Anda di halaman 1dari 37

REVISI

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran Matematika

Disusun Oleh :

Kelompok : 3

Nama Anggota : 1. Atika Rahmah NIM. 0305212086

2. Avita Salsabila NIM. 0305212046

3. Cici Wulandari Sitorus NIM. 0305212115

4. Nurul Fatma Dewi Mardianto NIM. 0305212099

Kelas : PMM-2

Semester : IV

Dosen Pengampu : 1. Dr. Asrul, M. Si


2. Raudiyah Rizki Ritonga, M. Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat Allah Swt., karena telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “Model-Model Pembelajaran” ini, untuk memenuhi
tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Matematika semaksimal mungkin.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membimbing
dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini terkhususnya kepada Bapak
Dr. Asrul, M. Si dan Ibu Raudiyah Rizki Ritonga, M. Pd Selaku dosen mata
kuliah Strategi Pembelajaran Matematika.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu kami mohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan dan penyusunan makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran
bagi pembaca yang dapat membangun, sebagai bahan pertimbangan kami untuk
makalah kedepannya.
Harapan kami semoga dengan makalah ini, dapat menambah wawasan
pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua serta dapat di jadikan
tuntunan dan dapat menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Medan, 12 Maret 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1

1.1 Latar Belakang .........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................1

1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................2

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...............................................................................3

2.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ................................................3

2.2 Model Pembelajaran Berbasis Proyek ...................................................7

2.3 Model Discovery Learning ......................................................................13

2.4 Model Pembelajaran Inkuiri .................................................................18

2.5 Model Pembelajaran Induktif ..............................................................23

2.6 Model Pembelajaran Kooperatif ..........................................................27

BAB III PENUTUP ............................................................................................32

3.1 Kesimpulan .............................................................................................32

3.2 Saran ........................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................33

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran, terdapat
beberapa komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen
materi, komponen strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi. Masing-
masing komponen tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama
lain. Dan komponen-komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh
guru dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai
prinsip atau teori sebagai pijakan dalam pengembangannya. Biasanya
mempelajari model-model pembelajaran didasarkan pada teori belajar yang
dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran. Model tersebut merupakan
pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai kompetensi/tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Jocyce & Weil berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum dan pembelajaran di kelas atau di luar kelas. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efesien untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana model pembelajaran berbasis masalah ?
2. Bagaimana model pembelajaran berbasis proyek ?
3. Bagaimana model discovery learning ?
4. Bagaimana model pembelajaran Inkuiri ?
5. Bagaimana model pembelajaran induktif ?
6. Bagaimana model pembelajaran kooperatif ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui model pembelajaran berbasis masalah
2. Mengetahui model pembelajaran berbasis proyek

1
3. Mengetahui model discovery learning
4. Mengetahui model pembelajaran Inkuiri
5. Mengetahui model pembelajaran induktif
6. Mengetahui model pembelajaran kooperatif

1.4 Manfaat Penulisan


1. Sebagai referensi bagi pembaca yang dapat berguna dalam menelaah
berbagai model-model pembelajaran baik itu defenisi, karakteristik,
kelebihan dan kekurangan, tujuan, serta prosedur dari model pembelajaran
tersebut.
2. Sebagai sumber dan bahan bagi kita khususnya calon pendidik untuk
menggali dan memilih model-model pembelajaran yang akan diterapkan
pada proses pembelajaran nantinya.

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Model Pembelajaran Berbasis Masalah


2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) diadopsi dari istilah


Inggris Problem Based Instruction (PBI). Model pengajaran berdasarkan
masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Pengajaran berdasarkan
masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses
berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran Berbasis
Masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM
kemampuan berpikir siswa betul-betul di optimalisasikan melalui proses
kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat
memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2010:92-94) pengajaran berdasarkan
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa
mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri dan keterampilan
berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan ketrampilan
pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri (Hmelo-Silver, 2004;
Serafino & Ciccheilli, 2005). Boud dan Feletti (1997) mengemukakan bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam
pendidikan. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang
efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini
membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial

3
dan sekitarnya. Pembelajaran ini untuk mengembangkan pengetahuan dasar
maupun kompleks.

Adapun pendapat Riyanto (2010:285) mengatakan, “Pembelajaran


berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan
dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah”. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran
berbasis masalah adalah: model pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran. Dalam hal ini siswa
terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi
pelajaran.

Beberapa definisi menurut para ahli di atas dapat penulis simpulkan


bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan masalah sebagai langkah untuk mengumpulkan
pengetahuan, sehingga dapat merangsang siswa untuk berpikir kritis dan
belajar secara individu maupun kelompok kecil sampai menemukan solusi
dari masalah tersebut. Peran guru pada model pembelajaran masalah yaitu
sebagai fasilitator dan membuktikan asumsi juga mendengarkan perspektif
yang ada pada siswa sehingga yang berperan aktif di dalam kelas pada saat
pembelajaran adalah siswa.

2.1.2 Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah


a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Artinya, pembelajaran
berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan
dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna untuk siswa. Pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah
memenuhi kriteria sebagai berikut:
• Autentik, yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia
nyata siswa dari pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.

4
• Jelas, yaitu masalah dirumuskan dengan jelas dan tidak menimbulkan
masalah baru.
• Mudah dipahami, yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah
dipahami dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
• Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, artinya masalah tersebut
mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan
waktu, ruang dan sumber yang tersedia dan didasarkan pada tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
• Bermanfaat, yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan
haruslah bermanfaat, yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir
memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar
siswa.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Artinya, meskipun
pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran
tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan
diselidiki telah yang dipilih benar- benar nyata agar dalam
pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik. Artinya, pengajaran berbasis masalah
mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat
ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan
eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan
kesimpulan.
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya. Artinya,
pengajaran berbasis masalah menuntut siswa menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka
temukan.
e. Kolaborasi. Artinya, pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh
siswa yang bekerja satu sama dengan yang lainnya, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok kecil.

5
2.1.3 Keunggulan dan Kelemahan Dari Model Pembelajaran Berbasis
Masalah
a. Kelebihan
• Model pembelajaran ini dapat membuat pendidikan di sekolah
menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia
kerja.
• Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat
membiasakan para peserta didik menghadapi dan memecahkan
masalah secara terampil dimana pun dan kapan pun.
• Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir peserta
didik secara kreatif dan menyeluruh.
• Dapat membuat situasi belajar peserta didik menjadi lebih
bersemangat, bermutu dan berdaya guna.
b. Kekurangan
• Masalah yang dipilih dan diambil harus sesuai dengan tingkat
berpikir, kematangan dan perkembangan peserta didik.
• Waktu yang digunakan dalam proses belajar mengajar cukup lama
dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain.
• Sudah tertanamnya kebiasaan belajar peserta didik dengan sistem
atau cara mendengarkan atau menerima informasi dari guru terlebih
dahulu akan tetapi berubah menjadi belajar dengan banyak berpikir
memecahkan permasalahan sendiri maupun kelompok.
• Guru akan mengalami kesulitan terutama dalam mengevaluasi
secara tepat proses pemecahan masalah yang dilakukan peserta
didik.
• Sangat sulit menentukan jenis permasalahan yang tepat untuk
digunakan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik.
2.1.4 Tujuan dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan pemecahan masalah.
b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik.

6
Belajar peranan orang dewasa yang autentik maksudnya ialah
melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, sehingga
memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman terhadap fenomena
tersebut secara mandiri.
c. Menjadi pembelajar yang mandiri.
2.1.5 Prosedur atau Langkah-langkah Pada Model Pembelajaran Berbasis
Masalah
a. Orientasi siswa kepada masalah: guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa
untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok: guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: guru membantu siswa
dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model serta membantu mereka untuk berbagai tugas dengan
temannya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Contohnya
guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.2 Model Pembelajaran Berbasis Proyek


2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning)

Menurut Afriana (2015), pembelajaran berbasis proyek merupakan


model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan memberikan

7
pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Pengalaman belajar
peserta didik maupun konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan
dalam proses pembelajaran berbasis proyek. Grant (2002) mendefinisikan
project based learning atau pembelajaran berbasis proyek merupakan
model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk melakukan
suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik. Peserta didik secara
konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan
berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata,
dan relevan.

Made Wena (dalam Lestari, 2015: 14) menyatakan bahwa model


pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran
dikelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek merupakan suatu
bentuk kerja yang memuat tugas-tugas kompleks berdasarkan kepada
pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang dan menuntun peserta
didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan,
melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta
didik untuk bekerja secara mandiri. Daryanto dan Mulyo Rahardjo (2012)
mendefinisikan project based learning merupakan model pembelajaran
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan
dan mengintegrasikan pengetahuan berdasarkan aktifitas dan pengalaman
secara nyata.

Berdasarkan beberapa pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan


bahwa model pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran
berpusat pada siswa yaitu berangkat dari suatu latar belakang masalah, yang
kemudian dilanjutkan dengan investigasi supaya peserta didik memperoleh
pengalaman baru dari beraktivitas secara nyata dalam proses pembelajaran
dan dapat menghasilkan suatu proyek untuk mencapai kompetensi aspektif,
kognitif, dan psikomotorik. Hasil akhir dari kerja proyek tersebut adalah
suatu produk yang antara lain berupa laporan tertulis atau lisan, presentasi
atau rekomendasi.

8
2.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Menurut Buck Institute for Education Al-Tabany (2014)
menyatakan bahwa pembelajaran yang berbasis proyek memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Peserta didik membuat kerangka kerja dan keputusan.
b. Ada Masalah yang belum diputuskan pemecahannya sebelumnya
c. Peserta didik sebagai perancang proses untuk mencapai hasil.
d. Peserta didik bertanggung jawab untuk memperoleh dan mengolah
informasi yang didapatkan
e. Melakukan evaluasi secara berkelanjutan.
f. Peserta didik secara teratur mengecek kembali apa yang telah
dikerjakan.
g. Hasil akhir berupa karya dan melakukan evaluasi terhadap kualitasnya.
h. Terdapat toleransi kesalahan dan perubahan.

Menurut Sani (2014) karakteristik model pembelajaran berbasis


proyek yang efektif antara lain: memberikan instruksi kepada peserta didik
untuk mengeksplorasi ide dan pertanyaan penting, merupakan proses
penyidikan, berkaitan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, peserta
didik membuat karya dan presentasi secara mandiri, melakukan investigasi,
menarik kesimpulan, dan menghasilkan produk dengan menggunakan
keterampilan berpikir kreatif, kritis, dan informatif dan berkaitan dengan
permasalahan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa


karakteristik model pembelajaran berbasis proyek adalah melibatkan dan
mengutamakan peserta didik secara langsung dalam pembelajaran untuk
mengatasi permasalahan secara mandiri, mengarahkan peserta didik untuk
mampu melakukan investigasi dan mengelola informasi yang didapatkan
serta peserta didik mampu menghasilkan suatu proyek/ karya pada proses
pembelajaran.

9
2.2.3 Keunggulan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Menurut Daryanto (2014) kelebihan dari pembelajaran berbasis
proyek (Project Based Learning) antara lain:
1) Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam
mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam proyek lebih
menyenangkan dari pada komponen kurikulum lain.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber
yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat
siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem kompleks.
3) Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek
memerlukan peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
4) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila diimplementasikan
secara baik maka peserta didik akan belajar dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, membuat alokasi waktu dan sumber-sumber
lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
5) Meningkatkan ketrampilan peserta didik dalam mengelola sumber
belajar.
6) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
7) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik
kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
8) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta
didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

Adapun menurut Sani (2014) kelemahan pembelajaran berbasis


proyek (Project Based Learning) adalah:
1) Membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan
menghasilkan produk.
2) Membutuhkan biaya yang cukup.
3) Membutuhkan guru yang terampil dan mau belajar.
4) Membutuhkan fasilitas, peralatan, dan bahan yang memadai.

10
5) Tidak sesuai untuk peserta didik yang mudah menyerah dan tidak
memiliki pengetahuan serta ketrampilan yang dibutuhkan.
6) Kesulitan melibatkan semua peserta didik dalam kerja kelompok.

2.2.4 Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Proyek


Di jelaskan dalam buku Materi Pelatihan Guru Implementasi
Kurikulum 2013 (2014, h. 50), menyatakan bahwa setiap model
pembelajaran pasti memiliki tujuan dalam penerapannya. Tujuan model
pembelajaran berbasis proyek antara lain:
1) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah
proyek.
2) Memperoleh kemampuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran.
3) Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek
yang kompleks dengan hasil produk nyata.
4) Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek.
5) Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada model
pembelajaran berbasis proyek yang bersifat kelompok.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan


model pembelajaran berbasis proyek adalah, meningkatkan kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah proyek, memperoleh kemampuan lebih
dari model yang diterapkan, membuat siswa manjadi lebih aktif dalam
proses pembelajaran, mengembangkan dan meningkatkan keterampilan
siswa, dan juga meningkatkan kolaborasi serta interaksi antara siswa satu
dengan siswa lain karena pembelajaran proyek bersifat kelompok atau tim.

2.2.5 Prosedur model pembelajaran berbasis proyek


Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Learning
sebagaimana yang dikembangkan oleh The George Lucas Educational
Foundation terdiri dari:
a. Dimulai dengan pertanyaan yang esensial
Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai
dengan suatu investigasi mendalam. Pertanyaan esensial diajukan untuk

11
memancing pengetahuan, tanggapan, kritik dan ide peserta didik
mengenai tema proyek yang akan diangkat.
b. Perencanaan aturan pengerjaan proyek
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
c. Membuat jadwal aktifitas
Pendidik dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas
dalam menyelesaikan proyek. Jadwal ini disusun untuk mengetahui
berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek.
d. Me-monitoring perkembangan proyek peserta didik.
Pendidik bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring
dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses.
e. Penilaian hasil kerja peserta didik
Penilaian dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan
masingmasing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pendidik
dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f. Evaluasi pengalaman belajar peserta didik
Pada akhir proses pembelajarannya, pendidik dan peserta didik
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudh
dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu amupun
kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek.
Adapun juga langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek
menurut Sani (2014:181) sebagai berikut:
1) Penyajian suatu permasalahan. Permasalahan diajukan dalam bentuk
pertanyaan.

12
2) Membuat perencanaan. Guru perlu merencanakan standar kompetensi
yang akan dikaji ketika membahas permasalahan.
3) Menyusun penjadwalan. Siswa harus pembuat penjadwalan
pelaksanaan proyek yang disepakati bersama guru.
4) Memonitor pembuatan proyek. Pelaksanaan pekerjaan siswa harus
dimonitor dan difasilitasi prosesnya.
5) Melakukan penilaian. Penilaian dilakukan secara autentik dan guru
perlu memvariasikan jenis penilaian yang digunakan.
6) Evaluasi. Memberikan kesempatan pada siswa dalam melakukan
refleksi pembelajaran yang telah dilakukan baik secara individu maupun
kelompok.

2.3 Model Discovery Learning (Pembelajaran Penemuan)


2.3.1 Pengertian Model Discovery Learning
Menurut Djamarah (2018: 22) model discovery learning adalah
belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam pembelajaran penemuan ini
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya, tidak melalui
pemberitahuan, tetapi sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam
menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan,
membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk
menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Model pembelajaran discovery learning disebut juga sebagai
pendekatan inkuiri bertitik tolak pada suatu keyakinan dalam rangka
perkembangan murid secara independen. Model ini membutuhkan
partisipasi aktif dalam penyelidikan secara ilmiah (Alma dkk, 2010).
Menurut Hosnan (2014) dalam Susana (2012:6) discovery learning adalah
suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan
lama dalam ingatan.
Sanjaya (2006:128), menyatakan bahwa model pembelajaran
discovery learning adalah pembelajaran yang mana bahan pelajarannya
dicari serta ditemukan sendiri oleh peserta didik lewat berbagai aktivitas,

13
sehingga dalam pembelajaran ini tugas guru lebih kepada fasilitator dan
pembimbing bagi peserta didik. Model pembelajaran penemuan (Discovery)
merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya
pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,
melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pengertian dari beberapa para ahli tersebut dapat
disimpulkan bahwa model discovery Learning adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mencari atau menemukan
informasi pengetahuan sendiri dan siswa tersebut hanya mendapatkan
sebagian pengetahuan saja dari gurunya. Discovery Learning adalah materi
atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam
bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang
ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian
mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan
mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
2.3.2 Karakteristik Model Discovery Learning
Hosnan (2014: 284), mengemukakan bahwa terdapat 3 ciri utama
discovery learning yaitu:
a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.
Siswa dapat menentukan solusi dari suatu permasalahan yang ada.
b. Berpusat pada peserta didik atau siswa
Dalam model pembelajaran ini, proses pembelajaran lebih banyak
melibatkan siswa dan guru hanya sebagai fasilitator untuk memberi
kemudahan siswa dalam belajar.
c. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
yang sudah ada.
Dalam model ini, siswa menelusuri berbagai pengetahuan dari
sumber/bahan yang diberikan sehingga dapat menemukan pengetahuan
baru.

14
2.3.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Discovery Learning
Hosnan (2014) mengemukakan beberapa kelebihan dari model
discovery learning yakni sebagai berikut:
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
c. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.
d. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.
e. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
f. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
g. Melatih siswa belajar mandiri.
h. Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil.
Kurniasih & Sani (2014) juga mengemukakan beberapa kelebihan
dari model discovery learning, yaitu sebagai berikut.
• Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
• Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
• Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
• Siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Hosnan (2014) mengemukakan beberapa kekurangan dari model
discovery learning yaitu
1) menyita banyak waktu karena guru dituntut mengubah kebiasaan
mengajar yang umumnya sebagai pemberi informasi menjadi fasilitator,
motivator, dan pembimbing,
2) kemampuan berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas, dan
3) tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Setiap
model pembelajaran pasti memiliki kekurangan, namun kekurangan
tersebut dapat diminimalisir agar berjalan secara optimal.

15
2.3.4 Tujuan Model Discovery Learning
Tujuan dari model discovery learning sebagai berikut:
a) Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak
siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b) Siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak,
juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang
diberikan
c) Siswa belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat dalam menemukan.
d) Membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling
membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang
lain.
e) Keterampilan-keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
dipelajari melalui discovery learning lebih bermakna.
f) Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar dalam beberapa
kasus lebih mudah di transfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan
dalam situasi belajar yang baru.
2.3.5 Prosedur Model Discovery Learning
a) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan),
Pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di
samping itu guru dapat memulai kegiatan proses belajar mengajar
dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan kegiatan
belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.
b) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

16
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004).
Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam
bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban
sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang
mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun
siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c) Data Collection (Pengumpulan Data),
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada
para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang
relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004).
Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian peserta didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini
adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
d) Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu (Djamarah, 2002). Langkahnya dengan pengkodean atau
kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan
pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu
mendapat pembuktian secara logis.

17
e) Verification (Pembuktian),
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,
2004). Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang
ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau belum, apakah terbukti atau
tidak.
f) Generalization (Menarik kesimpulan)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk
semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil
verifikasi (Syah, 2004). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik
kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang
menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah
atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang,
serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-
pengalaman itu.

2.4 Model Pembelajaran Inkuiri


2.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri
Kata inkuiri dalam bahasa Inggris berarti pertanyaan, pemeriksaan
atau penyelidikan. Dari pengertian itu, dapat diartikan bahwa inkuiri adalah
proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang
diajukannya. Proses pembelajaran inkuiri adalah proses kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu
permasalahan yang dipertanyakan (Sanjaya, 2010).

Model pembelajaran ini menekankan kepada proses mencari dan


menemukan materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran peserta
didik dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi

18
pelajaran, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing
peserta didik untuk belajar.

Model pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan oleh


Richard Suchman tahun 1962 (Joyce and Well, 2009), untuk mengajar para
peserta didik memahami proses meneliti dan menerangkan suatu kejadian.
Ia menginginkan agar siswa bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi,
kemudian ia mengajarkan kepada siswa prosedur dan menggunakan
organisasi pengetahuan dan prinsip-prinsip umum. Peserta didik melakukan
kegiatan, mengumpulkan, dan menganalisis data, sampai akhirnya peserta
didik menemukan jawaban dari pertanyaan.

Menurut Herry Sukarman (1999: 123), model inkuiri adalah cara


penyampaian mata pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses
mental dalam rangka penemuannya. Menurut Dakir (1989: 54), model
inkuiri adalah model mengajar yang memberi kesempatan pada siswa untuk
menemukan sendiri pemecahan permasalahan atas dasar pemikiran dan
pengamatannya. Lebih lanjut, Syaiful Bahri Djamariah & Aswan Zain
(1996: 22) menyatakan bahwa pendekatan inkuiri adalah belajar mencari
dan menemukan sendiri. Dalam pendekatan sistem pembelajaran ini, guru
menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, tetapi peserta
didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan teknik
pendekatan pemecahan masalah. Jadi, berdasarkan pendapat-pendapat di
atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa model inkuiri adalah cara
mengajar yang menekankan pengalaman mengajar dan mendorong siswa
untuk menemukan konsep dan prinsip sendiri.

2.4.2 Karakteristik Model Pembelajaran Inkuiri


Adapun karakteristik umum dari pembelajaran inkuiri menurut
Jacobsen, et al., (2012), antara lain :
a. Pelajaran dimulai dengan mengangkat suatu permasalahan, atau satu
pertanyaan yang nantinya menjadi focal point untuk keperluan usaha-
usaha investigasi peserta didik.

19
b. Peserta didik memiliki tanggung jawab utama dalam menyelidiki
masalah-masalah dan memburu pertanyaan-pertanyaan.
c. Guru berperan sebagai fasilitator.

Sanjaya (2011) memaparkan beberapa hal yang menjadi ciri utama


pembelajaran inkuiri, antara lain :
a. Menekankan kepada aktivitas peserta didik secara maksimal untuk
mencari dan menemukan, yang berarti menempatkan peserta didik
sebagai subjek belajar.
b. Seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari
dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self-
belief).
c. Mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan
kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari
proses mental.
2.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inkuiri
Sanjaya (2011) mengungkapkan model pembelajaran inkuiri
memiliki keunggulan dan kelemahan, sebagai berikut :
a. Merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang,
sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. Memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan
gaya belajar mereka.
c. Merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan
psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses
perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d. Model pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan peserta didik yang
memiliki kemampuan di atas rata-rata. Peserta didik yang memiliki
kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta didik yang
lemah dalam belajar.

Kelemahan dari model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

20
a. Jika strategi pembelajaran inkuiri digunakan sebagai model
pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan
peserta didik.
b. Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur
dengan kebiasaan pelajar dalam belajar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu
yang panjang, sehingga sering guru sulit untuk menyesuaikan dengan
waktu yang telah ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan
peserta didik menguasai materi pelajaran, maka model pembelajaran
inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
2.4.4 Tujuan Model Pembelajaran Inkuiri
Menurut Suyadi (2013: 116) mengatakan bahwa “tujuan utama
pembelajaran inkuiri adalah membantu peserta didik untuk dapat
mengembangkan disiplin ilmu intelektual dan keterampilan berpikir dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas rasa
ingin tahunya tersebut”.
Menurut Usman, dkk (1993: 126), mengemukakan bahwa model
pembelajaran inkuiri memiliki tujuan dan manfaat dalam peningkatan
kreativitas belajar siswa, di antaranya adalah :
a. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam memecahkan
masalah dan mengambil keputusan secara objektif dan mandiri.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu dan cara berpikir objektif, baik secara
individual maupun kelompok.
2.4.5 Prosedur Model Pembelajaran Inkuiri
a. Orientasi
Pada tahap ini, guru melakukan langkah untuk membina suasana
atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap
orientasi ini adalah :
1. Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai oleh peserta didik.

21
2. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-
langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah
merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.
3. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar peserta didik.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta
didik pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang
disajikan adalah persoalan yang menantang peserta didik untuk
memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada
jawabannya, dan peserta didik didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam
pembelajaran inkuiri. Oleh karena itu, melalui proses tersebut peserta
didik akan memperoleh pengalaman berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir.
c. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan
yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji
kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak
adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.
d. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang
dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam
pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental
yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses
pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam

22
belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berpikirnya.
e. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap
diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan
pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan
kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang
diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus
didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan
temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk
mencapai kesimpulan yang akurat, sebaiknya guru mampu
menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan.

2.5 Model Pembelajaran Induktif


2.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Induktif
Hilda Taba adalah teoritikus utama model pembelajaran induktif.
Model pembelajaran ini pada dasarnya dikembangkan berdasarkan proses
berpikir induktif yaitu penarikan kesimpulan dari masalah atau data yang
diperoleh peserta didik. Hilda Taba menyatakan bahwa model pembelajaran
induktif dikembangkan dari mental peserta didik dengan memperhatikan
proses berpikir peserta didik dalam menemukan solusi permasalahan (Bruce
Joyce, Marsha Weil & Emily Calhoun, 1972).

Model pembelajaran induktif adalah model pembelajaran langsung


yaitu berupa transaksi antara siswa dengan data yang berkembang secara
bertahap dari yang sederhana menuju ke tahap yang kompleks. (Sidauruk &
Zandroto, 2011). Menurut Listyaningrum, Sajidan, dan Suciati (2012)
model pembelajaran induktif adalah proses berpikir dari sesuatu yang
bersifat khusus menuju yang bersifat umum. Sesuatu yang bersifat khusus
menekankan pengalaman peserta didik di lapangan seperti, penelitian,
pengamatan, observasi terhadap sesuatu. Sedangkan menurut Wicaksono,
Salimi, dan Suyanto (2016) model pembelajaran induktif merupakan model

23
pembelajaran yang dikembangkan dari strategi belajar yaitu penarikan suatu
kesimpulan dari hal yang bersifat khusus. Huda (2011) menyatakan bahwa
pembelajaran induktif didasarkan pada asumsi bahwa setiap manusia adalah
konseptor alamiah, termasuk siswa. Hal ini mengakibatkan peserta didik
selalu membedakan objek, kejadian, emosi dan melakukan konseptualisasi.

Pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwasanya model


pembelajaran induktif adalah model pembelajaran yang menerapkan proses
berpikir dari sesuatu yang bersifat khusus menuju umum. Hal yang bersifat
khusus dapat berupa pengalaman peserta didik di lapangan seperti
observasi, penelitian, pengamatan dan sebagainya. Hal yang bersifat umum
dapat diperoleh dengan menarik kesimpulan dari pengalaman lapangan
yang dilakukan peserta didik. Dengan demikian, peserta didik akan
mengetahui sebuah konsep dari suatu materi. Asumsi bahwa setiap manusia
adalah konseptor alamiah termasuk peserta didik yang menjadikan model
pembelajaran induktif ini terlahir. Manusia pada dasarnya selalu
membedakan suatu hal dan melakukan konseptualisasi.

2.5.2 Karakteristik Model Pembelajaran Induktif


Karakteristik model pembelajaran induktif menurut Winarso (2014)
sebagai berikut :
a. Pembelajaran dimulai dengan melakukan pengamatan yang bersifat
khusus, kemudian guru membimbing peserta didiknya untuk
menyimpulkan hal yang bersifat khusus tersebut menjadi lebih umum
berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan.
b. Kegiatan peserta didik antara lain mengamati, menyelidiki, memeriksa,
memikirkan, dan menganalisis berdasarkan kemampuan masing-masing
yang bersifat khusus dan membangun konsep yang bersifat umum.
c. Peserta didik ikut berperan aktif dalam penemuan formula, namun
formula yang diperoleh belum lengkap bila ditinjau dari proses
belajarnya, sehingga diperlukan latihan untuk memahami formula yang
dipelajari tersebut.
d. Adanya semangat untuk menemukan suatu konsep, kesadaran akan
hakikat pengetahuan dan mampu berpikir logis.

24
e. Menemukan serta memahami rumus membutuhkan waktu yang lama.
2.5.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Induktif
Wicaksono, Salimi dan Suyanto (2016) menyatakan bahwa
kelebihan model pembelajaran induktif adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan keterampilan peserta didik
b. Menguasai materi yang diajarkan secara tuntas
c. Mengajarkan peserta didik berpikir
d. Melatih peserta didik bekerja sistematis
e. Memotivasi peserta didik dalam kegiatan belajar
Selain itu, di samping kelebihannya terdapat kekurangan.
Kekurangan model pembelajaran induktif antara lain :
a. Memerlukan banyak waktu
b. Keefektifan model pembelajaran tergantung keterampilan guru dalam
memberi pertanyaan dan mengarahkan pembelajaran peserta didik
c. Banyaknya perangkat yang harus disiapkan sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai
d. Sulit menentukan pendapat yang sama.
e. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh peneliti untuk
meminimalisir kekurangan model ini yaitu peneliti memanfaatkan
waktu seefektif mungkin, peneliti menyiapkan segala perangkat yang
dibutuhkan saat pembelajaran dan mengasah keterampilannya dalam
mengarahkan pembelajaran peserta didik.
2.5.4 Tujuan Model Pembelajaran Induktif
Model ini sangat cocok untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai
berikut :
a. Efektif dalam mengajarkan konsep dan generalisasi
b. Efektif untuk memotivasi peserta didik
c. Dapat memaksimalkan peserta didik dalam aktivitas pembelajaran
2.5.5 Prosedur Model Pembelajaran Induktif
Menurut Taba berpikir induktif melibatkan tiga tahapan dan
karenanya ia mengembangkan tiga strategi cara mengajarkannya. Taba
mengidentifikasi tiga keterampilan berpikir induktif :

25
a. Konsep pembentukan (belajar konsep)
Tahap ini mencakup tiga langkah utama : item daftar (lembar,
konsep), kelompok barang yang sama secara bersama-sama, beserta label
tersebut (dengan nama konsep).
Langkah-langkah :
1) Membuat daftar konsep
2) Pengelompokan konsep berdasarkan karakteristik yang sama
3) Pemberian label atau kategorisasi
b. Interpretasi data
Strategi kedua ini merupakan cara mengajarkan bagaimana
menginterpretasi dan menyimpulkan data. Sama halnya dengan strategi
pertama (pembentukan konsep), cara ini dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu.
Langkah-langkah :
1) Mengidentifikasi dimensi-dimensi dan hubungan-hubungannya
2) Menjelaskan dimensi-dimensi dan hubungan-hubungannya
3) Membuat kesimpulan
c. Penerapan prinsip-prinsip
Strategi ini merupakan kelanjutan dari strategi pertama dan kedua.
Setelah peserta didik dapat merumuskan suatu konsep, menginterpretasikan
dan menyimpulkan data, selanjutnya mereka diharapkan dapat menerapkan
suatu prinsip tertentu ke dalam suatu situasi permasalahan yang berbeda.
Atau peserta didik diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip untuk
menjelaskan suatu fenomena baru.
Langkah-langkah :
1) Membuat hipotesis, memprediksi konsekuensi
2) Menjelaskan teori yang mendukung hipotesis atau prediksi
3) Menguji hipotesis/prediksi

26
2.6 Model Pembelajaran Kooperatif
2.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah
umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk
mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa. Pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dengan
cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat hingga lima orang siswa
dengan struktur kelompok. Kelough & Kelough dalam Kasihani (2009: 16)
menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu
strategi pembelajaran secara berkelompok, siswa belajar bersama dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas dengan penekanan pada saling
support di antara anggota kelompok, karena keberhasilan belajar siswa
tergantung pada keberhasilan kelompoknya. Pada hakikatnya cooperative
learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang
mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena
mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative
learning dalam bentuk belajar kelompok.

Walaupun sebenarnya tidak semua kelompok dikatakan cooperative


learning, seperti dijelaskan Abdulhak dalam Rusman (2010) bahwa
pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara
peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara
peserta belajar itu sendiri dan mereka juga dapat menjalin interaksi yang
lebih luas, yaitu interaksi antar siswa dan siswa dengan guru atau yang
dikenal dengan istilah multiple way traffic comunication. Cooperative
learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara
berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan
belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya
2006:239). Tom V. Savage (1987:217) mengemukakan bahwa cooperative
learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam
kelompok.

27
Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru
menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual,
(2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru
ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru
menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru
menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai
permasalahan.

2.6.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif.


Karakteristik model pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan berikut:
a. Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus
mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Berdasarkan pada manajemen kooperatif memiliki tiga fungsi, yaitu: (a)
Fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan
langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa
yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus
digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) Fungsi
manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran
berjalan dengan efektif. (c) Fungsi manajemen sebagai kontrol,
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan
kriteria keberhasilan melalui bentuk tes maupun nontes.
c. Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu
ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik,
pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
d. Keterampilan Bekerja Sama

28
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam
kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran
yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja
sama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah

2.6.3 Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif


Tidak ada satu strategi pembelajaran pun yang paling baik diantara
strategi pembelajaran yang lain. Demikian halnya dengan strategi
pembelajaran kooperatif ini tentu memiliki keunggulan dan kelemahan.
a. Keunggulan dari model pembelajaran kooperatif:
• Siswa berkelompok sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan.
• Optimalisasi partisipasi siswa.
• Adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi
dengan pasangan dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi
• Meningkatkan penerimaan
• Meningkatkan hubungan positif
• Memotivasi diri
• Percaya diri yang tinggi
• Perilaku dalam tugas lebih
• Sikap yang baik terhadap guru dan sekolah
• Siswa bertanggung jawab dengan belajarnya
• Siswa meningkat dalam kolaborasi kognitif mereka mengorganisasi
pikirannya untuk dijelaskan ide pada teman-teman sekelas mereka.
b. Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif:
• Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

29
• Dapat terjadi siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang
pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai.
• Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.

2.6.4 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif


Tujuan pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa
untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok. Ada beberapa tujuan dari model pembelajaran
kooperatif yaitu sebagai berikut:
a. Peningkatan dan pengembangan prestasi akademis, merupakan
bagian terpenting yang akan dicapai oleh lembaga pendidikan (guru,
peserta didik dan orang tua).
b. Bersikap terbuka dengan keberagaman (pluralitas), merupakan
suatu peluang bagi peserta didil untuk bekerja sama – saling melengkapi
kelebihan dan kekurangan masing-masing – saling bekerja sama guna
mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, harus disadari bahwa peserta
didik berasal dari latar belakang yang berbeda-beda baik budaya,
pengetahuan, sikap, dan lain-lain.
c. Mengembangkan sikap dan keterampilan sosial. Urusan belajar dan
pembelajaran sebenarnya tidak hanya soal bagaimana peserta didik
dapat mengetahui informasi sebanyak-banyaknya. Akan tetapi aspek
lain yang perlu di kembangkan dari peserta didik ini adalah
menumbuhkembangkan sikap sosial. Pengembangan sikap sosial ini
sangat penting oleh guru, sebab peserta didik adalah bagian dari
komunitas masyarakat yang akan berinteraksi dengan masyarakat itu
kelak baik di rumah ataupun di sekolah. Guru dapat melatih peserta
didik dalam rangkan mengembangkan sikap sosial ini, misalnya dengan
cara mengomunikasikan gagasan dan perasaan, membuat pesan tertentu,
menyampaikan penghargaan dan ikut berpartisipasi dalam suatu
kegiatan.

30
2.6.5 Prosedur Model pembelajaran kooperatif
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut:
a. Penjelasan Materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-
pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan
utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi
pelajaran.
b. Belajar Kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan
penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk
sebelumnya.
c. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan
melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok.
Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu,
sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan
kelompoknya.
d. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol
atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberi penghargaan atau
hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi
lebih baik lagi.

31
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum dan pembelajaran di kelas atau di luar
kelas. Berbagai model pembelajaran di antaranya yaitu model pembelajaran
berbasis masalah, model pembelajaran berbasis proyek, model pembelajaran
penemuan (Discovery Learning), model pembelajaran Inkuiri, model
pembelajaran induktif, dan model pembelajaran kooperatif.
Terdapat beberapa hal yang harus kita ketahui dari beberapa model
pembelajaran yang ada seperti defenisi/pengertian setiap model pembelajaran
tersebut, karakteristik model pembelajaran tersebut, tujuan model pembelajaran
tersebut, kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran tersebut serta
prosedur dalam model pembelajaran tersebut.

3.2 Saran
Berbagai jenis model pembelajaran mempunyai kelebihan dan
kelemahan masing-masing dalam penerapannya di kegiatan belajar mengajar.
Diharapkan kepada para guru, boleh memilih model pembelajaran yang sesuai
dan efisien terhadap para peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sani Ridwan. 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk Kurikulum


2013.Jakarta: Bumi Aksara.
Afandi, M., Evi, C. Dan Oktarina, P. W. 2013. Model Dan Metode Pembelajaran
Di Sekolah. Semarang: Unissula Press.
Afriana, Jaka. 2015. Project Based Learning, Makalah Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pembelajaran IPA Terpadu. Bandung: Pendidikan IPA
Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.
Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,
Progresif dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group.
Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Penerbit Gava Media.
Daryanto, dan Mulyo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:
Gava Media.
Grant, M.M. 2002. “Getting A Grip On Project-Based Learning: Theory, Cases And
Recommendations”. North Carolina: Meridian A Middle School Computer
Technologies. Journal, Vol. 5, 1-3.
Haerullah, Ade dan Said, Hasan. 2017. Model & Pendekatan Pembelajaran Inovatif
(Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Lintas Nalar, CV.
Haudi. 2021. Strategi Pembelajaran. Padang: INSAN CENDEKIA MANDIRI.
Helmiati. 2012. Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Khoerunnisa, Putri & Syifa Masyhuril Aqwal. 2020. “Analisis Model-Model
Pembelajaran”. Fondatia : Jurnal Pendidikan Dasar, 4(1), 1-27.
https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/fondatia
Nilakusmwati, Desak Putu Eka, Ni Made Asih. 2012. Kajian Teoritis Beberapa
Model Pembelajaran. Diakses pada tanggal 12 Maret 2023 pukul 20.12
WIB. Dari:
https://repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/ID2_1977
03142006042001160913039535-buku-non-isbn-kajian-model-
pembelajaran-desak-nila.pdf.
Nuiz, Fairuz. 2015. Model Pembelajaran Induktif. Bengkulu: Scribd.
Nurdyansyah, Eni Fariyatul Fahyuni. 2016. Inovasi Model Pembelajaran. Sidoarjo:
Nizamial Learning Center.
Sutikno, Sobry. 2021. Strategi Pembelajaran. Bandung: Adanu Abimata.
Usman. 2021. Ragam Strategi Pembelajaran: Berbasis Teknologi Informasi.
Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press.

33
Wahyudi, Ni Nyoman Sri Putu Verawati, dan Syahrial Ayub. 2018. Inquiry
Creative Process: Suatu Kajian Model Pembelajaran untuk
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis. Mataram: Duta Pustaka
Ilmu.
Yarni, Elvi. 2014. Makalah Pembelajaran Induktif. Jambi: Scribd. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2023 pukul 21.05 WIB. Dari:
https://repository.uir.ac.id/4718/5/bab2.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai