karena masing-masing siswa memiliki

10
pengalaman dan pengetahuan awal yang berbeda. Permasalahan dalam dunia nyata tidak
memiliki sebua jawaban yang mutlak benar, namun akan dapat diajukan beberapa solusi
yang mungkin tepat untuk mengatasi permasalahan. Beberapa permasalahan yang lebih
sempit dan tidak terkait dengan beberapa topik mungkin memiliki sebuah solusi umum,
namun tetap dapat diselesaikan dengan beberapa cara.

Guru dapat mengecek apakah sebuah permasalahan cocok untuk digunakan dalam
PBL dengan menggunakan pertanyaan sebagai berikut.

Tabel 1. Pertanyaan untuk Menguji Permasalahan PBL


No. Pertanyaan untuk Menguji Permasalahan PBL Respon
Ya Tidak
1. Apakah permasalahan dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan standar kompetensi yang dimuat dalam
kurikulum?
2. Apakah permasalahan dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir dan keterampilan menalar?
3. Apakah permasalahan terkait dengan permasalahan masyarakat
atau dunia?
4. Apakah permasalahan dapat memicu minat siswa untuk
belajar?
5. Apakah permasalahan sesuai dengan jenjang pendidikan
siswa?
6. Apakah tersedia sumber daya yang cukup bagi siswa untuk
menyelesaikan permasalahan?
7. Apakah permasalahan membutuhkan pemikiran mendalam dan
tidak mudah untuk diselesaikan dengan segera?
8. Apakah permasalahan dapat digunakan untuk membuat siswa
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan?

Kompleksitas permasalahan PBL dapat bervariasi dan akan menentukan lamanya


proses belajar yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan yang
dibahas dapat berupa permasalahan dalam satu pelajaran saja atau merupakan
permasalahan yang membutuhkan penguasaan atau kerja sama dari beberapa mata
pelajaran.

11
E. Tahapan Pembelajaran dalam PBL
Pembelajaran dengan PBL seharusnya dimulai dengan menyajikan permasalahan
kepada siswa. Tahap pertama yang perlu dilakukan dalam pembelajaran adalah
memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan penyelesaian masalah sehingga mereka
akan bertindak aktif membangun pengetahuannya. Pemilihan permasalahan yang tepat
akan meningkatkan keingintahuan siswa dan menimbulkan inkuiri dalam pikiran mereka.
Tahapan awal yang dilakukan setelah siswa dihadapkan pada permasalahan adalah :

1. Mendefinisikan permasalahan.
2. Menganalisis permasalahan.
3. Mengembangkan ide untuk menyelesaikan permasalahan, tahapan ini bisa dilengkapi
dengan perumusan dipotesis.
4. Mengidentifikasi isu pembelajaran.

Pelaksanaan PBL meliputi kegiatan antara lain :

1. Merumuskan tujuan pembelajaran.


2. Memperoleh informasi baru melalui pembelajaran mandiri.
3. Menerapkan strategi/metode baru dalam menganalisis permasalahan.
4. Mengajukan solusi permasalahan.
5. Mengkaji dan mengevaluasi solusi yang diterapkan.

Pembelajaran dengan metode PBL dapat dilakukan secara lebih efektif jika siswa
mampu mengidentifikasi permasalahan dan memiliki kemampuan melakukan observasi.
Informasi yang diperoleh harus diolah dan disampaikan dengan menggunakan
kemampuan asosiasi dan menjalin jaringan (networking). Oleh sebab itu, metode ini
merupakan metode pembelajaran saintifik yang penting untuk membentuk keterampilan
sebagai seorang innovator. Tahapan proses pembelajaran menurut Oon-Seng Tan (2003,
145) adalah sebagai berikut.

12
Gambar 1. Bagan proses pembelajaran menurut Oon-Seng Tan (2003, 145)

Tahapan perencanaan dan implementasi PBL yang diadopsi dari Jordan adalah
sebagai berikut.

Tabel 2. Tahap perencanaan dan implementasi PBL


No Langkah dalam PBL Peran Guru Contoh Cara Penilaian
. Formatif
1. Merancang Mengidentifikasi Catatan anekdot, data hasil
permasalahan yang kemampuan, minat, observasi (daftar centang),
sesuai dengan kebutuhan siswa, dan serta jurnal guru dna siswa.
kurikulum. standar kompetensi sesuai
tuntutan kurikulum.
2. Melibatkan siswa Penanya yang menantang Rekaman audio-video, catatan
dalam permasalahan, untuk mempertanyakan pertemuan, catatan belajar
mendefinisikan hal pengetahuan siswa dan siswa, catatan belajar guru,
yang harus dipelajari. fasilitator dalam perencaan lembar observasi.
untuk menyelesaikan
permasalahan.
3. Siswa mencari Mentor yang menantang Rekaman audio-video, catatan
informasi untuk siswa untuk pertemuan, catatan belajar
memperoleh fakta mengembangkan siswa, catatan belajar guru,

13
yang relevan. pengetahuannya, melatih portofolio kerja (draf,
berpikir tingkat tinggi, dan rancangan kerja) dan lembar
mentor dalam observasi.
menyelesaikan
permasalahan secara
intelektual.
4. Siswa mengajukan Penilai yang mengevaluasi Analisis dan interpretasi
solusi. proses belajar dan solusi portofolio siswa.
yang diajukan.

Variasi strategi penerapan PBL dapat dilakukan berdasarkan permasalahan yang


dibahas serta hasil penelitian yang dapat digunakan. Modifikasi aktivitas PBL yang
dikembangkan oleg Oon-Seng Tan berdasarkan tahapan yang dikembangkan oleh Trop
dan Sage adalah sebagai berikut.

Gambar 2. Tahapan PBL menurut Trop dan Sage


Masalah
Penyajian Masalah
Inkuriri masalah, identifikasi, dan definisi.

Pengalaman belajar
Isu dan tujuan belajar
Tujuan kognitif dan metakognitif

Penemuan, Analisis, dan Pengmbangan Solusi


Latihan sejawat
Mediasi Kognitif
Proses penyelesaian masalah

Solusi, Refleksi, Perbaikan, Siklus, dan Peningkatan


Pengembangan solusi
Presentasi
Peningkatan berkelanjutan

Pada dasarnya, tahapan pembelajaran menggunakan PBL mengikuti pola yang


dijabarkan oleh Oon-Seng Tan, namun guru dapat membuat variasi sesuai kebutuhan,
terutama terkait dengan kemampuan siswa. Salah satu variasi tahaoan pelaksanaan PBL
yang sering diterapkan untuk siswa yang kurang kreatif adalah sebagai berikut.

14
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat
pendukung yang dibutuhkan, serta memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru menjelaskan logistic yang dibutuhkan, prosedur yang harus dilakukan, dan
memotivasi siswa supaya terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
3. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah tersebut (menerapkan topic, tugas, jadwal).
4. Guru mendorong siswa untuk mengumoulkan informasi yang sesuai, eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
dan pemecahan masalah.
5. Guru membantu siswa dalam merencanakan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
6. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Variasi tahapan PBL yang dikembangkan oleh Moust dan kawan-kawan (2001,
29-40) adalah sebagai berikut.

1. Mengklarifikasi konsep yang belum jelas.


2. Mendefinisikan permasalahan.
3. Menganalisis permasalahan.
4. Diskusi.
5. Merumuskan tujuan belajar.
6. Belajar mandiri.
7. Evaluasi.

David. dkk dalam Ridwan Abdullah Sani (2014, 148-151) mengembangkan


variasi lain dari PBL yang mirip dengan desain Moust dan kawan-kawan, yaitu seven
jumps dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Klarifikasi kata atau istilah yang tidak dipahami.

15
Semua anggota kelompok diskusi melakukan identifikasi terhadap kata/istilah yang
tidak dimengerti. Istilah-istilah tersebut kemudian diklarifikasi dan disepakati oleh
semua anggota kelompok diskusi.
2. Merumuskan permasalahan.
Pada tahapan ini, anggota kelompok dianjurkan untuk berkontribusi dalam diskusi
dengan memberikan pandangan mereka tentang permasalahan yang dibahas. Peran
guru diperlukan untuk mendorong siswa berkontribusi dalam melakukan analisis
secara luas.
3. Curah pendapat tentang hipotesis atau penjelasan yang mungkin.
Siswa melakukan curah pendapat dan mencoba merumuskan berbagai hipotesis dari
setiap permasalahan yang telah disepakati pada langkah sebelumnya. Hal ini
dilakukan untuk mengelaborasi pengetahuan dan ingatan sebelumnya.
4. Penataan hipotesis.
Kelompok belajar diharapkan telah menghasilkan banyak pemikiran dan penjelasan
yang beragam tentang permasalahan yang dibahas. Tahapan selanjutnya adalah
melakukan review terhadap permasalahan dan dibandingkan dengan hipotesis atau
penjelasan yang dibuat untuk melihat kecocokan. Eksplorasi lebih lanjut perlu
dilakukan jika masih ditemukan ketidakcocokan.
5. Penetapan tujuan pembelajaran.
Kelompok mencoba untuk menyepakati seperangkat tujuan kegiatan yang akan
dijadikan tujuan pembelajaran. Guru mengarahkan siswa untuk fokus dan tidak
terlalu luas atau dangkal dalam menentukan tujuanpembelajaran yang ingin dicapai.
6. Pengumpulan informasi dan belajar mandiri/belajar bebas.
Siswa mencari materi dalam buku teks, internet, atau konsultasi dengan pakar atau
cara lainnya yang akan membantu dalam pengumpulan informasi yang berkaitan
dengan tujuan pembelajaran.
7. Berbagi informasi dan diskusi hasil belajar mandiri.
Langkah ini pada umumnya dilakukan beberapa hari setelah siswa mengumpulkan
informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan.

Tahapan seven jump bermanfaat untuk aktivitas pembelajaran yang berbasis


masalah (PBL). Siswa diajak secara bertahap dan sistematis menggali, mengolah, dan

16
menggodok masalah (dalam bentuk scenario) yang diberikan kepada mereka. Masalah
dalam scenario diharapkan mampu memicu dan memacu kemampuan berpikir analitis,
aktif, sekaligus melakukan pembelajaran secara kreatif (creative learning) dan belajar
bekerja sama (collaborative learning).

Ridwan Abdullah Sani dalam bukunya “Pembelajaran Saintifik untuk


Implementasi Kurikulum 2013” menuliskan synopsis dari beberapa strategi PBL yang
telah dideskripsikan dan diterjemahkan menjadi tahapan dalam metode PBL. Tahapan
pembelajaran yang diusulkan untuk dilakukan dengan metode PBL adalah sebagai
berikut.

1. Guru menyampakan permasalahan kepada siswa atau siswa mengajukan


permasalahan yang relevan dengan topic yang akan dikaji. Permasalahan yang
diajukan merupakan permasalahan kompleks yang kurang terstruktur dan terkait
dengan situasi nyata atau kontekstual.
2. Siswa mendiskusikan permasalahan dalam kelompok kecil. Kelompok
mengklarifikasi fakta dan mencari hubungan konsep yang relevan.
3. Siswa atau kelompok membuat perencanaan untuk menyelesaikan permasalahan.
Anggota kelompok berbagi peran untuk mempelajari fakta dan konsep atau
mempersiapkan kegiatan eksplorasi.
4. Masing-masing siswa melakukan penelusuran informasi atau observasi berdasarkan
tugas yang telah diterapkan dalam diskusi kelompok.
5. Siswa melakukan diskusi kelompok dan berbagi informasi. Informasi atau
pengetahuan yang diperoleh digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
dikaji.
6. Kelompok menyajikan solusi permasalahan kepada teman sekelas. Penyajian solusi
permasalahan harus dipersiapkan terlebih dahulu dan sebaiknya menggunakan
teknologi informasi (IT).
7. Anggota kelompok melakukan pengkajian ulang (review) terhadap proses
penyelesaian masalah yang dilakukan dan menilai kontribusi dari masing-masing
anggota.

17
F. Pembelajaran Berbasis Masalah sebagai Model Pembelajaran
Pembelajaran berbasis masalah (PBL) juga telah dikembangkan sebagai sebuah
model pembelajaran dengan sintaks belajar sebagai berikut.

Tabel 3. Sintaks dalam model PBL


No. Fase Kegiatan Guru
1. Memberikan orientasi Menyajikan permasalahan, membahas tujuan
permasalahan kepada siswa. pembelajaran, memaparkan kebutuhan logistic
untuk pembelajaran, memotivasi siswa untuk
terlibat aktif.
2. Mengorganisasikan siswa untuk Membntu siswa dalam mendefinisikan dan
penyelidikan. mengorganisasikan tugas belajar/penyelidikan
untuk menyelesaikan permasalahan.
3. Pelaksanaan investigasi. Mendorong peserta didik untuk memperoleh
informasi yang tepat, melaksanakan penyelidikan,
dan mencari penjelasan solusi.
4. Mengembangkan dan Membantu siswa mrencanakan produk yang tepat
menyajikan hasil. dan relevan, seperti laporan, rekaman video, dan
sebagainya untuk keperluan penyampaian hasil.
5. Menganalisis dan mengevaluasi Membantu siswa melakukan refleksi terhadap
proses penyelidikan. penyelidikan dan proses yang mereka lakukan.

G. Kelebihan Problem Based Learning (PBL)


Sanjaya (2007) menuliskan pendapatnya tentang kelebihan PBL yaitu sebagai
berikut ini.

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan


pengetahuan baru bagi siswa.
2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah
dunia nyata.
4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
5. Mendorong siswa untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun
proses belajarnya.
6. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.

18
7. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
emreka miliki dalam dunia nyata.
8. Menegmbangkan minat siswa ntuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar
pada pendidikan formal telah berakhir.
9. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna
memecahkan masalah dunia nyata.

H. Kelemahan PBL
Sanjaya (2007) menuliskan kelemahan PBL yaitu sebagai berikut ini.

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka aka merasa enggan
untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapamereka harus berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari.

19
REFERENSI

Arend, R. I. (2004). Learning to teach (6th edition). New York, NY: Mc Graw Hill.

Barrows, H.S. (1985). How to design a problem-based curriculum for the preclinical years. New
York, NY: Springer.

Barrows, H.S., and R.M. Tamblyn. (1980). Problem-based learning: an approach to medical
education. New York, NY: Springer.

Delisle, R. (1997). How to use problem-based learning in the classroom. Danvers, MA: ASCD.

Hitipeuw, I. (2009). Belajar & pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Malang.

Jordan, E., Porath, M., And Bickerton, G. 2003. Problem based learning as a research tool for
teachers. Dalam A. Clarke and G. Erickson (Ed), Teacher inquiry: Living the research in
everyday practice. London: Routledge Falmer.

Moust, J. H. C., Bouhuijs, P. A. J., Schmidt, H. G. 2001. Problem based learning: A student
guide. Groningen: Wolters-Noordhoff.

Norman, G.R., and Schmidt, H. G. 1992. The psychological basis of problem based learning: A
review of the evidence. Academic Medicine, 67(9):557-65.

Nur, M. (2011). Model pembelajaran berdasarkan masalah. Surabaya: Pusat Sains dan
Matematika Sekolah UNESA.

Porath, M. and Jordan, E. 2009. Problem based learning communities: Using the social
environment to support creativity. Dalam OOn-Seng Tan (ED) Problem based learning
and Creativity. Singapore: Cengage Learning.

Ridwan Abdullah Sani. 2014. Pembelajaran saintifik untuk implementasi kurikulum 2013.
Jakarta: Bumi Aksara.

20
Tan, O. S. 2003. Problem based learning innovation. GALE Cengage Learning Singapore: Sing
Lee Press.

Trop, L. and Sage, S. 1998. Problem as Possibilities: Problem based learning for K-12
education. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Wina Sanjaya. 2013. Penelitian Pendidikan : Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

21
Lampiran
Pertanyaan :

1. Apakah PBL dapat digabungkan dengan metode pembelajaran yang lain?


2. Bagaimana sejarah munculnya PBL?

Jawaban :

1. PBL dapat digabungkan dengan metode pembelajaran yang lain. Contoh-contoh


implementasi PBL dalam pembelajaran di sekolah, misalnya :
a. PBL berfungsi sebagai suatu pendekatan pembelaran yang pelaksanaannya
menggunakan metode Group Investigation.
b. PBL berfungsi sebagai suatu metode pembelajaran dikombinasikan dengan metode
NHT (Number Head Together).
c. PBL berfungsi sebagai strategi pembelajaran dikombinasikan dengan strategi
pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning).
d. PBL berfungsi sebagai suatu strategi pembelajaran yang dikombinasikan dengan
strategi Group Investigation.
e. Dan lain-lain.
2. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada awalnya PBL dikembangkan bagi para
dokter dalam melakukan pendekatan penyelesaian permasalahan medis. Mengingat ada
banyak informasi yang perlu diingat oleh seorang dokter dalam mengidentifikasi keluhan
pasien, apalagi yang mengalami gejala komplikasi. Sehingga metode menghapal pun
tidak mampu membentuk para dokter yang siap menghadapi situasi klinis, di mana
mereka tidak mampu mengaplikasikan apa yang mereka hapalkan dan cenderung mudah
untuk terlupa. Sehingga perlu sebuah pendekatan pembelajaran yang berhubungan
langsung dengan kasus-kasus kesehatan yang akan dihadapi oleh seorang tim medis, agar
calon dokter atau perawat mampu membangun pengetahuannya melalui proses berpikir
kritis dan pemecahan masalah. Hal ini ditegaskan oleh (Dewey, 1916) bahwa,
“Perkenalkan mahasiswa dengan situasi kehidupan nyata (real life) dan fasilitasi agar
mendapatkan informasi untuk memecahkan masalah.”

22

Anda mungkin juga menyukai