Anda di halaman 1dari 9

PARTIKEL LINGUAL PENEGAS DALAM TEKS BAHASA BIMA

DI DESA KOLE KECAMATAN AMBALAWI

OLEH

NAMA : NURFAIDAH

NIM : E1C015047

KELAS: VI REGULER PAGI

PROGRAM STUDI BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan.
Bahasa lisan dan bahasa tulis sama-sama memiliki peranan penting dalam komunikasi. Bahasa
memiliki peranan penting bagi kehidupan. Selain sebagai alat untuk berkomunikasi, bahasa juga
mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Semakin tinggi kemampuan berbahasa
seseorang, semakin tinggi pula kemampuan berpikirnya. Orang yang terbatas kemampuan dalam
berbahasa, dunianya pun terbatas pada apa yang dilihatnya lewat bahasanya yang terbatas itu
(Tadjuddin, 2004:3).
Bangsa indonesia merupakan bangsa yang besar dengan berbagai macam suku, adat,
budaya, dan juga bahasa daerah. Oleh karena itu, bangsa indonesia disebut bangsa yang kaya
akan budaya. Salah satu kekayaan indonesia adalah bahasa daerah termasuk di dalamnya bahasa
bima. Bahasa bima merupakan salah satu bahasa daerah yang termasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia barat. bahasa bima memiliki beberapa dialek. Di antaranya Dialek kolo, sanggar,
toloweri, bima, mbojo. Setiap dialek memiliki perbedaan. Salah satu contoh perbedaan yang
terjadi dapat dilihat dari segi penggunaan partikel penegas.
Penulis memfokuskan penelitian pada bahasa bima. Penggunaan pertikel-partikel
memiliki bentuk dan makna tersendiri. Untuk itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
penggunaan pertikel dalam tuturan bahasa bima untuk melengkapi data dan informasi yang
masih sedikit jumlahnya. Di samping itu, penelitian ini bisa dijadikan bahan bandingan
khususnya mengenai bahasa bima dan bahasa-bahasa daerah yang ada di Nusa Tenggara Barat.
Atas dasar ini, penulis tertarik mengulas secara ilmiah perihal partikel ini melalui sebuah
penelitian yang berjudul “Partikel Lingual Penegas Dalam Teks Bahasa Bima Di Desa Kole
Kecamatan Ambalawi”.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimanakah bentuk partikel lingual penegas dalam teks bahasa bima?
1.2.2 Bagaimanakah makna partikel lingual penegas dalam bahasa bima?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mendeskripsikan bentuk partikel lingual penegas dalam teks bahasa bima.
1.3.2 Mendeskripsikan makna partikel lingual penegas dalam bahasa bima.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah penelitian di bidang
linguistik terutama yang berkaitan dengan pemahaman partikel penegas dalam bahasa
bima.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi
para pembelajar khususnya dalam hal bentuk dan makna partikel penegas bahasa bima.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.2 Sintaksis

2.3 Pengertian Partikel Penegas


Belum adanya buku yang membahas tentang partikel bahasa bima, penulis menggunakan
acuan partikel dalam bahasa indonesia. Dalam bahasa indonesia terdapat dua jenis paertikel
yakni partikel asli bahasa indonesia dan partikel serapan dari bahasa asing. Partikel yang berasal
dari bahasa indonesia memiliki kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk dan hanya
berfungsi menampilkan unsure yang diiringinya (Alwi dkk, 2003:307) partikel tersebut yaitu –
kah, -lah, -tah, -pun. Sedangkan dari bahasa asing yaitu adi, antar, dan pra.
Moeliono dalam Ramlan (1991:42) menjelaskan partikel sebagai rumpun
keanggotaannya terbatas. Di samping itu, biasanya tidak dapat diperluas lagi bentuknya dengan
bubuhan dan tidak dapat dijadikan bentuk alas untuk konstruksi morfologis yang lebih lanjut
menurut kedudukan. Rumpun partikel dapat digolongkan menjadi lima anak rumpun yaitu
preposisi, konjungsi, pemarkah, kecaraan, penunjuk segi dan penunjuk derajat. Senada dengan
Moeliono, Kridalaksana (1996) dalam Winarti (2007) menjelaskan bahwa partikel, proleksem,
dan klitik tidak pernah berperan sebagai dasar perluasan dalam pembentukan kata. Partikel
dalam satuan yang lebih besar berperan sebagai unsur sampingan, bersama-sama bentuk yang
didampinginya. Partikel tidak membentuk satu kata.
Kridalaksana (2008:114-116) menyatakan partikel merupakan bentuk kategori, yaitu
kategori yang memulai, mempertahankan, mengukuhkan, atau mengakhiri pembicaraan antara
pembicara dan kawan bicara. Kategori fatis merupakan cirri ragam lisan yang banyak
mengandung unsure-unsur daerah. Kategori fatis mempunyai wujud bentuk bebas yang terdapat
di awal kalimat, tengah kalimat, dan akhir kalimat.
3.4 Ciri-ciri partikel penegas
Winarti (2007) menguraikan ciri-ciri partikel penegas ke dalam tiga aspek yaitu cirri
morfologis, sintaksis, dan ciri semantik.
3.4.1 Ciri Morfologis
Ciri morfologis berkaitan erat dengan bentuk. Bentuk-bentuk partikel penegas yang akan
diteliti merupakan bentuk bebas. Bentuk-bentuk yang merupakan partikel penegas tidak terlalu
terikat pada satu kata. Kecuali pada bentuk partikel penegas-kah dan –lah pada bahasa Indonesia.
Bentuk terikat yang dimaksudkan di sini adalah penulisan kedua bentuk partikel tersebut harus
dirangkaikan dengan kata yang didekatinya.
Partikel penegas tidak dapat dikenai proses morfologis sehingga tidak dapat diderivasikan
dan diinfleksikan. Ramlan (1988) dalam Winarti (2007), menjelaskan bahwa partikel tidak dapat
diperluas dengan afiksasi dan reduplikasi. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di
atas, dapat disimpulkan bahwa partikel penegas memiliki ciri-ciri: (1) bersifat bebas dan (2) tidak
dapat dikenai proses morfologis, baik afiksasi atau pun reduplikasi.
3.4.2 Ciri Sintaksis
Ciri sintaksis berkaitan erat dengan kalimat. Kata tugas (termasuk partikel penegas) tidak dapat
menduduki tempat subjek, predikat, maupun objek dalam kalimat (Wedhawati, 1980 dalam
Winarti (2007:83)). Kata-kata tersebut hanya berfungsi mengabdi pada satuan-satuan
kebahasaan, baik itu berupa kata, frasa, dan klausa. Jadi, partikel penegas tidak dapat menduduki
salah satu fungsi dalam kalimat.
3.4.3 Ciri Semantis
Semantis merupakan cabang
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sumber dan Jenis Data

3.1.1 Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah data kebahasaan yang bersumber dari informan, yang di
ambil dari penutur asli bahasa bima yang berada di kecamatan ambalawi. Informan diambil
dari kelompok social serta penduduk asli yang menetap serta mampu menguasai bahasa
bima di daerah penelitian.

3.1.2 Jenis Data

Jenis data pada penelitian ini berupa ucapan yang menggunakan bahasa bima di desa kole
kecamatan ambalawi. Bentuk tutur yang dimaksud berupa kalimat dan percakapan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan beberapa metode pengumpulan data. Sebagaimana diterapkan


dalam penelitian linguistic metode yang digunakan yaitu, metode cakap, metode simak, dan
metode instropeksi.

3.2.1 Metode Simak

Dinamakan metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data, dengan cara
menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2011:92). Metode ini digunakan untuk
mendapatkan data lisan, yaitu data berupa penggunaan partikel di dalam percakapan sehari-
hari oleh penutur bahasa bima di desa kole kecamatan ambalawi. Untuk memperoleh data
yang dibutuhkan dengan metode ini, peneliti menggunakan teknik lanjutan yang berupa
teknik simak bebas libat cakap (SBLC) dan teknik simak libat cakap (SLC). Berdasarkan
teknik tersebut, peneliti terlibat langsung dalam percakapan sehari-hari dengan penutur.
Dalam hal ini, peneliti menyatu dengan partisipan yang hendak disimak perilaku tuturnta
seringga data yang di dapat benar-benar sesuai dengan keinginan.
3.2.2 Metode Cakap (wawancara)

Metode cakap atau dalam penelitian ilmu social di kenal dengan nama wawancara atau
interview merupakan salah satu metode yang digunakan dengan cara peneliti melakukan
percakapan atau kontak dengan penutur selaku narasumber (Mahsun,2011:250).

Adanya percakapan antara peneliti dengan informan mengandung arti terdapat interaksi
antara peneliti dengan informan. Dengan demikian data diperoleh melalui penggunaan
bahasa lisan dengan teknik pancingan dan catat dengan tujuan untuk memunculkan data
kebahasaan berupa penggunaan partikel di dalam percakapan sehari-hari oleh pentur bahasa
bima di kecamatan ambalawi sehingga data yang di dapat sesuai dengan tujuan diasakannya
penelitian ini.

3.2.3 Metode Instropeksi

Metode ini merupakan metode penyediaan data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan
peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya (bahasa ibunya) untuk menyediakan data
yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya (Mahsun,2011:104).

3.3 Metode analisis data

Setelah data terkumpul kemudian langkah selanjutnya adalah analisis data. pada tahap ini
peneliti menggunakan teknik analisis data dengan menggunakan metode padan intra lingual,
karena sesuai dengan jenis dan tujuan dari penelitian ini. Metode padan intraligual adalah
metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsure-unsur yang bersifat lingual,
baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda
(Mahsun,2011:259).

Data dalam penelitian ini diolah menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu fokusnya
pada penunjukan makna,deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya
masing-masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk kata-kata dari pada angka-angka
(Mahsun.2011:257).

3.4 Metode Penyajian data


Penyajian data dari hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu metode
informal dan metode formal (Mahsun, 2011:123). Metode informal adalah perumusan dengan
menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminology yang bersifat teknis.
sedangkan metode formal adalah perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambing-
lambang,

Menggunakan metode di atas, peneliti dapat menentukan bentuk dari penggunaan partikel dalam
percakapan sehari-hari secara praktis yakni melalui analisis morfologis, sintaksis, semantic
sehingga data yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dengan mudah dimengerti.

3.5 Penjelasan data

3.5.1 Bentuk Partikel penegas dalam bahasa bima

Dalam bahasa bima terdapat beberapa partikel penegas yang sering digunakan dalam bertutur.
Partikel dapat mempengaruhi intonasi dari kalimat yang diiringanya. Peneliti menemukan
beberapa bentuk partikel penegas yang memiliki arti masing-masing, diantaranya (1) Partikel
penegas “pu” digunakan untuk mengeraskan arti kata yang diiringinya, (2) Partikel penegas “re”
digunakan dalam kalimat deklaratif, (3) Partikel penegas “ni” digunakan sebagai penegasan
perinta, (4) partikel penegas “e” digunakan sebagai pengungkap rasa pembicara, (5) Partikel
penegas “ra” digunakan sebagai ungkapan persetujuan seseorang.
3.5.2 Makna Partikel Penegas dalam bahasa bima

a. Partikel penegas “pu” digunakan untuk mengeraskan arti kata yang diiringinya
Ibu : Rija, mai wa’u ana
Anak : Bune kaina?
Ibu : Ede mai wa’u pu samporo, bune ndei bade kaim.

b. Partikel penegas “re” digunakan dalam kalimat deklaratif


Yuli : Ma be na buku nggomi?
Yana : Ma ede.
Yuli : Ma be poda buku nggomi ke, mboto buku ke.
Yana : Ma ede re, ra nentimu.
Partikel “re” dapat mengubah kalimat deklaratif menjadi interogatif.
Yana : Sia aka mandadi mai
Yani: Poda sia aka mandadi mai re?
Yana: Iyo Poda.
c. Partikel penegas “ni” digunakan sebagai penegasan perintah.
Risma : Maita dulara.
Fitri : Iyora
Risma : Weha ja tas nahu ta rak aka.
Fitri : Ma be tas mu?
Risma : Ma ede
Fitri : Ma be na, mboto tas dour au ke.
Risma : Ma edeni, ma kala na.
d. Penggunaan partikel penegas “e” digunakan sebagai pengungkap rasa pembicara
Rama : Daju ipi nggomi ke.
Rima : Au mbani kai ba nggomi.
Rama : De tele asa siwe ake.
Rima : Ira Rumae, wale asa pu nggomi ma mone ede.
Partikel penegas “e” digunakan sebagai pengungkap rasa baik rasa kecewa, rasa sedih,
atau pun marah. Contoh di atas adalah pengunaan ketika pembicara sedang marah.
e. Partikel penegas “ra” digunakan sebagai ungkapan persetujuan seseorang.
Ratu : Oe Hani
Hani : Iyota, bune?
Ratu : Ndadi maimu tau ma nahu?
Hani : Iyo
Ratu : iyo mai poda
Hani : Iyora.

Anda mungkin juga menyukai