Anda di halaman 1dari 61

Pendekatan Pembelajaran Matematika Berdasarkan Teori Behaviorisme dan

Konstruktivisme pada Standar Isi/Proses Kurikulum 2013

I. Standar Isi dan Proses pada Kurikulum 2013

Menurut Permendikbud N0. 64 th 2013, Standar isi adalah kriteria mengenai ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Ruang Lingkup materi dan tingkat kompetensi peserta didik yang
harus dipenuhi atau dicapai pada suatu satuan pendidikan dalam jenjang dan jenis pendidikan
tertentu dirumuskan dalam Standar isi untuk setiap mata pelajaran. Standar isi disesuaikan
dengan substansi tujuan pendidikan nasional dalam domain sikap spiritual dan sikap sosial,
pengetahuan, dan keterampilan.

Menurut Permendikbud N0. 65 th 2013, Standar proses adalah kriteria mengenai


pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi
Lulusan. Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup prakarsa, kreativitisas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Dalam Standar Proses dijelaskan bahwa kegiatan inti menggunakan model


pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan
tematik dan/atau tematik terpadu dan/ atau saintifik dan/atau inkuiri dan penyingkapan
(discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah
(project based learning) disesuaikan dengan karakteristik kompetensi dan jenjang
pendidikan.

a. Sikap

Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih adalah proses afeksi
mulai dari menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh
aktivitas pembelajaran berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong siswa untuk
melakukan aktivitas tersebut.

1
b. Pengetahuan

Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,


mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteristik aktivitas belajar dalam domain pengetahuan ini
memiliki perbedaan dan kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan.
Untuk memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat disarankan
untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/ inquiry learning).
Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik individual
maupun kelompok, disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan
karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).

c. Keterampilan

Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar,


menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan subtopik) mata pelajaran yang
diturunkan dari keterampilan harus mendorong siswa untuk melakukan proses pengamatan
hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran
yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry
learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning) .

II. Teori Behaviorisme dan Konstruktivisme

Berdasarkan pemaparan standar proses, standar isi, dan pedoman implementasi


kurikulum 2013 terlihat bahwa teori belajar konstruktivisme mendominasi pendekatan dan
metode pembelajaran yang dinyatakan sebagai pendekatan ilmiah. Namun kurikulum 2013
juga tidak lepas dari pendekatan behavorisme dalam proses pembelajaran. Pendekatan teori
belajar behaviorisme dalam kurikulum 2013 digunakan dalam kegiatan pendahuluan dan
penutup proses pembelajaran, sedangkan untuk kegiatan inti pembelajaran didominasi dengan
teori belajar konstruktivisme. Berikut akan dijelaskan analisis metode dan pendekatan
pembelajaran dalam kurikulum 2013 ditinjau dari dua pandangan besar dalam pembelajaran
yaitu pendekatan behaviorisme dan konstruktivisme.

1. Teori Belajar Behaviorisme


Behaviorisme adalah teori belajar yang berdasarkan pada perubahan-perubahan
prilaku yang bisa diamati. Behaviorisme memfokuskan diri pada sebuah pola prilaku
yang diulangi sampai ia menjadi automatis. (Schuman dalam Smith, 2010 :

2
73) .Kurikulum 2013 meskipun didominasi dengan teori belajar konstruktivisme, akan
tetapi tidak lepas dari teori behaviorisme.Tuntutan kurikulum 2013 tidak hanya sebatas
siswa memiliki pengetahuan semata. Empat kompetensi inti dalam kurikulum 2013 yaitu
kompetensi inti sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Proses
pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara
utuh/holistik, artinya pengembangan ranah yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah 
lainnya. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi
yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sikap 
diperoleh  melalui  aktivitas “ menerima, menjalankan,  menghargai,  menghayati,  dan 
mengamalkan”.
Salah satu tokoh belajar behaviorisme adalah Skinner yang mengemukakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan-penguatan (reinforcement) atas
pencapaian belajar peserta didik (Sugihartono, dkk, 2007: 98). Dalam prinsip penyusunan
RPP kurikulum 2013 yang termuat dalam Standar Proses bahwa RPP harus memuat
rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi
karena dalam proses pembelajaran dibutuhkan pemberian umpan balik dan tindak lanjut.
Dalam standar proses pelaksanaan pembelajaran juga dijelaskan bahwa dalam mengelola
kelas guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respons dan hasil belajar
peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung dan guru mendorong dan
menghargai peserta didik untuk bertanya dan mengemukakan pendapat.
Selain itu, salah satu indikator bahwa kurikulum 2013 tidak lepas dari teori
behaviorisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran guru menjelaskan tujuan
pembelajaran atau Kompetensi Dasar (KD) yang akan dicapai. Hal ini sesuai dengan teori
instruksional Gagne. Gagne sebagai salah satu tokoh behaviorisme mengungkapkan 9
kondisi instruksional yaitu salah satunya “inform learner the objectives” atau
menginformasikan kepada peserta didik mengenai tujuan yang akan dicapai. Selain itu
dalam kegiatan pendahuluan pembelajaran menurut standar proses bahwa guru
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah dipelajari dan terkait
dengan materi yang akan dipelajari. Hal ini juga diungkapkan oleh Gagne dalam 9
kondisi instruksional yaitu “stimulate recall of prerequisite learning” atau stimulasi
kemampuan dasar siswa untuk persiapan belajar siswa (Sugihartono, dkk, 2007: 100).
Pendekatan behaviorisme digunakan dalam kegiatan pendahuluan pembelajaran,
pemberian umpan balik positif siswa dan kegiatan penutup pembelajaran.

3
2. Teori Belajar Konstruktivisme

Kontruktivisme adalah teori belajar yang berdasarkan pada premis bahwa kita
semua mengkontruksi prespektif kita sendiri terhadap dunia kita sendiri terhadap dunia,
melalui pengalaman individu dan skema.Kontruktivisme memfokuskan pada persiapan
pembelajar untuk mengatasi masalah dalam situasi-situasi yang ambigu. (Schuman dalam
Smith,2010 :73).

Pendekatan konstruktivisme dalam kurikulum 2013 digunakan dalam kegiatan inti


proses pembelajaran. Kurikulum 2013 didominasi oleh pendekatan pembelajaran
konstruktivisme. Berhubungan dengan konstruktivisme seperti salah satu prinsip
pembelajaran yang disampaikan oleh Polya (1973: 342) adalah membuat kegiatan
pembelajaran matematika yang bisa memberikan partisipasi aktif siswa. Apa yang
dijelaskan oleh guru di dalam kegiatan pembelajaran di kelas bukanlah tidak penting,
akan tetapi hasil pemikiran siswa jauh lebih penting daripada sekedar penjelasan guru. Ide
konsep suatu materi lahir dari pemikiran siswa dan guru hanya sebagai pengarah dan
fasilitator. Dalam hal ini guru berperan membimbing siswa dalam menemukan dan
membangun konsep materinya sendiri.

Menurut Piaget dalam Chambers (2008: 100) bahwa dalam belajar, anak
membangun sendiri skemata pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan
lingkungannya. Ketika anak membangun pengalaman barunya, maka anak dapat
memperoleh pemahaman baru maupun tidak. Jika pengetahuan baru yang diperoleh
seperti pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, maka anak melakukan asimilasi.
Namun, jika pengetahuan baru yang diperoleh berbeda dengan yang pernah didapatnya
sebelumnya maka anak harus mengkonstruksi pengetahuannya yang baru.

Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun


pengetahuan sedikit demi sedikit dan setahap demi setahap yang kemudian hasilnya
diperluas melalui konteks permasalahan nyata. Menurut kurikulum 2013, peserta didik
adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus
berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi
pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat
menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan

4
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,  dan  berupaya keras mewujudkan
ide-idenya. 

Guru memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan mengembangkan suasana


belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide
mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk
meniti anak tangga yang membawa peserta didik ke pemahaman yang lebih tinggi, yang
semula dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri seperti teori
belajar sosial konstruktivisme dari Vygotsky yaitu ZPD (Zone of Proximal Development).

Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif
mencari tahu”. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, salah satu
prinsip pembelajaran yang digunakan adalah dari peserta didik diberi tahu menuju peserta
didik mencari tahu dan dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar
berbasis aneka sumber belajar. Ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme di mana
siswa menemukan sendiri apa yang akan mereka pelajari. Salah satu metode
pembelajaran yang dituntut Standar Nasional Pendidikan untuk diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran siswa adalah kegiatan penemuan (discovery/inquiry learning).

Metode penemuan ini dikemukakan oleh Bruner. Menurut Bruner (1999: 48)
dalam bukunya yang berjudul “The Proccess of Education”, belajar akan bermakna bagi
siswa apabila siswa menemukan konsep dengan sendirinya dan aktif membangun
pengetahuan dan ketrampilannya. Menurut standar proses pendidikan bahwa pengetahuan
diperoleh  melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan
mengevaluasi”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya,
mencoba,  menalar,  menyaji,  dan mencipta”, sehingga tidak lagi diorientasikan kepada
hafalan-hafalan yang abstrak.  Menurut Piaget (Sugihartono, dkk, 2007: 109) pengamatan
sangat penting dan menjadi dasar dalam menuntun proses berpikir anak karena
pengamatan melibatkan seluruh indra, menyimpan kesan lebih lama, dan menimbulkan
sensasi yang membekas pada siswa. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang tidak
hanya berorientasi pada pengetahuan saja, akan tetapi mencakup ranah sikap,
pengetahuan, dan ketrampilan. Salah satu rincian dari ranah ketrampilan adalah
mengamati yang sesuai dengan teori Piaget.

5
Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang
dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju
ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Menurut
Piaget (Sugihartono, dkk, 2007: 109), sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta
didik telah, sedang, dan atau akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual,
yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Oleh
karena itu, pembelajaran menurut kurikulum 2013 harus sesuai dengan tingkat
kompetensi yang seharusnya dicapai oleh siswa. Di dalam pembelajaran, peserta didik
difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi
kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk melakukan
berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi yang dimiliki
mereka menjadi kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen kurikulum atau lebih.
Pengalaman belajar tersebut semakin lama semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar
mandiri dan ajeg sebagai salah satu dasar untuk belajar sepanjang hayat.

Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan


mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah
ada  dalam  ingatannya, dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau
kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman  tempat dan waktu  ia  hidup.
Seperti termuat dalam Implementasi Kurikulum tentang Pedoman Umum Pembelajaran
dijelaskan bahwa kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa pengetahuan tidak
dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa
kurikulum 2013 tidak menghendaki guru menggunakan metode ceramah sebagai satu-
satunya metode paling dominan dalam kegiatan pembelajaran, akan tetapi siswa yang
seharusnya mengkonstruksi sendiri pengetahuan kognitifya. Di dalam pembelajaran,
peserta didik  mengkonstruksi  pengetahuan bagi dirinya.

Dalam pedoman implementasi kurikulum 2013 tentang proses pembelajaran


dijelaskan bahwa proses pembelajaran terjadi secara internal pada diri peserta didik.
Proses tersebut mungkin saja terjadi akibat dari stimulus luar yang diberikan guru, teman,
lingkungan. Proses tersebut mungkin pula terjadi akibat dari stimulus dalam diri peserta
didik yang terutama disebabkan  oleh rasa ingin tahu. Proses pembelajaran dapat pula
terjadi sebagai gabungan dari stimulus luar dan dalam. Dalam proses pembelajaran, guru
perlu mengembangkan kedua stimulus pada diri setiap peserta didik.  Inilah yang disebut

6
sebagai sosial konstruktivisme yang dikemukakan oleh Vygotsky bahwa interaksi sosial
siswa turut membangun pengetahuan dan ketrampilan siswa.

Untuk mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya


kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan
pendekatan  pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project
based learning). Untuk pembelajaran yang berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur
untuk  melakukan sesuatu, guru memfasilitasi agar peserta didik dapat melakukan
pengamatan terhadap pemodelan atau demonstrasi oleh guru, peserta didik menirukan,
selanjutnya guru melakukan pengecekan dan pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan
kepada peserta didik. Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan salah satu
pola pikir bahwa pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok atau berbasis tim.

Berdasarkan hal tersebut bahwa metode diskusi kelompok dengan model


pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan
tujuan kurikulum 2013. Selain itu salah satu pola pikir sebagai acuan pengembangan
kurikulum 2013 bahwa pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline)
menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines). Pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah ataupun pemodelan matematika sesuai dengan yang
dikehendaki kurikulum 2013 bahwa dalam pemecahan masalah guru dapat mengambil
masalah dari berbagai bidang ilmu (Sriraman & English, 2010: 274). Alasan pemilihan
metode pembelajaran matematika dengan pemodelan matematika adalah (1)  dapat
membantu siswa dalam mengonstruksi masalah yang akan diselesaikan, (2) memberikan
pengalaman belajar yang lebih banyak dibandingkan pembelajaran dengan soal cerita
yang biasanya diawali dengan pemahaman konsep terlebih dahulu dan soal cerita hanya
sebagai aplikasi dari konsep yang diberikan, (3) pendekatan pemodelan matematika
menggunakan konteks permasalahan yang terjadi kehidupan nyata yang mencakup
beberapa bidang ilmu selain matematika seperti sains, ekonomi, sistem informasi, sosial,
lingkungan dan seni, (4) pemodelan matematika meningkatkan praktik pembelajaran yang
sudah ada karena pemodelan matematika mendukung perkembangan model pembelajaran
yang dapat digeneralisasikan untuk berbagai permasalahan dalam berbagai bidang, dan 
(5) pemodelan matematika di sekolah direncanakan sebagai kegiatan kelompok sehingga
siswa secara kelompok mengidentifikasi dan memodelkan masalah yang diberikan
(Sriraman & English, 2010: 274). Dengan menggunakan pemodelan matematika dan

7
pemecahan masalah dalam kelompok, maka siswa akan belajar dari temannya dan juga
siswa bisa mengomunikasikan idenya dengan teman sekelompoknya terlebih dulu.

Dengan mengaitkan antara kurikulum 2013 dengan teori belajar konstruktivisme


dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran adalahpenemuan, diskusi, demonstrasi, permainan, pemodelan matematika
dan tanya jawab. Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran
menurut kurikulum 2013 adalah pendekatan saintifik (pendekatan ilmiah), pendekatan
berbasis masalah / PBL (problem based learning), pendekatan berbasis proyek (project
based learning), pendekatan penemuan (inquiry learning), pendekatan konstektual, dan
pendekatan kooperatif. Metode dan pendekatan pembelajaran tersebut mendorong
partisipasi aktif siswa dan mengembangkan kreativitas, inisiatif, berpikir kritis dan
mengembangkan ide pemecahan masalah siswa sesuai teori belajar konstruktivisme.

III. Pendekatan Pembelajaran Matematika pada Kurikulum 2013


1. Pendekatan pembelajaran Saintifik
a) Definisi Pendekatan Pembelajaran Saintifik

Pendekatan saitifik berkaitan erat dengan metode saitifik. Metode saintifik


(ilmiah) pada umumnya melibatkan kegiatan pengamatan atau observasi yang
dibutuhkan untuk perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Pendekatan saintifik
yang digunakan pada kurikulum 2013, dikembangkan berdasarkan teori Dyer tentang
komponen keterampilan inovatif. Menurut Dyer (dalam Sani, 2014: 53) ada lima
komponen yang mempengaruhi keterampilan inovatif, yakni bertanya, mengamati,
asosiasi, melakukan eksperimen dan membangun jaringan. Pendekatan saintifik dalam
pembelajaran memiliki komponen proses pembelajran yang dikembangkan dari teori
Dyer, antara lain: 1) mengamati; 2) menanya; 3) mencoba/mengumpulkan informasi;
4) menalar/asosiasi; 5) membentuk jejaring (melakukan komunikasi). Tahapan
aktivitas belajar yang dilakukan dengan pendekatan saintifik tidak harus dilakukan
mengikuti prosedur yang kaku, namun dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang
hendak dipelajari.

8
b) Langkah-langkah pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran:
1. Melakukan Pengamatan atau Observasi
Observasi adalah menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi
(Sani, 2014: 54). Pengamatan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pengamatan kualitatif mengandalkan panca indra dan hasilnya dideskripsikan
secara naratif. Sementara itu, pengamatan kuantitatif untuk melihat karakteristik
benda pada umumnya menggunakan alat ukur karena dideskripsikan
menggunakan angka. Pengamatan yang dilakukan tidak terlepas dari keterampilan
lain, seperti melakukan pengelompokkan dan membandingkan. Selanjutnya siswa
perlu dilatih untuk mampu mendeskripsikan hasil pengamatan pada teman lain
sehingga teman dapat memperoleh gambaran yang sama seperti yang
dideskripsikan atau diceritakan. Kemampuan melakukan deskripsi yang jelas
tanpa menyebut nama benda juga merupakan keterampilan yang perlu dimiliki
siswa.
Mengamati objek matematika dapat dikelompokkan dalam dua macam
kegiatan yang masing – masing mempunyai ciri – ciri berbeda, yaitu: a)
mengamati fenomena dalam lingkungan kehidupan sehari – hari yang berkaitan
dengan objek matematika tertentu, b) mengamati objek matematika yang abstrak
(Kemdikbud, 2013:205).
2. Mengajukan Pertanyaan
Kegiatan mengajukan pertanyaan dapat dilakukan oleh guru kepada siswa,
siswa kepada guru, teman, narasumber atau kepada orang tua dirumah. Siswa
perlu dilatih untuk merumuskan pertanyaan terkait dengan topik yang akan
dipelajari. Aktivitas belajar ini sangat penting untuk meningkatkan keingintahuan
(curiosity) dalam diri siswa dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
belajar sepanjang hayat. Kegiatan bertanya dapat dilakukan di kelas atau di luar
kelas. Guru perlu mengajukan pertanyaan dalam upaya memotivasi siswa untuk
mengajukan pertanyaan. Kegiatan untuk mengaktifkan siswa untuk bertanya dapat
dilakukan dengan berbagai metode atau teknik, misalnya dengan meminta mereka
merumuskan beberapa pertanyaan yang digunakan dalam melakukan
pengumpulan data melalui wawancara
Siswa pada pendidikan dasar perlu dibimbing dalam menganalisis
permasalahan yang dihadapi dengan melatih mereka untuk mengajukan
pertanyaan yang bersifat konvergen. Proses ini dilakukan dalam diskusi kelompok
9
kecil dengan menerapkan metode curah pendapat (brainstorming) dalam
mengumpulkan ide yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan.
Pada pembelajaran matematika, kegitan menanya dapat dijadikan strategi
untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berprosedur matematika, yaitu
dengan memberikan pertanyaan secara bertahap dari yang mudah (konkret) hingga
yang lebih kompleks (abstrak) hingga siswa memperoleh jawaban sendiri.
(Kemdikbud, 2013:205).
3. Melakukan Eksperimen/ Percobaan atau Memperoleh Informasi
Belajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah akan melibatkan siswa
dalam melakukan aktivitas menyelidiki fenomena dalam upaya menjawab suatu
permasalahan. Guru juga dapat menugaskan siswa untuk mengumpulkan data atau
informasi dari berbagai sumber. Guru perlu mengarahkan siswa dalam
merencanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas, dan melaporkan aktivitas yang
telah dilakukan. Pelajaran ilmu pengetahuan alam biasanya membutuhkan data
yang diperoleh berdasarkan percobaan secara langsung. Sedangkan pada ilmu
sosial, pada umumnya membutuhkan data yang diperoleh berdasarkan wawancara,
survey pendapat, pengamatan, tingkah laku dan sebagainya. Komponen mencoba
dalam kasus ini adalah mencoba instrument, mencoba untuk berkomunikasi,
mencoba berperan dalam situasi sosial (membantu orang lain, bermusyawarah,
memberikan saran pada pihak yang berwenang), dan sebagainya.
Kegiatan mencoba dalam proses pembelajaran matematika di SMP/ MTs
ini dimaknai sebagai menerapkan pengetahuan dan keterampilan hasil penalaran
ke dalam suatu situasi atau bahasan yang masih satu lingkup, kemudian diperluas
ke dalam situasi atau bahasan yang berbeda lingkup (Kemdikbud, 2013:206).
4. Mengasosiasikan/ Menalar
Kemampuan mengelola informasi melalui penalaran dan berpikir rasional
merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh siswa. Informasi yang
diperoleh dari pengamatan atau percobaan yang dilakukan harus diproses untuk
menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan
pola dari keterkaitan informasi, dan mengambil berbagai kesimpulan dari pola
yang ditemukan.
Pengolah informasi membutuhkan kemampuan logika (ilmu menalar).
Menalar adalah aktivitas mental khusus dalam melakukan inferensi (Sani, 2014:
66).Inferensi adalah menarik kesimpulan berdasarkan pendapat (premis), data,
10
fakta atau informasi. Dasar pengolahan informasi berdasarkan metode ilmiah
adalah melakukan penalaran secara empiris. Penalaran empiris didasarkan pada
logika induktif, yaitu menalar dari hal khusus ke umum (general). Penalaran
induktif menggunakan bukti khusus seperti fakta, data, informasi, pendapat dari
pakar. Kesimpulan dibuat berdasarkan bukti-bukti empiris tersebut. Penalaran
yang juga sering dilakukan adalah penalaran deduktif, yakni menggunakan logika
maju berdasarkan observasi umum (premis mayor) ke observasi khusus atau
pernyataan (premis minor) yang mengarah pada kesimpulan khusus. Logika maju
tiga langkah tersebut disebut silogisme. Upaya untuk melatih siswa dalam
melakukan penalaran dapat dilakukan dengan meminta mereka untuk
menganalisis data yang telah diperoleh sehingga mereka dapat menemukan
hubungan antar variable, atau dapat menjelaskan tentang data berdasarkan teori
yang ada, menguji hipotesis yang telah diajukan, dan membuat kesimpulan.
Dalam proses pembelajaran matematika, pada umumnya proses menalar
terjadi secara simultan dengan proses mengolah atau menganalisis kemudian
diikuti dengan proses menyajikan atau mengkomunikasikan hasil penalaran
sampai diperoleh suatu simpulan (Kemdikbud, 2013:206).
5. Membangun atau Mengembangkan Jaringan dan Berkomunikasi
Kemampuan untuk membangun jaringan dan berkomunikasi perlu dimiliki
oleh siswa karena kompetensi tersebut sama pentingnya dengan pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman. Bekerja sama dalam sebuah kelompok merupakan
salah satu cara membentuk kemampuan siswa untuk dapat membangun jaringan
dan berkomunikasi. Setiap siswa perlu diberi kesempatan untuk berbicara dengan
orang lain, menjalin persahabatan yang potensial, mengenal orang yang dapat
member nasihat atau informasi, dan dikenal dengan orang lain.
Menurut Sani (2014: 71) kompetensi penting dalam membangun jaringan
adalah keterampilan intrapersonal, keterampilan interpersonal, dan keterampilan
organisasional (sosial). Keterampilan intrapersonal terkait dengan kemampuan
seorang mengenal keunikan dirinya dalam memahami dunia. Beberapa contoh
keterampilan interpersonal yang penting adalah kesadaran emosi, penilaian diri
secara akurat, penghargaan diri, control diri, manajemen diri, adaptabilitas, dan
motivasi diri. Keterampilan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain. Beberapa contoh keterampilan interpersonal yang penting
adalah empati, orientasi layanan, kesadran organisasional, keterampilan
11
komunikasi, keterampilan negoisasi, kohesi sosial dan kepemimpinan. Sementara
itu, keterampilan organisasional (atau ketermapilan sosial) adalah kemampuan
untuk berfungsi dalam struktur sosial sebuah organisasi atau sistem sosial.
Seseorang yang memiliki keterampilan organisasional pada umumnya
menunjukkan ciri-ciri antara lain, mendukung pencapaian tujuan kelompok/
organisasi, berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi, mengetahuiperan dan
fungsinya dalam organisasi, bertindak secara efektif sebagai anggota organisasi,
mengajukan usulan efektif untuk organisasi, dan sebagainya.

c) Contoh kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik

Materi Pokok: Grafik Fungsi Eksponensial dan Logaritma

Metode Pembelajaran

1. Pendekatan : Saintifik
2. Model Pembelajaran : inquiry
3. Metode : Ceramah, diskusi kelompok, tanya jawab, dan
penugasan
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
waktu
Pendahuluan 1. Siswa merespon salam dan pertanyaan dari 15 menit
guru berhubungan dengan kondisi dan
pembelajaran sebelumnya
2. Siswa menerima informasi tentang
pembelajaran yang akan dilaksanakan
dengan materi yang memiliki keterkaitan
dengan materi sebelumnya.
3. Siswa menerima informasi tentang
kompetensi, ruang lingkup materi, tujuan,
manfaat, dan langkah pembelajaran serta
metode yang akan dilaksanakan
4. Melaksanakan pre tes tentang eksponensial
dan logaritma

12
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
waktu
Inti Mengamati
1. Mengamati dan mencermati gambar tentang ... 30 menit
secara berkelompok (yang disiapkan)
2. Siswa memperhatikan karakteristik gambar
yang disajikan.

Menanya
Siswa mendiskusikan tentang karakteristik 15 menit
gambar yang diamati.

Menalar
 Siswa mencari contoh lain permasalahan nyata 10 menit
yang berkaitan dengan fungsi eksponensial
dan fungsi logaritma
 Siswa membandingan karakteristik gambar
dan permasalahan kehidupan nyata

Mencoba
1. Setiap kelompok mendeskripsikan pengertian 10 menit
tentang fungsi eksponensial
2. Setiap kelompok mendeskripsikan pengertian
tentang fungsi logaritma

Mengasosiasi
1. Siswa menghubungkan antara pengertian 20 menit
fungsi eksponensial dan fungsi logaritma dari
masing-masing kelompok.
2. Siswa menyimpulkan pengertian fungsi
eksponensial dan fungsi logaritma
3. Guru membimbing/menilai kemampuan siswa
dalam melakukan aktifitas dan merumuskan

13
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
waktu
kesimpulan
Mengomunikasikan 15 menit
1. Siswa menyampaikan kesimpulan tentang
pengertian fungsi ekponensial
2. Siswa menyampaikan kesimpulan tentang
pengertian fungsi logaritma
3. Guru memberi penguatan terhadap kesimpulan
yang disampaikan siswa
4. Guru menilai kemampuan siswa
berkomunikasi lisan
Penutup 1. Siswa menyimpulkan materi yang telah
20 menit
dipelajari
2. Siswa merefleksi penguasaan materi yang
telah dipelajari dengan membuat catatan
penguasaan materi.
3. Siswa melakukan evaluasi pembelajaran.
4. Siswa saling memberikan umpan balik hasil
evaluasi pembelajaran yang telah dicapai.
5. Guru memberikan tugas mandiri sebagai
pelatihan keterampilan dalam menyelesaikan
masalah matematika yang berkaitan dengan
fungsi eksponen dan logaritma
6. Melaksanakan postes
7. Siswa mendengarkan arahan guru untuk materi
pada pertemuan berikutnya

14
2. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

a) Definisi Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based


Learning)
Pembelajaran berbasis masalah didasarkan atas teori psikologi kognitif,
terutama berlandaskan teori Piaget dan Vigotsky (konstruktivisme). Pembelajaran
berbasis masalah (Problem based learning) selanjutnya disingkat PBL merupakan
pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu
permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan,
dan membuka dialog (Sani, 2014: 127). Menurut Ward dan Stepien (Ngalimun,
2014: 89) PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa
untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga
siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut
dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan
kontekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahan harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsip
yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran.
Sebuah permasalahan pada umumnya diselesaikan dalam beberapa kali
peretemuan karena merupakan permaslahan multikonsep, bahkan dapat
merupakan masalah multidisiplin ilmu.
b) Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Beberapa ahli mengemukakan tahapan dalam pembelajaran berbasis
masalah. Sani merangkum tahapan tersebut dalam perbandingan tahapan PBL
yang dikembangkan oleh Oon-Seng Tan, Jordan, dan David sebagai berikut:

15
Tabel perbandingan tahapan PBL yang dikembangkan oleh Oon-Seng Tan,
Jordan, dan David

Tahapan PBL versi Tahapan PBL versi Jordan Tahapan PBL versi David
Oon Seng Tan
Guru merancang permaslahan yang sesuai dengan kurikulum
Siswa dihadapkan Guru melibatkan siswa Siswa mengklarifikasi
pada permaslahan dalam permaslahan, istilah
Siswa menganalisis mendefinisikan hal yang Siswa merumuskan
permasalahan dan isu harus dipelajari permasalahan
pembelajaran Curah pendapat tentang
hipotesis dan penjelasan
Siswa menata hipotesis
Siswa menetapkan tujuan
pembelajaran
Siswa menemukan Siswa mencari informasi Siswa mengumpulkan
solusi dan membuat untuk memperoleh fakta informasi dan belajar
pelaporan yang relevan mandiri
Siswa mengajukan solusi Siswa berbagi informasi
dan diskusi hasil belajar
mandiri
Siswa melakukan
presentasi dan
refleksi
Siswa melakukan
kaji ulang, integrasi,
dan evaluasi
(Sani, 2014: 152).
PBL kemudian dikembangkan sebagai sebuah model pembelajaran
oleh para ahli. Arends (Ngalimun, 2014: 89) mengemukakan ada 5 fase
(tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL.

16
Tabel. Sintaks Problem Based Learning

Fase Aktivitas Guru


Fase 1: Menjelaskan tujuan pembelajaran,
Mengorientasikan siswa pada logistic yang diperlukan, memotivasi
masalah siswa terlibat aktif pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2: Membantu siswa membatasi dan
Mengorganisasi siswa untuk belajar mengorganisasi tugas belajar yang
berhubungan dengan maslah yang
dihadapi
Fase 3: Membimbing penyelidikan Mendorong siswa mengumpulkan
individu maupun kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen, dan mencari untuk
penjelasan dan pemecahan.
Fase 4: Mengembangkan dan Membantu siswa merencanakan dan
menyajikan hasil karya menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model, dan
membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya.
Fase 5 : Menganalisis dan Membantu siswa melakukan refleksi
mengevaluasi proses pemecahan terhadap penyelidikan dan proses-proses
masalah yang digunakan selama berlangsungnya
pemecahan masalah.
Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah

Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan


aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Pada tahap ini dijelaskan dengan rinci
apa yang harus dilakukan siswa dan bagaiman guru akan mengevaluasi proses
pembelajaran.

Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar


Disamping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah,
pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan
suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota.

17
Oleh sebab itu guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk
kelompok – kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih
dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan
siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunkan dalam konteks ini
seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota,
komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat
penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk
menjaga kinerjan dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Penyelididkan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi
permasalahan memerlukan teknik penyelididkan yang berbeda, namun pada
umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data
dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan.
Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting.
Pata tahap ini, guru harus mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan adata
dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-
betul memahami dimensi situasi permaslahan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya)
dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu
videotape (menunjukkan situasi maslah dan pemecahan yang diusulkan),
model (perwujudan secara fisik dari situasi maslah dan pemecahannya),
program ckomputer, dan sajian multimedia. Langkah-langkah selanjutnya
adalah memamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator
pameran.

Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisi dan


mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan
intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk
merekontruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses
kegiatan belajarnya.
(Ngalimun, 2014: 96-99)

18
c) Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (problem based
learning)
Berdasarkan pendapat Arends tersebut, pada dasarnya pembelajran
berdasarkan masalah (problem based learning) memiliki beberapa karakteristik
sebagai berikut:
a. Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik dan menghindari
pembelajaran terisolasi.
b. Berpusat pada siswa dalam jangka waktu lama
c. Menciptakan pembelajaran interdisiplin
d. Penyelidikan masalah autentik yang terintegrasi dengan dunia nyata dan
pengalaman praktis
e. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
f. Mengajarkan kepada siswa untuk mampu menerapkan apa yang mereka
pelajari di sekolah dalam kehidupannya yang panjang
g. Pembelajaran terjadi pada kelompok kecil (kooperatif)
h. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing
i. Masalah diformulasikan untuk memfokuskan dan merangsang pembelajaran
j. Masalah adalah kendaraan untuk pengembangan keterampilan pemecahan
masalah
k. Informasi baru diperoleh lewat belajar mandiri
(al-Tabany, 2014:68)
d) Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (problem based
learning)
Kelebihan PBL sebagai suatu model pembelajaran yaitu: (1) realistis
dengan kehidupan siswa; (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; (3)
memupuk sifat inkuiri siswa; (4) retensi konsep jadi kuat; dan (5) memupuk
kemampuan problem solving. Selain kelebihan tersebut, PBL juga memiliki
beberapa kekurangan, antara lain: (1) persiapan pembelajaran (alat, problem,
konsep) yang kompleks; (2) sulitnya mencari problem yang relevan; (3) sering
terjadi miss-konsepsi; dan (4) konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan
waktu yang cukup dalam proses penyelidikan, sehingga terkadang banyak waktu
yang tersita untuk proses tersebut. (al-Tabany, 2014:71).

19
e) Contoh kegiatan pendekatan pembelajaran problem based learning
Materi Matematika :
1. Frekuensi relatif dan peluang
2. Kejadian, Titik Sampel, Ruang Sampel
i. Titik sampel dan kejadian suatu percobaan
ii. Ruang sampel suatu percobaan
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahulua Komunikasi 10 menit
n  Memimpin doa (Meminta seorang siswa
untuk memimpin doa)
 Mengecek kehadiran siswa dan meminta
siswa untuk menyiapkan perlengkapan dan
peralatan yang diperlukan, misalnya buku
siswa. Meminta siswa untuk menanyakan
kesulitan mengenai materi sebelumnya
dan /atau pekerjaan rumah
 Meminta siswa untuk memberi tanggapan
terhadap kesulitan yang muncul
 Memberikan penguatan terhadap jawaban
siswa atau memberikan scaffolding untuk
menyelesaikan masalah tersebut, apabila
tidak ada siswa yang memberikan
jawaban yang benar.
Apersepsi
 Guru memberikan gambaran tentang
pentingnya memahami ruang sampel dan
kejadian dari suatu fenomena, yaitu materi
ini akan sangat penting untuk pembelajaran
selanjutnya, misalnya menentukan banyak
kejadian dan peluang dari suatu kejadian.
 Sebagai apersepsi untuk mendorong rasa
ingin tahu dan berpikir kritis, siswa diajak

20
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
memecahkan masalah mengenai banyak
titik sampel. Misalnya, Budi mempunyai 3
kertas yang berukuran sama, tetapi dengan
warna yang berbeda, misalnya merah, putih,
dan biru. Berapa banyak bendera dua warna
yang dapat dibuat oleh Budi?
 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai yaitu (1) menentukan
kejadian dan ruang sampel dari suatu
fenomena, dan (2) menentukan banyak
kejadian dan titik sampel dari suatu
fenomena.
Inti 1. Fase 1 : Orientasi siswa pada masalah 70 menit
 Guru mengajukan masalah 1 yang tertera
pada Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dengan
bantuan IT (power point).
 Guru meminta siswa mengamati (membaca)
dan memahami masalah secara individu dan
mengajukan hal-hal yang belum dipahami
terkait masalah yang disajikan.
 Jika ada siswa yang mengalami masalah,
guru mempersilahkan siswa lain untuk
memberikan tanggapan. Bila diperlukan,
guru memberikan bantuan secara klasikal
melalui pemberian scaffolding.
 Guru meminta siswa menuliskan informasi
yang terdapat dari masalah tersebut secara
teliti dengan menggunakan bahasa sendiri.
2. Fase 2 : Mengorganisasikan siswa belajar
 Guru meminta siswa membentuk kelompok
heterogen (dari sisi kemampuan, gender,

21
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
budaya, maupun agama) sesuai pembagian
kelompok yang telah direncanakan oleh
guru.
 Guru menyediakan logistik (media) untuk
setiap kelompok berupa, misalnya 3 biji
halma merah untuk nasi campur, 3 biji
halma putih untuk nasi goreng, dan 3 biji
halma hijau untuk bakso, 3 kertas merah
yang bertuliskan Rp 5.000, 3 kertas putih
yang bertuliskan Rp 4.000, dan 3 kertas
hijau yang bertuliskan Rp 4.500.
 Guru membagikan Lembar Aktivitas Siswa
(LAS) yang berisikan masalah dan langkah-
langkah pemecahan serta meminta siswa
berkolaborasi untuk menyelesaikan
masalah.
 Guru berkeliling mencermati siswa bekerja,
mencermati dan menemukan berbagai
kesulitan yang dialami siswa, serta
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya hal-hal yang belum
dipahami.
 Guru memberi bantuan (scaffolding)
berkaitan kesulitan yang dialami siswa
secara individu, kelompok, atau klasikal.
 Meminta siswa bekerja sama untuk
menghimpun berbagai konsep dan aturan
matematika yang sudah dipelajari serta
memikirkan secara cermat strategi
pemecahan yang berguna untuk pemecahan
masalah.

22
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
 Mendorong siswa agar bekerja sama dalam
kelompok.
3. Fase 3 : Membimbing penyelidikan
individu dan kelompok.
 Meminta siswa melihat hubungan-hubungan
berdasarkan informasi/data terkait
membangun
 Guru meminta siswa melakukan eksperimen
dengan media yang disediakan untuk
menyelesaikan masalah, yaitu (a) mencatat
semua jenis pesanan yang mungkin beserta
harganya, (b) menghitung banyak pesanan
yang mungkin, (c) menghitung banyak
pesanan yang mungkin dipesan yang mana
harganya tidak lebih dari Rp. 13.000,00.
 Guru meminta siswa mendiskusikan cara
yang digunakan untuk menemukan semua
kemungkinan dari jenis pesanan tersebut,
misalnya dengan tabel, diagram pohon,
koordinat kartesius, cara mendaftar. Bila
siswa belum mampu menjawabnya, guru
memberi scaffolding dengan mengingatkan
siswa mengenai cara mereka menentukan
jenis pesanan.
4. Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya
 Guru meminta siswa menyiapkan
laporan hasil diskusi kelompok secara
rapi, rinci, dan sistematis.
 Guru berkeliling mencermati siswa
bekerja menyusun laporan hasil diskusi,

23
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
dan memberi bantuan, bila diperlukan.
 Guru meminta siswa menentukan
perwakilan kelompok secara
musyawarah untuk menyajikan
(mempresentasikan) laporan di depan
kelas.
5. Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah.
 Guru meminta semua kelompok
bermusyawarah untuk menentukan satu
kelompok yang mempresentasikan
(mengkomunikasikan) hasil diskusinya
di depan kelas secara runtun, sistematis,
santun, dan hemat waktu.
 Guru memberi kesempatan kepada siswa
dari kelompok penyaji untuk
memberikan penjelasan tambahan
dengan baik.
 Guru memberi kesempatan kepada siswa
dari kelompok lain untuk memberikan
tanggapan terhadap hasil diskusi
kelompok penyaji dengan sopan. Guru
melibatkan siswa mengevaluasi jawaban
kelompok penyaji serta masukan dari
siswa yang lain dan membuat
kesepakatan, bila jawaban yang
disampaikan siswa sudah benar.
 Guru memberi kesempatan kepada
kelompok lain yang mempunyai jawaban
berbeda dari kelompok penyaji pertama
untuk mengkomunikasikan hasil diskusi

24
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
kelompoknya secara runtun, sistematis,
santun, dan hemat waktu. Apabila ada
lebih dari satu kelompok, maka guru
meminta siswa bermusyawarah
menentukan urutan penyajian.
 Langkah (c), (d), dan (e) sebagai satu
siklus dapat dilaksanakan lagi dan
disesuaikan dengan waktu yang tersedia.
6. Selanjutnya, guru membuka cakrawala
penerapan ide dari penyelesaian masalah
tersebut untuk menemukan rumus (ide)
umum untuk menentukan banyak
kemungkinan yang terjadi dari suatu
fenomena. Misalkan terdapat n orang dan
m jenis makanan. Setiap orang memesan
satu jenis makanan. Berapa banyak
variasi jenis makanan yang dapat dipesan
oleh semua orang tersebut?
7. Guru mendorong agar siswa secara aktif
terlibat dalam diskusi kelompok serta
saling bantu untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
8. Selama siswa bekerja di dalam
kelompok, guru memperhatikan dan
mendorong semua siswa untuk terlibat
diskusi, dan mengarahkan bila ada
kelompok yang melenceng jauh
pekerjaannya.
9. Salah satu kelompok diskusi (tidak harus
yang terbaik) diminta untuk
mempresentasikan hasil diskusinya ke

25
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
depan kelas. Sementara kelompok lain,
menanggapi dan menyempurnakan apa
yang dipresentasikan.
10. Guru mengumpulkan semua hasil diskusi
tiap kelompok
11. Dengan tanya jawab, guru mengarahkan
semua siswa pada kesimpulan mengenai
permasalahan tersebut.
Penutup  Siswa diminta menyimpulkan tentang 10 enit
bagaimana menentukan banyak ruang
10 menit
 Dengan bantuan presentasi komputer,
guru menayangkan apa yang telah
dipelajari dan disimpulkan mengenai
cara menentukan banyak ruang sampel
dan kejadian.
 Guru memberikan tugas PR beberapa
soal mengenai penerapan rumus yang
diperoleh.
 Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan
memberikan pesan untuk tetap belajar.

26
2. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)

a) Definisi Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)


Pendekatan pembelajaran berbasis proyek didasarkan pada teori
kontruktivisme dan merupakan pendekatan pembelajaran siswa aktif (student
centered learning). Karena pendekatan pembelajaran berbasis proyek didukung oleh
teori belajar kontruktivisme, maka pendekatan ini bersandar pada ide bahwa siswa
membangun pengetahuannya sendiri. Pembelajaran berbasis proyek dapat
dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat
mendorong siswa mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan secara personal.
Proses pembelajaran melalui pendekatan berbasis proyek memungkinkan guru
untuk “belajar dari siswa” dan “belajar bersama siswa”.

Menurut Buck Institute for Education (1999), project based learning adalah
pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam kegiatan pemecahan
masalah dan memberi peluang peserta didik bekerja secara otonom mengkontruksi
belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai
dan realistik.
Sani (2014 : 172 ) mendefinisikan pendekatan pembelajaran berbasis proyek
sebagai sebuah pendekatan pembelajaran dengan aktivitas jangka panjang yang
melibatkan siswa dalam merancang,membuat, dan menampilkan produk untuk
mengatasi permasalahan dunia nyata.
Sedangkan Wena dalam Al-Tabany (2014 : 42 ) mendefinisikan pendekatan
pembelajaran berbasis proyek / project based learning sebagai pendekatan
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.

Menurut Okudan (2004) Project-based learning berfokus pada konsep-


konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin , melibatkan peserta
didik dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna
lainnya,memberi peluang peserta didik bekerja secara otonom mengkonstruk belajar
mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya peserta didik bernilai,
dan realistik.

27
Proyek yang dimaksud dalam pendekatan pembelajaran berbasis proyek
berbeda dengan “proyek” yang dibuat oleh siswa dan tidak menyelesaikan
permasalahan masyarakat atau permasalahan konstektual. Jika guru meminta siswa
membuat sebuah “proyek” elektronik seperti bel listrik atau membuat karya seni
tertentu yang tidak berkaitan dengan permasalahan masyarakat, pembelajaran bukan
merupakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek.

b) Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based


Learning)
Menurut Stripling, karakteristik pendekatan pembelajaran berbasis Proyek
yang efektif adalah (1) mengarahkan siswa untuk menginvestigasi ide dan
pertanyaan penting, (2) merupakan proses inkuiri, (3) terkait dengan kebutuhan
siswa, (4) berpusat pada siswa dengan membuat produk dan melakukan presentasi
secara mandiri, (5) menggunakan keterampilan berpikir kreatif, kritis dan mencari
informasi untuk melakukan investigasi, menarik kesimpulan, dan menghasilkan
produk, dan (6) terkait dengan permasalahan dan isu dunia nyata yang auntetik.

Sedangkan berdasarkan hasil review tentang pendekatan pembelajaran


berbasis proyek, dikemukakan beberapa karakteristik penting pendekatan
pembelajaran berbasis proyek menurut Thomas :

a) Fokus pada permasalahan untuk penguasaan konsep penting dalam pelajaran.


b) Pembuatan proyek melibatkan siswa dalam melakukan investigasi konstruktif.
c) Proyek harus realistis.
d) Proyek direncanakan oleh siswa.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, berikut ini dideskripsikan
karakteristik penting pendekatan pembelajaran berbasis proyek .

28
Fokus pada
konsep penting

Belajar
Proses Inkuiri berpusat pada
siswa

Pendekatan
pembelajaran
Terkait berbasis proyek
permasalahan Proyek bersifat
nyata/autentik realistik

Menghasilkan Investigasi
produk konstrukif

Gambar 1. Karakteristik Pendekatan pembelajaran berbasis proyek

c) Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek


Langkah-langkah pembelajaran dalam project based learning sebagaimana
yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation dalam Al-
Tabany ( 2014: 52) terdiri dari :

a) Dimulai dengan pertanyaan yang esensial


Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan
suatu investigasi mendalam. Pertanyaan esensial diajukan untuk memancing
pengetahuan, tanggapan, kritik, dan ide peserta didik mengenai tema proyek
yang akan diangkat.
b) Perencanaan aturan pengerjaan proyek
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

29
c) Membuat jadwal aktivitas
Pendidik dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Jadwal ini disusun untuk mengetahui berapa lama
waktu yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek.
d) Monitoring perkembangan proyek peserta didik
Pendidik bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
memfasilitasi peserta didik pada setiap proses.
e) Penilaian hasil kerja peserta didik
Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta
didik, membantu pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f) Evaluasi pengalaman belajar peserta didik
Pada akhir proses pembelajaran, pendidik dan peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi
dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik
diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama
menyelesaikan proyek.

Pertanyaan Rencana Penjadwalan Monitor Penilaian Evaluasi

Gambar 2. Langkah-langkah Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek

30
Atau tahapan pembelajaran berbasis proyek secara umum digambarkan sebagai
berikut :

Guru memamparkan topik yang akan dikaji, tujuan


belajar, motivasi, dan kompetensi yang akan dicapai

Peserta didik mengidentifikasi permasalahan atau


pertanyaan yang terkait dengan topik yang dikaji,
pertanyaan juga dapat diajukan oleh Guru.

Kelompok membuat perencanaan proyek terkait


dengan penyelesaian permasalahan yang Guru melakukan penilaian
diidentifikasi

Kelompok membuat proyek atau karya dengan


Guru melakukan monitoring
memahami konsep atau prinsip yang terkait dengan
dan penilaian
materi pelajaran

Guru atau sekolah memfasilitasi pameran atas


Guru melakukan penilain
pekerjaan/ karya yang dihasilkan peserta didik

Evaluasi (Refleksi Kegiatan belajar)

Gambar 3. Tahapan Pelaksanaan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek

d) Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek


(Project-Based Learning)
Menurut Sani (2014 :176), ada beberapa keutamaan yang diperoleh dengan
menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis proyek , diantaranya adalah :

1. melibatkan siswa dalam permasalahan dunia nyata yang kompleks, yang


membuat siswa dapat mendefinisikan isu atau permasalahn yang bermakna;
2. membutuhkan proses inkuiri, penelitian,keterampilan merencanakan, berpikir
kritis, dan keterampilan menyelesaikan masalah dalam upaya membuat proyek;
3. melibatkan siswa dalam belajar menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dengan konteks yang bervariasi ketika bekerja membuat proyek;

31
4. memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar dan melatih keterampilan
interpersonal bekerja sama dalam kelompok dan orang dewasa;
5. memberikan kesempatan pada siswa untuk melatih keterampilan yang
dibutuhkan untuk hidup dan bekerja (mengalokasikan waktu, bertanggung
jawab, belajar melalui pengalaman, dan sebagainya);
6. mencakup aktivitas refleksi yang mengarahkan siswa untuk berpikir kritis
tentang pengalaman dan menghubungkan pengalaman tersebut pada standar
belajar.
Selain itu, Sani (2014 : 177) menambahkan beberapa keuntungan
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek adalah (1) meningkatkan
motivasi siswa untuk belajar dan mendorong mereka melakukan pekerjaan penting ;
(2) meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah; (3) membuat
siswa lebih aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang kompleks; (4)
meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerja sama ; (5) mendorong siswa
mempraktekkan keterampilan berkomunikasi; (6) meningkatkan keterampilan siswa
dalam mengelola sumber daya ; (7) memberikan pengalaman kepada siswa dalam
mengorganisasi proyek, mengalokasikan waktu, dan mengelola sumber daya seperti
peralatan dan bahan untuk menyelesaikan tugas; (8) memberikan kesempatan belajar
bagi siswa untuk berkembang sesuai kondisi dunia nyata; (9) melibatkan siswa
untuk belajar mengumpulkan informasi dan menerapkan pengetahuan tersebut untuk
menyelesaikan permasalahan dunia nyata; dan (10) membuat suasana belajar
menjadi menyenangkan.
Adapun beberapa kelemahan pendekatan pembelajaran berbasis proyek yang
dikemukakan Sani (2014 : 177-178) :

1. membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan


produk;
2. membutuhkan biaya yang cukup besar;
3. membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar;
4. membutuhkan fasilitas, peralatan,dan bahan yang memadai;
5. tidak sesuai untuk siswa yang mudah menyerah dan tidak memiliki pengetahuan
serta keterampilan yang dibutuhkan;
6. kesulitan melibatkan semua siswa dalam kerja kelompok.

32
e) Contoh Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning)
A. Materi Matematika
1. Jarak antara dua titik
2. Jarak antara titik dengan garis
3. Jarak antara titik dengan bidang
4. Jarak antara garis dengan garis
B. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan Pra Pembelajaran 10 menit
1. Guru mengkondisikan kelas dalam suasana
kondusif untuk berlangsungnya pembelajaran.
2. Guru memberikan motivasi tentang pentingnya
memahami Geometri khususnya materi jarak dan
sudut antar titik dan garis dan bidangdan
mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai.
4. Guru menginformasikan tentang proses
pembelajaran yang akan dilakukan termasuk
aspek-aspek yang dinilai selama proses
pembelajaran berlangsung.
5. Guru melakukan apersepsi dengan melakukan
pertanyaan secara klasikal yang bersifat
menuntun dan menggali.
Inti Fase 1 : Penentuan Pertanyaan Mendasar 70 menit
1. Guru mengemukakan pertanyaan esensial yang
bersifat eksplorasi pengetahuan yang telah
dimiliki siswa berdasarkan pengalaman
belajarnya yang bermuara pada penugasan peserta
didik dalam melakukan suatu aktivitas.
 Bagaimana menentukan jarak antara titik
dengan garis?
 Bagaimana menentukan jarak titik dengan
bidang?
 Bagaimana menentukan jarak antara garis

33
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
dengan bidang?
 Bagaimana menentukan jarak antara bidang
dengan bidang?
Fase 2 : Mendesain Perencanaan Proyek (Design a
Plan for the Project)
1. Guru Mengorganisir siswa kedalam kelompok
kelompok yang heterogen (4-5) orang. Heterogen
berdasarkan tingkat kognitif atau etnis.
2. Guru memfasilitasi setiap kelompok untuk
menentukan ketua dan sekretaris secara
demokratis, dan mendeskripsikan tugas masing-
masing setiap anggota kelompok.
3. Guru dan peserta didik membicarakan aturan
main untuk disepakati bersama dalam proses
penyelesaian proyek.Hal-hal yang disepakati:
pemilihan aktivitas, waktu maksimal yang
direncanakan, sansi yang dijatuhkan pada
pelanggaran aturan main, tempat pelaksanaan
proyek, hal-hal yang dilaporkan, serta alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu
penyelesaian proyek
Fase 3 : Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
1. Guru memfasilitasi peserta didik untuk membuat
jadwal aktifitas yang mengacu pada waktu
maksimal yang disepakati.
2. Guru memfasilitasi peserta didik untuk menyusun
langkah alternatif, jika ada sub aktifitas yang
molor dari waktu yang telah dijadwalkan.
3. Guru meminta setiap kelompok menuliskan
alasan setiap pilihan yang telah dipilih.
Fase 4 : Memonitor peserta didik dan kemajuan
proyek
1. Guru Membagikan Lemba Kerja siswa yang
berisi tugas proyek dengan tagihan: 1)

34
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
menuliskan informasi yang secara eksplisit
dinyatakan dalam tugas, 2) menuliskan beberapa
pertanyaan yang terkait dengan masalah/tugas
yang diberikan, 3) menuliskan
konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika
berdasarkan pengalaman belajarnya yang terkait
dengan tugas, 4) mengaitkan konsep-konsep yang
dinyatakan secara eksplisit dalam tugas dengan
konsepkonsep/ prinsip-prinsip yang dimiliki oleh
siswa berdasarkan pengalaman belajarnya, 5)
melakukan dugaan-dugaan berdasarkan kaitan
konsep poin 4), 6) menguji dugaan dengan cara
mencoba, 6) menarik kesimpulan
2. Guru memonitoringterhadap aktivitas peserta
didik selama menyelesaikan proyek dengan cara
melakukan scaffolding jika terdapat kelompok
membuat langkah yang tidak tepat dalam
penyelesaian proyek.
Fase 5 : Menguji Hasil (Assess the Outcome)
1. Guru telah melakukan penilaian selama
monitoring dilakukan dengan mengacu pada
rubrik penilaian.yang bertujuan: mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam
mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta
didik, memberi umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai peserta didik,
membantu pengajar dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya.
Fase 6 : Mengevaluasi Pengalaman
1. Peserta didik secara berkelompok melakukan
refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang
sudah dijalankan. Hal-hal yang direfleksi adalah
kesulitan-kesulitan yang dialami dan cara
mengatasinya dan perasaan yang dirasakan pada

35
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
saat menemukan solusi dari masalah yang
dihadapi. Selanjutnya kelompok lain diminta
menanggapi
Penutup 1. Guru memfasilitasi peserta didik untuk 10 menit
menyimpulkan hasil temuan barunya,
2. Guru memberikan tugas proyek pada buku
halaman 312 untuk dikerjakan selama satu
minggu

3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri

a) Definisi Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri


Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri adalah rangkaian pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menentukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir
itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.Pendekatan
pembelajaran ini sering dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa yunani,
yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan (Sanjaya, 2013 : 196).
Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri adalah pendekatan pembelajaran
yang melibatkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan untuk
melakukan investigasi dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru, seperti
yang didefinisikan Alberta Learning sebagai berikut :
“Inquiry-based leraning is a process where students are involved in their
learning, formulate questions, investigate widely and then build new understandings,
meanings and knowledge”.
Pendekatan inkuiri menekankan pada proses penyelidikan berbasis pada upaya
menjawab pertanyaan. Inkuiri adalah investigasi tentang ide, pertanyaan, atau
permasalahan. Investigasi yang dilakukan dapat berupa kegiatan laboratorium atau
aktivitas lainnya yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi, membangun
pengetahuan, dan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu yang
diselidiki. Pembelajaran berbasis inkuiri mencakup proses mengajukan permasalahan,
memperoleh informasi, berpikir kreatif tentang kemungkinan penyelesaian masalah,

36
membuat keputusan , dan membuat kesimpulan. Pentingnya pendekatan inkuiri
(inquiry) dinyatakan oleh Freinet dalam Sani (2014 : 89) sebagai berikut.
“The normal method of acquiring knowledge is not through observation,
explanation and demonstration, as is most common in school, but rather through
enquiry-based learning, which is a natural and universal course of action. ...One does
not gain knowledge through studying rules and laws,as some believe, but through
exprerience”.
Freinet berpendapat bahwa pengetahuan akan diperoleh melalui pengalaman
secara inkuiri dan tidak cukup hanya mengamati, mendengarkan penjelasan, atau
melihat demonstrasi. Perolehan pemahaman dimulai dari pengalaman dengan
mengikuti siklus dasar proses inkuiri yang dideskripsikan sebagai berikut.

Pengalaman
Menyajikan masalah
(mengajukan pertanyaan),
mendiskusikan ide, menganalisis
pertanyaan

Pemahaman
Menjelaskan pendapat baru, Informasi
menerapkan, Memperoleh, mengkritik,
mengevaluasi,memunculkan ide menganalisi, mengintretasi,
baru, melakukan hal yang mengajukan pertanyaan baru
dipahami,refleksi
Membangun pengetahuan
Menyajikan masalah
(mengajukan pertanyaan),
mendiskusikan ide, menganalisis
pertanyaan

Gambar 4. Siklus Dasar Pembelajaran Inkuiri

b) Ciri-ciri dan Prinsip Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri


Menurut Sanjaya ( 2013 : 196 ), ada beberapa ciri utama pendekatan
pembelajaran berbasis inkuiri. Pertama, pendekatan inkuiri menekankan kepada
aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan,artinya inkuiri
menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan
siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang
dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self
belief).Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan

37
sebagai sumber belajar,akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
Ketiga, tujuan penggunaan pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan
demikian, dalam pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri siswa tidak hanya dituntut
agar menguasai materi pelajaran,akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan
potensi yang dimilikinya.

Ciri-ciri Pendekatan
Pembelajaran Berbasis
Inkuiri

Guru bukan satu-satunya Mengembangkan


Inkuiri menempatkan
sumber belajar , melainkan kemampuan berpikir
siswa sebagai subyek
lebih diposisikan sebagai secara sistematis,
belajar
fasilitator dan motivator logis,kritis

Gambar 5. Ciri-ciri pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Pendekatan pembelajaran Inkuiri merupakan pendekatan yang menekankan


kepada pengembangan intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) itu
menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience,
social experience, dan equilibration (Sanjaya : 2013 :198).

Maturation atau kematangan adalah proses perubahan fisiologis dan anatomis,


yaitu proses pertumbuhan fisik, yang meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak,
dan pertumbuhan sistem saraf. Physical experience adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Aksi
atau tindakan fisik yang dilakukan individu memungkinkan dapat mengembangkan
aktivitas/daya pikir. Gerakan-gerakan fisik yang dilakukan pada akhirnya akan bisa
ditransfer menjadi gagasan-gagasan atau ide-ide. Oleh karena itu, proses belajar yang
murni tak akan terjadi tanpa adanya pengalaman-pengalaman. Bagi Piaget, aksi atau
tindakan adalah komponen dasar pengalaman. Social experience adalah aktivitas

38
dalam berhubungan dengan orang lain. Melalui pengalaman sosial, anak bukan hanya
dituntut untuk mempertimbangkan atau mendengarkan pandangan orang lain, tetapi
juga menumbuhkan kesadaran bahwa ada aturan lain disamping aturannya sendiri.
Dan yang terakhir adalah equilibration adalah proses penyesuaian antara pengetahuan
yang sudah ada dengan pengetahuan baru yang ditemukannnya. Ada kalanya anak
dituntt untuk memperbaharui pengetahuan yang sudah terbentuk setelah ia
menemukan informasi baru yang tidak sesuai.

Atas dasar penjelasan di atas ,maka dalam penggunaan pendekatan


pembelajaran berbasis inkuiri dapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh
setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di bawah ini (Al-Tabany, 2014 : 80-81).

1. Berorientasi pada pengembangan intelektual


Tujuan utama dari pembelajaran inkuiri yaitu pengembangan kemampuan
berpikir. Dengan demikian, pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil
belajar juga berorientasi pada proses belajar.
2. Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya ialah proses interaksi , baik interaksi antara
siswa maupun interaksi siswa maupun dengan guru, bahkan interaksi berarti
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, melainkan sebagai pengatur
lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pembelajaran ini adalah
guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap
pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Dalam
hal ini, kemampuan guru bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.
4. Prinsip Belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakat, melainkan belajar adalah proses
berpikir (learning how to think), yakni “proses mengembangkan potensi seluruh
otak.” Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara
maksimal.
5. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai
kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru
ialah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa

39
mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis
yang diajukannya.

Berorintasi pada
pengembangan intelektual

Prinsip Keterbukaan Prinsip Interaksi

Prinsip Pendekatan
Pembelajaran Berbasis
Inkuiri

Prinsip Belajar untuk Prinsip bertanya


berpikir

Gambar 6. Prinsip- Prinsip Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri

c) Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri


Menurut Sanjaya ( 2013 : 201-205 ) secara umum proses pendekatan
pembelajaran berbasis inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menyajikan Pertanyaan / Merumuskan masalah


Kegiatan inkuiri dimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Adapun
beberapa hal yang harus diperhatikan:
a) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki yang jawabannya
pasti. Artinya, guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang
menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan
mendapatkan jawabannya sendiri.
b) Konsep-konsep masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui dahulu oleh
siswa.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu dikaji kebenarannya. Salah satu cara yang

40
dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis)
setiap anak adalah dengan mengajaukan berbagai pertanyaan yang mendorong siswa
dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan
kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
3. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi
Sebelum melakukan percobaan, sebaiknya guru membimbing siswa untuk merancang
percobaan, dengan cara memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan
langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Kemudia guru
membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.
4. Mengumpulkan data & Menganalisis data
Data dapat berupa tabel, matriks, atau grafik. Pada kegiatan ini kemampuan yang
dituntut yaitu : (a) merakit peristiwa, terdiri dari mengidentifikasi peristiwa yang
dibutuhkan, mengumpulkan data dan mengevaluasi data.Setelah itu, siswa
bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan cara
menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis yaitu
pemikiran “benar” atau “salah”.
5. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data
yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap
masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang
akurat hendak sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang
relevan.

41
Menyajikan pertanyaan
/Merumuskan masalah

Merumuskan hipotesis

Melakukan percobaan untuk


memperoleh informasi

Mengumpulkan dan Menganalisis


data

Merumuskan kesimpulan

Gambar 7. Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri

d) Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri


Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri merupakan pendekatan
pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena memiliki beberapa keunggulan
(Sanjaya, 2013 : 208) , di antaranya :
1. Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran
yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif,afektif, dan psikomotor
secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui melalui pendekatan ini dianggap
lebih bermakna.
2. Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa
untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3. Pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri merupakan pendekatan yang dianggap
sesuai dengan perkembangan psikologi belajar adalah proses perubahan tingkah
laku berkat adanya pengalaman.
4. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan siswa
yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya siswa yang memiliki
kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam
belajar.

42
Disamping memiliki keunggulan, pendekatan ini juga mempunyai kelemahan
di antaranya :

1. Jika pendekatan pembelajaran berbasis inkuiri digunakan sebagai pendekatan


pembelajaran, maka kan silit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2. Pendekatan ini sulit direncanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan
kebiasaan siswa dalam belajar.
3. Terkadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru ulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai
materi pelajaran, maka pendekatan ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap
guru.

e) Contoh Kegiatan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Inkuiri

Pendekatan Pembelajaran : Inkuiri


Metode : diskusi
Materi Pembelajaran
Lingkaran
Sumber Pembelajaran
 Buku BSE : Contextual Teaching and Learning Matematika Sekolah Menengah
Pertama Kelas VIII Bab 6: Lingkaran
 Handout Siswa: Lingkaran: Luas Lingkaran
 LKS: Menemukan Rumus Luas Daerah Lingkaran
 LP1: Luas Daerah Lingkaran
 LP2: Penilaian perilaku berkarakter
 LP3: Penilaian keterampilan sosial
Alat dan Bahan
 Kertas
 Jangka
 Penggaris
 Gunting
 Busur derajat
 Pensil

43
 Lem kertas
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan  Guru mengingatkan siswa kembali tentang materi yang 5 menit
telah dipelajari sebelumnya yaitu tentang unsur-unsur
lingkaran.
 Guru memotivasi siswa dengan menceritakan
pemasangan rumput di taman:
“Di sebuah kota rencananya akan dibuat sebuah
taman berbentuk lingkaran dengan berdiameter 56
m . Jika di taman tersebut akan ditanami rumput
dengan biaya Rp 6000,00/m2. Berapa biaya yang
harus dikeluarkan?”
 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada
siswa.

Inti Fase 1: Menyajikan pertanyaan/merumuskan masalah 55 menit


1. Guru menyajikan masalah kepada siswa yaitu
masalah saat pemberian motivasi:
“Di sebuah kota rencananya akan dibuat sebuah
taman berbentuk lingkaran dengan berdiameter 56
m . Jika di taman tersebut akan ditanami rumput
dengan biaya Rp 6000,00/m2. Berapa biaya yang
harus dikeluarkan?”
Lalu guru bertanya kepada siswa, “Apakah yang
harus dilakukan mula-mula untuk menyelesaikan
masalah tersebut?” Jika tidak ada siswa yang
menjawab, guru memberikan jawaban “Agar
mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan yang
harus dilakukan adalah mencari luas daerah
lingkaran”
2. Guru menuliskan masalah “Menemukan rumus luas
daerah lingkaran” di papan tulis.
3. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok
yang heterogen, tiap kelompok beranggotakan 4-5
orang.

44
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
4. Guru membagikan LKS: Menemukan Rumus Luas
Daerah Lingkaran kepada masing-masing
kelompok.
Fase 2: Merumuskan hipotesis
5. Guru membimbing siswa dalam menentukan
hipotesis yang relevan dengan permasalahan
menemukan rumus luas daerah lingkaran. Setiap
kelompok diberi kesempatan untuk membuat
hipotesis tentang rumus luas daerah lingkaran.
6. Guru memilih hipotesis yang menjadi prioritas
untuk selanjutnya diselidiki kebenarannya oleh
siswa dengan mengerjakan LKS: Menemukan
Rumus Luas Daerah Lingkaran.
Fase 3: Melakukan percobaan untuk memperoleh
informasi
7. Guru meminta siswa untuk mulai bekerja dalam
kelompok untuk megerjakan LKS: Menemukan
Rumus Luas Daerah Lingkaran.
8. Guru meminta siswa untuk menyiapkan semua alat
dan bahan yang diperlukan: kertas, jangka,
penggaris, gunting, busur derajat, pensil, dan lem
kertas.
9. Guru memberi kesempatan kepada siswa beberapa
menit untuk membaca langkah-langkah kerja pada
LKS: Menemukan Rumus Luas Daerah Lingkaran
dan menanyakan langkah kerja yang kurang
dipahami oleh siswa
10. Guru membimbing siswa untuk berdiskusi dan
mengerjakan LKS: Menemukan Rumus Luas
Daerah Lingkaran dengan langkah-langkah kerja
sehingga siswa mendapatkan informasi tentang
rumus luas daerah lingkaran. Diharapkan siswa
bekerja dengan teliti dan dinilai menggunakan LP2:
penilaian berkarakter

45
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Fase 4: Mengumpulkan dan menganalisis data
11. Guru meminta beberapa kelompok untuk
menyampaikan hasil kerja kelompok mereka ke
depan kelas.
12. Siswa diminta untuk menjelaskan bagaimana
mereka mendapatkan rumus luas daerah lingkaran
yang telah mereka temukan melalui langkah kerja
LKS: Menemukan Rumus Luas Daerah Lingkaran.
13. Guru memberi kesempatan kepada siswa lain untuk
mengajukan pertanyaan dan siswa yang
presentasi untuk merespon pertanyaan yang
dinilai menggunakan LP3: penilaian keterampilan
sosial. Siswa yang mengajukan pertanyaan juga
diharapkan untuk menghargai jawaban penyaji
yang dinilai menggunakan LP2: penilaian
berkarakter.
Penutup Fase 5: Merumuskan Kesimpulan 20 menit
1. Guru membimbing siswa untuk menarik
kesimpulan dari hasil kerja mereka tentang
menemukan rumus luas daerah lingkaran.
Rumus luas daerah lingkaran: π r 2
2. Guru membagikan LP1: Luas Daerah
Lingkaran pada siswa dan meminta siswa untuk
mengerjakannya secara individu
3. Guru memberikan pekerjaan rumah yaitu pada
buku BSE halaman 137 nomor 1-5
4. Siswa diminta untuk menuliskan kesannya
selama proses pembelajaran yang berkaitan
dengan materi dan cara mengajar guru.
5. Guru meminta siswa mempelajari materi
selanjutnya yaitu tentang Sudut Pusat, Sudut
Keliling, dan Juring Lingkaran

46
Penilaian
No Indikator Penilaian Instrumen
1. Menghitung luas daerah lingkaran LP1: Luas
Mengaplikasikan rumus luas daerah Tertulis Daerah
2.
lingkaran dalam masalah sehari-hari. Lingkaran
Rubrik
Menemukan kembali rumus luas daerah
3. Kinerja Penilaian
lingkaran
LKS
4. Ketelitian
Penghargaan terhadap pendapat orang LP2
5.
lain Observasi
6. Kerjasama
LP3
7. Mengajukan dan merespon pendapat

5. Pendekatan Pembelajaran Kooperatif


a) Definisi Pendekatan Pembelajaran Kooperatif

Salah satu model dari pendekatan pembelajarn kelompok adalah


pembelajaran kooperatif (cooperiative learning) (SPK). SPK merupakan
pendekatan pembelajaran kelompok yang ahir – akhir ini menjadi perhatian dan
dianjurkan para ahli pendidikan untuk gunakan. Slavin (1995) mengemukakan 2
alasan: pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus
dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial. Kedua, pembelajaran
kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berfikir,
memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.
Jadi pembelajaran konstektual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian
atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negoisasi) yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa, sehingga akan terasa muncul, dunia pikiran siswa yang konkret,
dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan.

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran


it muncul dari konsep bahwa siswa akan mudah meemukan dan memahami

47
konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara
rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah yang
kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek
utama dalam pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membentuk


kelompok kecil terdiri dari 4 – 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku / ras, dan satu sama lain membantu. Tujuan
dibentuknya kelompok ini yakni untuk memberikan kesempatan kepada semua
siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar.
Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok yaitu mencapai
ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman
sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar

Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya


selama beberapa kali pertemuan. Mereka dijarkan keterampilan khusus agar dapat
bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar
aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelmpok yang baik, dan berdiskusi.
Agar terlaksana dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisis pertanyaan
atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja tugas anggota
kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling
membantu di antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar
belum selesai bila salah satu anggota kelompk ada yang belum menguasai materi
pelajaran.

Menurut Johnson & Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok dari
belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan
prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.
Karena siswa bekerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki
hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan,
mengembangkan keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.

b) Karakteristik dari Pendekatan Pembelajaran Kooperatif


Menurut Sanjaya (2013 : 244) adapun beberapa karakteristik dari
pendekatan pembelajaran kooperatif yaitu :
1. Pembelajaran secara tim

48
Pembelajaran kooperatif adalah npembelajaran secara tim tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Semua nggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria
keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.

Setiap kelopok bersifat heterogen. Artinya, kelompok terdiri atas


anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar
belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota
kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan
menerima, sehingga diharapkan nsetiap anggota dapat memberikan
konstribusi terhadap keberhasilan kelompok.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif


Sebagaiman pada umunya, manajemen mempunyai empat fungsi
pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan dan
fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi
perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan
perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif,
misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaiman cara mencapainya, apa
yang harus digunakan untuk mencapai tujuanitu dan lain sebagainya.
Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatiif harus
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah – langkah
pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan- ketentuan yang
sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota
kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap
anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui
tes maupun nontes.

3. Kemauan untuk bekerja sama


Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan
dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan

49
saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing – masing, akan tetapi
juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu
membantu yang kurang pintar
4. Keterampilan untuk bekarja sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui
aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja
sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu
mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi,
sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat,
dan memberikan konstribusi kepada keberhasilan kelompok.
Sedangkan prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran kooperatif
adalah
a. Prinsip ketergantungan positif (positive independence)
b. Tanggung jawab perorangan (Individual accauntability)
c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)
d. Partisipasi dan komunikasi (participation communacation)

c) Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran Kooperatif


1. Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok –
pokok mateti pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi
pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi
pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam
materi dalam pembelajaran kelomok (tim). Pada tahap ini guru dapat
menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan
kalau nperlu guru dapat menggunakan demostrasi. Di samping itu, guru juga
dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian
dapat lebih menarik siswa.
2. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok – pokok
materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya
masing – masing yang telash dibentuk sebelumnya. Pengelompokkan dalam

50
SPK bersifaft heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan
– perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaaan gender, latar belakang
agama, sosial-ekonomi, dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik.
Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran biasanya terdiri
dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan
kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis
kurang (Anita Lie,2015). Selanjutnya, Lie menjelaskan beberapa alasan
lebih disukainya pengelompokkan heterogen. Pertama, kelompok heterogen
memberikan kesempatan untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling
mendukung. Kedua , kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar
ras, agama, etnis, dan gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan
pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga orang.
melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk melakukan tukar –
menukar (sharing) informasi dan pendapat, mendiskusikan permasalahan
secara bersama, membandingkan jawaban mereka, dan mengoreksi hal – hal
yang kurang tepat.

3. Penilaian
Penilaian dalam SPK bisa dilakukan dengan tes dan kuis. Tes atau kuis
dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual
nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dn tes
kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil
akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai
setiap kelompok memiliki nilai sma dengan kelompoknya. Hal ini
disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang
merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
4. Pengakuan tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang di
anggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian
diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian penghargaan
tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga
membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi
mereka.

51
d) Keunggulan Dan Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif:

a. Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantukan pada guru, akan tetapi
dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa lain.
b. SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapakn ide atau gagasan
dengan kata – kata secara verbal dan membandingkanya dengan ide – ide
yang lain.
c. SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari
akan segala perbedaan
d. SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif:
a. Ciri utama dari SPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh
karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka di bandingkan
dengan pengajaran langung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang
demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah
dicapai oleh siswa.
b. Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja
kelompok. Namun demikian, guru perlu mennyadari, bahwa sebenarnya
hasil atau presentasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
c. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang
hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh arena itu,
idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus
belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua
hal itu dalam SPK memang bukan pekerjaan yang mudah.

52
e) Contoh kegiatan pendekatan pembelajaran kooperatif:

Fase Tingkah Laku Guru


Fase 1: Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
Menyampaikan tujuan dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
memotivasi siswa dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2: Guru menyajikan informasi kepada siswa
Menyampaikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
Fase 3: Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
Mengorganisasikan siswa ke caranya membentuk kelompok belajar dan
dalam kelompok kooperatif membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
Fase 4: Guru membimbing kelompok – kelompok
Membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
bekerja dan belajar mereka.
Fase 5: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
Evaluasi materi yang telah dipelajari atau masing –
masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya
Fase 6: Guru mencari cara untuk menghargai baik
Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.

6. Pembelajaran Pendekatan Konstektual


a) Definisi Pendekatan Konstektual
Menurut US Depertement of edication the national school to work office
yang dikutip oleh Blanchard, 2001 mengungkapkan bahwa Contextual teaching
and learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan
konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi siswa membuat
hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. CTL adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh

53
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.

Dari konsep di atas ada tiga hal yang harus dipahami:

1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi


2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata
3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan

b) Karakteristik Pendekatan Konstektual CTL

1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang


sudah ada (activing knowladge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas
dari pengetahuan yang sudaah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang
akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan
satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dlam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowlwdge). Pengetahuan baru itu
diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihapal tetapi untuk dipahami dan diyakini,
misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan
yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knoowledege), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus
dpat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan
perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap pendekatan pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan
dan penyempurnaan pendekatan.
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme
(construkctivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar

54
(learning community), pemodelan modeling), refleksi (reflektion), penilaian
sebenarnya (outhentic assesment). Suatu kelas dikatakan menggunakan pendekatan
CTL jika menerapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas
yang bagaimanapun keadaannya. (Depdiknas, 2002)

c) Langkah-langkah Pendekatan CTL


Secara garis besar langkah – langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut:

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang
diajarkan.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok) seperti melalui kegiatan
kelompok, berdiskusi, tanya jawab dsb
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran bisa melalui ilustrasi, model
bahkan media yang sevbenarnya.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian secara objektif, yaitu melakukan penilaian yang sebenarnya
dengan berbagai cara.
d) Kelebihan dan Kekurangan dari Pembelajaran Konstektual
Kelebihan CTL, antara lain :
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan rill,
Artinya sisa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi
siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajariya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan udah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada
siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melaui landasan
filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan
n”menghapal”.

55
3. Konstektual adalah pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa secara penuh, baik
fisik maupun mental
4. Kelas dalam pembelajran konstektual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tembpat untuk menguji hasil temuan mereka di
lapangan.
5. Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil dari pemberian guru
6. Penerapan pembelajaran konstektual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
bermakna.
Kelemahan dari pembelajaran Konstektual:
1. Diperlukan waktu yang lama, saat proses pembelajaran berlangsung
2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas yang
kurang kondusif.
3. Guru lebih intensif dlam membimbing, karena dalam CTL, guru tidak lagi berperan
sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengella kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi
siswa, siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan
belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan
pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
membimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategi –strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun, dalam konteks
ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

56
e) Contoh pendekatan Konstektual

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi


Waktu
Pendahuluan Apersepsi 10 menit
 Kontruktivisme 1. Guru memberikan tiga model/gmbar persegi
panjang dengan ukuran masing-masing 2 cm x 3
cm, 4 cm x 6 cm, dan 3 cm x 4 cm
2. Siswa diminta untuk memberikan tanggapannya
mengenai ketiga gambar tersebut, dikaitkan
dengan kesebangunan. Model/gambar mana
yang sebangun? Motivasi : Apa yang
membedakan sebangun dengan kongruen ?
3. Menginformasikan tujuan pembelajaran hari ini
yaitu menentukan syarat dan unsur yang sama
dari dua bangun yang sebangun dan kongruen.
4. Guru mempersilahkan beberapa siswa ke
depan untuk mengungkapkan pendapatnya
tentang sisi-sisi yang sudut-sudut yang terjadi
pada dua bangun datar yang sebangun dan
yang kongruen.
Inti 1. Guru menyajikan informasi awal mengenai cara 60 menit
 Belajar menemukan perbedaan antara dua bangun
kelompok sebangun dan kongruen.
 Inkuiri 2. Siswa dibagi dalam kelompok kooperatif (4
 Bertanya orang)
 Penilaian
3. Siswa dalam kelompoknya melakukan
Autentik
pengamatan terhadap unsur- unsur dari dua
bangun datar yang sebnagun dan kongruen.
4. Siswa mengisi LKS yang diberikan.
5. Guru berkeliling untuk membimbing setiap
kelompok sambil melakukan tanya jawab dan
melaksanakan penilaian kinerja tiap kelompok
6. Beberapa kelompok yang ditunjuk diberi
kesempatan mengemukakan hasil kinerja
kelompoknya dan guru melakukan penilaian

57
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
kinerja kelompok
7. Guru dan siswa melakukan diskusi kelas untuk
menarik kesimpulan.
8. Guru memberikan penguatan dan
pengembangan konsep serta aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari, contohnya pada
pengubinanan untuk kekongruenan dan lainnya.
Penutup Refleksi 10 menit

 Siswa dengan dibimbing oleh guru merangkum


hasil pembelajaran hari ini
 Guru memberikan penghargaan pada
kelompok terbaik dari hasil penilaian kinerja
dan penguasaan konsep
 Guru memberi tugas untuk pertemuan
berikutnya yaitu mengerjakan soal-soal uraian
yang melibatkan persegi panjang, trapesium,
segitiga dan jajar genjang, siswa diminta
menentukan pasangan bangun mana yang
mungkin sebangun.

58
DAFTAR PUSTAKA
Alberta Learning. 2004. Focus on inquiry : A Tacher’s Guide To Implementing Inquiry-
Based Learning, (online) (http://www.lrc.learning.gov.ab.ca)
Al-Tabany,T. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Dan Kontekstual
(Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum 2013). Jakarta : Kencana.
Buck Institute for Education. 1999. Project Based Learning.http://www.bgsu.edu/
organizations/etl/proj.html.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Modul pelatihan implementasi kurikulum
2013 SMP/MTS matematika. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Pembelajaran berbasis kompetensi mata
pelajaran matematika (Peminatan) melalui pendekatan saintifik. Jakarta:
DIREKTORAT PSMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ngalimun. (2014). Strategi dan model pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Okudan, G & Sarah, E. 2004. “A project-Based Approach to Entreprenurial Leadership
Education”. Journal Technovation. Desember. Volume XX, hlm 1-16.
Sani, R. A. (2014). Pembelajaran saintifik untuk implementasi kurikulum 2013. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Sanjaya,W. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta :
Kencana.
Stripling,B. 2009. Project Based Learning : Inspiring Middle School Students to Enggage in
Deep and Active Learning. New York : NYC Department of Education.
Thomas,J.W. 2000. A Review of Research on Project Based Learning.Online.
(http://www.bie.org/research/study/review_of_project_based_learning_2000)

59
60
61

Anda mungkin juga menyukai