Anda di halaman 1dari 27

一巡りのドラマ

羅生門に
モリトと
二人の下僕
ズルファ・ナスルーラー

これは芥川龍之介の「羅生門」と「ケサとモリト」【1914】の 編小説が
アダプテーションをされていての作品である。

Pengantar Penulis
Morito dan Dua Pelayan di Rashomon adalah naskah yang saya buat karena terinspirasi
beberapa karya. Saya membaca kumpulan cerpen Rashomon (1915) karya Ryunosuke
Akutagawa dan menemukan bagaimana suatu moral bergeser karena bencana. Kemudian saya
menonton film Rashomon karya Akira Kurosawa. Pada film itu saya menemukan cara bercerita
yang baik dalam mengungkap cara pandang Akutagawa tentang moral. Akhirnya, saya pun
tertantang untuk menulis naskah drama untuk menunjukan variasi lain dari mengolah gagasan
Akutagawa tentang manusia dan bencana.
Dua cerpen Akutagawa yang saya anggap cukup unik mengolah persoalan moral yakni cerpen
Kesa dan Morito dan Rashomon. Meminjam cara bercerita Akira Kurosawa, dua cerpen ini saya
kembangkan setiap tokohnya dan saya pertemukan di dalam satu cerita baru, yakni satu latar
tempat dan waktu yang sama. Rupanya tokoh-tokoh yang saya hidupkan itu akhirnya
memunculkan gagasan Akutagawa tentang problema sosial Jepang masa kehancuran Kyoto.
Potret moral manusia di tengah bencana alam dan eksistensi diri.
Kehancuran yang dimaksudkan Akutagawa bukan sekedar material. Tapi juga kehancuran
eksistensi dan moral masyarakat Kyoto saat itu. Seorang perempuan yang tercerabut
eksistensinya ketika tubuh dan nafsu kemanusiaannya diketahui oleh orang lain. Seorang lelaki
yang mendapat ketegangan eksistensi saat berhadapan dengan janji (human useful), cinta (human
basic), dan kemanusiaan (humanities). Seorang pelayan samurai yang tercerabut eksistensinya
saat pekerjaannya (moral grip) tercuri karena keadaan mendera tubuh, pikiran dan hatinya.
Tokoh-tokoh yang saya hidupkan kembali itu, mengajak saya berkaca pada kondisi masyarakat
hari ini. Mereka hidup di ruang saya (present context), dan sepertinya mereka pun akan hidup di
pikiran pembaca. Dimana masa lalu dan masa kini bersitegang sebagai pengulangan. Moralitas di
ruang yang berbeda itu sebenarnya sama-sama bergeser, bahwa apapun jadi bermoral ketika
dihadapkan pada tekanan-tekanan di zaman kehancuran.
Lantas bagaimana moral menurut pembaca? Ketegangan dari benturan ruang pembaca inilah
yang saya harapkan setelah membaca atau menonton pertunjukan naskah ini. Bagaimana tokoh-
tokoh di dalamnya memproduksi pikiran-pikiran lewat peristiwa, pembaca/penonton
memproduksi pikiran lewat naskah atau pertunjukan, dan ide itu membentur langsung ruang
pembaca atau penonton (present context) sebagai ledakan.
Bandung, 31 Oktober 2014

ZN
Dramatic Personae

Morito : Tokoh di dalam cerpen Kesa dan Morito berumur kira-kira 30 tahun, belum
beristri, seseorang dari kalangan menengah ke atas, disinyalir sebagai seorang
penulis karya sastra. Ia terlibat hubungan gelap dengan Kesa, seorang
perempuan yang telah memiliki suami.
Pelayan 1 : Seorang pelayan Samurai, memiliki istri dan anak yang cukup banyak.
Memiliki seorang adik dan beberapa orang kakak. Adiknya pergi ke Hokaido
untuk bertani. Adiknya adalah seorang pelayan samurai yang disinyalir sebagai
seorang pelayan samurai di dalam cerita Rashomon.
Pelayan 2 : Seorang pelayan samurai yang memiliki sifat keras, suka perempuan, dan
sangat bergantung pada minuman keras. Pernah mendaftarkan diri sebagai
penjaga kerajaan, tapi gagal karena sifat buruknya yang sulit dihentikan.
Kesa : Ia adalah pacar gelap Morito. Memiliki suami bernama Wataru.
Wataru : Tokoh yang tidak dihadirkan di dalam naskah ini, namun memiliki peran
sebagai majikan dari Pelayan 1 dan Pelayan 2.
ADEGAN 1

MORITO DAN PIKIRANNYA

Malam itu udara sangat dingin. Hujan besar menimpa Rashomon, gerbang kota yang porak
poranda. Di bawah loteng yang rusak setengahnya, seorang lelaki termenung sendiri,
menyaksikan tiang besar dengan pernis merah tua yang sudah pudar di sana-sini. Lelaki itu
masih bisa mendengar bunyi jangkrik padahal hujan begitu deras.

Lelaki bertopi bangsawan itu duduk merintih di antara reruntuhan, bersembunyi dari malam.
Sesekali seorang perempuan muncul di bilik ingatannya. Mengajaknya menari ke banyak
peristiwa lalu mendamparkannya lagi ke gerbang Rashomon.

Morito

Selalu hujan dan entah bencana apa lagi di luar sana.

Kesa

Jika kau tak membunuhnya, berarti aku harus membunuhmu.

Morito

Malam ini tanganku akan berlumur darah.

Kesa

Dua lelaki yang tahu aibku tak bisa dibiarkan hidup.

Morito

Mestinya mudah kubunuh lelaki itu.

Kesa

Aku tak mau terhina dan kehilangan segalanya.

Morito

Tapi ia bukan musuhku.

Kesa
Penuhi janjimu! Atau aku akan membunuhmu, meskipun kau mencintaiku!

Morito

Bodoh! Kenapa aku berjanji?

Kesa, perempuan lugu itu, aku tak pernah mencintainya.

Sungguh! Ia begitu saja hadir dalam daftar hidupku. Mungkin karena senyumnya? Atau
tubuhnya? Aku tak tahu! Akalku seolah terampas! Bahkan dengus nafasnya masih terasa di
wajahku. Lenguhannya seperti gema yang terus menalu gendang telinga.

Ia mencintaiku? Tidak, ia mencintai suaminya.

Kesa

Aku tak tahu apa itu cinta.

Morito

Kenapa ia ingin aku membunuh suaminya?

Kesa

Aku menikah dengan Wataru karena waktu memberiku pertemuan dan kesempatan
membingungkan.

Morito

Ia mencintaiku?

Kesa

Aku bisa katakan padamu dengan jelas, aku tak mencintainya.

Morito

Menjaga diriku sendiri saja begini sulitnya, bagaimana aku mencintainya?

Kesa

Tapi waktu, seperti kabut bagi segala pernyataanku.


Morito

Seharusnya aku katakan itu sejak awal. Tapi ia kadung percaya suaminya bisa kutangani.

Kesa

Cinta Wataru tak pernah surut dan mungkin karenanya aku tergenang dalam kekosongan.
Wataru pantas membunuh kita. Suami mana membiarkan hidup istrinya yang telanjang di
hadapan orang lain?

Morito mendebat pikirannya

Morito

Kau menantangku! Ya! Janji ini jadi terucap dan menjeratku. Aku jadi perlu membuktikan
bahwa aku benar-benar mencintaimu!

Kesa

Menurutmu, kenapa seorang perempuan bersuami bisa telanjang begini di ranjangmu?

Aku tak begitu mengenalmu, dan apa peduliku dengan itu?

Morito

Aku bisa saja meninggalkanmu, menjalani hidup seperti biasa, dan menganggap malam laknat
ini tak pernah ada.

Kesa

Lalu kenapa seorang lelaki terpelajar sepertimu bisa terdampar pucat dengan senyum
terbaiknya dalam pelukanku?

Morito

Anggap saja aku biadab. Kehormatanmu sebagai istri telah kucuri. Tapi dengarkan perkataanku
ini, kau pun bersalah! Tak mungkin sebuah pintu kumasuki jika kau tak membiarkannya terbuka!

Kesa
Aku menemukan wajahku terluka seperti wajahmu. Jiwa kita sama-sama berlubang dan
karenanya kita saling terhisap, saling menemukan bagian yang lama hilang dalam kehidupan
kita.

Morito

Aku mabuk arak tubuhmu. Dan kau memberiku belati saat itu. Sebilah janji untuk membunuh
suamimu atas nama cinta. Masihkah kau pantas kucintai?

Kesa

Apa yang terjadi pada diri kita setelah ini, aku tak peduli! Cinta dan sebagainya mungkin hanya
tinggal bunyi yang keluar dari mulut kita dan tak menjelaskan apa-apa.

Bukankah guci yang pecah tak mungkin diperbaiki? Tapi kita perlu membersihkannya agar tak
ada yang terluka.

Morito

Sialnya aku! Membunuh lelaki tak berdosa untuk seorang perempuan keparat yang sial
menerima kebiadabanku. Benar-benar tak pantas!

Kesa

Kita sama-sama mengerti, hubungan ini hanya cara menutup luka yang lama menganga di tubuh
kita.

Morito

Rashomon, gerbang yang hancur ini, seolah-olah telah lebih dulu menuduhku sebagai pembunuh.

ADEGAN 2

SETIAP ORANG ADALAH BENCANA

Terdengar suara orang datang, Morito bersembunyi ke dalam reruntuhan. Ia seolah tak ingin
ditemukan. Dua pelayan samurai (Genin) muncul dari kegelapan. Dengan pakaiannya yang
basah, berteduh di bawah Rashomon.
Pelayan 1 (Melihat ke arah kota)

Kota ini sangat mengerikan.

Pelayan 2 (Sambil menepuk-nepuk bajunya yang basah)

Dia akan menyesal karena memecat kita! Seharusnya kita bunuh dan rampok semua uangnya.

Bukankah dia yang sedang hancur? Kenapa kita harus ikut-ikutan hancur seperti ini?

Pelayan 1 (Menarik baju, hendak memukul)

Jangan paksa aku menjadi penjahat!

Kita harusnya mengerti keadaannya dan merasakan apa yang Tuan kita rasakan. Kebangkrutan
karena bencana, dan musibah yang menimpanya malam ini, seharusnya kau malu dengan
ucapanmu itu!

Pelayan 2

Oh, rupanya kau mengerti bagaimana menjadi orang baik? Hah? Tempat ini justru jadi kebalikan
dari segala prasangka bodohmu itu!

(Melepaskan tangan Pelayan 1)

Kau pernah bertanya kemana perginya lembaran-lembaran perak, patung Budha, dan lempengan
emas di tempat ini?

Pelayan 1 (Melihat sekitar)

Pelayan 2

Sejak bencana melanda kota ini orang-orang mencoba bertahan dengan cara apapun! Kita berada
di antara kepungan hujan dan di sebuah tempat di mana para perampok dan penyamun tinggal.
Kau masih menyangka kita tak akan bernasib sama seperti mereka?

Pelayan 1 (Melihat sekitar)

Tak ada lagi kesucian yang tersisa di sini.

Pelayan 2
Dia tak bisa membawa kita pada kehancuran yang sama! Ada hak kita yang harus dia bayar
dengan darahnya sendiri! Bahkan seluruh hartanya pun tak akan mampu membayar kesetiaan
kita padanya selama ini. Lelaki pengecut!

Pelayan 1

Aku hanya bisa berdoa, semoga malam ini aku diselamatkan dari malapetaka dan esok anak-
anakku masih bisa makan.

Pelayan 2

Kita sudah bangkrut. Istriku tentu akan meninggalkanku.

Morito terbatuk. Dua pelayan itu memegang katana di sangkurnya. Mereka siaga, seolah
menghadapi seorang perampok yang bisa saja mencelakai mereka.

Pelayan 2

Siapa di sana?

Morito mucul dari reruntuhan.

Morito (Sedikit gentar melihat katana yang siaga)

Kalian pernah berpikir kenapa Rashomon dibangun di Jalan Sujaku?

Pelayan 1

Hanya di jalan yang baik simbol keagungan kota didirikan.

Morito (Tertawa)

Sepertinya tempat ini tak lagi seperti simbol kebesaran kota. Seharusnya kita sepakat bahwa kita
sama-sama sedang dalam masalah berat.

Pelayan 2

Kami mengenalmu?

Morito

Sejak gempa dan puting beliung melanda kota ini, seharusnya kita saling mengenal.
Pelayan 1

Tapi dari cara berpakaianmu tentu kau bukan seorang pelayan.

Pelayan 2

Dan kau tidak membawa senjata. Tidakkah kau merasa takut pada kami?

Morito

Aku tau masalah kalian. Tapi tentu kalian pun tak akan pernah berani melakukan bencana bagi
diri kalian sendiri.

Pelayan 1

Ini Kyoto, dan di loteng Rashomon ini hanya gelimpangan mayat yang tak akan mendengar
jeritanmu. Tak akan kami biarkan kau jadi bencana bagi kami.

Morito

Di masa sulit seperti ini, setiap orang adalah bencana. Termasuk teman di sampingmu itu.

Pelayan 2

Apa maumu?

Morito (Sambil berjalan mengumpulakan kayu dari reruntuhan)

Kita sedang berada di Rashomon dan hujan ini entah kapan berhenti. Tidakah kalian merasa
kedinginan? Kita harus menyalakan api.

(Mematahkan kayu)

Pelayan 2

Setan apa yang berani menyalakan api di atas Rashomon?

Pelayan 1

Ya, aku pernah mendengar cerita itu.

Pelayan 1 menghunus katana hendak menyerang Morito.


Morito

Tunggu!

(Pelayan1 menahan serangannya)

Di dalam cerita, ia hanya seorang nenek tua.

Dan jika pun aku perampok yang melucuti kimononya, tentu kalian mengenal perilakunya.

Pelayan 2

Lelaki ini terlalu pandai sebagai seorang perampok.

Pelayan 1 (Kepada Morito)

Tapi asal kau tau, kau salah tentang cerita itu. Ia bukan perampok, ia hanya pelayan samurai!

ADEGAN 3

KISAH TENTANG NENEK TUA

Pelayan 1 menyarukan lagi katananya. Ia mengambil potongan kayu di sampingnya dan


melemparkannya ke tengah. Morito bergegas memantik api dan menyalakannya. Mereka
bersama-sama menyalakan api.

Morito

Harga bajuku laku beberapa Yen di pasar. Kukira cukup untuk persediaan makan kalian.

Pelayan 1

Kami tidak seburuk persangkaanmu. Kami hanya mempertahankan diri.

Pelayan 2

Udara dingin Kyoto bisa merusak pikiran siapapun. Tapi kau harus percaya, kami masih bisa
menyalakan api.

Mereka bertiga menyalakan api, saling diam beberapa saat.


Pelayan 1

Apa yang kau dengar tentang cerita nenek tua itu?

Morito

Aku telah melihatnya. Di atas sana, mayat-mayat kehilangan rambutnya. Namun yang
kupikirkan justru bukan nenek itu, tapi orang-orang yang pernah mendengar cerita itu.

Pelayan 1

Ya, mereka pasti memiliki cukup keberanian untuk datang ke tempat ini, lalu mencabuti setiap
helai rambut mayat-mayat itu untuk dijadikan rambut palsu.

Pelayan 2

Orang-orang telah dilanda lapar. Cerita tentang nenek dan seorang pelayan itu pun tersebar.
Kekejian yang mereka lakukan bagi sebagian orang adalah alasan untuk tidak datang ke tempat
ini. Dan bagi sebagian lagi menjadi jalan keluar dari bencana di kota ini.

Morito

Ya, memang tak ada yang bisa disalahkan.

Pelayan 2

Mungkin kami pun bisa saja melakukan hal yang sama padamu.

Morito (Tertawa)

Aku kira kalian cukup cerdik memahami cerita itu.

Pelayan 1 menatap tajam ke arah entah, membayangkan pikirannya. Sebuah adegan tentang
nenek tua di Rashomon terjadi di dalam pikirannya

Pelayan 1

Yang kudengar, waktu itu beberapa hari setelah bencana, orang-orang menjarah apapun dan
kebangkrutan menuntun si pelayan pada nasibnya yang sial.

Lelaki itu mendatangi Rashomon dengan kekalutan di pikirannya.


Pelayan 2

Aku kira ia telah meniatkan dirinya menjadi seorang perampok. Sampai akhirnya, nenek tua
malang itu menjadi korban pertamanya.

Pelayan 1

Tidak! Dia hanya sedang berteduh! Lelaki itu menghunuskan pedang pada nenek biadab itu.
Nenek yang menyalakan api di Rashomon, mencabuti setiap helai rambut dari mayat-mayat tak
bernama. Aku dapat membayangkan, bagaimana ketakutannya hilang menjadi rasa benci sat
melihat perilaku tak beradab itu.

Morito

Mayat itu memiliki nama dan nenek itu mengenalnya. Mayat perempuan. Nenek itu
mengenalnya sebagai seorang penjual ikan asin. Penipu yang memotong tipis-tipis ular sawah,
mengeringkannya, dan menjualnya sebagai ikan asin.

Pelayan 1

Bagaimana kau tahu?

Morito

Apa yang tidak diketahui orang-orang di masa bencana seperti ini?

Semua orang membutuhkan hiburan, cerita, dan semua begitu mudah didapatkan.

Pelayan 2

Ah! Nenek itu bisa jadi balas dendam dan aku yakin ia pasti menyampaikan pembelaannya pada
pelayan itu. Ya! Ia hanya sedang mencabuti rambut seorang perempuan yang mungkin saja
pernah menipunya.

Pelayan 1

Tidak mungkin! Aku baru mendengar tambahan cerita itu. Nenek itu mencabuti rambut seorang
penipu? Tak pernah kudengar sebelumnya dari orang lain.

Morito
Mungkin keagungan Rashomon yang menutupi dosa mayat-mayat di atas loteng itu.

Pelayan 2 (Tertawa)

Ya, mungkin saja begitu. Kemudian bencana menghancurkan gerbang megah ini!

Pelayan 1 (Menjauhi yang lain dan berbicara sendiri)

Nenek itu berarti masih ada di kota ini.

Pelayan 2 (Sinis)

Tapi keburukan tetaplah keburukan. Segala peristiwa akan tercium juga busuknya. Seperti kota
ini dan bencana yang menimpanya.

Morito (Kepada Pelayan 1)

Sepertinya kau tahu banyak tentang pelayan dan nenek itu?

Pelayan 1 (Gugup)

Tidak mungkin. Aku hanya tau kalau pelayan itu merampas kimono Si Nenek dan setelah itu…

Pelayan 2

Setelah itu ia pergi bersama istrinya ke Hokaido

Pelayan 1 menyeret Pelayan 2 ke sudut

Pelayan 1

Apa maksudmu?

Pelayan 2

Diantara semua pelayan samurai di kota ini, hanya adikmu yang pergi dari Kyoto!

Bukankah itu perasaan malu yang berlebihan?

Pelayan 1

Ia pergi untuk bertani! Kota ini tak bisa memberi makan sembilan anaknya! Kau tau itu?
Apa yang bisa ditawarkan Kyoto untuk dimakan? Hah? Selain kita harus membelinya dengan
uang dan harga diri kita!

Pelayan 2 (Tertawa)

Hebat sekali! Bencana besar dapat pula mengubah dirimu. Aku baru sekali ini melihatmu begitu
peduli pada adikmu. Bukankah kau selalu menghancurkannya? Hah?

Pelayan 1 Terdiam melapas cengkramannya

ADEGAN 4

LELAKI SIAL

Suasana hening kembali. Mereka masih menunggu hujan dan berdiam di dekat api.
Sementara pelayan 2 hilir mudik mencari kayu untuk dibakar kembali.

Pelayan 1

Kau mengenal nenek itu?

Morito

Tidak. Kau mencarinya?

Pelayan 1

Gila! Buat apa aku mencari nenek tua tanpa kimono.

Morito

Sesial-sialnya aku tak akan lebih sial dari seorang pelayan yang mencari seorang nenek tanpa
kimono.

Pelayan 2 (Mendekat kembali ke unggunan api)

Tak ada yang lebih sial dari kami.

Morito
Aku kira, akulah yang paling sial. Malam ini aku harus membunuh lelaki yang tak kubenci.

Dua pelayan itu kaget dengan ucapan Morito. Mereka bangkit siaga, memegang sangkur
katananya.

Pelayan 2

Sudah kukira tak ada yang bisa kita percaya di atas Rashomon ini!

Morito (Berdiri)

Tidak, bukan kalian yang kumaksud.

Pelayan 1

Bagaimana kami yakin, kau pun tak akan membunuh kami sebagai permulaan?

Morito

Aku bukan seorang pembunuh!

Pelayan 2

Lalu bagaimana kau menjelaskan ucapanmu tadi?!


Morito menatap ke arah entah, matanya seolah meraba ingatan dan pikirannya. Lalu ia
melihat Kesa muncul dari unggunan api. Membakar pikirannya dengan tatapan dan tangisan
lirih.

Kesa

Bunuh Wataru untukku! Atau cinta akan membunuh kita semua.

Morito

Ia tak begitu cantik, tapi entahlah, setiap bertemu dengannya, aku merasa ada sesuatu yang
membara di dalam tubuhku. Kami berkenalan dan sepertinya ia pun merasa nyaman. Hingga
akhirnya kami sampai di atas ranjang kamarku. Begitulah seterusnya perempuan itu menjadi
candu.

Pelayan 1

Hanya karena itu kau membunuhnya?


Morito

Bukan dia yang harus kubunuh. Tapi suaminya.

Pelayan 2

Astaga! Kau lebih keji dari yang kukira!

Morito

Sebelumnya aku tak tau ia telah bersuami!

Kami sempat tak lagi bertemu dalam waktu yang lama. Hingga aku melihatnya lagi saat
Jembatan Hanada diresmikan. Kami pun bicara dan ia nampak sedikit berbeda. Kami
mengunjungi banyak tempat dan kuajak ia kembali mengunjungi rumahku. Rinduku padanya tak
terbendung lagi, perasaannya pun tumpah. Kami seperti bercinta di dalam hujan. Setelah kami
tergolek lemah, ia pun mengaku telah bersuami dan itulah alasannya hilang selama ini.

Kesa

Saat itu, rasa takut seperti petir yang menghujam kepala. Suamiku seperti berdiri di samping
kita, menggenggam belati dan menikamkannya ke dadaku, bertubi-tubi, bersama tiap hempasan
tubuhmu padaku di ranjang itu.

Pelayan 2

Tidakkah kau dengar betapa biadabnya lelaki ini?

Pelayan 1

Kita dengarkan dulu ceritanya!

Morito

Itu alasan kenapa aku teramat sial malam ini!

Aku tak bisa membunuh seorang lelaki yang tak kubenci!

Kesa

Aku takut padanya, juga padamu! Kau lebih dulu menerima ketakutanku itu dan berjanji akan
mengurangi ketakutanku yang lain!
Pelayan 1

Lantas apa yang memaksamu melakukannya?

Morito

Perempuan itu menangis. Ia merasa tak bisa lagi hidup dengan suaminya. Ia tak bisa hidup
dengan dosa dan kebohongan pada suaminya. Tatapan matanya waktu itu penuh penderitaan. Ia
tak bisa hidup dengan dua lelaki di dalam hidupnya. Jika bukan ia yang mati, maka suaminya
yang harus tiada.

Saat itu, aku pun berjanji akan membunuh suaminya.

Kesa

Dua lelaki tak boleh tahu aibku. Aku seperti dijerat dari dua arah tanpa bisa menyerah pada
salah satunya. Aku ingin hidup tenang.

Pelayan 1

Kau pasti sangat mencintainya.

Morito

Entahlah. Sebenarnya aku tak pernah mencintainya. Tapi janji itu begitu saja terlontar dari
mulutku.

Pelayan 2 (Tertawa)

Benar-benar aneh. Aku kira itu yang memberatkanmu. Membunuh lelaki yang tak kau benci
untuk seorang perempuan yang tak kau cintai. (Tertawa) Aku kira itu hukuman yang tepat
buatmu!

Pelayan 1

Kenapa kau menceritakan hal ini pada kami? Kau seharusnya tidak menceritakan hal buruk ini
pada siapapun.

Tidakkah kau belajar dari cerita nenek tua itu? Cerita buruk yang menimpanya kini telah
tersebar. Ia menceritakan pada semua orang seolah-olah ia yang tertindas. Padahal bisa saja ia
yang sebenarnya salah! Seandainya pelayan malang itu tak pergi dari kota ini mungkin kita bisa
mendengar cerita yang berbeda! Setiap cerita bisa saja dibangun oleh pendendam yang bertahan.

Pelayan 2

Oh hebat sekali. Akhirnya ada dua orang sial berada di depanku malam ini! Sekarang lengkap
sudah penderitaanku. Aku kira akulah lelaki paling sial malam ini.

Pelayan 1

Sekali lagi kau menuduh adikku perampok, kau akan menyesal!

Pelayan 2

Oh ya? Apakah gertakanmu itu bisa membuatku mendapatkan pekerjaanku kembali? Hah?

Yang aku tahu kau dan adik sialmu itu dipecat dari tuan Watanabe. Kau memilih bekerja
bersama Tuan Wataru, bersamaku, sedangkan adikmu menghilang tanpa jejak. Menurutmu
bagaimana orang-orang menyimpulkan kebenarannya? Hah?

Morito

Wataru? Kalian pelayan Wataru?

Pelayan 2

Ya, Wataru akhirnya memecatku karena persoalan lelaki sial ini!

Pelayan 1

Aku tak meminta tuan Wataru memecatmu!

Pelayan 2

Iya, itu lah yang paling menyebalkan. Aku ikut-ikutan dipecat saat tuanku tau kalau salah satu
pelayannya adalah kakak seorang perampok!

Pelayan 1

Tarik ucapanmu itu bangsat!

Pelayan 2
Itu kenyataannya!

Mereka bertempur. Di Rashomon saat hujan, keduanya saling serang dan menghindar.
Katana berlesatan, tajam, berbaur dengan kilat yang menggelegar.

ADEGAN 5

TIGA PENGAKUAN

Morito tidak melihat mereka yang sedang bertempur. Ia sibuk dengan pikirannya, seperti
mencari sesuatu. Hingga akhirnya ia mendapati sesuatu dari perenungannya itu.

Morito

Hei!

Dua pelayan itu semakin gila dan saling menyerang.

Morito

Hentikan!

Dua pelayan berhenti menyerang dalam posisi saling mencekik. Pandangan mereka
mengarah pada Morito.

Morito

Kalian kira Wataru akan iba melihat kalian?

Pelayan 2

Apa maksudmu?

Mereka saling melepaskan cekikan dan berdiri menatap tajam pada Morito.

Morito

Seharusnya kalian tidak tau hal ini.

Pelayan 1
Kau mempermainkan kami.

Morito

Buat apa kalian harus saling membunuh? Bukankah Wataru tetap bersenang-senang di sana? Dan
kalian tetap kehilangan segalanya bahkan nyawa kalian sendiri. Pikirkan bagaimana
menderitanya keluarga kalian!

Pelayan 1 dan Pelayan 2 saling menatap. Mereka seolah merasa perkelahian mereka belum
selesai. Mereka hanya bisa saling diam dan mendengus berjauhan.

Morito

Kecuali kalian ingin membantuku.

Pelayan 1 terdiam. Pelayan 2 mengacuhkan permintaan Morito.

Morito

Ini bukan hanya tentang rasa benci kalian. Tapi juga soal uang yang kumiliki untuk kalian.

Pelayan 1 dan Pelayan 2 mulai tertarik. Mereka langsung menatap tajam pada Morito.

Morito

Sudahlah, aku tau apa yang kalian butuhkan.

Pelayan 1

Apa yang kau inginkan?

Morito

Bunuh Wataru untukku!

Pelayan 1

Apa?

Pelayan 2

Apa masalahmu dengannya?


Pelayan 1

Dari awal aku sudah curiga, sepertinya aku pernah melihatmu.

Morito

Tentu saja. Kekalutan yang membuatmu sulit mengenaliku.

Pelayan 1

Ya, tidak salah lagi, aku pernah melihatmu berkendara dengan nona Kesa di tengah kota.

Morito

Ya! Aku kekasihnya.

Pelayan 1 dan Pelayan 2 kaget mendengar pengakuan Morito

Morito

Yang Kesa inginkan adalah Wataru lenyap dalam hidupnya. Ketika aku tak bisa membunuhnya,
tentu uangku bisa membayar kalian untuk membunuhnya.

Pelayan 1 dan Pelayan 2 masih terdiam, memikirkan sesuatu.

Pelayan 2

Sepertinya kau akan gagal mengajak kami.

Morito

Tidak, kalian akan terpaksa mengikuti ajakanku. Wataru memang harus mati di tangan kalian.
Kalian punya hak untuk itu! Ia majikan tak bertanggungjawab yang memecat kalian tanpa
memikirkan keluarga kalian di zaman begini sulitnya. Seharusnya kalian memaknai itu sebagai
kejahatan.

Jika kalian menyerah, maka bukan hanya kalian yang terhinakan. Bisa jadi seluruh pelayan di
Kyoto, dalam waktu dekat, juga dihinakan oleh majikan-majikannya. Mereka akan meniru
Wataru dalam memperlakukan pelayannya di masa sulit seperti ini.

Pelayan 1
Aku mengerti jalan pikiranmu.

Morito

Tentu, ini sangat sederhana.

Dengan membunuh Wataru, kalian dapat membawa seluruh hartanya dan menjadi peringatan
bagi setiap bangsawan di kota ini untuk tidak semena-mena.

Tentang uang yang kuberikan pada kalian, juga terbayarkan karena janjiku pada Kesa selesai.

Pelayan 2 (sinis)

Sudah kukatakan dari tadi, sepertinya kami tidak tertarik.

Dan sepertinya kami pun memiliki tawaran lain untukmu.

(Memegang katana)

Morito (Tertawa)

Kalian tentu tak akan sebodoh itu menolak tawaranku.

Pelayan 1

Dari awal, kau terlalu meremehkan kami. Sebaiknya kau merasa takut tuan.

Morito

Hei, kalian dapat membalaskan dendam kalian! Menyelamatkan nasib para pelayan lain di
Kyoto! Dan uangku ini, cukup untuk memberi makan anak-anak kalian selama sebulan.

Kalian cukup yakin untuk menolaknya?

Pelayan 2

Tidak, uang itu lebih dari cukup.

Morito

Berati kita sepakat?

Pelayan 1
Tentu tidak.

Pelayan 2

Kau tidak benar-benar tau masalah kami, Tuan.

Morito

Apa yang kalian pikirkan?

Pelayan 1

Wataru memecat kami karena Tuan!

Pelayan 2

Kabar buruknya, nona Kesa telah mati.

Morito

Apa?

Pelayan 2

Ya, karena kehormatannya telah Tuan ambil, ia akhirnya menggantung diri di kamar suaminya.

Morito

Tidak mungkin. Aku telah berjanji padanya akan membunuh Wataru!

Pelayan 1

Wataru memecat kami karena takut kami mengetahuinya. Padahal kami telah tau semuanya.

Morito merasa tertekan dengan berita itu, dan dua pelayan di depannya menatap tajam
padanya.

Morito

Tidak, tentu kalian tidak akan bertindak bodoh.

Pelayan 2

Ya, mungkin sekarang kau mengerti kenapa kau harus takut pada kami.
Morito

Tidak, jangan. Kalian bisa mengambil uangku. Silahkan! Semuanya!

(melempar sekantung uang ke arah dua pelayan)

Tapi jangan bunuh aku!

Pelayan 1

Kami banyak belajar pada cerita seorang nenek di Rashomon. Dan seseorang yang dibiarkan
hidup dengan dendam, akan menjadi pisau yang menusuk kami di kemudian hari.

Pelayan 2

Tuan menamainya sebagai bencana.

Morito

Tidak! Jangan! Kalian akan tetap menyesal. Kalian hanya menciptakan bencana bagi diri kalian
sendiri.

Pelayan 2

Seperti katamu, di zaman sekarang siapapun bisa menjadi bencana. Kami tak mau Tuan menjadi
bencana bagi kami.

Morito

Tidak!

Pelayan 2 membunuh Morito

ADEGAN 6

AIB TERAKHIR

Morito menggelepar di lantai Rashomon. Pelayan 2 menyeretnya ke samping reruntuhan dan


mencoba melucuti pakaiannya. Pelayan 1 membantu dan mengambil uang yang tergeletak di
sudut yang lain.

Pelayan 1
Sekarang aku mengerti kenapa banyak orang membuang mayat ke Rashomon.

Pelayan 2

Dia pikir kita bodoh.

Pelayan 1

Jika kita biarkan hidup, cerita dari perbuatan kita akan menyebar ke seluruh masyarakat Kyoto
dengan cepat.

Pelayan 2

Dan uang itu dengan berbagai cara akhirnya akan kembali lagi padanya. Haha.

Pelayan 1

Ya, uang ini. Tapi juga tentang aibku yang ia ketahui.

Pelayan 2

Bukan hanya tentangmu.

Pelayan 1

Bukankah semua orang bisa jadi bencana?

Pelayan 2

Haha, apa maksudmu?

Pelayan 1

Seperti kenapa Nyonya Kesa meminta Morito membunuh suaminya. Karena pilihannya hanya
ada dua, ia yang mati, atau suaminya yang mati. Tapi pada akhirnya ia yang mati bunuh diri.

Pelayan 2

Itu karena ia mencintai suaminya.

Pelayan 1
Tidak. Ia tidak mati karena itu. Jika pun ia memutuskan untuk hidup, ia akan membunuh
keduanya.

Pelayan 2 sejenak berpikir tapi akhirnya mengerti dan menatap tajam Pelayan 1

Pelayan 2

Karena seseorang yang tau aibnya adalah bencana.

Pelayan 1

Akhirnya kau mengerti.

Pelayan 1 mengeluarkan katana. Pelayan 2 juga menghunus katana. Mereka siap bertempur.

Kesa

Aku tak tahu apa itu cinta. Aku menemukan wajahku terluka seperti wajahmu. Jiwa kita sama-
sama berlubang dan karenanya kita saling terhisap. Bukankah guci yang pecah tak mungkin
diperbaiki? Tapi telah kubersihkan sendiri tiap pecahannya agar tak ada yang terluka.

Dua pelayan itu bertempur!

Tamat

Anda mungkin juga menyukai