羅生門に
モリトと
二人の下僕
ズルファ・ナスルーラー
これは芥川龍之介の「羅生門」と「ケサとモリト」【1914】の 編小説が
アダプテーションをされていての作品である。
Pengantar Penulis
Morito dan Dua Pelayan di Rashomon adalah naskah yang saya buat karena terinspirasi
beberapa karya. Saya membaca kumpulan cerpen Rashomon (1915) karya Ryunosuke
Akutagawa dan menemukan bagaimana suatu moral bergeser karena bencana. Kemudian saya
menonton film Rashomon karya Akira Kurosawa. Pada film itu saya menemukan cara bercerita
yang baik dalam mengungkap cara pandang Akutagawa tentang moral. Akhirnya, saya pun
tertantang untuk menulis naskah drama untuk menunjukan variasi lain dari mengolah gagasan
Akutagawa tentang manusia dan bencana.
Dua cerpen Akutagawa yang saya anggap cukup unik mengolah persoalan moral yakni cerpen
Kesa dan Morito dan Rashomon. Meminjam cara bercerita Akira Kurosawa, dua cerpen ini saya
kembangkan setiap tokohnya dan saya pertemukan di dalam satu cerita baru, yakni satu latar
tempat dan waktu yang sama. Rupanya tokoh-tokoh yang saya hidupkan itu akhirnya
memunculkan gagasan Akutagawa tentang problema sosial Jepang masa kehancuran Kyoto.
Potret moral manusia di tengah bencana alam dan eksistensi diri.
Kehancuran yang dimaksudkan Akutagawa bukan sekedar material. Tapi juga kehancuran
eksistensi dan moral masyarakat Kyoto saat itu. Seorang perempuan yang tercerabut
eksistensinya ketika tubuh dan nafsu kemanusiaannya diketahui oleh orang lain. Seorang lelaki
yang mendapat ketegangan eksistensi saat berhadapan dengan janji (human useful), cinta (human
basic), dan kemanusiaan (humanities). Seorang pelayan samurai yang tercerabut eksistensinya
saat pekerjaannya (moral grip) tercuri karena keadaan mendera tubuh, pikiran dan hatinya.
Tokoh-tokoh yang saya hidupkan kembali itu, mengajak saya berkaca pada kondisi masyarakat
hari ini. Mereka hidup di ruang saya (present context), dan sepertinya mereka pun akan hidup di
pikiran pembaca. Dimana masa lalu dan masa kini bersitegang sebagai pengulangan. Moralitas di
ruang yang berbeda itu sebenarnya sama-sama bergeser, bahwa apapun jadi bermoral ketika
dihadapkan pada tekanan-tekanan di zaman kehancuran.
Lantas bagaimana moral menurut pembaca? Ketegangan dari benturan ruang pembaca inilah
yang saya harapkan setelah membaca atau menonton pertunjukan naskah ini. Bagaimana tokoh-
tokoh di dalamnya memproduksi pikiran-pikiran lewat peristiwa, pembaca/penonton
memproduksi pikiran lewat naskah atau pertunjukan, dan ide itu membentur langsung ruang
pembaca atau penonton (present context) sebagai ledakan.
Bandung, 31 Oktober 2014
ZN
Dramatic Personae
Morito : Tokoh di dalam cerpen Kesa dan Morito berumur kira-kira 30 tahun, belum
beristri, seseorang dari kalangan menengah ke atas, disinyalir sebagai seorang
penulis karya sastra. Ia terlibat hubungan gelap dengan Kesa, seorang
perempuan yang telah memiliki suami.
Pelayan 1 : Seorang pelayan Samurai, memiliki istri dan anak yang cukup banyak.
Memiliki seorang adik dan beberapa orang kakak. Adiknya pergi ke Hokaido
untuk bertani. Adiknya adalah seorang pelayan samurai yang disinyalir sebagai
seorang pelayan samurai di dalam cerita Rashomon.
Pelayan 2 : Seorang pelayan samurai yang memiliki sifat keras, suka perempuan, dan
sangat bergantung pada minuman keras. Pernah mendaftarkan diri sebagai
penjaga kerajaan, tapi gagal karena sifat buruknya yang sulit dihentikan.
Kesa : Ia adalah pacar gelap Morito. Memiliki suami bernama Wataru.
Wataru : Tokoh yang tidak dihadirkan di dalam naskah ini, namun memiliki peran
sebagai majikan dari Pelayan 1 dan Pelayan 2.
ADEGAN 1
Malam itu udara sangat dingin. Hujan besar menimpa Rashomon, gerbang kota yang porak
poranda. Di bawah loteng yang rusak setengahnya, seorang lelaki termenung sendiri,
menyaksikan tiang besar dengan pernis merah tua yang sudah pudar di sana-sini. Lelaki itu
masih bisa mendengar bunyi jangkrik padahal hujan begitu deras.
Lelaki bertopi bangsawan itu duduk merintih di antara reruntuhan, bersembunyi dari malam.
Sesekali seorang perempuan muncul di bilik ingatannya. Mengajaknya menari ke banyak
peristiwa lalu mendamparkannya lagi ke gerbang Rashomon.
Morito
Kesa
Morito
Kesa
Morito
Kesa
Morito
Kesa
Penuhi janjimu! Atau aku akan membunuhmu, meskipun kau mencintaiku!
Morito
Sungguh! Ia begitu saja hadir dalam daftar hidupku. Mungkin karena senyumnya? Atau
tubuhnya? Aku tak tahu! Akalku seolah terampas! Bahkan dengus nafasnya masih terasa di
wajahku. Lenguhannya seperti gema yang terus menalu gendang telinga.
Kesa
Morito
Kesa
Aku menikah dengan Wataru karena waktu memberiku pertemuan dan kesempatan
membingungkan.
Morito
Ia mencintaiku?
Kesa
Morito
Kesa
Seharusnya aku katakan itu sejak awal. Tapi ia kadung percaya suaminya bisa kutangani.
Kesa
Cinta Wataru tak pernah surut dan mungkin karenanya aku tergenang dalam kekosongan.
Wataru pantas membunuh kita. Suami mana membiarkan hidup istrinya yang telanjang di
hadapan orang lain?
Morito
Kau menantangku! Ya! Janji ini jadi terucap dan menjeratku. Aku jadi perlu membuktikan
bahwa aku benar-benar mencintaimu!
Kesa
Morito
Aku bisa saja meninggalkanmu, menjalani hidup seperti biasa, dan menganggap malam laknat
ini tak pernah ada.
Kesa
Lalu kenapa seorang lelaki terpelajar sepertimu bisa terdampar pucat dengan senyum
terbaiknya dalam pelukanku?
Morito
Anggap saja aku biadab. Kehormatanmu sebagai istri telah kucuri. Tapi dengarkan perkataanku
ini, kau pun bersalah! Tak mungkin sebuah pintu kumasuki jika kau tak membiarkannya terbuka!
Kesa
Aku menemukan wajahku terluka seperti wajahmu. Jiwa kita sama-sama berlubang dan
karenanya kita saling terhisap, saling menemukan bagian yang lama hilang dalam kehidupan
kita.
Morito
Aku mabuk arak tubuhmu. Dan kau memberiku belati saat itu. Sebilah janji untuk membunuh
suamimu atas nama cinta. Masihkah kau pantas kucintai?
Kesa
Apa yang terjadi pada diri kita setelah ini, aku tak peduli! Cinta dan sebagainya mungkin hanya
tinggal bunyi yang keluar dari mulut kita dan tak menjelaskan apa-apa.
Bukankah guci yang pecah tak mungkin diperbaiki? Tapi kita perlu membersihkannya agar tak
ada yang terluka.
Morito
Sialnya aku! Membunuh lelaki tak berdosa untuk seorang perempuan keparat yang sial
menerima kebiadabanku. Benar-benar tak pantas!
Kesa
Kita sama-sama mengerti, hubungan ini hanya cara menutup luka yang lama menganga di tubuh
kita.
Morito
Rashomon, gerbang yang hancur ini, seolah-olah telah lebih dulu menuduhku sebagai pembunuh.
ADEGAN 2
Terdengar suara orang datang, Morito bersembunyi ke dalam reruntuhan. Ia seolah tak ingin
ditemukan. Dua pelayan samurai (Genin) muncul dari kegelapan. Dengan pakaiannya yang
basah, berteduh di bawah Rashomon.
Pelayan 1 (Melihat ke arah kota)
Dia akan menyesal karena memecat kita! Seharusnya kita bunuh dan rampok semua uangnya.
Bukankah dia yang sedang hancur? Kenapa kita harus ikut-ikutan hancur seperti ini?
Kita harusnya mengerti keadaannya dan merasakan apa yang Tuan kita rasakan. Kebangkrutan
karena bencana, dan musibah yang menimpanya malam ini, seharusnya kau malu dengan
ucapanmu itu!
Pelayan 2
Oh, rupanya kau mengerti bagaimana menjadi orang baik? Hah? Tempat ini justru jadi kebalikan
dari segala prasangka bodohmu itu!
Kau pernah bertanya kemana perginya lembaran-lembaran perak, patung Budha, dan lempengan
emas di tempat ini?
Pelayan 2
Sejak bencana melanda kota ini orang-orang mencoba bertahan dengan cara apapun! Kita berada
di antara kepungan hujan dan di sebuah tempat di mana para perampok dan penyamun tinggal.
Kau masih menyangka kita tak akan bernasib sama seperti mereka?
Pelayan 2
Dia tak bisa membawa kita pada kehancuran yang sama! Ada hak kita yang harus dia bayar
dengan darahnya sendiri! Bahkan seluruh hartanya pun tak akan mampu membayar kesetiaan
kita padanya selama ini. Lelaki pengecut!
Pelayan 1
Aku hanya bisa berdoa, semoga malam ini aku diselamatkan dari malapetaka dan esok anak-
anakku masih bisa makan.
Pelayan 2
Morito terbatuk. Dua pelayan itu memegang katana di sangkurnya. Mereka siaga, seolah
menghadapi seorang perampok yang bisa saja mencelakai mereka.
Pelayan 2
Siapa di sana?
Pelayan 1
Morito (Tertawa)
Sepertinya tempat ini tak lagi seperti simbol kebesaran kota. Seharusnya kita sepakat bahwa kita
sama-sama sedang dalam masalah berat.
Pelayan 2
Kami mengenalmu?
Morito
Sejak gempa dan puting beliung melanda kota ini, seharusnya kita saling mengenal.
Pelayan 1
Pelayan 2
Dan kau tidak membawa senjata. Tidakkah kau merasa takut pada kami?
Morito
Aku tau masalah kalian. Tapi tentu kalian pun tak akan pernah berani melakukan bencana bagi
diri kalian sendiri.
Pelayan 1
Ini Kyoto, dan di loteng Rashomon ini hanya gelimpangan mayat yang tak akan mendengar
jeritanmu. Tak akan kami biarkan kau jadi bencana bagi kami.
Morito
Di masa sulit seperti ini, setiap orang adalah bencana. Termasuk teman di sampingmu itu.
Pelayan 2
Apa maumu?
Kita sedang berada di Rashomon dan hujan ini entah kapan berhenti. Tidakah kalian merasa
kedinginan? Kita harus menyalakan api.
(Mematahkan kayu)
Pelayan 2
Pelayan 1
Tunggu!
Dan jika pun aku perampok yang melucuti kimononya, tentu kalian mengenal perilakunya.
Pelayan 2
Tapi asal kau tau, kau salah tentang cerita itu. Ia bukan perampok, ia hanya pelayan samurai!
ADEGAN 3
Morito
Harga bajuku laku beberapa Yen di pasar. Kukira cukup untuk persediaan makan kalian.
Pelayan 1
Pelayan 2
Udara dingin Kyoto bisa merusak pikiran siapapun. Tapi kau harus percaya, kami masih bisa
menyalakan api.
Morito
Aku telah melihatnya. Di atas sana, mayat-mayat kehilangan rambutnya. Namun yang
kupikirkan justru bukan nenek itu, tapi orang-orang yang pernah mendengar cerita itu.
Pelayan 1
Ya, mereka pasti memiliki cukup keberanian untuk datang ke tempat ini, lalu mencabuti setiap
helai rambut mayat-mayat itu untuk dijadikan rambut palsu.
Pelayan 2
Orang-orang telah dilanda lapar. Cerita tentang nenek dan seorang pelayan itu pun tersebar.
Kekejian yang mereka lakukan bagi sebagian orang adalah alasan untuk tidak datang ke tempat
ini. Dan bagi sebagian lagi menjadi jalan keluar dari bencana di kota ini.
Morito
Pelayan 2
Mungkin kami pun bisa saja melakukan hal yang sama padamu.
Morito (Tertawa)
Pelayan 1 menatap tajam ke arah entah, membayangkan pikirannya. Sebuah adegan tentang
nenek tua di Rashomon terjadi di dalam pikirannya
Pelayan 1
Yang kudengar, waktu itu beberapa hari setelah bencana, orang-orang menjarah apapun dan
kebangkrutan menuntun si pelayan pada nasibnya yang sial.
Aku kira ia telah meniatkan dirinya menjadi seorang perampok. Sampai akhirnya, nenek tua
malang itu menjadi korban pertamanya.
Pelayan 1
Tidak! Dia hanya sedang berteduh! Lelaki itu menghunuskan pedang pada nenek biadab itu.
Nenek yang menyalakan api di Rashomon, mencabuti setiap helai rambut dari mayat-mayat tak
bernama. Aku dapat membayangkan, bagaimana ketakutannya hilang menjadi rasa benci sat
melihat perilaku tak beradab itu.
Morito
Mayat itu memiliki nama dan nenek itu mengenalnya. Mayat perempuan. Nenek itu
mengenalnya sebagai seorang penjual ikan asin. Penipu yang memotong tipis-tipis ular sawah,
mengeringkannya, dan menjualnya sebagai ikan asin.
Pelayan 1
Morito
Semua orang membutuhkan hiburan, cerita, dan semua begitu mudah didapatkan.
Pelayan 2
Ah! Nenek itu bisa jadi balas dendam dan aku yakin ia pasti menyampaikan pembelaannya pada
pelayan itu. Ya! Ia hanya sedang mencabuti rambut seorang perempuan yang mungkin saja
pernah menipunya.
Pelayan 1
Tidak mungkin! Aku baru mendengar tambahan cerita itu. Nenek itu mencabuti rambut seorang
penipu? Tak pernah kudengar sebelumnya dari orang lain.
Morito
Mungkin keagungan Rashomon yang menutupi dosa mayat-mayat di atas loteng itu.
Pelayan 2 (Tertawa)
Ya, mungkin saja begitu. Kemudian bencana menghancurkan gerbang megah ini!
Pelayan 2 (Sinis)
Tapi keburukan tetaplah keburukan. Segala peristiwa akan tercium juga busuknya. Seperti kota
ini dan bencana yang menimpanya.
Pelayan 1 (Gugup)
Tidak mungkin. Aku hanya tau kalau pelayan itu merampas kimono Si Nenek dan setelah itu…
Pelayan 2
Pelayan 1
Apa maksudmu?
Pelayan 2
Diantara semua pelayan samurai di kota ini, hanya adikmu yang pergi dari Kyoto!
Pelayan 1
Ia pergi untuk bertani! Kota ini tak bisa memberi makan sembilan anaknya! Kau tau itu?
Apa yang bisa ditawarkan Kyoto untuk dimakan? Hah? Selain kita harus membelinya dengan
uang dan harga diri kita!
Pelayan 2 (Tertawa)
Hebat sekali! Bencana besar dapat pula mengubah dirimu. Aku baru sekali ini melihatmu begitu
peduli pada adikmu. Bukankah kau selalu menghancurkannya? Hah?
ADEGAN 4
LELAKI SIAL
Suasana hening kembali. Mereka masih menunggu hujan dan berdiam di dekat api.
Sementara pelayan 2 hilir mudik mencari kayu untuk dibakar kembali.
Pelayan 1
Morito
Pelayan 1
Morito
Sesial-sialnya aku tak akan lebih sial dari seorang pelayan yang mencari seorang nenek tanpa
kimono.
Morito
Aku kira, akulah yang paling sial. Malam ini aku harus membunuh lelaki yang tak kubenci.
Dua pelayan itu kaget dengan ucapan Morito. Mereka bangkit siaga, memegang sangkur
katananya.
Pelayan 2
Sudah kukira tak ada yang bisa kita percaya di atas Rashomon ini!
Morito (Berdiri)
Pelayan 1
Bagaimana kami yakin, kau pun tak akan membunuh kami sebagai permulaan?
Morito
Pelayan 2
Kesa
Morito
Ia tak begitu cantik, tapi entahlah, setiap bertemu dengannya, aku merasa ada sesuatu yang
membara di dalam tubuhku. Kami berkenalan dan sepertinya ia pun merasa nyaman. Hingga
akhirnya kami sampai di atas ranjang kamarku. Begitulah seterusnya perempuan itu menjadi
candu.
Pelayan 1
Pelayan 2
Morito
Kami sempat tak lagi bertemu dalam waktu yang lama. Hingga aku melihatnya lagi saat
Jembatan Hanada diresmikan. Kami pun bicara dan ia nampak sedikit berbeda. Kami
mengunjungi banyak tempat dan kuajak ia kembali mengunjungi rumahku. Rinduku padanya tak
terbendung lagi, perasaannya pun tumpah. Kami seperti bercinta di dalam hujan. Setelah kami
tergolek lemah, ia pun mengaku telah bersuami dan itulah alasannya hilang selama ini.
Kesa
Saat itu, rasa takut seperti petir yang menghujam kepala. Suamiku seperti berdiri di samping
kita, menggenggam belati dan menikamkannya ke dadaku, bertubi-tubi, bersama tiap hempasan
tubuhmu padaku di ranjang itu.
Pelayan 2
Pelayan 1
Morito
Kesa
Aku takut padanya, juga padamu! Kau lebih dulu menerima ketakutanku itu dan berjanji akan
mengurangi ketakutanku yang lain!
Pelayan 1
Morito
Perempuan itu menangis. Ia merasa tak bisa lagi hidup dengan suaminya. Ia tak bisa hidup
dengan dosa dan kebohongan pada suaminya. Tatapan matanya waktu itu penuh penderitaan. Ia
tak bisa hidup dengan dua lelaki di dalam hidupnya. Jika bukan ia yang mati, maka suaminya
yang harus tiada.
Kesa
Dua lelaki tak boleh tahu aibku. Aku seperti dijerat dari dua arah tanpa bisa menyerah pada
salah satunya. Aku ingin hidup tenang.
Pelayan 1
Morito
Entahlah. Sebenarnya aku tak pernah mencintainya. Tapi janji itu begitu saja terlontar dari
mulutku.
Pelayan 2 (Tertawa)
Benar-benar aneh. Aku kira itu yang memberatkanmu. Membunuh lelaki yang tak kau benci
untuk seorang perempuan yang tak kau cintai. (Tertawa) Aku kira itu hukuman yang tepat
buatmu!
Pelayan 1
Kenapa kau menceritakan hal ini pada kami? Kau seharusnya tidak menceritakan hal buruk ini
pada siapapun.
Tidakkah kau belajar dari cerita nenek tua itu? Cerita buruk yang menimpanya kini telah
tersebar. Ia menceritakan pada semua orang seolah-olah ia yang tertindas. Padahal bisa saja ia
yang sebenarnya salah! Seandainya pelayan malang itu tak pergi dari kota ini mungkin kita bisa
mendengar cerita yang berbeda! Setiap cerita bisa saja dibangun oleh pendendam yang bertahan.
Pelayan 2
Oh hebat sekali. Akhirnya ada dua orang sial berada di depanku malam ini! Sekarang lengkap
sudah penderitaanku. Aku kira akulah lelaki paling sial malam ini.
Pelayan 1
Pelayan 2
Oh ya? Apakah gertakanmu itu bisa membuatku mendapatkan pekerjaanku kembali? Hah?
Yang aku tahu kau dan adik sialmu itu dipecat dari tuan Watanabe. Kau memilih bekerja
bersama Tuan Wataru, bersamaku, sedangkan adikmu menghilang tanpa jejak. Menurutmu
bagaimana orang-orang menyimpulkan kebenarannya? Hah?
Morito
Pelayan 2
Pelayan 1
Pelayan 2
Iya, itu lah yang paling menyebalkan. Aku ikut-ikutan dipecat saat tuanku tau kalau salah satu
pelayannya adalah kakak seorang perampok!
Pelayan 1
Pelayan 2
Itu kenyataannya!
Mereka bertempur. Di Rashomon saat hujan, keduanya saling serang dan menghindar.
Katana berlesatan, tajam, berbaur dengan kilat yang menggelegar.
ADEGAN 5
TIGA PENGAKUAN
Morito tidak melihat mereka yang sedang bertempur. Ia sibuk dengan pikirannya, seperti
mencari sesuatu. Hingga akhirnya ia mendapati sesuatu dari perenungannya itu.
Morito
Hei!
Morito
Hentikan!
Dua pelayan berhenti menyerang dalam posisi saling mencekik. Pandangan mereka
mengarah pada Morito.
Morito
Pelayan 2
Apa maksudmu?
Mereka saling melepaskan cekikan dan berdiri menatap tajam pada Morito.
Morito
Pelayan 1
Kau mempermainkan kami.
Morito
Buat apa kalian harus saling membunuh? Bukankah Wataru tetap bersenang-senang di sana? Dan
kalian tetap kehilangan segalanya bahkan nyawa kalian sendiri. Pikirkan bagaimana
menderitanya keluarga kalian!
Pelayan 1 dan Pelayan 2 saling menatap. Mereka seolah merasa perkelahian mereka belum
selesai. Mereka hanya bisa saling diam dan mendengus berjauhan.
Morito
Morito
Ini bukan hanya tentang rasa benci kalian. Tapi juga soal uang yang kumiliki untuk kalian.
Pelayan 1 dan Pelayan 2 mulai tertarik. Mereka langsung menatap tajam pada Morito.
Morito
Pelayan 1
Morito
Pelayan 1
Apa?
Pelayan 2
Morito
Pelayan 1
Ya, tidak salah lagi, aku pernah melihatmu berkendara dengan nona Kesa di tengah kota.
Morito
Morito
Yang Kesa inginkan adalah Wataru lenyap dalam hidupnya. Ketika aku tak bisa membunuhnya,
tentu uangku bisa membayar kalian untuk membunuhnya.
Pelayan 2
Morito
Tidak, kalian akan terpaksa mengikuti ajakanku. Wataru memang harus mati di tangan kalian.
Kalian punya hak untuk itu! Ia majikan tak bertanggungjawab yang memecat kalian tanpa
memikirkan keluarga kalian di zaman begini sulitnya. Seharusnya kalian memaknai itu sebagai
kejahatan.
Jika kalian menyerah, maka bukan hanya kalian yang terhinakan. Bisa jadi seluruh pelayan di
Kyoto, dalam waktu dekat, juga dihinakan oleh majikan-majikannya. Mereka akan meniru
Wataru dalam memperlakukan pelayannya di masa sulit seperti ini.
Pelayan 1
Aku mengerti jalan pikiranmu.
Morito
Dengan membunuh Wataru, kalian dapat membawa seluruh hartanya dan menjadi peringatan
bagi setiap bangsawan di kota ini untuk tidak semena-mena.
Tentang uang yang kuberikan pada kalian, juga terbayarkan karena janjiku pada Kesa selesai.
Pelayan 2 (sinis)
(Memegang katana)
Morito (Tertawa)
Pelayan 1
Dari awal, kau terlalu meremehkan kami. Sebaiknya kau merasa takut tuan.
Morito
Hei, kalian dapat membalaskan dendam kalian! Menyelamatkan nasib para pelayan lain di
Kyoto! Dan uangku ini, cukup untuk memberi makan anak-anak kalian selama sebulan.
Pelayan 2
Morito
Pelayan 1
Tentu tidak.
Pelayan 2
Morito
Pelayan 1
Pelayan 2
Morito
Apa?
Pelayan 2
Ya, karena kehormatannya telah Tuan ambil, ia akhirnya menggantung diri di kamar suaminya.
Morito
Pelayan 1
Wataru memecat kami karena takut kami mengetahuinya. Padahal kami telah tau semuanya.
Morito merasa tertekan dengan berita itu, dan dua pelayan di depannya menatap tajam
padanya.
Morito
Pelayan 2
Ya, mungkin sekarang kau mengerti kenapa kau harus takut pada kami.
Morito
Pelayan 1
Kami banyak belajar pada cerita seorang nenek di Rashomon. Dan seseorang yang dibiarkan
hidup dengan dendam, akan menjadi pisau yang menusuk kami di kemudian hari.
Pelayan 2
Morito
Tidak! Jangan! Kalian akan tetap menyesal. Kalian hanya menciptakan bencana bagi diri kalian
sendiri.
Pelayan 2
Seperti katamu, di zaman sekarang siapapun bisa menjadi bencana. Kami tak mau Tuan menjadi
bencana bagi kami.
Morito
Tidak!
ADEGAN 6
AIB TERAKHIR
Pelayan 1
Sekarang aku mengerti kenapa banyak orang membuang mayat ke Rashomon.
Pelayan 2
Pelayan 1
Jika kita biarkan hidup, cerita dari perbuatan kita akan menyebar ke seluruh masyarakat Kyoto
dengan cepat.
Pelayan 2
Dan uang itu dengan berbagai cara akhirnya akan kembali lagi padanya. Haha.
Pelayan 1
Pelayan 2
Pelayan 1
Pelayan 2
Pelayan 1
Seperti kenapa Nyonya Kesa meminta Morito membunuh suaminya. Karena pilihannya hanya
ada dua, ia yang mati, atau suaminya yang mati. Tapi pada akhirnya ia yang mati bunuh diri.
Pelayan 2
Pelayan 1
Tidak. Ia tidak mati karena itu. Jika pun ia memutuskan untuk hidup, ia akan membunuh
keduanya.
Pelayan 2 sejenak berpikir tapi akhirnya mengerti dan menatap tajam Pelayan 1
Pelayan 2
Pelayan 1
Pelayan 1 mengeluarkan katana. Pelayan 2 juga menghunus katana. Mereka siap bertempur.
Kesa
Aku tak tahu apa itu cinta. Aku menemukan wajahku terluka seperti wajahmu. Jiwa kita sama-
sama berlubang dan karenanya kita saling terhisap. Bukankah guci yang pecah tak mungkin
diperbaiki? Tapi telah kubersihkan sendiri tiap pecahannya agar tak ada yang terluka.
Tamat