Anda di halaman 1dari 6

“KEPERCAYAAN TERHADAP BENDA MISTIS”

ISNAINI QODRIYATUL JANNAH

(isnainiqodri270419@mhs.uinjkt.ac.id)

11190130000060 (PBSI/3B)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

Gagasan pokok yang mendasari dalam cerpen ini adalah seseorang


yang memiliki watak baik , lugu. Namun, ketika ia mendapat jimat dari Rohman
(teman sebangku), ia justru memiliki watak kedengkian / kebencian terhadap
orang lain yaitu Nasrudin (teman kerjanya). Bahkan ia sampai menghajarnya
habis-habisan, padahal si tokoh “aku” tidak pernah seumur hidup berkelahi
dengan siapapun. Sebelum mendapatkan jimat tersebut, seseorang yang
menggambaran tokoh “aku” sering dipukuli orang ketika waktu kecil. Maka
dari itu, Rohman memberikan jimatnya pada tokoh “aku” agar jimat tersebut
bisa melindungi cucunya. Dalam cerpen ini juga menggambarkan persahabatan
antara tokoh “aku” dan Rohman, lalu digambarkan pula percintaan antara tokoh
“aku” dan Raisa (anak dari bosnya).

Di dalam cerpen tersebut memiliki tokoh antagonis: ~tokoh “aku”,


karena ia menghajar habis-habisan kepada Nasrudin (teman kerjanya),
~Rohman, (Ia berselingkung kepada istrinya si tokoh “aku”), ~Nasrudin (teman
kerjanya si tokoh “aku” yang sering membantah gagasan-gagasannya), ~tiga
pelaku yang memukuli tokoh “aku” ketika waktu kecil. Selanjutnya tokoh
protagonis: ~tokoh “aku”(karena ia juga baik terhadap orang lain,kecuali
kepada teman kerjanya, sebab teman kerjanya itu sudah mengambil perhatian
bosnya), ~Rohman (karena ia sudah menolong dan melindungi si tokoh “aku”
dari perkelahian). Selanjutnya tokoh tritagonis: ~Nenek, karena ia memberikan
jimat kepada cucunya (tokoh “aku”), dan penengah antara protagonis dan
antagonis.

Selanjutnya tokoh figuran: ~Kepala Sekolah. ~Ayah dan Ibunya,


~Bosnya, ~tiga pelaku yang memukuli tokoh “aku” ketika waktu kecil, ~teman
lamanya si tokoh “aku”, ~teman sekelas, yang merampok uang jajannya si
tokoh “aku” ketika waktu kecil, ~lelaki tua (Ayahnya si Rohman), ~sopir taksi
yang mengajak berkelilingnya, ~preman kecil yang pernah menodongnya,
~seorang kolonel, ~seorang perempuan tua, ~Raisa (Istri dari si tokoh “aku”).
Dalam cerpen ini menggunakan penokohan dramatik, karena cerpen ini
mengkisahkan sifat dan karakter tokoh secara tersirat yang disampaikan melalui
tingkah laku dalam cerita tersebut.

Lalu, cerpen tersebut terdapat latar tempat yaitu Rumah nenek


(“Kamu masih sering dipukul orang?” tanya teman lamaku, waktu kami
berjumpa di rumah nenek, lebaran lalu.), (kami. Saat itu ibuku baru melahirkan
adik, dan bapak menitipkanku ke rumah nenek di kampung.), (Ayah
mengambilku kembali dari rumah Nenek.), (Kemudian aku teringat apa yang
dulu membuatku menangis berhari-hari di rumah Nenek.), Sekolah (Di
sekolah yang baru, hanya aku yang pakai sepatu dan hanya aku yang punya
rautan pensil.), (Di sekolah yang baru, kadang-kadang ada yang mengganggu),
Kelas (Dengar, mulai besok, kamu belajar di kelas dua dan duduk satu bangku
dengan cucuku ini), (Besok ia akan duduk di kelas dua).

Apartemen, (Kata Rohman, yang sengaja datang ke apartemenku),


(Aku berjalan kaki ke apartemenku sambil menggigil.), (aku merasa ada orang
di dalam apartemenku.), Perusahaan (barangkali ia mencoba menitipkan
anaknya untuk dimasukkan ke perusahaan tempatku bekerja), Kantor (atau ke
kantor-kantor kenalanku), (Hanya karena aku bertunangan dengan Raisa,
tempatku di kantor tak tersentuh siapa pun.), Banten (Ia sudah jadi juragan
kopra di Banten selatan dan anaknya yang paling tua masih berumur sebelas
tahun.), Jakarta (mengajaknya berkeliling Jakarta untuk sekadar bersantai),
(bertahun-tahun lalu ketika aku pertama kali datang ke Jakarta).

Tanah Abang (preman kecil yang pernah menodongku di Tanah


Abang), Pinggir Jalan (barangkali seorang kolonel yang pernah aku lihat
menabrak seorang perempuan tua di pinggir jalan). Kamar Mandi (Peristiwa
itu terjadi di kamar mandi, setelah sebagian besar teman kerja kami pulang.),
(Entah pukulan keberapa ia tersungkur di sudut kamar mandi), Tempat Tidur
(Kunyalakan lampu dan kulihat Raisa di tempat tidur.), (aku melihat Nenek di
atas tempat tidur bersama si penjaga mata air.), Dipan Rotan (Kakek hanya
duduk di dipan rotan.), Gubuk (Sore hari ia membawaku ke sebuah gubuk di
tepi mata air.), Banten (Ia sudah jadi juragan kopra di Banten selatan).

Lalu cerpen tersebut memiliki latar waktu, Lalu (waktu kami


berjumpa di rumah nenek, lebaran lalu.), (lebaran lalu aku mengunjungi
Nenek), Satu Hari (Satu hari tiga anak memukuliku), Sore Hari (Sore hari ia
membawaku ke sebuah gubuk di tepi mata air.), Esok Hari (dan esok harinya,
Rohman bisa menghajarnya hingga babak-belur.), Malam (Setelah
memaksanya menginap semalam dan mengajaknya berkeliling Jakarta untuk
sekadar bersantai, ia akhirnya pulang.), (Malam itu, aku melihat Nenek di atas
tempat tidur bersama si penjaga mata air), (dan aku menangis sejak malam itu),
(Tapi malam ini, bertahun-tahun kemudian, aku mengingatnya).

Beberapa Hari (Selama beberapa hari aku mencoba


menghiraukannya), Sepuluh Hari (Sepuluh hari selepas kunjungan Rohman),
Hari-hari (sebagaimana hari-hari ketika jimat sero belum ada), (Kemudian
aku teringat apa yang dulu membuatku menangis berhari-hari di rumah
Nenek), Sepuluh menit, Tiga puluh menit (Ia memukuliku selama sekitar
sepuluh menit, atau tiga puluh menit?), Pagi Hari (Pagi hari ia akan pulang,
kembali ke rumah orang tuanya.) .

Lalu cerpen tersebut memiliki latar suasana di antaranya Khawatir


(Aku hanya tersenyum dan menepuk lututnya. Lalu ia menambahkan,“Sampai
sekarang aku masih sering kuatir, ada orang memukulimu.”), Tegang (Aku
tersenyum mengejek. Ia masih memandangku. Kupandang kembali matanya. Itu
saat-saat yang sangat menegangkan.), Marah (Ia benar-benar kebingungan
pukulannya tak berpengaruh apa-apa padaku. Hingga akhirnya aku melancarkan
serangan balasan.), (Hari itu aku berhasil membuatnya marah dan aku
menunggu apakah ia akan memukulku.), Senang (Aku masih menggigil tapi
juga dilanda kesenangan ketika membuka kunci pintu apartemen.), (Tapi aku
senang-senang saja. Aku senang melihat darah di tanganku. Aku senang melihat
Raisa mandi keringat di tempat tidur. Aku senang melihat Rohman berjalan
telanjang ke arahku. Terutama aku senang memiliki jimat sero di saku kiri
celanaku.).

Cerpen ini menggunakan jenis alur maju, karena di awal cerita itu
mengkisahkan si tokoh “aku” ketika waktu kecil hingga di akhir cerita pula
mengkisahkan si tokoh “aku” sudah beranjak dewasa yaitu menikah. Cerpen ini
menggunakan sudut pandang orang pertama, karena si penulis cerpen ini
menceritakannya dengan memakai kata ganti “aku”. Pesan yang terkandung
dalam cerpen ini yaitu terlalu mempercayai benda mistis, akibatnya hidup tidak
tenang, selalu mendasari kebencian terhadap orang lain, tertanam amarah yang
menggelora di dalam jiwanya. Jadi, kita harus percaya pada Tuhan Yang Maha
Esa, karena Tuhan lah yang menciptakan semua di muka bumi ini.

Menurut saya, cerpen ini mengkisahkan seorang tokoh “aku” yang


awalnya bersifat baik hati, lugu, tidak memiliki rasa dendam sedikitpun kepada
orang lain, tidak pernah mengungkit kesalahan orang lain. Maka dari itu, ketika
waktu kecil si tokoh “aku” sering dipukuli oleh orang atau teman-temannya,
karena ia tidak berani melawannya. Kemudian, Neneknya membawa si tokoh
“aku” ke sebuah gubuk di tepi mata air, ia meminta anak si lelaki tua yang
bernama Rohman untuk menjaga si tokoh “aku” agar tidak ada yang
mengganggunya dengan sebangku bersama si tokoh “aku” di kelas dan Rohman
pun langsung segera membaku hantamkan yang sudah memukuli si tokoh
“aku”.

Waktu telah bergulir cepat, si tokoh “aku” sudah beranjak dewasa,


akhirnya ia menikah dengan anak seorang bosnya bernama Raisa. Lalu, si tokoh
“aku” pun berkunjung ke Neneknya dan bertemu Rohman. Rohman pun
memberikan benda mistis yaitu jimat terbuat dari ekor sero, Rubah. Jimat
tersebut dipercayai agar dapat melindunginya dari sesuatu apapun. Pada
akhirnya, ketika Rohman memberikan jimat sero kepada si tokoh “aku”, ia
justru tertanam rasa kebencian, tidak suka, dendam kepada orang lain
khususnya teman kerja yang bernama Nasrudin yang mengambil simpatik
bosnya. Si tokoh “aku” langsung menghajarnya habis-habisan tanpa pikir
panjang, padahal ia tak pernah berkelahi sebelumnya.

Kemudian, sebelum ia menggunakan jimat sero, hidupnnya sangat


tentram, damai, hatinya bersih. Dan setelah mengenal jimat sero tersebut,
hidupnya si tokoh “aku” itu tidak berkah, selalu memiliki kedengkian, apalagi
orang yang lebih tinggi tingkatannya dari si tokoh “aku” termasuk mengenai
pekerjaan. Saya pula berpendapat, janganlah syirik kepada Tuhan Yang Maha
Esa sebab itu dosa besar dan peluang tiket menuju neraka pun lebih luas. Setiap
memiliki problematika kehidupan apapun, langsung segera berdoa kepada
Tuhan Pencipta Semesta Alam. Jangan langsunng percaya kepada benda-benda
mistis seperti zaman jahiliyah. Karena perbuatan syirik (menyekutukan Tuhan)
dapat berakibat mematikan kesucian jiwa, hilangnya sifat kemuliaan, sulit
menerima kebenaran, jiwanya dipenuhi dengan kebencian yang terus menerus
mengalir.

Anda mungkin juga menyukai