Anda di halaman 1dari 27

PROSES MORFOLOGIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah morfologi
Dosen Pengampu:
Dona Aji Karunia Putra, M.A.

Disusun oleh:
Kelompok 1
Siti Hafifah 11190130000037
Azru Hafizul Wahdi 11190130000045
Isnaini Qodriyatul Jannah 11190130000060
Maya Mardiana 11190130000066
3 B/PBSI

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Proses Morfologis” dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Morfologi yang diampu oleh Bapak
Dona Aji Karunia Putra, M.A.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dona Aji Karunia Putra, M.A.
selaku dosen pengampu Mata Kuliah Morfologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan tugas ini dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
proses penyusunan makalah ini, baik dari segi materil maupun spiritual sehingga makalah ini
dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Tak ada gading yang tak retak, mungkin ungkapan itu pantas untuk makalah ini. Di
sisi lain menyadari bahwa apa yang kami tuangkan dalam makalah ini masih banyak
kekurangan. Permohonan maaf kami sampaikan seandainya ada kekurangan, kesalahan, atau
kekhilafan pada makalah ini. Penulis juga berharap dengan dituliskan makalah ini dapat
menjadi salah satu satu pijakan pembaca untuk membuka wawasan tentang Morfologi yang
lebih luas lagi. Demikian yang kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
pembaca sekalian.

Ciputat, 03 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah........................................................................................1


B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN...............................................................................................2

A. Definisi Proses Morfologis....................................................................................2


B. Afiksasi..................................................................................................................2
C. Reduplikasi............................................................................................................8
D. Komposisi............................................................................................................12
E. Proses Pemajemukan...........................................................................................17

BAB III : PENUTUP.....................................................................................................23

A. Simpulan..............................................................................................................23
B. Saran....................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Proses Morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah
bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam
proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam
proses akrominasasi), dah pengubahan status (dalam proses konversi).
Proses morfologis yaitu proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya. Dengan kata lain proses morfologis adalah peristiwa
penggabungan morfem yang satu dengan morfem lain menjadi kata. Ciri suatu kata
yang mengalami proses morfologis, yaitu mengalami perubahan bentuk, mengalami
perubahan arti, mengalami perubahan kategori/jenis kata.
Proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya. Disebut proses morfologis karena proses ini bermakna
dan berfungsi sebagai pelengkap makna leksikal yang dimiliki oleh sebuah bentuk
dasar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan proses morfologis?
2. Apa yang dimaksud dengan afiksasi?
3. Apa yang dimaksud dengan reduplikasi?
4. Apa yang dimaksud dengan komposisi?
5. Apa yang dimaksud dengan proses pemajemukan?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mendeskripsikan tentang
pengertian dan contoh proses morfologis, afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan proses
pemajemukan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Morfologis
Proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya.1 Disebut proses morfologis karena proses ini bermakna dan
berfungsi sebagai pelengkap makna leksikal yang dimiliki oleh sebuah bentuk dasar. 2
Bentuk dasarnya mungkin dapat berupa kata, seperti3:
1. Kata terjauh yang dibentuk dari kata jauh dan mendapat bubuhan ter-, serta kata
menggergaji yang dibentuk dari kata gergaja yang mendapat bubuhan meN-.
2. Kata berjalan-jalan, bentuk dasarnya adalah kata berjalan, yang mendapatkan
pengulangan bukan seperti kata sebelumnya yang mendapat bubuhan. Seperti halnya
pada kata-kata berlari-lari, terbatuk-batuk, berdekat-dekatan, rumah-rumah, dan lain
sebagainya. Proses pembentukan kata dengan pengulangan bentuk dasarnya disebut
proses pengulangan atau reduplikasi. Sementara kata yang dibentuk dengan proses
pengulangan disebut kata ulang.
3. Pada kata rumah sakit, kata rumah dan kata sakit yang merupakan bentuk dasarnya
digabungkan sehingga kedua kata tersebut menjadi satu kata. Contoh lainnya seperti
pada kata meja makan, rumah makan, kepala batu, dan lain sebagainya. Proses
pembentukan kata dengan penggabungan seperti itu disebut proses pemajemukan,
dan kata yang dibentuk dengan proses ini disebut kata majemuk.

B. Proses Afiksasi
Afiks ialah suatu bentuk linguistik yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri
pada bentuk-bentuk lain sehingga mampu menimbulkan makna baru pada bentuk-bentuk
yang dilekatinya tadi. Bentuk-bentuk yang melekat pada afiks terdiri atas pokok kata,
kata dasar, atau bentuk kompleks. Afiks harus diuji mampu melekat pada bentuk lain
atau tidak. 4

1
M. Ramlan, Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, (Yogyakarta: CV Karyono, 1987), hlm. 51.
2
Jos Daniel Parera, Morfologi Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 18.
3
M. Ramlan, op. cit, hlm. 51-52.
4
Ika Setiyaningsih, Inti Sari Morfologi Afiksasi, Reduplikasi, dan Komposisi, (Bandung: Pakar Raya,
2018), hlm. 9.

2
Contoh :

Kata makanan terdiri atas dua unsur langsung sebagai berikut.

 Makan sebagai bentuk dasar


 -an sebagai afiks

Unsur -an harus mampu melekat pada bentuk-bentuk lain. Jika unsur an tidak dapat
melekat pada bentuk lain, maka unsur tersebut bukan afiks. Pada intinya, afiks dapat
melekat pada berbagai ciri berikut:

1. Afiks merupakan unsur pembentuk kata-kata baru di samping unsur lainnya.


Contoh : ber + lari = berlari
2. Afiks merupakan bentuk terikat.
Contoh : ber-, peN-, me-, dan ter-.
3. Afiks tidak mempunyai makna leksis sebelum melekat ke bentuk lain.
Contoh : - ber- (tidak memiliki arti)
Ber + pakaian = berpakaian (memiliki arti yaitu mengenakan sebuah pakaian)
4. Afiks mampu mendukung fungsi gramatika
Contoh : kemalasan
Ke-an + malas
Afiks ke-an mampu mengubah jenis kata sifat menjadi kata benda.
5. Afiks mampu mendukung fungsi semantik (makna atau arti)
Contoh : ter + cantik = tercantik (paling cantik)
Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan menambahkan afiks atau
imbuhan pada bentuk dasar. Afiks disebut juga imbuhan. Proses afiksasi terjadi
apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas
secara urutan yang lurus.5 Berdasarkan posisi morfem terikat pada morfem bebas,
proses afiksasi dapat dibedakan atas:
a. Imbuhan Awalan (Prefiks)
Prefiks adalah imbuhan yang terletak di awal bentuk dasar. Prefiks memiliki berbagai
bentuk yaitu:
1. Awalan MeN-
a) MeN- menjadi mem-

5
Jos Daniel Parera, Morfologi Bahasa, (Jakarta: Gramedia Utama, 2007), hlm. 18.

3
Perubahan ini terjadi apabila diikuti bentuk dasar yang berasal dari fonem /p,
b, f/. Pada proses penggabungan tersebut fonem /p/ hilang. Fonem /P/ akan
tetap ada pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih
mempertahankan keasingannya.
Contoh: meN + paksa = memaksa (fonem /p/ hilang)
meN + propaganda = mempropaganda (fonem /p/ masih ada karena
bentuk propaganda masih mempertahankan keasingannya)
meN+ Buka = membuka
b) meN- menjadi men-
Awalan meN- berubah menjadi men- apabila diikuti bentuk dasar yang
berawalan fonem /t/ dan /d/. Pada proses penggabungan tersebut fonem /t/
hilang. Fonem /t/ akan tetap ada pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa
asing yang masih mempertahankan keasingannya dan pada bentuk yang
awalannya ter-. 6
Contoh:
 meN-+ tangkap = menangkap ( fonem /t/ hilang)
 meN-+ tiup = meniup ( fonem /t/ hilang)
 meN - + didik = mendidik
 meN- + Tolerir = mentolerir (fonem /t/ tetap ada karena berasal dari
bahasa asing)
c) meN- menjadi meny-

Awalan meN- berubah menjadi meny- apabila diikuti bentuk dasar yang
berawal dengan fonem /s, c, j/ pada proses penggabungan tersebut fonem /s/
hilang. Contoh : meN- + sapu = menyapu

meN- + sisir = menyisir

d) meN – menjadi meng-


Awalan meN- berubah menjadi meng- apabila diikuti bentuk dasar yang
berawal dengan fonem /k, g, x, h, vokal/ pada proses penggabungan tersebut
fonem /k/ hilang. Fonem /k/ akan tetap ada pada bentuk dasar yang berasal
dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.
Contoh : meN - + karang = mengarang (fonem /k/ hilang)

6
Ika Setiyaningsih, Op. Cit, hlm. 10.

4
meN- + gali = menggali
meN- + injak = menginjak
meN - + ajak = mengajak
2. Awalan di-
Awalan di- akan memiliki arti jika bergabung dengan morfem lain. Proses
penggabungan awalan di- dan morfem lain tidak mengalami perubahan bentuk
sehingga awalan di- hanya memiliki satu bentuk saja.Setelah bergabung dengan
morfem lain awalan di- memiliki fungsi membentuk kata kerja bentuk pasif. Selain
fungsi, awalan di juga memiliki makna.
Makna awalan di- sebagai berikut:
 ‘dikenai dengan’
Contoh: lantai itu sedang disapu oleh Ibu.
‘disapu = ‘dikenai’ sapu.
 ‘dijadikan’ atau dibuat menjadi
Contoh : Daging sapi itu akan direndang agar bisa dinikmati makan malam.
‘direndang’ = ‘dijadikan rendang atau dibuat menjadi rendang’
3. Awalan ke-
Proses penggabungan awalan ke- dan morfem lain tidak mengalami perubahan
bentuk sehingga awalan ke- hanya memiliki satu bentuk saja.
Makna awalan ke- adalah sebagai berikut:
a. ‘menyatakan jumlah atau kumpulan’
Contoh:
 kedua orang itu merupakan relawan banjir
‘kedua’= ‘menyatakan jumlah dua orang’
b. menyatakan urutan atau tingkatan
Contoh: Dinda merupakan anak ketiga

4. Awalan ber-
Awalan ber- bisa memiliki arti jika bergabung dengan morfem lain. Proses
penggabungan mengalami perubahan bentuk
Contoh :
ber- menjadi be- = ber- + kerja menjadi bekerja
ber- menjadi bel- = ber- + ajar menjadi belajar

5
5. Awalan ter-
Proses penggabungan ter dengan bentuk lain tidak mengalami perubahan.
Contoh : ter- + cantik = tercantik (menyatakan paling)
ter- + bakar = terbakar (menyatakan ketidaksengajaan)
ter- + bagi = terbagi (menyatakan bahwa peristiwa telah terjadi)
6. Awalan se-
Setelah bergabung dengan morfem lain, awalan se- memilih fungsi atau makna.
Contoh : se- + tinggi = setinggi (menyatakan menyerupai)
Sebelum, sesudah, dan sehari = menyatakan waktu

b. Akhiran (sufiks)
1. Akhiran -an
Akhiran -an memiliki fungsi dan makna. Fungsi akhiran -an adalah membentuk
kata benda. Makna akhiran -an adalah sebagai berikut.
a. ‘menyatakan makna alat’
Contoh: hapusan, garisan, dan gantungan.
b. ‘menyatakan makna beberapa
Contoh: ratusan, ribuan, jutaan, dll.
c. ‘menyatakan tempat’
Contoh: pangkalan, tumpuan, sandaran, dll.
d. ‘menyatakan makna sekitar’
Contoh: kejadian itu sekitar tahun 1980-an

2. Akhiran -I
Akhiran -I memiliki fungsi dan makna. Fungsi akhiran -I membentuk kata kerja
perintah atau imperatif. Makna akhiran -I adalah sebagai berikut
a. ‘menyatakan pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang’
Contoh: Adhi, tolong sirami bunga di halaman belakang!
Sirami = menyiram secara berulang
b. ‘ membuat jadi atau kausatif’
Contoh: Maya, tolong panasi sayur itu!
panasi sayur= membuat sayur menjadi panas.
c. ‘merasakan sesuatu pada..”

6
Contoh: hormati kedua orang tuamu.
Sayangi semua makhluk hidup
3. Akhiran -kan
Akhiran -kan memiliki fungsi membentuk kata kerja imperatif dan transitif. Selain
itu, akhiran -kan juga memiliki makna yaitu:
a. Menyatakan makna melakukan pekerjaan untuk orang lain
Contoh: ambilkan, tuliskan, rapikan, dll.
b. Mendapatkan makna “membawa masuk ke-“
Contohkan : sebaiknya dia di pesantrenkan saja
Umurn dia sudah cukup untuk di sekolahkan.
c. Menyatakan kesungguhan
Contoh : tolong dengarkan aku,
sepertinya yang dia butuhkan hanya tidur untuk bisa sembuh.
Hanya Adi yang kamu rindukan.

4. Akhiran -nya
Fungsi akhiran -nya adalah sebagai berikut :
a. Membentuk keterangan
Contoh: sebenarnya dia baik hati
b. Membentuk penunjuk waktu
Contoh : malamnya dia kembali ke rumah.
c. Membentuk kata benda
Contohnya : kereta itu datangnya cepat

c. Sisipan (infiks)

Sisipan adalah imbuhan yang terletak di tengah-tengah bentuk dasar. Sisipan


tidak mengalami perubahan bentuk. Penggunaan sisipan dapat merubah bentuk kata
ataupun tidak. Kini penggunaan sisipan dalam bahasa Indonesia tidak produktif lagi.
Kata-kata yang menjadi sisipan telah dianggap menjadi satu kata dasar. Contoh
sisipan antara lain:

Sisipan -el- Sisipan -em- Sisipan -in- Sisipan -er-


Tali menjadi temali Turun menjadi Kerja menjadi Sabut menjadi
temurun kinerja serabut

7
Tapak menjadi telapak Kilau menjadi Sambung menjadi Gigi menjadi gerigi
kemilau sinambung
Laki menjadi lelaki Getar menjadi Tambah menjadi Suling menjadi
gemetar tinambah seruling

C. Reduplikasi
Reduplikasi atau proses pengulangan ialah pengulangan satuan gramatik, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil
pengulangan itu disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk
dasar. Setiap kata ulang sudah tentu memiliki bentuk dasar. Misalnya rumah-rumah dari
bentuk dasar rumah, kata ulang bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik, dan lain
sebagainya. Proses pengulangan digolongkan menjadi:
1. Pengulangan seluruh
Pengulangan seluruh ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan
fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya:
a. Kursi = kursi-kursi
b. Sepeda = sepeda-sepeda
c. Meja = meja-meja
d. Buku = buku-buku
e. Kelas = kelas-kelas
f. Sekolah = sekolah-sekolah
g. Kebaikan = kebaikan-kebaikan
h. Pembangunan = pembangunan-pembangunan
i. Pertemuan = pertemuan-pertemuan
j. Pengertian = pengertian-pengertian

2. Pengulangan sebagian
Pengulangan sebagian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasar dan bentuk
dasar tidak diulang seluruhnya. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa
pengulangan sebagian banyak terdapat dalam bahasa Indonesia dibanding dengan
pengulangan seluruh. Yang termasuk ke dalam pengulangan sebagian, sebagai
berikut:
a. Bentuk tunggal.

8
Contoh: lelaki (dari bentuk dasar laki)
tetamu (dari bentuk dasar tamu)
tetangga (dari bentuk dasar tangga)
beberapa (dari bentuk dasar berapa)
pertama-tama (dari bentuk dasar pertama)
segala-gala (dari bentuk dasar segala)
b. Bentuk kompleks yang dibentuk dengan afiks meN-, di-, ber-, ter-, ber-an, -an,
ke-. Contoh:
1. Membaca-baca
membaca (bentuk dasar) + reduplikasi
meN- + baca (bentuk asal) + reduplikasi
2. Mengemas-ngemas
mengemas (bentuk dasar) + reduplikasi
meN- + kemas (bentuk asal) + reduplikasi
3. Melambai-lambaikan
melambai (bentuk dasar) + reduplikasi
meN- + lambai (bentuk asal) + reduplikasi
4. Ditanam-tanami
ditanam (bentuk dasar) + reduplikasi + i
di- + tanam (bentuk asal) + reduplikasi + i
5. Ditarik-tarik
ditarik (bentuk dasar) + reduplikasi
di- + tarik (bentuk asal) + reduplikasi
6. Bermain-main
bermain (bentuk dasar) + reduplikasi
ber- + main (bentuk asal) + reduplikasi
7. Berlarut-larut
berlarut (bentuk dasar) + reduplikasi
ber- + larut (bentuk asal) + reduplikasi
8. Terbatuk-batuk
terbatuk (bentuk dasar) + reduplikasi
ter- + batuk (bentuk asal) + reduplikasi
9. Tersenyum-senyum
tersenyum (bentuk dasar) + reduplikasi
9
ter- + senyum (bentuk asal) + reduplikasi
10. Berjauh-jauhan
berjauhan (bentuk dasar) + reduplikasi
ber-an + jauh (bentuk asal) + reduplikasi
11. Berpukul-pukulan
berpukulan (bentuk dasar) + reduplikasi
ber-an + pukul (bentuk asal) + reduplikasi
12. Tumbuh-tumbuhan
tumbuhan (bentuk dasar) + reduplikasi
tumbuh (bentuk asal) + -an + reduplikasi
13. Sayur-sayuran
sayuran (bentuk dasar) + reduplikasi
sayur (bentuk asal) + -an + reduplikasi
14. Kedua-dua
kedua (bentuk dasar) + reduplikasi
ke- + dua (bentuk asal) + reduplikasi
15. Keempat-empat
keempat (bentuk dasar) + reduplikasi
ke- + empat (bentuk asal) + reduplikasi

3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks


Dalam pengulangan ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi
dengan proses pembubuhan afiks. Pengulangan tersebut terjadi bersama-sama
dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama mendukung satu fungsi.
Contoh:
a. Mendapat bubuhan afiks –an.
1. Kereta-keretaan
kereta (bentuk dasar) + reduplikasi + -an
2. Anak-anakan
anak (bentuk dasar) + reduplikasi + -an
3. Rumah-rumahan
rumah (bentuk dasar) + reduplikasi + -an
4. Orang-orangan
orang (bentuk dasar) + reduplikasi + -an
10
5. Gunung-gunungan
gunung (bentuk dasar) + reduplikasi + -an
b. Mendapat bubuhan afiks ke-an dan se-nya.
1. Kehitam-hitaman
ke-an + hitam (bentuk dasar) + reduplikasi
2. Kemerah-merahan
ke-an + merah (bentuk dasar) + reduplikasi
3. Sejauh-jauhnya
se-nya + jauh (bentuk dasar) + reduplikasi
4. Seluas-luasnya
se-nya + luas (bentuk dasar) + reduplikasi
5. Semarah-marahnya
se-nya + marah (bentuk dasar) + reduplikasi
6. Sedalam-dalamnya
7. se-nya + dalam (bentuk dasar) + reduplikasi
8. Setinggi-tingginya
se-nya + tinggi (bentuk dasar) + reduplikasi

4. Pengulangan dengan perubahan fonem


Kata ulang yang pengulangannya termasuk pengulangan dengan perubahan
fonem sebenarnya sangat sedikit. Contoh:
a. Perubahan fonem vokal
1. Bolak-balik
balik (bentuk dasar) dengan perubahan fonem dari /a/ menjadi /o/ dan fonem
/i/ menjadi /a/.
2. Robak-rabik
robek (bentuk dasar) dengan perubahan fonem dari /o/ menjadi /a/, dan
fonem /e/ menjadi /a/ dan /i/.
3. Tindak-tanduk
tindak (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /i/ menjadi fonem /a/ dan
fonem /a/ menjadi fonem /u/.
4. Gerak-gerik
gerak (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /a/ menjadi /i/.
5. Corat-coret
11
coret (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /e/ menjadi fonem /a/.
6. Ketar-ketir
ketar (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /a/ menjadi /i/.
7. Dansa-dansi
dansa (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /a/ menjadi fonem /i/.
8. Lenggak-lenggok
lenggok (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /o/ menjadi fonem /a/.
9. Warna-warni
warna (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /a/ menjadi fonem /i/.
10. Pernak-pernik
pernik (bentuk dasar) dengan perubahan fonem /i/ menjadi fonem /a/.
b. Perubahan fonem konsonan
1. Lauk-pauk
2. Ramah-tamah
3. Sayur-mayur
4. Tali-mali
5. Carut-marut
6. Gotong-royong
7. Cerai-berai7

D. Komposisi
I. Pengantar
Komposisi merupakan suatu proses penggabungan dua atau lebih bentuk
dasar, sehingga menimbulkan makna yang relative baru. Makna yang timbul akibat
penggabungan tersebut ada yang dapat ditelususri dari unsur yang membentuknya,
ada yang maknanya tidak berkaitan dengan unsur pembentuknya, da nada yang
mempunyai makna unik.8 Komposisi adalah proses penggabungan dasar dengan dasar
(biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu “konsep”
yang belum tertampung dalam sebuah kata.
Proses komposisi dalam bahasa Indonesia merupakan satu mekanisme yang
cukup penting dalam pembentukan dan pengayaan kosakata. Contoh dalam bahasa

7
Ibid., hlm. 63-76.
8
Sarmadan dan La Alu, Buku Ajar Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah, (Yoyakarta: CV. Budi
Utama, 2012), h. 66.

12
Indonesia kita sudah punya kata merah, yaitu salah satu jenis warna. Namun, dalam
kehidupan kita warna merah itu tidak semacam, ada warna merah seperti warna darah;
ada warna merah seperti warna jambu; ada warna merah seperti warna delima, dan
sebagainya. Maka untuk membedakan semuanya itu kita buatlah gabungan kata
merah darah, merah jambu, merah delima, dan sebagainya.
Konsep yang diwadahinya adalah 'merah seperti warna darah merah seperti
warna jambu', merah seperti warna delima'.9 Menurut Kridalaksana (1989)
menyamakan istilah komposisi sama dengan perpaduan atau pemajemukan, yaitu
proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Hasil proses itu
disebut paduan leksem atau kompositum, yang menjadi calon kata majemuk.10

II. Aspek Semantik Komposisi


1. Komposisi yang menampung konsep-konsep yang digabungkan sederajat,
sehingga membentuk komposisi yang koordinatif. Misalnya, baca tulis, pulang
pergi, jauh dekat, sawah lading dan contoh yang lain.
2. Komposisi yang menampung konsep-konsep yang digabung tidak sederajat,
sehingga melahirkan komposisi yang subordinatif. Misalnya sate ayam, sate
Madura.
3. Komposisi yang menghasilkan istilah, yakni yang maknanya sudah pasti, sudah
tertentu, meskipun bebas dari konteks kalimatnya, karena sebagai istilah hanya
digunakan dalam bidang ilmu atau kegiatan tertentu. Contoh: a) Istilah Olahraga:
tolak peluru, angkat besi, terjun paying. b) Istilah Politik: hak pilih, sidang
paripurna. c) Istilah Pendidikan: buku ajar, tahun ajaran.
4. Komposisi pembentukan idiom, yakni penggabungan dasar dengan dasar yang
menghasilkan makna idiomatik, yaitu makna yang tidak dapat diprediksi secara
leksikal maupun gramatikal. Misalnya, penggabungan meja dengan dasar hijau
yang menghasilkan komposisi meja hijau dengan makna ‘pengadilan’.11

III. Jenis-jenis Komposisi


a. Komposisi Verbal

9
Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 209.
10
Ibid., h. 211.
11
Ibid., h. 210-215.

13
Komposisi verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori verbal
(kata kerja). Misalnya komposisi menyanyi menari. Komposisi verbal dapat
dibentuk dari dasar:
1) Verba + verba, seperti menyanyi menari, duduk termenung, makan minum.
2) Verba + nomina, seperti gigit jari, membanting tulang, lompat galah.
3) Verba + adjektifa, seperti lompat tinggi, lari cepat, terbaring gelisah.
4) Adverbia + verba, seperti sudah makan, belum ketemu, masih tidur.
Komposisi verbal terbagi menjadi:
 komposisi verbal bermakna gramatikal adalah proses pembentukan
komposisi verbal muncul beberapa makna gramatikal, antara lain adalah
makna yang menyatakan: a) ‘gabungan biasa’, sehingga di antara kedua
unsurnya dapat disisipkan kata dan. b) ‘gabungan mempertentangkan’,
sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata atau. c) ‘sambil’,
sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata sambil.
 komposis verbal bermakna idiomatikal adalah komposisi yang maknanya
tidak dapat ditelusuri atau diprediksi baik secara leksikal maupun
gramatikal. Misalnya makan garam dalam arti ‘pengalaman’, makan
kerawat dalam arti ‘sangat miskin’, gigit jari dalam arti ‘tidak
mendapatkan apa-apa’.
 Komposisi verbal dengan adverbial adalah sebagai pengisi fungsi predikat
dalam sebuah klausa seringkali didampingi oleh sebuah adverbial atau
lebih. Adverbia pendamping adalah: a) adverbia negasi: tidak, tak tanpa. b)
adverbia kala: sudah, sedang, tengah lagi, akan. c) adverbia keselesaian:
sudah , sedang , tengah, belum. d) adverbia aspectual: boleh wajib, harus,
dapat, ingin , mau. e) adverbial frekuensi : sering , jarang, pernah,
acapkali. f) adverbial kemungkinan: mungkin, pasti, barang kali, boleh
jadi.12

b. Komposisi Nomina
Komposisi nomina adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori nomina
(kata benda). Komposisi nomina dapat dibentuk dari dasar
1) Nomina + nomina, seperti kakek nenek, meja kayu, sate kambing
2) Nomina + verba, seperti meja makan,, buku ajar, ruang tunggu.
12
Ibid., h. 225-231.

14
3) Nomina + adjektifa, seperti guru muda, mobil kecil, meja hijau.
4) Adverbial + nomina, seperti bukan uang, banyak serigala, beberapa guru
Komposisi nominal terbagi menjadi:
 Komposisi nominal bermakna gramatikal adalah komposisi yang makna
gramatikalnya muncul dalam proses penggabungan dasar dengan dasar
dalam pembentukan sebuah komposisi. Makna gramatikal yang muncul
dalam proses pembentukan komposisi nominal, antara lain adalah makana
yang meyatakan: a) ‘gabungan biasa’, sehingga di antara kedua unsurnya
dapat disisipkan kata dan. b) ‘bagian’ , sehingga di antara kedua unsurnya
dapat disisipkan kata dari. c) ‘kepunyaan atau pemiliki’. Sehingga di
antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata milik.
 Komposisi nominal bermakna idiomatikal komposisi yang maknanya tidak
dapat ditelusuri atau diprediksi baik secara leksikal maupun gramatika,
baik itu idiom penuh maupun idiom sebagian. Misalnya: a) Orang tua,
dalam arti ‘ayah ibu’. b) Kambing hitam, dalam arti ‘orang yang
dipersalahkan dalam perkara’. c) Kumis kucing, dalam arti ‘sejenis
tanaman obat’, d) Meja hijau, dalam arti ‘pengadilan’
 Komposisi nominal nama dan istilah adalah komposisi yang tidak
bermakna gramatikal, tidak bermakna idiomatik, dan juga tidak bermakna
metaforis.
 Komposisi nominal dengan adverbia adalah komposisi yang dibentuk dari
kelas adverbia dan kelas nominal. Makna komposisi jenis ini ditentukan
oleh makna leksikal dari kata adverbial itu. Adverbial yang mendampingi
nomina adalah, adverbial yang menyatakan negasi, yaitu bukan, tiada,
tanpa; dan adverbial yang menyatakan jumlah, yaitu beberapa, banyak,
sedikit, sejumlah, jarang, kurang. Berikut diberikan sejumlah contoh: a)
Bukan anjing. b) Tiada air. c) Tanpa uang. d) Beberapa siswa.
 Komposisi nomina dengan metaforis adalah sejumlah komposisi nominal
yang salah satu unsurnya digunakan secara metaforis yakni dengan
mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh unsur tersebut.
Umpamanya unsur kaki pada komposisi kaki gunung diberi makna
metaforis dari komponen makna kaki, yaitu (+ terletak pada bagian

15
bawah). Sedangkan pada komposisi kaki meja diberi makna metaforis dari
komponen makna kaki (+penunjang berdirinya tubuh).13

c. Komposisi Adjektiva
Komposisi adjektiva adalah komposisi yang pada satuan klausa, berkategori
adjektiva (kata sifat). Komposisi adjektiva dapat dibentuk dari dasar:
1) Adjektiva + adjektiva, seperti tua muda, besar kecil, putih abu-abu.
2) Adjektiva + nomina, seperti merah darah, keras hati, biru laut.
3) Adjektiva + verba, seperti takut pulang, malu bertanya, berani pulang.
4) Adverbia + adjektiva, seperti, tidak takut, agak malu, sangat menyenangkan.
Komposisi adjektival terbagi menjadi:
 Komposisi adjektival bermakna gramatikal yaitu dalam proses
penbentukannya muncul sejumlah makna gramatikal. a) ‘gabungan biasa’,
sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata dan. b) ‘alternatif
atau pilihan’, sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
atau. c) ‘seperti’ , sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
seperti. d) ‘serba’, makna gramatikal ini dapat diperoleh apabila kedua
unsurnya berupa dasar yang sama dan memiliki komponen makna yang
sama. e) ‘untuk’, sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
untuk. f) ‘kalau’, sehingga di antara kedua unsurnya dapat disisipkan kata
kalau.
 Komposisi adjektival bermakna idiomatikal yaitu makna yang tidak dapat
diprediksi secara leksikal maupun gramatikal. Misalnya panjang usus
dalam arti sabar, tinggi hati dalam arti angkuh.
 Komposisi adjektival dengan adverbia adalah hanya ada dua macam
adverbial yang mendampingi ajektiva untuk membentuk komposisi
adjektival, yaitu: a) Adverbial negasi: tidak. b) Adverbia derajat: agak,
sama, lebih, kurang, sangat, amat, sekali.14

E. Proses Pemajemukan
a. Pengertian Pemajemukan Kata

13
Ibid., h. 216-224.
14
Ibid., h. 231-234.

16
            Pengertian pemajemukan kata menurut beberapa ahli yaitu :

(1). Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan dua buah
kata yang menimbulkan suatu kata baru (M. Ramlan, 2007 ). 

(2). Pemajemukan adalah proses pembentukan suatu konstruksi melalui


penggabungan 2 morfem / kata atau lebih (Samsuri, 1978 ).

(3). Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem


dasar yang hasil keseluruhannya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola
fonologis, gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bukan
pemajemukan   (Harimurti Kridalaksana, 1982 ).

(4). Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem


dengan kata, atau kata dengan kata yang menimbulkan pengertian baru yang khusus.15

Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


pemajemukan kata adalah proses penggabungan kata dengan kata, kata dengan
pokok kata, atau pokok kata dengan pokok kata yang menghasilkan makna baru
secara khusus. Penggabungan     kata dengan kata misalnya pada kata rumah
sakit. Kata dengan pokok kata misalnya pada kata pasukan tempur.      Dan
penggabungan pokok kata dengan pokok kata misalnya pada   kata jual beli. Pokok
kata adalah satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, dan secara
gramatik tidak memiliki sifat bebas. Contoh pokok kata misalnya juang, temu, alir,
sandar, baca, ambil, jabat, main, rangkak dan masih banyak lagi (Ramlan 2009;31).
Hasil dari proses pemajemukan kata disebut kata majemuk atau kompositum.

b. Kata Majemuk

           Pengertian Kata Majemuk

Pengertian kata majemuk di dalam bahasa Indonesia sejak dulu sampai


sekarang    belum pernah terselesaikan16 dalam arti sampai            kini pendapat
tentang konsep dasarnya masih simpang siur dan sering terjadi perdebatan.

Para ahli linguistik tradisional, seperti  Sutan Takdir Alisjahbana (1953), yang
berpendapat  bahwa kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru
15
TBBI, 1988 : 168
16
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994). hal.186.

17
yang   tidak merupakan gabungan makna unsur-unsurnya. Misalkan kata kumis
kucing yang   bermakna ‘sejenis tumbuhan’ dan mata sapi dengan makna ‘telur yang
digoreng tanpa dihancurkan’ adalah kata majemuk.   Berbeda dengan kumis
kucing dengan arti ‘kumis dari binatang kucing’ dan mata sapi dalam arti ‘mata dari
binatang sapi’ bukanlah kata majemuk.

Venhar (1978) mempunyai pendapat lain mengenai kata majemuk.


Menurutnya suatu komposisi disebut kata majemuk kalau hubungan kedua unsurnya
tidak bersifat sintaksis. Komposisi matahari, bumiputera dan daya juang    adalah kata
majemuk, sebab   tidak dapat dikatakan matahari adalah “matanya hari “( bandingkan
dengan mata adik yang artinya matanya adik), bumiputera tidak dapat dianalisis
menjadi bumi miliknya putera (bandingkan dengan bumi kita yang dapat dianalisis
menjadi bumi miliknya kita), dan daya juang yang tidak dapat dianalisis menjadi daya
untuk berjuang. Bahwa matahari, bumiputera dan daya juang adalah kata majemuk
terbukti dari tidak dapat disisipkannya sesuatu diantara kedua unsurnya menjadi
matanya hari, buminya putera   dan dayaku juan

Sedangkan Kridalaksana (1985) menegaskan bahwa kata majemuk haruslah


tetap berstatus kata; kata majemuk harus dibedakan dari idiom, sebab kata majemuk
adalah konsep sintaksis, sedangkan idiom adalah konsep semantis.Idiom adalah
ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari unsur-
unsurnya.17 Maka, bentuk-bentuk seperti orangtua dalam arti ayah ibu, meja
hijau dalam arti pengadilan, dan mata sapi dalam arti telur goreng tanpa
dihancurkan’ bukanlah kata majemuk. Yang termasuk kata majemuk justru bentuk-
bentuk seperti    antipati, geografi, mahakuasa, multinasional dan pasfoto, karena
memenuhi persyaratan sebagai bentuk status kata.

Dari pengertian-pengertian di atas, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa


Kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu,
ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai
unsurnya.

(1). Ahli linguistkc tradisional tata bahasa sangat memperhatikan aspek ortografinya


memberikan ciri bahwa yang disebut kata majemuk adalah   kata yang terdiri dari dua
bagian tetapi ditulis serangkai seperti matahari, hululalang, pasfoto dan sebagainya.
17
Moeliono, 1984;177.

18
(2). Para tata bahasa struktural menitikberatkan kajian pada struktur, datang dengan
konsep bahwa kedua unsur kata majemuk tidak bisa dipisahkan dengan unsur lain dan
tidak bisa dibalik susunannya. Umpamanya bentuk    mata sapi dalam arti telur yang
digoreng tanpa dihancurkan adalah sebuah    kata majemuk sebab tidak bisa dipisah
misalnya menjadi matanya sapi atau mata dari sapi atau tidak bisa dibalikkan menjadi
sapi mata.

      (3). Formula untuk bisa membedakan antara kata majemuk dengan idiom yaitu :

                   Kata Majemuk     : A + B bermakna keterkaitan AB

                   Idiom                    : A + B bermakna C

Misalnya, terjun payung adalah sebuah kata majemuk karena maknanya yaitu
melakukan terjun dengan memakai alat semacam payung. Jadi,masih ada
hubungannya dengan makna terjun dan kata payung. Sedangkan bentuk naik darah
dalam arti menjadi sangat marah adalah sebuah idiom sebab maknanya tidak bisa
ditelusuri dari kata naik dan kata darah.

c. Ciri-ciri Kata Majemuk

  Perhatikan satuan kata berikut ini :

            (1).Kursi malas

            (2).Adik malas

Jika diperhatikan secara sepintas, satuan tersebut terdiri dari dua kata yang
termasuk golongan kata nominal dan kata sifat. Kata nominal yang dimaksud adalah
kata kursi dan adik, sedangkan kata sifat yang dimaksud adalah kata malas.

Apabila satuan terdiri dari kata nominal dan kata sifat, maka satuan tersebut
mempunya dua kemungkina. Kemungkinan yang pertama yang disebut satuan kalusa,
dan kemungkinan kedua yang disebut satuan frase. Klausa adalah satuan gramatik
yang terdiri dari predikat, baik disertai subyek, obyek, pelengkap, dan keterangan
ataupun tidak (Ramlan, 2007). Sedangkan frase yang dimaksud kemungkinan disini
adalah sebagai frase endosentrik yang atribut, ialah frase yang terdiri dari unsur yang
tidak setara.

19
1. Kemungkinan sebagai klausa
Jika kursi malas merupakan klausa, tentu kursi itu dapat diikuti menjadi “Kursi
itu malas” Kata malas dapat pula didahului kata tidak,
sangat, atau agak. Sehingga menjadi kursi itu tidak malas, kursi itu sangat
malas, dan kursi itu agak malas. tetapi semuanya sangat tidak mungkin. Ini
berbeda halnya dengan adik itu tidak malas,     adik     itu sangat malas dan adik
itu agak malas.
2. Kemungkinan sebagai fras
Jika kursi malas itu merupakan frase, tentu dapat disela dengan kata
“yang” menjadi “Kursi yang malas” atau “Adik yang malas” Sama halnya
dengan kemungkinan sebagai klausa, kalimat kursi yang malas sangat tidak
mungkin ada maknanya. Berbeda halnya dengan kalimat adik yang malas.

Dari kemungkinan sebagai klausa atau sebagai frase, kata kursi malas tidak


disebut sebagai klausa maupun frase tetapi dinamakan kata majemuk.

Dengan memerhatikan ciri-ciri tersebut, dan dapat ditentukan satuan mana yang
disebut    kata majemuk dan satuan mana yang tidak merupakan satuan majemuk.

Ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut :

A. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata.


Pokok kata adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam
tuturan biasa dan secara gramatik tidak memiliki sifat bebas, yang dapat dijadikan
bentuk dasar bagi sesuatu kata (Ramlan, 2007). Misalnya, juang, temu, alir,
sandar, tempur, renang, jual,beli dan masih banyak lagi. Satuan gramatik yang
unsurnya berupa kata dan pokok kata, atau pokok kata semua. , berdasarkan ciri
ini, merupakan kata majemuk karena pokok kata merupakan satuan gramatik yang
tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dalam tuturan biasa dan secara
gramatik tidak memiliki sifat bebas. Sehingga gabungan dengan pokok kata tentu
tidak dapat dipisahkan atau diubah strukturnya. Kata majemuk yang terdiri dari
kata dan pokok kata misalnya kolam renang, pasukan tempur, lomba lari, jam
kerja, masa kerja dan masih banyak lagi. Sedangkan yang terdiri dari pokok kata
semua misalnya jual beli, tanggung jawab, tanya jawab , simpan pinjam dan masih
banyak lagi.

20
B. Berupa kata dan kata tetapi tidak mungkin dipisahkan, atau tidak mungkin diubah
strukturnya.
Satuan kamar mandi kelihatannya sama dengan orang mandi, keduanya sama-
sama terdiri dari kata nominal dan kata kerja. Kata nominal yang dimaksud yaitu
kata kamar dan orang, sedangkan kata kerja yang dimaksud yaitu kata mandi.
Tetapi apabila diteliti secara mendalam, keduanya itu berbeda. 
Pada kata orang mandi , kata orang dapat diikuti dengan kata itu sehingga
menjadi “orang itu mandi”. Sedangkan pada kata kamar mandi, kata kamar tidak
dapat diikuti dengan kata itu dan menjadi Kamar itu mandi  Kata orang juga dapat
diikuti dengan kata sedang, sehingga menjadi orang itu sedang mandi. Tetapi kata
pada kata kamar mandi tidak dapat diikuti dan menjadi kamar itu sedang mandi.
Begitupun bisa diikuti dengan kata sudah, telah atau belum.
Kata-kata kamar itu sedang mandi, kmar itu belum mandi, kamar itu telah
mandi dan kamar itu mandi satuan-satuan tersebut dalam bahasa Indoneisa tidak
ada. Berdasarkan ciri ini, kata kamar mandi disebut kata majemuk sedangkan kata
orang mandi disebut klausa.
Satuan kaki tangan berbeda dengan satuan meja kursi  meskipun unsur-
unsurnya sama, yaitu berupa kata nominal keseluruhannya. Di antara
kata meja dan kursi  dapat disisipkan kata dan menjadi meja dan kursi. sebaliknya
di antara kata kaki dan tangan dalam kaki tangan  tidak dapat disisipkan
kata dan, Kalau disisipkan maka artinya berbeda, misalnya

(1). Dia menjadi kaki tangan musuh

(2)* Dia menjadi kaki dan tangan musuh

(3). Kaki tangannya sudah tidak ada

Kaki tangan pada kalimat no.1 merupakan kata majemuk karena kedua


unsurnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kaki tangan pada kalimat no.3 bukan
merupakan kat majemuk, melainkan sebuah frase karena kedua unsurnya dapat
dipisahkan. Misalnya dipisahkan dengan kata dan menjadi Kaki dan tangannya sudah
tidak ada.

21
Berikut ini merupakan satuan gramatik, yang berdasarkan ciri kedua dan
merupakan kata majemuk18 :

Mata gelap                  Orang besar                 Baju dalam

Orang tua                    Orang kecil                  Ruang makan

Kamar gelap                Rakyat kecil                Meja makan

Kedutaan besar           Kamar kecil                 Anak timbangan

BAB III
18
http://dedeheripramono.blogspot.com/2015/10/proses-morfologis-pemajemukan-kata.html

22
PENUTUP

A. Simpulan

Dalam makalah ini, proses morfologis di antaranya proses afiksasi,


reduplikasi, komposisi, dan pemajemukan. Afiksasi adalah suatu bentuk linguistik
yang keberadaannya hanya untuk melekatkan diri pada bentuk-bentuk lain sehingga
mampu menimbulkan makna baru pada bentuk-bentuk yang dilekatinya tadi.
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun
sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. .Komposisi adalah Komposisi
merupakan suatu proses penggabungan dua atau lebih bentuk dasar, sehingga
menimbulkan makna yang relative baru. Pemajemukan adalah proses penggabungan
kata dengan kata, kata dengan pokok kata, atau pokok kata dengan pokok kata yang
menghasilkan makna baru secara khusus.

B. Saran

Penulis telah berusaha maksimal dalam penyusunan makalah ini, dan


menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya penulis akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Apabila
terdapat kesalahan pada isi atau penulisan, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada umumnya dan pembaca
pada khususnya

DAFTAR PUSTAKA

23
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

http://dedeheripramono.blogspot.com/2015/10/proses-morfologis-pemajemukan-kata.html.

Moeliono. 1984.

Parera, Jos Daniel. 2007. Morfologi Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ramlan, M. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono.

Sarmadan dan La Alu. 2012. Buku Ajar Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah.
Yogyakarta: CV. Budi Utama.

Setiyaningsih, Ika. 2018. Inti Sari Morfologi Afiksasi, Reduplikasi, dan Komposisi. Bandung:
Pakar Raya.

TBBI. 1988 .

24

Anda mungkin juga menyukai