Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek menjadi subjek dalam proses pembelajaran
menjadi titik tolak banyak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif. Guru dituntut
dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut
dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang memungkinkan
dikembangkannya keterampilan berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah Problem Based
Learning.
Problem Based Learning sendidiri merupakan proses pembelajaran yang menghadapkan siswa pada
suatu masalah sebelum memulai proses pembelajaran. PBL sangat berkaitan dengan realitas kehidupan
nyata siswa, sehingga siswa belajar tidak hanya pada wilayah pengetahuan, tapi juga mengalami dan
merasakan. Inilah yang membuat model PBL lebih cenderung diterima siswa disbanding dengan model
pembelajaran lain yang hanya mengajak siswa menjauh dari masalah nyata.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan karakteristik dari Problem Based Learning?
2. Bagaimana model pembelajaran dari Problem Based Learning?
3. Apasajakah kelebihan dan kekurangan dari Problem Based Learning?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian dan karakteristik dari Problem Based Learning
2. Mengetahui tentang model mengejar dari Problem Based Learning
3. Mengetahui tentang kelebihan dan kekurangan dari Problem Based Learning

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Karakteristik Problem Based Learning


Problem Based Learning merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk
melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu
yang baru dan kompleksitasyang ada.
PBL pertama kali dikembangkan Howard Barrows di awal tahun 70-an dalam pembelajaran Ilmu
Pendidikan Medis di Southern Illinois University School. Para siswa mempelajari berbagai kasus yang
terjadi pada pasien yang mengidap penyakit, kemudian dicari cara penyembuhan. Dalam perjalanannya,
model ini kian hari terus meluas hingga merambah pada Ilmu Pengetahuan Alam di perguruan tinggi, dan
pada gilirannya dikembangkan di sekolah-sekolah menengah.
Model PBL ini bersandar pada psikologi kognitif. Belajar bagi psikologi kognitif merupakan proses
perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Belajar tidak hanya mengunyah fakta dan informasi,
melainkan suatu proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Dengan proses interaksi inilah
siswa lambat laun akan berkembang secara utuh. Belajar dengan pengalaman akan melibatkan proses
perkembangan mental secara utuh, mulai dari kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pedagogi John Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas
yang berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalah-masalah tersebut. Pembelajaran
yang berdayaguna atau berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk
menyelidiki secara pribadi situasi yang bermakna merupakan hubungan Problem Based Learning dengan
psikologi Dewey. Selain Dewey, ahli psikologi Eropa Jean Piaget tokoh pengembang konsep
kontruksivisme telah memberikan dukungannya. Pandangan kontruksivisme-kognitif yang didasari atas
teori Piaget yang menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat dalam proses
perolehan informasi dan membangun pengetahuannya sendiri.
Karakteristik PBL adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
b. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur;
c. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda;
d. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang
kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;
e. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
f. Pemanfaat sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi
merupakan proses yang esensial dalam PBL;
g. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
h. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan
penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;
i. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan
j. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Jenis PBL yang akan dimasukkan dalam kurikulum tergantung pada profil dan kematangan siswa,
pengalaman masa lalu siswa, fleksibilitas kurikulum yang ada, tuntutan evaluasi, waktu, dan sumber yang
ada.
Ada beberapa alasan mengapa PBL digunakan dalam proses pembelajaran :

2
3

1. Melalui PBL yang diawali dengan pemberian masalah pemicu kepada siswa dapat menerapkan
suatu model pembelajaran secara spiral dengan memilih konsep dan prinsip yang terdapat dalam
sejumlah cabang ilmu, sesuai kebutuhan masalah. Dengan diberi sejumlah masalah pemicu,
diharapkan sebagian besar/seluruh materi cabang ilmu dicakup.
2. Integrasi antara berbagai konsep/prinsip/informasi cabang ilmu dapat terjadi
3. kemampuan siswa untuk secara terus menerus melakukan “up-dating”/pengembangan
pengetahuannya tercapai
4. Perilaku sebagai seorang “life long learning” dapat tercapai
5. Langkah-langkah PBL yang dilaksanakan melalui diskusi kelompok dapat menghasilkan
sejumlah keterampilan diantaranya: a) keterampilan penelusuran kepustakaan; b) keterampilan
membaca; c) keterampilan/kebiasaan membuat catatan; d) kemampuan kerjasama dalam
kelompok; e) keterampilan berkomunikasi; f) keterbukaan; g) berpikir alalitik; h) kemandirian
dan keaktifan belajar; dan i) wawasan dan keterpaduan ilmu pengetahuan
6. Dapat mengimbangi kecepata informasi atau ilmu pengetahuan yang sangat cepat
Adapun tujuan dari Problem Based Learning (PBL) adalah membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan mangatasi masalah, belajar peranan orang dewasa yang autentik
dan menjadi pembelajar yang mandiri.
PBL sendiri berlandaskan pada teori belajar konstruktivisme karena adanya proses
pengkontruksian pengetahuan sendiri oleh siswa melalui kegiatan pemecahan masalah. Selain
teori belajar konatruktivisme ada beberapa teori belajar yang melandasi Pembelajaran berbasis
masalah, diantaranya:
1. Teori Belajar bermakna dari Davi Ausubel
Menurut David Ausubel pembelajaran terbagi menjadi dua yakni belajar bermakna (meaningfull
learning) dan belajar mengahapal (rote learning) (Suparno 1997 dalam Rusman 2016: 244).
Dalam menaingfull learning adalah proses mendapat informasi baru dari hasil mengaitkan dengan
informasi yang sudah dimiliki dan diintegrasikan sehingga ada hubungan antara informasi yang
baru dan informasi yang sudah atau pernah ada. Sedangkan dalam rote learning adalah proses
menyimpan informasi yang memang sangat baru yang tidak berhubungan dengan informasi yang
sudah ada. Dalam hal ini yang berkaitan dengan PBM adalah pembelajaran menaing full dimana
siswa mengingat kembali memaanggil atau mengingat sesuatu yang sudah diketahuinya untuk
memecahkan masalah.
2. Teori Belajar Vigotsky
Menurut Rusman (2016: 244) perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan
dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang dimunculkan. Dimana pemahamannya didapatkan dari proses mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sehingga akan muncul
pemahaman baru dari identifikasi hubungan keduanya.
3. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Menurut Dahar (1989) dalam Rusman (2016: 244) metode penemuan merupakan metode dimana
siswa menemukan kembali, bukan menemukan hal yang benar-benar baru. Belajar penemuan
sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya memberikan
hasil yang lebih baaik, berusaha sendiri mencari pemecahan serta didukung oleh pengetahuan
yang menyertainya, serta menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
2.2 Model Pembelajaran Problem Based Learning
1. Sintaks
4

a. Mencari dan Menyadari Masalah


Guru pada tahap pertama ini mesti mencari berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan materi pembelajaran. Permasalahan itu akan ditemukan ketika guru menyadari
terjadi kesenjangan antara idealitas dengan realitas. Kesadaran tentang adanya
kesenjangan ini juga perlu ditularkan pada siswa sehingga siswa juga ikut terlibat aktif
dalam mencari dan berfikir. Pada mulanya guru bisa saja mencari permasalahan
sebanyak mungkin dan siswa bebas berpikir untuk belajar mengamati, menangkap dan
peka terhadap lingkungan. Tapi pada akhirnya, guru harus menyeleksi dan memilih satu
masalah saja yang itu dianggap paling releven.
b. Mengkaji dan Merumuskan Masalah
Setelah memfokuskan pada satu masalah, langkah selanjutnya adalah mengkaji dan
merumuskan permasalahan. Masalah apa yang akan menjadi fokus kajian siswa itu
tercantum dalam rumusan masalah. Guru mesti memberikan gambaran pada siswa
tentang sudut pandangan yang akan menjadi pusat kajian.
c. Merumuskan Hipotesis
Dalam tradisi berpikir ilmiah,hipotesis menjadi suatu yang tidak terlupakan, secara
sederhana, hipotesis itu merupakan dugaan sementara terhadap suatu permasalahan.
Tujuan dari hipotesis ini tak lain agar siswa mampu menentukan sebab akibat dari
permasalahan yang akan diselesaika. Dengan proses analisis sebab akibat inilah berbagai
kemungkinan dari penyelesaian masalah bisa terbaca.
d. Investigasi dan Pengumpulan Data
Ketika siswa sudah mempunyai data yang cukup, langkah selanjutnya adalah
pembuktian atau pengujian hipotesis. Apakah hipotesis yang telah di bangun dari awal
sesuai dengan data yang ada di lapangan atau tidak. Pada tahap ini, hipotesis itu bisa
ditolak dan diterima. Tergantung pada sejauh mana tingkat validitas data yang telah
dikumpulkan oleh siswa, dan sejauh mana siswa mampu menelaah serta
menghubungkan dengan masalah yang terkait.
e. Menentukan pilihan Penyelesaian
Pada tahap terakhir dari strategi pembelajaran berbasis masalah adalah menentukan
pilihan penyelesaian. Setelah sebelumnya dihadapkan dengn masalah, merumuskan,
menganalisis dengan bantuan data yang akurat, maka pada akhirnya siswa mesti
mengmbil kesimpulan dari semua hasil kerja kerasnya. Guru pada bagian terakhir ini
membantu siswa untuk melakukan refleksi dari sekian banyak data dan proses yang telah
dilalui. Siwa dan guru juga diharapkan menghadirkan kemungkinan penyelesaian dan
sebab akibat dari masalah yang sedang dikajinya.
2. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi yang berkembang dalam model pembelajaran ini, guru lebih berperan sebagai
fasilitator dalam proses peserta didik melakukan aktivitas pemecahan masalah.
3. Sistem Sosial
Sistem sosial dari model PBL ini bersifat Kooperatif. Artinya, peserta didik bekerja sama dengan
teman dalam sebuah tim atau kelompok untuk mendiskusikan masalah yang diberikan pada saat
5

pembelajaran. Mereka dapat membrainstorming gagasan-gagasannya adanya pemikiran kritis


dan kreatif dari masing-masing peserta didik sebagai interaksi dalam memecahkan masalah.
Guru dalam hal ini berupaya dengan cara memilih proses kegiatan yang memungkinkan guru dan
peserta didik berkolaborasi. Suasana cenderung demokratis. Guru dan peserta didik memiliki
peranan yang sama yaitu memecahkan masalah, dan interaksi kelas dilandasi dengan
kesepakatan kelas.
4. Sistem Pendukung
Sistem pendukung dalam hal ini adalah masalah-masalah aktual dan upayakan yang bersifat ill-
defined yang mampu menciptakan suasana konfrontatif dan dapat membangkitkan proses
metakognisi, berpikir kritis, dan strategi pemecahan masalah yang bersifat divergen. Artinya
pendukung yang secara optimal dapat berdampak positif pada model pembelajaran ini adalah
pada pemilihan masalah yang hangat dan menarik untuk dibahas yang sesuai dengan keadaan
lingkungan sekitar dan bermanfaat bagi kehidupan siswa. Kemudian pemilihan sumber belajar
harus variatif.
Hubungan 5M dengan Problem Based Learning
Kegiatan Pokok 5M Sintaks Deskripsi
Mengamati Orientasi terhadap Guru menyajikan masalah nyata kepada
masalah peserta didik.
Menanya Organisasi belajar, Guru memfasilitasi peserta didik untuk
menganalisis atau memahami masalah nyata yang telah
mendefinisikan disajikan, yaitu mengidentifikasi apada
masalah yang mereka ketahui, apa yang perlu
mereka ketahui, dan apa yang perlu
dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Peserta didik berbagi peran/tugas untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
Mengumpulkan Membimbing Guru membimbing peserta didik
Informasi penyelidikan melakukan pengumpulan data/informasi
individu/kelompok (pengetahuan, konsep, teori) melalui
berbagai macam cara untuk menemukan
berbagai alternatif penyelesaian masalah.
Mengasosiasi Pengembangan Guru membimbing peserta didik untuk
dan penyajian menentukan penyelesaian masalah yang
hasil penyelesaian paling tepat dari berbagai alternatif
masalah pemecahan yang peserta didik temukan.
Peserta didik menyusun laporan hasil
penyelesaian masalah misalnya dalam
bentuk gagasan, model, bagan, atau
Power Point slides.
Mengkomunikasikan Analisis dan Guru memfasilitasi peserta didik untuk
evaluasi proses melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelesaian proses penyelesaian maslaah yang
masalah dilakukan.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Problem Based Learning


Setiap pembelajaran memiliki dan kekurangan, sebagaimana model Problem Based Learning (PBL)
juga memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu di cermati untuk keberhasilan penggunaannya.
 Kelebihan :
6

1. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru
bagi siswa.
2. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
3. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia nyata.
4. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahua barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.
5. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan
mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
6. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki
dalam dunia nyata.
7. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada
pendidikan formal telah berakhir.
8. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah
dunia nyata.
 Kelemahan
Disamping kelebihan diatas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya :
1. Manakala siswa tidak memiliki niat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka enggan untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
3.2 Saran

7
DAFTAR PUSTAKA

Banawi, Asmin. (2019). Jurnal Biology Science & Education 2019. 97-98.

Hartono, Rudi. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Jogjakarta: DIVA Press

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Sopiani, Sridini dkk. (2016). Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning .
https://www.academia.edu/28325770/ANALISIS_MODEL_PEMBELAJARAN_PROBLEM_B
ASED_LEARNING

https://suaidinmath.wordpress.com/2013/03/02/model-pembelajaran-problem-based-learning/, Diakses
pada 03 Oktober 2019 pukul 08.43

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/09/28/pembelajaran-berdasarkan-
masalah/#targetText=Pembelajaran%20Berdasarkan%20Masalah%20–
%20Problem%20Based%20Learning%20–
&targetText=Beberapa%20alasan%20mengapa%20Pembelajaran%20Berdasarkan,dengan%20
menggunakan%20satu%20disiplin%20ilmu, Diakses pada 03 Oktober 2019 pukul 09.10

Anda mungkin juga menyukai