Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Strategi Pembelajaran
Dosen Pengampu: Dr. H. Rumbang Sirojuddin, MA.

Disusun Oleh :

Kelompok 7
Siti Saniah 181210098
Annisa Eka Septiani 181210107
M. Fikri Fauzan 181210108
Erni Wasiah 181210112
Ahmad Zulkarnain 181210115

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
BANTEN
2020 M/1441 H
A. Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru dihimbau untuk mampu
mengendalikan kelas dan menciptakan pengalaman belajar yang baik. Agar
ketika proses belajar mengajar tersebut guru dapat membuat suasana yang
menyenangkan dan tidak menjenuhkan untuk peserta didik, sehingga tujuan
pembelajaran pun akan tercapai. Oleh karena itu, guru harus mengetahui
bagaimana strategi pembelajaran yang cocok untuk para peserta didik,
termasuk salah satunya terkait model-model yang dapat digunakan dalam
pembelajaran. Salah satu model yang akan kami bahas di sini yaitu model
pembelajaran berbasis masalah (PBL).
Pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL)
muncul pada akhir abad ke-20, yang dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn
pada tahun 1980. Model pembelajaran berbasis masalah ini merupakan
metode yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah dapat digunakan sebagai
titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan pengetahuan baru,
sebagai sarana agar peserta didik dapat belajar sesuatu yang dapat mendukung
keilmuannya. Selain itu, model ini juga fokus pada permasalahan nyata untuk
diselesaikan. Dari permasalahan tersebut dapat memacu kreativitas berpikir
peserta didik, yang dengan kata lain mengijinkan mereka untuk menemukan
dan menyelesaikan masalah serta mengkomunikasikan ide-ide dengan cara
baru dan tepat.
Menurut Arends, pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu
pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang
autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir, mengembangkan
kemandirian, dan percaya diri. Selain itu, Barrow mengungkapkan bahwa
masalah dalam PBM adalah masalah yang tidak terstruktur (ill-structured),
atau kontekstual dan menarik (contextual and engaging), sehingga meransang
siswa untuk bertanya dari berbagai perspektif.1
1
Sofi Nurqolbiah, “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kreatif dan
self-confidence siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah”, dalam Jurnal Penelitian
Pendidikan dan Pengajaran Matematika, Vol. 2 No. 2, September 2016, 148.

1
B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah atau problem-based learning
berasal dari keyakinan John Dewey dimana guru harus megajar dengan
menarik naluri alami siswa untuk menyelidiki dan menciptakan. Dewey
menulis bahwa pendekatan utama yang seyogyanya digunakan untuk
setiap mata pelajara di sekolah adalah pendekatan yang mampu
merangsang pikiran siswa untuk memperoleh segala keterampilan belajar
yang bersifat nonskolastik. Berdasarkan hal ini, pembelajaran hendaknya
senantiasa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa, bukan sesuatu
yang harus dipelajari, sehingga hal ini akan secara alamiah menuntun
siswa berpikir dan mendapat hasil belajar alamiah pula.2
Beradasarkan pendapat tersebut, model pembelajran berbasis masalah
selanjutnya berkembang menjadi sebuah model pembelajaran yang
berbasiskan masalah sebagai hal yang muncul pertama kali pada saat
proses pembelajaran. Masalah tersebut disajikan sealamiah mungkin dan
selanjutnya siswa bekerja dengan masalah yang menuntut siswa
mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuannya sesuai tingkat
kematangan psikologis dan kemampuan belajarnya.
Barrows dan Tamblyn mendefinisikan problem-based learning sebagai
“the learning that results from the process of working toward the
understanding or resolution of problem”3 atau pembelajaran yang
dihasilkan dari proses bekerja yang bertujuan untuk memahami atau
menyelesaikan suatu masalah.
Menurut Zulharman, pembelajaran berbasis masalah adalah proses
pembelajaran yang titik awal pembelajaran berdasarkan masalah dalam
kehidupan nyata kemudian dari masalah tersebut siswa dirangsang untuk
mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah

2
Rahmat, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Konteks Kurikulum 2013,
(Yogyakarta: Bening Pustaka, 2019), h. 73.
3
Robert Delisle, How to Use Problem-based Learning In The Classroom. (Virginia:
Association for Supervision and Curriculum Development, 1997), h. 3.

2
mereka miliki sebelumnya (prior knowlodge) sehingga dari prior
knowledge ini terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi
dengan menggunakan kelompok kecil merupakan point utama dalam
penerapan PBL.4
Sedangkan Kunandar menyatakan bahwa PBL adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks
bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir dan keterampilan
penyelesaian masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari mata pelajaran.5
Dalam pembelajaran berbasis masalah ini Kemendikbud memandang
sebagai suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk
belajar bagaimana belajar, bekerja secara berkelompok untuk mencari
solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan digunakan
untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang
dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik sebelum peserta didik
mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang
harus dipecahkan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang
menyediakan pengalaman otentik yang mendorong siswa untuk belajar
aktif dan mengintegrasikan pembelajaran di sekolah dengan pengalaman
yang mereka punya dikehidupan nyata untuk belajar secara alamiah.

2. Tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam
pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berfikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,

4
Apri D. S. Krissandi, B. Widharyanto dan Rishe Purnama Dewi, Pembelajaran Bahasa
Indonesia Untuk SD, (Bekasi: Media Maxima, 2017), h. 110.
5
Lilis Lismaya, Berpikir Kritis dan PBL (Problem Based Learning), (Surabaya: Media
Sahabat Cendikia, 2019), h. 14

3
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.6
Langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah:7
a. Menyadari masalah. Dimulai dengan kesadaran akan masalah yang
harus dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai siswa adalah
siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang
dirasakan oleh manusia dan lingkungan sosial.
Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini
adalah siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang
terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Pada tahap ini, siswa
dapat menemukan lebih dari satu, akan tetapi guru dapat
mendorong siswa agar menentukan satu atau dua kesenjangan yang
pantas untuk dikaji baik melalui kelompok kecil atau bahkan
individual.
b. Merumuskan masalah. Rumusan masalah berhubungan dengan
kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan
dengan data-data yang harus dikumpulkan. Diharapkan siswa dapat
menentukan prioritas masalah.
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari
kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas
untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya
akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang
masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus
dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Kemampuan yang
diharapkan dari siswa dalam langkah ini yaitu siswa dapat
menentukan prioritas masalah. Siswa dapat memanfaatkan
pengetahuannya untuk mengkaji, memerinci, dan menganalisis
masalah sehinngga pada akhirnya muncul rumusan masalah yang
jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.
6
Sutiah, Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Sidoarjo, Nizamia
Learning Center, 2018), H 115
7
Shilphy A. Octavia, Model-model pembelajaran, (Yogyakarta: Deepbulish, 2020), H 22.

4
c. Merumuskan hipotesis. Siswa diharapkan dapat menentukan sebab
akibat dari masalah yang ingin diselesaikan dan dapat menentukan
berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.
Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari
berpikir deduktif dan induktif, maka merumuskan hipotesis
merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan.
d. Mengumpulkan data. Siswa didorong untuk mengumpulkan data
yang relevan. Kemampuan yang diharapkan adalah siswa dapat
mengumpulkan data dan memetakan serta menyajikan dalam
berbagai tampilan sehingga sudah dipahami.
Dalam mengumpulkan data ini sebagai proses berfikir empiris,
keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal yang
sangat penting, karena ini menentukan cara menyelesaikan masalah
sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan data
yang ada. Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini, kecakapan
siswa untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian
menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.
e. Menguji hipotesis. Siswa diharapkan memiliki kecakapan
menelaah dan membahas untuk melihat hubungan dengan masalah
yang diuji.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, siswa
mengumpulkan hipotesis mana yang diterima dan mana yang
ditolak, kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini
ialah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk
melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Disamping itu,
diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan mengambil
kesimpulan.
f. Menentukan pilihan penyelesaian. Kecakapan memilih alternatif
penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat
memperhitungkan kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan
dengan alternatif yang dipilihnya.

5
Langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah (PBL)
menurut John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika,
terdapat 6 langkah dalam proses pelaksanaan model pembelajaran berbasis
masalah (PBL), yaitu:
a. Merumuskan masalah. Guru membimbing siswa untuk
menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses
pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan
masalah tersebut.
b. Menganalisis masalah. Siswa meninjau masalah secara kritis dari
berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis. Siswa merumuskan berbagai pemecahan
sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
d. Mengumpulkan data. Siswa mencari dan menggambarkan berbagai
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
e. Pengujian hipotesis. Siswa merumuskan dan mengambil
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis
yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.8
3. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Ciri khusus pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends model
PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah, mengajukan situasi kehidupan
nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan
memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi
tersebut.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin, masalah yang diselidiki
telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya.

8
Shilphy A. Octavia, Model-model pembelajaran, (Yogyakarta: Deepbulish, 2020), H 24-25.

6
c. Penyelidikan autentik, mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap
masalah nyata, mereka harus menganalisis dan menidentifikasi
masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan.
d. Menghasilkan produk dan memamerkannya, menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau
artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan.
e. Kolaborasi, dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan
yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam
kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara
berkelanjutan terlibat dalamtugas-tugas kompleks dan
memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa
atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa
yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa
dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga
mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu
guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan
tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui
pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang
mandiri.
Ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah
a. Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak
mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan,

7
mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi
melalui strategi pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif
berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya
menyimpulkan.
b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah.strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan
masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya
tanpa masalah tidak mungkin adanya proses pembelajaran.
c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berfikir secara ilmiah. Berfikir dengan menggunakan metode
ilmiah adalah proses berfikir deduktif dan induktif. Proses berfikir
ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya
berfikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu,
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan
pada data dan fakta yang jelas.
4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model PBL ini dipandang sebagai sebuah model pembelajaran yang
memiliki banyak keunggulan, yaitu sebagai berikut:
a. Pembelajaran menjadi bermakna, Siswa yang belajar memecahkan
suatu masalah akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya
atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar
dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika perserta didik
berhadapan dengan situasi tempat konsep diterapkan.
b. Siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan
secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan.
c. Dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis, menumbuhkan
inisiatif peserta didik dalam bekerja, motivasi internal dalam
belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.
Menurut Warsono dan Hariyanto, kelebihan PBL yaitu:

8
a. Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah dan merasa
tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait
dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan
teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-
teman sekelasnya.
c. Semakin mengakrabkan pendidik dengan peserta didik.
d. Membiasakan peserta didik dalam menerapkan metode
eksperimen.9
Adapun kekurangan dalam model PBL, sebagai berikut:
a. Siswa yang terbiasa dengan informasi yang diperoleh dari guru
sebagai narasumber utama, akan merasa kurang nyaman dengan
cara belajar sendiri dalam pemecahan masalah.
b. Jika siswa tidak mempunyai rasa kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan makan mereka akan merasa
enggan untuk memcoba masalah.
c. Tanpa adanya pemahaman siswa mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan msalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak
akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.
Kelemahan PBL adalah sebagai berikut:
a. Apabila siswa mengalami kegagalan atau kurang percaya diri
dengan minat yang rendah maka siswa enggan untuk mencoba lagi
b. PBL membutuhkan waktu yang cukup untuk persiapan
c. Pemahaman yang kurang tentang mengapa masalah-masalah yang
dipecahkan maka siswa kurang termotivasi untuk belajar.10

9
Syamsiara Nur, dkk, “Efektivitas Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Hasil
Belajar Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi Universitas Sulawesi Barat”, Jurnal Saintifik Vol. 2
No. 2, Juli 2016, (Mamuju: Universitas Sulawesi Barat, 2016), 135.
10
Bekti Wulandari, “Pengaruh Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar ditinjau
dari Motivasi Belajar PLC di SMK”, Jurnal Pendidikan vokasi, Vol. 3 No. 2, Juni 2013,
(Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2013), 182.

9
Dalam penerapannya model PBL juga memiliki kekurangan,
kekurangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
1. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar
apa yang mereka ingin pelajari.
Jika siswa kurang memahami materi maka siswa akan sulit untuk
memecahkan masalah, jika siswa tidak memiliki kepercayaan bahwa
masalah yang diberikann itu sulit maka siswa akan merasa enggan dalam
memecahkan masalah tersebut, dan model PBL ini membutuhkan waktu
cukup lama untuk mempersiapkannya.
C. Penutup
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran
yang menyediakan pengalaman otentik yang mendorong siswa untuk belajar
aktif dan mengintegrasikan pembelajaran di sekolah dengan pengalaman yang
mereka punya dikehidupan nyata untuk belajar secara alamiah.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran
karena dalam PBM kemampuan berfikir siswa betul-betul dioptimalisasikan
melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
D.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bekti Wulandari, “Pengaruh Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar


ditinjau dari Motivasi Belajar PLC di SMK”, Jurnal Pendidikan vokasi,
Vol. 3 No. 2, Juni 2013, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2013).

Delisle, Robert. 1997. How to Use Problem-based Learning In The Classroom.


Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.

Krissandi, Apri D. S., B. Widharyanto dan Rishe Purnama Dewi. 2017.


Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk SD. Bekasi: Media Maxima.

Lismaya, Lilis. 2019. Berpikir Kritis dan PBL (Problem Based Learning).
Surabaya: Media Sahabat Cendikia.

Octavia, Shilphy A. 2020. Model-model pembelajaran.Yogyakarta: Deepbulish.

Rahmat. 2019. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Konteks


Kurikulum 2013. Yogyakarta: Bening Pustaka

Sofi Nurqolbiah, “Peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kreatif


dan self-confidence siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah”,
dalam Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika, Vol. 2 No.
2, September 2016.

Sutiah. 2018. Pengembangan Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.


Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Syamsiara Nur, dkk, “Efektivitas Model Problem Based Learning (PBL) terhadap
Hasil Belajar Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi Universitas Sulawesi
Barat”, Jurnal Saintifik Vol. 2 No. 2, Juli 2016, (Mamuju: Universitas
Sulawesi Barat, 2016).

11
LAMPIRAN

12
13
14
15
16

Anda mungkin juga menyukai