Anda di halaman 1dari 18

KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Peminov II yang diampu oleh
Dr. Hj. Masriyah, M.Pd. dan Dr. PradnyoWijayanti, M.Pd.

Oleh :
Kelompok 3
Hamam Fajar Nur Harits 17030174033
Seftyana Ayu Susanti 17030174042
Nanda Putri Wahyuni 17030174043
Renata Nurlaily R. J. 17030174048
Mukhamad Farid 17030174084
Nabilah Kartika Sukmawati 17030174093

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2019
Daftar Isi

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 1

A. PENGERTIAN ................................................................................................................. 2

B. LANDASAN TEORI ....................................................................................................... 3

C. KARAKTERISTIK DAN TUJUAN .............................................................................. 4

1. KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH .................................................. 4


2. TUJUAN PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR ............................................................... 6

D. SINTAKS .......................................................................................................................... 8

E. PENILAIAN .................................................................................................................. 11

F. MANFAAT ..................................................................................................................... 13

G. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN ............................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

1
A. Pengertian

Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang ada di
dunia nyata. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) berkaitan
dengan penggunaan inteligensi dari dalam diri individu yang
berada dalam sebuah kelompok orang, atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang
bermakna, relevan, dan kontekstual.
Berikut adalah definisi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) berdasarkan pendapat dari beberapa ahli.
1. Boud dan Feletti dalam Rusman (2010) mengemukakan bahwa Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah inovasi
yang paling signifikan dalam pendidikan.
2. Margetson dalam Rusman (2010) mengatakan bahwa Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning) membantu untuk meningkatkan perkembangan
keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis,
dan belajar aktif,serta memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi,
kerja kelompok, dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding model
lain.
3. “Problem Based Learning ( PBL) is a method of learning in which learners firsten
counter a problem followedby a systematic, learned centered inquiry and reflection
process”. Artinya Problem Based Learning (PBL) adalah suatu metode pembelajaran
dimana pembelajar bertemu dengan suatu masalah yang tersusun sistematis,
penemuan terpusat pada pembelajar dan poses refleksi (Teacher and Edcucational
Development ,2002).
4. Menurut Jodion Siburian, dkk dalam Utami (2011), Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang
berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada
suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah
tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.
5. Muslimin dalam Utami (2011) mengatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah
(Problem Based Learning) adalah suatu model untuk membelajarkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah,
belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri.
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru

2
memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam
pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah
model pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah kepada peserta didik dimana
masalah tersebut dialami atau merupakan pengalaman sehari-hari peserta didik.
Selanjutnya peserta didik menyeleseikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan
baru. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ini merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.

B. Landasan Teori

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based Learning (PBL)


didasarkan pada hasil penelitian Barrow and Tamblyn dan pertama kali diimplementasikan
pada sekolah kedokteran di Mc Master University Kanda pada tahun 60-an. PBM sebagai
sebuah pendekatan pembelajaran diterapkan dengan alasan bahwa PBM sangat efektif
untuk sekolah kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian
dituntut untuk memecahkannya. PBM lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan
pendekatan pembelajaran tradisional.
Landasan teori PBM adalah kolaborativisme, suatu pandangan yang berpendapat
bahwa mahasiswa akan menyusun pengetahuan degan cara membangun penalaran dari
semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil
kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal tersebut juga menyiratkan bahwa
proses pembelajaran berpindah dari transfer informasi fasilitator mahasiswa ke prose
konstruksi pengetahuan yang sifatnya social dan individual. Menurut paham
kosntruktivisme, manusia hanya dapat memahami melalui segala sesuatu yang
dikonstruksinya sendiri. PBM memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai jika
kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan,
dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Cara tersebut bertujuan agar mahasiswa memilki
pengalaman sebagaiamana nantinya mereka hadapi di kehidupan profesionalnya.
Pengalaman tersebut sangat penting karena pembelajaran yang efektif dimulai dari

3
pengalaman konkrit. Pertanyaan, pengalaman, formulasi, serta penyususan konsep tentang
pemasalahan yang mereka ciptakan sendiri merupkan dasar untuk pembelajaran.
Ada beberapa teori belajar yang melandasi PBL, yakni sebagai berikut:
1. Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel
Belajar bermakna merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar
(Rusman, 2011: 244). Kaitannya dengan PBL dalam hal mengaitkan informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
2. Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman
baru, menantang dan ketika berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan.
Vigotsky menekankan pentingnya aspek sosial belajar, meyakini bahwa interaksi
sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan
perkembangan intelektual belajar (Arends 2008: 47).
Kaitannya dengan PBL adalah mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar saat berinteraksi sosial dengan
teman lain.
3. Teori Belajar Jerome S. Bruner
PBL menyandarkan diri pada konsep lain yang berasal dari Bruner, yakni idenya
tentang scaffolding (Arends, 2008: 48). Bruner mendeskripsikan scaffolding sebagai
sebuah proses untuk membantu siswa mengatasi masalah tertentu yang berada di luar
kapasitas perkembangannya dengan bantuan guru, teman atau orang yang lebih
mampu.

C. Karakteristik dan Tujuan

1. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah


Karakteristik problem basedlearning ciri yang paling utama dari model
pembelajaran PBL yaitu dimunculkannnya masalah pada awal pembelajarannya
berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model
pengajaran itu. Ada beberapa karakteristik pembelajaran berbasis masalah, Arends
(1997) mengidentifikasikan 5 karakteristik sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

4
Pembelajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan di sekitar
prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, tapi juga mengorganisakian
pengajaran dengan pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Pengajuan pertanyaan dalam
model pembelajaran ini bukan hanya sekedar pernyataan biasa, melainkan
memiliki karakteristik tertentu, yaitu :
1. Autentik, yaitu masalah harus berakar pada kehidupan nyata siswa
2. Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, tidak menimbulkan
masalah baru.
3. Mudah dipahami, masalah yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa.
4. Luas dan sesuai tujuan pembelajaran
5. Bermanfaat, yaitu masalah tersebut bermanfaat bagi siswaa.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu
seperti IPA, ilmu sosial, matematika. Namun demikian, masalah yang akan
diselidiki telah dipilih secara nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat
meninjau masalah dari berbagai mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik
Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganlisis informasi,
melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan
kesimpulan. Tentu, metode penyelidikan ynag digunakan, bergantung kepada
masalah yang sedang dipelajari.
d. Menghasilkan produk/karya dan menampilkannya
Pembelajaran berbasis masalah menuntun siswa untuk menghasilkan
produk dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk yang
dibuat dapat berupa transkrip, laporan, medel fisik, vidio maupun program
komputer. Karya nyata direncanakan oleh siswa untuk didemonstrasikan kepada
siswa lain tentang apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran berbasis masalah
dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya secara

5
berpasangan maupun dengan kelompok kecil. Dengan bekerja sama diharapakan
dapat memberikan motivasi siswa untuk secara berkelanjutan terlibat dalam
tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan
dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampialan
berpikir.
e. Kerja sama
PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lain, baik
secara berpasangan maupun kelompok kecil. Kerja sama ini memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan dalam memperbanyak dialog,
mengembangkan ide-ide untuk mengembangkan keterampilan sosial dan berpikir.

2. Tujuan Pembelajaran dan Hasil Belajar


Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya, namun dikembangkan untuk membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata, dan menjaipebelajar yang otonom dan mandiri.
Berikut ini uraian ketiga tujuan tersebut.
a. Keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah
Berbagai macam ide telah digunakan untuk memerikan cara seseorang
berpikir. Terlebih dahulu akan diuraikan definisi berpikir, sebagai berikut.
 Berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi,
deduksi, klasifikasi, penalaran.
 Berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan objek nyata dan
kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk
menemukan prinsip-prinsip esensial tentang obyek dan kejadian itu.
 Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai
kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan secara seksama.
LaurenResnick (dalam Ibrahim, 2000:8-9) mengajukan pernyataan tentang
berpikir tingkat tinggi sebgai berikut.
 Berpikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmatik. Yaitu alur tindakan yang
tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya.
 Berpikir tingkat tinggi cenderung komples. Keseluruhan alurnya tidak dapat
diamati dari satu sudut pandang.

6
 Berpikir tingkat tinggi seringkali menghasilkan banyak solusi, masing-
masing keuntungan dan kerugian , daripada solusi tunggal.
 Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan.
 Berpikir tingkat tinggi melibatkan penerapan banyak kriteria, yang kadang-
kadang bertentangan satu dengan lainnya.
 Berpikir tingkat tinggi seringkali melibatkan ketidakpastian.
 Berpikir tingkat tinggi melibatkan pencarian makna.
 Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengarahan kerja mental saat
melakukan berbagai jenis pertimbangan yang dibutuhkan.
Meskipun proses berpikir memiliki beberapa kesamaan antar situasi, proses
ini juga bervariasi bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Karena pada
hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan tingkat tinggi tidak dapat
diajakan menggunakan pendekatan yang rirancang untuk mengajarkan ide dan
keterampilan yang lebih konkrit.
b. Pemodelan Peranan Orang Dewasa
Resnick (dalam Ibrahim, 10-11) memberikan alasan tentang bagaimana
Pembelajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi
kehidupan nyata dan belajar pentingnya peran orang dewasa. Resnick
memberikan contoh bagaimana pembelajaran sekolah seperti;
 Pembelajaran di sekolah berpusat pada kinerja siswa secara individual,
sementara di luar sekolah kerja mental melibatkan kerjasama yang lain.
 Pembelajaran di sekolah terpusat pada proses berpikir tanpa bantuan,
sementara aktivitas mental di luar sekolah melibatkan alat-alat kognitif
seperti komputer, instrumen ilmiah lainnya.
 Pembelajaran di sekolah mengembangkan berpikir simbolik berkaitan
dengan situasi hipotesis, sementara aktivitas mental di luar sekolah
menghadapkan masing-masing individu secara langsung dengan benda dan
situasi konkrit dan nyata.
 Pembelajaran di sekolah memusatkan pada keterampilan umum (membaca,
menghitung, dan menulis) dan pengetahuan umum (sejarah dunia, unsur-
unsur kimia).
Pandangan Resnick tersebut memberikan alasan bahwa bentuk
pembelajaran ini penting untuk menjembatani antara pembelajaran sekolah

7
formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis dijumpai di luar sekolah.
Pembelajaran berdasarkan masalah sesuai dengan aktivitas mental di luar
sekolah:
 Pembelajaran berdasarkan masalah mendorong kerja sama dalam
menyelesaikan mental
 Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki elemen-elemen belajar magang.
 Pembelajaran berdasarkan masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan
pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan
menjelaskan fenomena nyata dan membangun pemahamannya tentang
fenomena itu.

c. Pebelajar yang Otonom dan Mandiri

Dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan


mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, menyelesaikan masalah
nyata dan menyelesaikan tugas-tugas mereka sendiri, siswa belajar untuk
menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam hidupnya kelak.

D. Sintaks

Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem BasedLearning)


adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem BasedLearning)

Tahapan Tingkah Laku Guru


Tahap 1: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
kepada masalah memotivasi siswa agar terlibat pada
pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2: Guru membantu siswa mendefinisikan dan
Mengorganisasi mengorganisasikan tugas belajar yang
siswa untuk belajar berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
Membimbing penyelidikan informasi yang sesuai, melaksanakan
individual dan kelompok eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan

8
dan pemecahan masalahnya
Tahap 4: Guru membantu siswa merencanakan dan
Mengembangkan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
menyajikan hasil karya video dan model serta membantu mereka
berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5: Guru membantu siswa melakukan refleksi atau
Menganalisis dan mengevaluasi evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
Proses pemecahan masalah proses-proses yang mereka gunakan.

1. Fase 1: Mengorientasikan Siswa pada Masalah

Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-


aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting
dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa. Di
samping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru
akan mengevaluasi proses pembelajaran. Empat hal penting pada proses ini, yaitu:
1) Tujuan utama pembelajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi
baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting
dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri.
2) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak
“benar”, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak
penyelesaian dan seringkali bertentangan.
3) Selama tahap penyelidikan (dalam pembelajaran ini), siswa didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi, guru akanbertindak sebagai
pembimbing yang siap membantu, tetapi siswa harus berusaha untuk bekerja
mandiri atau dengan temannya.
4) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-
idenya secara terbuka dan penuh kebebasan, tidak ada ide yang akan ditertawakan
oleh guru atau teman sekelas, semua siswa diberi peluang untuk menyumbang
kepada penyelidikan dan menyampaikan ide- ide mereka.
2. Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
Disamping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, PBL juga
mendorong siswa untuk berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan
kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan membentuk kelas-kelas siswa dimana masing-masing kelas akan

9
memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa
dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelas harus
heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor
sebaya, dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja
masing-masing kelas untuk menjaga kinerja dan dinamika kelas selama pembelajaran.
Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelas belajar
selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik- subtopik yang spesifik, tugas-tugas
penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah
mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan
dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap
permasalahan tersebut.
3. Fase 3: Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelas
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan
memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, tetapi pada umumnya tentu melibatkan
karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan
penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi
merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa
untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual)
sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah
agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide
mereka sendiri.
Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah
dalam buku-buku. Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada siswa
untuk beripikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai
pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan. Setelah siswa mengumpulkan
cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki,
selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan,
dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong siswa untuk
menyampaikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut.
Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir tentang
kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang
dikumpulkan. Pertanyaan-pertanyaan berikut kiranya cukup memadai untuk
membangkitkan semangat penyelidikan bagi siswa. ”Apa yang Anda butuhkan agar

10
Anda yakin bahwa pemecahan dengan cara Anda adalah yang terbaik?” atau ”apa yang
dapat Anda lakukan untuk menguji kelayakan pemecahanmu?” atau ”apakah ada solusi
lain yang dapat Anda usulkan?”. Oleh karena itu, selama fase ini, guru harus
menyediakan bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu aktivitas siswa dalam
kegaitan penyelidikan.
4. Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artefak (Hasil Karya) dan
Memamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan
pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, tetapi bisa suatu video tape
(menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model
(perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program
komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat
dipengaruhi tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya adalah memamerkan
hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik
jika dalam pemeran ini melibatkan siswa-siswa lainnya, guru- guru, orangtua,
dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
5. Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk
membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan
keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase
ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang
telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali
memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka
yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima penjelasan
lebih siap dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa
penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka?
Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah ketika penyelidikan
berlangsung? Apa penyebab perubahan itu? Apakah mereka akan melakukan
secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih banyak lagi
pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan
menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.

E. Penilaian
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.

11
Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang
sistematis pekerjaan-pekerjaan siswa yang dianalisis untuk melihat kemajuan
belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan
pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi
diri (self-assessment) dan peer-assessment.
a. Self-assessment
Penilaian yang dilakukan oleh siswa itu sendiri terhadap usaha-
usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin
dicapai (standard) oleh siswa itu sendiri dalam belajar.
b. Peer-assessment
Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian
terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya
sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini.
i. Penilaian kinerja siswa. Pada penilaian kinerja ini, siswa diminta untuk
unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas
tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen,
menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu,
atau melukis suatu gambar.
ii. Penilaian portofolio siswa. Penilaian portofolio adalah penilaian
berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan 210 informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam suatu periode
tertentu. Informasi perkembangan siswa dapat berupa hasil karya terbaik
siswa selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan,
atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu
mata pelajaran.
iii. Penilaian potensi belajar. Penilaian yang diarahkan untuk mengukur
potensi belajar siswa yaitu mengukur kemampuan yang dapat
ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang lebih maju.
PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan
siswa untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
iv. Penilaian usaha kelompok. Menilai usaha kelompok seperti yang
dilakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada PBL.
Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering

12
terjadi, misalnya membandingkan siswa dengan temannya. Penilaian dan
evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah
menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil pekerjaan
mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama – sama.

F. Manfaat

Menurut Smith (dalam Amir, 2013: 27), manfaat pembelajaran berbasis masalah
yaitu sebagai berikut:
1. Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar
Kedua hal ini ada kaitannya, kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan
konteks praktiknya, maka kita akan menjadi lebih ingat. Pemahaman juga demikian,
dengan konteks yang dekat dan sekaligus melakukan banyak mengajukan pertanyaan
menyelidiki bukan sekedar hafal saja maka pembelajaran akan lebih memahami
materi.
2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan.
Dengan kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks
praktik, pembelajaran bisa merasakan lebih baik konteks operasinya di lapangan.
3. Mendorong untuk berfikir
Dengan proses yang mendorong pembelajaran untuk mempertanyakan, kritis, reflektif
maka manfaat ini berpeluang terjadi. Pembelajaran dianjurkan untuk tidak terburu-
buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan argumennya dan fakta-fakta
yang mendukung alasan. Nalar pembelajaran dilatih dan kemampuan berpikir
ditingkatkan. Tidak sekedar tahu, tetapi juga dipikirkan.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial.
Pembelajaran diharapkan memahami perannya dalam kelompok, menerima
pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang
barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan yang sering disebut bagian dari
softskills ini, seperti juga hubungan interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam
hal tertentu, pengalaman kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka
mempertimbangkan strategi memutuskan dan persuasif dengan orang lain.
5. Membangun kecakapan belajar
Pembelajaran perlu dibiasakan untuk mampu belajar terus menerus. Ilmu
keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus berkembang, apapun bidang

13
pekerjaannya. Jadi mereka harus mengembangkan bagaimana kemampuan untuk
belajar.
6. Memotivasi pembelajaran
Motivasi belajar pembelajaran, terlepas dari apapun metode yang digunakan, selalu
menjadi tantangan. Dengan model pembelajaran berbasis masalah, kita punya peluang
untuk membangkitkan minat dari dalam diri, karena kita menciptakan masalah dengan
konteks pekerjaan.

G. Kelebihan dan Kelemahan

Kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah menurut Sanjaya (2006:220) adalah:


1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
bacaan.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan siswa
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata
pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti
oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
7. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis
dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan
baru.
9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
Menurut Djamarah (2006: 93), kelemahan dari pembelajaran berbasis masalah
adalah:

14
1. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir
siswa, serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa sangat
memerlukan keterampilan dan kemampuan guru.
2. Proses belajar dengan pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang
cukup lama.
3. Mengubah kebiasaan siswa dari belajar dengan mendengarkan dan menerima
informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah
merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

15
Daftar Pustaka

Amir, M. Taufik. 2013. Inovasi Pendidikan Melalui Problem BasedLearning. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group

Arends, Richard. 2008. LearningtoTeach: Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:


PT. Rajagrafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group

16
17

Anda mungkin juga menyukai