Anda di halaman 1dari 15

1

UNSUR-UNSUR DALAM KARYA SASTRA


 Sebuah karya sastra dapat ditinjau dari dua unsur, yaitu unsur intrinsik
dan ekstrinsik.
 Kedua unsur tersebut sama pentingnya.
 Unsur intrinsik
secara langsung/eksplisit/tertulis dapat ditemukan di dalam karya
sastra setelah dibaca dengan cermat
 Unsur ekstrinsik
unsur di luar karya sastra yang melatari terciptanya karya sastra
UNSUR EKSTRINSIK KARYA SASTRA
 Segala sesuatu yang menginspirasi penulisan karya sastra dan
mempengaruhi karya sastra secara keseluruhan
 Yang termasuk unsur ekstrinsik karya sastra:
1. latar belakang kehidupan penulis/biografi pengarang (mis: pendidikan,
keluarga, asal-usul, agama)
2. keyakinan dan pandangan hidup penulis
3. adat istiadat yang berlaku saat karya dibuat
4. keadaan sosial-budaya masyarakat saat karya dibuat
5. situasi politik (persoalan sejarah)
6. situasi Ekonomi
7. sejarah perkembangan karya sastra, dsb.
Contoh:
Pada novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli menggambarkan budaya pada
saat novel tersebut dibuat, yaitu: adanya kawin paksa. Jadi, hal yang
menginspirasi (unsur ekstrinsik) novel tersebut adalah keadaan sosial-
budaya masyarakat saat karya dibuat
UNSUR INTRINSIK
 Segala sesuatu yang terkandung di dalam karya sastra.
 Tampak pada isi dan penggunaan bahasa dalam karya sastra
 Setiap genre sastra memiliki unsur intrinsik yang berbeda
UNSUR INTRINSIK PROSA
1. Tokoh/Karakter
2. Penokohan/Karakterisasi/Perwatakan
3. Plot/Alur/Jalan Cerita
2
4. Sudut Pandang Pengarang/Point of View
5. Latar/Setting
6. Tema/Amanat
7. Gaya Bahasa/ Gaya Penceritaan Pengarang
TOKOH/KARAKTER
 Tokoh dalam cerita dapat berupa manusia, tumbuhan, hewan, ataupun
benda
 Karakter dapat dibagi menjadi:
1. Karakter/tokoh utama: tokoh yang membawakan tema dan memegang
banyak peranan dalam cerita.
2. Karakter/tokoh pembantu: tokoh yang mendampingi karakter utama
3. Protagonis : karakter/tokoh yang mengangkat tema
4. Antagonis : karakter/tokoh yang memberi konflik pada tema dan
biasanya berlawanan/menghalangi protagonis untuk mencapai
tujuannya. Antagonis belum tentu jahat juga belum tentu manusia.
Antagonis dapat berupa keadaan, peraturan, sistem pemerintahan,
kondisi alam, dsb.
5. Karakter statis (Flat/static character) = karakter yang tidak mengalami
perubahan kepribadian atau cara pandang dari awal sampai akhir cerita.
6. Karakter dinamis (Round/dynamic character) = karakter yang
mengalami perubahan kepribadian dan cara pandang.
CATATAN:
Karakter pembantu biasanya adalah karakter statis karena tidak
digambarkan secara detail oleh penulis sehingga perubahan kepribadian
dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.
PENOKOHAN/KARAKTERISASI
 Penokohan merupakan gambaran tokoh-tokoh pendukung cerita
lengkap dengan karakteristiknya.
 Penokohan atau karakterisasi = cara penulis menggambarkan karakter
 Ada banyak cara untuk menggambarkan karakter, secara garis besar
karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu:
1. secara naratif/analitik
2. secara dramatik
3
KARAKTERISASI TEKNIK NARATIF/ANALITIK
 Karakterisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis atau narator,
baik fisik maupun psikis tokoh.
 Fisik, meliputi ciri-ciri yang melekat pada tubuh tokoh yang dapat dilihat
(rambut, tinggi, pakaian, jumlah tahi lalat, dsb.).
 Psikis, meliputi ciri-ciri kejiwaan tokoh (watak, sifat, kesukaan, gejolak
perasaan, dsb.)
KARAKTERISASI TEKNIK DRAMATIK
Karakterisasi tokoh secara tidak langsung (dramatik), biasanya terlihat
dari:
1. apa yang diperbuat tokoh
Lalu tak jauh di hadapanku, kulihat beberapa orang. Di
antaranya berseragam. Tiba-tiba takutku naik lagi ke ubun-ubun.
Aku menggigil dan mendekap Cut Dini erat-erat.
“Ia hanya satu dari ribuan korban kebiadaban itu, Pak. Tolong,
beri kami keadilan. Bapak sudah lihat sendiri. Oknum-oknum itu
menjarah segalanya dari perempuan ini!”
Takut-takut kuintip lelaki tegap yang sedang menatapku ini.
Apakah ia membawa jaring-jaring untuk menangkapku lagi?
“Pergiiiii! Pergiiii semuaaaa!” teriakku. “Pergiiii!” aku menjerit
sekuat-kuatnya.
"Pergiiiiii!" aku menceracau. Sekujur badanku bergetar, tera-sa
berputar. Orang-orang ini tersentak, menatapku kasihan. Hah, apa
peduliku?! Aku ingin berteriak, mengamuk, memporakporandakan
apa dan siapa pun yang ada di hadapanku! Aku….
Jaring-jaring Merah Oleh: Helvy Tiana Rosa ((Dimuat dalam Horison, April 1999)
Karakter tokoh “Aku” (depresi/trauma) digambarkan melalui
perbuatannya.
2. ucapan-ucapan tokoh
Amat bengong.
“Aduh. Kenapa jadi bisa begitu?”
“Karena nyatanya memang begitu! HIV, AIDS memang nomor
satu sebagai pembunuh manusia. Tetapi kemerosotan akhlak yang
menyebabkan seluruh bangsa kita kehilangan karakter, tidak
punya harga diri, tidak punya rasa malu, tidak peduli kepada
kemanusiaan, seenaknya saja melakukan pelanggaran hukum demi
4
keuntungan diri dan golongannya, adalah pembunuh yang akan
menghancurkan 220 juta manusia sekaligus. Itu lebih berbahaya
seribu kali daripada AIDS!”
Amat terhenyak. Amat memandang tajam Ami.
“Maksudmu bangsa kita sudah kehilangan harga diri?”
“Bukan hanya itu, tetapi kehilangan otak, karena semuanya
ingin hidup enak! Itu sudah melumpuhkan kita seribu kali lebih
cepat dari AIDS!”
AIDS, Cerpen Putu Wijaya
Karakter tokoh Ami digambarkan melalui ucapan-ucapan Ami
sendiri ketika berbicara dengan Amat.
3. penggambaran fisik tokoh
Laki-laki itu diam. Dia ingat, pada suatu malam dia melihat
seorang anak perempuan kecil memotret dirinya. Kalau tidak keliru,
dia dipotret sekitar tiga bulan lalu, di Balai Wartawan ketika diadakan
pertemuan antara beberapa pedagang dengan wartawan. Begitu cepat
anak perempuan itu memotretnya, kemudian berjalan bergegas dan
menyelinap di antara sekian banyak orang.
Akhirnya laki-laki itu tahu, bahwa anak perempuan itu datang
bersama seorang perempuan beralis hitam tebal dan bermata tajam.
Ketika laki-laki itu berusaha menemui anak perempuan itu, pertemuan
dinyatakan bubar. Dan karena dia harus menemui beberapa temannya,
perempuan beralis hitam tebal dan bermata tajam serta anak
perempuan itu terlepas dari tangannya.
Potret Itu, Gelas Itu, Pakaian Itu, Budi Darma (Dimuat dalam Horison, Juli 1990)
Karakter tokoh “perempuan” digambarkan melalui penggambaran
fisik (beralis hitam tebal dan bermata tajam)
4. pikiran-pikiran tokoh
Jadi kemiskinan. Keterpurukan. Perpecahan. Gontok-gontokan dan
kemerosotan moral yang terjadi di sekitar kita sekarang itu, adalah
kehendak sendiri? Gila!
Habis kehendak siapa lagi, kan kamu sudah merdeka?!
Amat kaget. Mana mungkin! Tidak ada orang yang ingin membuat
dirinya miskin, terpuruk apalagi bejat moral. Itu semua
pemutarbalikan fakta!
Terserah, kamu sudah merdeka. Jadi, bebas untuk menuduh dan
mencari kambing hitam! Kamu juga boleh seenak perut kamu
5
mengeluarkan apa saja dari mulutmu yang merdeka. Tapi ingat, yang
tidak benar walau pun keluar dari mulut yang merdeka tetap saja
salah.
Amat marah sama renungannya sendiri. Tapi waktu ia hendak
membentak, istrinya muncul.
Merdeka, oleh Putu Wijaya
Karakter tokoh Amat digambarkan melalui pikiran-pikiran Amat
sendiri
5. penjelasan secara langsung (ciri-ciri psikis/watak)
Kalau si Martin lain lagi. Sejak jadi pemain teater, gayanya
overacting. Selangit. Ia ikut salah satu kelompok teater yang sering
mentas di TIM. Di situlah ia bercokol.
Gaya bicaranya, gerak tangan, jalannya, cara tersenyum, ekspresi
wajah dan lain sebagainya, kayaknya bukan lagi Martin yang kami
kenal selama ini: Martin yang lugu dan agak pemalu. Tiba-tiba saja ia
telah menjadi manusia aneh di tengah-tengah kami. Merasa lebih
penting dan menonjol dari yang lain. Gayanya mirip-mirip Rendra,
maunya.
Kalau ia bicara, seakan ia jauh dari kita, nada suaranya agak
dilantunkan bagaikan orang berdiri di atas panggung. Agaknya ia tak
bisa lagi mengecilkan suaranya. Kami tak tahu pasti, apakah dia masih
bisa berbisik.
Gank, Oleh: Syahril Latif (Dimuat dalam Horison, Agustus 1990)
Karakter tokoh Martin dijelaskan secara langsung oleh pengarang
6. dialog tokoh-tokoh lain tentang sang tokoh
"Apakah yang tadi kau lihat pada potret yang tergantung di
dinding itu?" tanya perempuan itu.
"Saya tidak pernah melihat laki-laki seagung itu. Sungguh agung
dia. Jengkal demi jengkal wajahnya menunjukkan keagungan luar
biasa."
"Apa lagi?"
"Apa lagi? Ya, apa lagi? Tentu saja saya mengagumi dia. Matanya
sungguh menakjubkan. Alangkah senangnya kau menjadi istrinya."
"Apa lagi?"
"Apa lagi? Ya, apa lagi? Saya yakin dia laki-laki gagah, kendatipun
nampaknya tubuhnya hanyalah kurus jangkung. Dia pasti laki-laki
ramah.“
6
Potret Itu, Gelas Itu, Pakaian Itu, Budi Darma (Dimuat dalam Horison, Juli 1990)
Karakter tokoh “laki-laki” digambarkan melalui dialog tokoh
perempuan dan lawan bicaranya
7. pikiran tokoh lain tentang sang tokoh
Kukira, si Najiblah yang membuat kami semua merasa heran. Itu,
Najib anak Ustadz Malik, guru ngaji di gang kami. Soalnya setelah
gagal sipenmaru, benar-benar ia putus sekolah. Mau melanjutkan ke
Perguruan Tinggi Swasta, ia tahu diri, tak mungkin, biaya kuliah
terlalu tinggi, di luar jangkauan.
Apalah yang dapat diharapkan dari pencarian ayahnya yang
ustadz. Maka dengan senjata ijazah SMA-nya diterobosnya rimba
perkantoran kota Jakarta. Masuk kantor, keluar kantor.
Gank, oleh: Syahril Latif (Dimuat dalam Horison, Agustus 1990)
Karakterisasi tokoh Najib melalui pikiran tokoh “aku” (kukira….)
8. gambaran tempat tinggal tokoh
Gang Haji Abdul Jalil adalah sebuah gang sempit yang terletak
persis di depan Kuburan Karet yang terkenal itu. Sebuah gang sempit
yang tak berarti, sehingga kau tidak akan menjumpai dalam kartu pos
bergambar untuk promosi pariwisata, seperti Taman Mini, Monas,
Dunia Fantasi Ancol, Hotel Indonesia, dan lain sebagainya. Tapi inilah
gambaran kota yang sebenarnya, di mana penduduk tinggal tumplek
berdesakan.
Anak-anak remaja mengganti huruf pada Gang itu dengan k,
sehingga menjadi Gank. Tak tahu siapa yang mengubahnya. Tapi
semua orang seperti sudah maklum, dapat menduganya, siapa lagi
kalau bukan salah seorang di antara kami.
Gank, Oleh: Syahril Latif (Dimuat dalam Horison, Agustus 1990)
Karakterisasi tokoh utama (kami) melalui gambaran tempat
tinggalnya.
9. tanggapan tokoh lain tentang apa yang diperbuat sang tokoh
“Sekarang saya lagi kesal sama papa. Coba, Ma, saya dibilang
sudah sesat? Dituduh mendapat pengajian yang sesat? .... Dalam batin,
saya bertanya: siapa yang sesat? Saya atau papa? Apa yang papa
fikirkan hanya duit melulu ... seakan dengan itu dapat dibeli semuanya:
gengsi, martabat, kesenangan ... tapi miskin rohani. Dunia, dunia dan
kesenangan melulu.… Apa dengan kekayaan itu dapat dibeli
kebahagiaan akhirat? Papa sudah dipengaruhi oleh Dajjal yang
7
bermata satu, hanya mencari kesenangan dunia…. Tidak! Saya tidak
akan pulang! Saya sudah bosan dengan suasana rumah!”
Gank, Oleh: Syahril Latif (Dimuat dalam Horison, Agustus 1990)
Karakterisasi tokoh Papa dilakukan melalui tanggapan tokoh “saya”
terhadap hal-hal yang telah dilakukan Papa.
10. dan sebagainya
PLOT/ALUR/JALAN CERITA
 Jalan cerita dari awal sampai akhir .
 Inti sebuah plot adalah adanya konflik.
 Konflik adalah pergumulan yang dialami oleh karakter dalam cerita.
 Atau, konflik merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada
akhirnya membentuk plot.
TAHAP-TAHAP DALAM ALUR/PLOT
Plot sebuah cerita terbagi atas lima tahap, meliputi:
1. Introduction: tahap alur yang berisi penjelasan awal mengenai karakter
dan seting
2. Rising action: tahap alur yang berisi penjelasan mulai munculnya
konflik/ permasalahan
3. Climax: tahap alur yang melukiskan konflik mencapai puncak
ketegangan
4. Falling action: tahap alur yang melukiskan pemecahan masalah dari
konflik yang ada; peleraian
5. Denoument: tahap alur yang melukiskan akhir suatu cerita yang
merupakan penyelesaian masalah
KONFLIK DALAM ALUR
Ada empat macam konflik, yang dibagi dalam dua bagian, yaitu
Konflik Internal
1. Individu – Diri Sendiri
Konflik yang dialami tokoh karena perseteruan dengan dirinya. Ditandai
adanya gejolak yang timbul dalam diri tokoh sendiri.
Konflik Eksternal
2. Individu – Individu
Konflik yang dialami tokoh karena perseteruan dengan tokoh lain
3. Individu – Alam
8
Konflik yang dialami tokoh yang menggambarkan perjuangan tokoh
dalam usahanya menghadapi kekuatan alam.
4. Individu- Lingkungan/ masyarakat
Konflik yang dialami tokoh dengan masyarakat atau lingkungannya
(adat, hukum, undang-undang, peraturan, dsb.)
SETTING/LATAR
 Setting adalah tempat dan waktu bergulirnya untaian peristiwa cerita
beserta suasana yang ada di dalamnya.
 Setting dalam prosa merupakan keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya lakuan.
SUDUT PANDANG PENGARANG/ POINT OF VIEW
 Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya di dalam
cerita.
 Sudut pandang merupakan teknik yang sengaja dipilih penulis untuk
menyampaikan gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata dirinya atau
kaca mata tokoh—atau tokoh-tokoh—dalam ceritanya.
MACAM-MACAM SUDUT PANDANG
 SP Orang pertama
ditandai dengan penggunaan kata ‘aku’ atau ‘saya’.
 SP Orang kedua
ditandai dengan penggunaan kata ‘kamu’ atau ‘Anda’.
Teknik ini jarang dipakai karena memaksa pembaca untuk mampu
berperan serta dalam cerita.
 SP Orang ketiga
ditandai dengan penggunaan kata ganti orang ketiga, seperti: mereka
dan dia.
SUDUT PANDANG ORANG PERTAMA
 Istilah lain: sudut pandang akuan
 Pengarang bercerita melalui tokoh ‘aku’/’saya’.
 Pengarang memakai tokoh ‘aku’ sebagai penutur cerita, sehingga seolah-
olah kisah yang dituangkan adalah pengalaman hidupnya sendiri.
Macamnya:
1. SP Orang Pertama Mayor
= SP Orang Pertama Pelaku Utama
= Akuan Sertaan
9
 Tokoh utamanya adalah ‘aku’, ‘saya’, atau ‘kami’
 Pusat cerita adalah tokoh ‘aku’, ‘saya’, atau ‘kami’
Contoh:
Aku tak tahu garis apa yang telah kulewati. Terlalu jauhkah aku
melangkah. Entahlah, tapi aku tak ingin berpaling. Kau memantapkan
batinmu melepaskan pelukanku. Daun-daun berguguran mengiringi
anggun langkahmu. Aku masih bergeming tak sanggup berdiri. Hanya
bisa menatap langkah kakimu yang semakin jauh dariku. Sebuah
senyuman kau hembuskan saat kau menoleh padaku.
Suara gemeretak papan dermaga kecil lamat-lamat hilang di
telinga. Hening. Aku berteman sepi dalam menunggumu di balik
dinding gapura ini. Lentera memerah memancarkan cahayanya.
2. SP Orang Pertama Minor
= SP Orang Pertama Pelaku Sampingan
= Akuan Taksertaan
 tokoh ‘aku’ atau ‘saya’ hanya sebagai penutur kisah
 tokoh utamanya orang ketiga (‘dia’, ‘ia’ atau nama orang)
Contoh:
Aku kenal betul kakekku. Tiga kali dalam setahun aku
mengunjunginya, dan tiap kali aku ke sana, kakek selalu cerita tentang
ayah dan saudara-saudara ayah. Ayah bangga pada kakek. Ayah bilang
kakek adalah seorang pejuang, dan tiap kali ayah menceritakannya,
ayah selalu mengatakan betapa keras kakek mengajar ayah waktu kecil
dulu.
SUDUT PANDANG ORANG KETIGA
 Istilah lain: sudut pandang diaan
 Pengarang bercerita melalui tokoh ‘dia’, ‘mereka’, atau seseorang dengan
nama tertentu.
 Tokoh utama cerita adalah ‘dia’, ‘ia’, atau seseorang dengan nama
tertentu.
Macamnya:
1. OMNISCIENT POINT OF VIEW
= SP Orang Ketiga Serbatahu
= Diaan Mahatahu
10
= Diaan Serbatahu
= Diaan tak terbatas
 Pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. (SP Orang Ketiga
Serbatahu)
 Pengarang bertindak sebagai mahatahu (Diaan Mahatahu)
 Pengarang bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, dan jalan
pikiran pelaku cerita. (Diaan Serbatahu)
 Pengarang juga bisa mengomentari kelakuan para tokoh cerita,
bahkan bisa bicara langsung dengan pembacanya. (Diaan tak
terbatas)
Contoh:
Meskipun ia telah berusaha untuk melupakan, menghapus dari
ingatan, tetapi tak juga mampu, bayangan tak hilang-hilang. Bayangan
selalu muncul, bersama munculnya rasa penyesalan dalam hatinya,
”Sayang tidak denganmu, seperti apa yang kita angankan dulu,” setiap
plesiran dengan isterinya yang sekarang.
Rasa menyesal, bersalah, dan kasihan pada almarhumah istrinya,
mengaduk-aduk hatinya. Sejak nikah, ia belum sempat mengajak
almarhumah istrinya, mengunjungi tempat-tempat rekreasi. Bukan
karena tak ingin, tetapi keadaan keuangan yang tidak memungkinkan.
2. OBJECTIVE POINT OF VIEW
= SP Orang Ketiga Pengamat
= Diaan Pengamat
= Diaan terbatas
 Pengarang semata-mata menyuguhkan “pandangan mata”. (SP Orang
Ketiga Pengamat)
 Pengarang mendudukkan diri di luar cerita. (Diaan Pengamat)
 Pengarang hanya menceritakan yang dapat ditangkap oleh indera
penglihatan dan pendengaran saja. (Diaan terbatas)
 Hal-hal yang tidak dapat dilihat dan didengar, (misalnya jalan
pikiran, keinginan, suara hati, ataupun perasaan sang tokoh) tidak
diungkapkan.
Contoh:
Siang yang semula penuh kesunyian menjadi gaduh dan ramai
11
dengan suara orang. Pertama suara pintu rusak didobrak. Lalu jeritan
ngeri. Kemudian suara tergopoh-gopoh melihat apa yang terjadi.
Seorang perempuan muda berwajah pucat dan rambut kusut
tergeletak di atas lantai kamar mandi. Tangannya yang terlentang
penuh dengan darah segar lewat urat nadinya. Masih mengalir dan
menggenangi sekeliling tubuhnya.
TEMA DAN AMANAT
 Tema merupakan garis besar inti cerita.
 Pokok persoalan dalam cerita.
 Di dalam tema termuat pesan/amanat yang hendak disampaikan
pengarang
Misalnya:
 Tema roman “Siti Nurbaya” tentang akibat kawin paksa.
 Tema roman “Layar Terkembang” tentang pentingnya nasionalisme
dalam perjuangan kemerdekaan
 Amanat dalah pesan-pesan moral yang disampaikan pengarang kepada
pembaca melalui tokoh-tokoh atau isi cerita.
 Contohnya:
Amanat roman “Siti Nurbaya” adalah perjodohan dan kawin paksa akan
membawa akibat yang tidak baik bagi anak.
GAYA BAHASA/GAYA PENCERITAAN
 Dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang
dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada
pembaca.
 Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat tulisan
menjadi indah dan mudah dikenang.
 Teknik berbahasa ini misalnya penggunaan majas, idiom dan peribahasa.
 Gaya bercerita yang pernah ada dalam karya sastra, antara lain: simbolis,
humoris, naturalis, melankolis, dsb.
Contoh gaya bercerita simbolis
Pada hari ke-3, suara tangis itu terdengar makin panjang dan
menyedihkan. Tangisan itu terdengar begitu dekat, tetapi ketika didatangi
seakan berasal dari tempat yang jauh. Tangis itu seperti air banjir yang
meluber ke mana-mana. Orang-orang mendengar tangisan itu makin lama
makin sarat rintihan dan kepedihan. Tangisan yang mengingatkan siapa pun
12
pada kesedihan paling pedih dan tak terbahasakan. Siapakah dia yang terus-
terusan menangis penuh kesedihan seperti itu? Bila orang itu menangis
karena penderitaan, pastilah itu karena penderitaan yang benar-benar tak
bisa lagi ditanggungnya kecuali dengan menangis terus-menerus sepanjang
hari.
Ada yang Menangis Sepanjang Hari, Cerpen Agus Noor

Contoh gaya bercerita humoris


”Laila itu bukan jenis pembantu murahan yang mata duitan. Dia orang
Jawa yang tahu diri, memangnya kamu!” bentak istri saya, sambil menarik
Laila bicara empat mata.
”Dia punya konflik,” kata istri saya kemudian. ”Suaminya kurang ajar.
Masak memaksa Laila banting tulang, tapi dianya ngurus anak ogah! Primitif
banget! Laki-laki apa itu? Giliran anaknya kena DB dibiarin saja. Coba kalau
sampai mati bagaimana? Pasti si Laila lagi yang disalahin! Memangnya
perempuan WC untuk nampung kotoran?!”
”Terlalu!”
”Sekarang si Romeo nyuruh Laila berhenti lagi!”
”Berhenti?”
”Ya! Apa nggak gila?! Kalau Laila tidak kerja mau ngasih makan apa si
Arjuna?”
Laila, Cerpen Putu Wijaya

Contoh gaya bercerita naturalis


Jika kau tidak ingin merasakan kekejaman tiada tara, jangan pernah
berharap bertemu mereka. Baiklah, jika kau tidak percaya, akan kuceritakan
apa yang terjadi pada Magdalena Markini. Hanya karena tidak mau
menunjukkan persembunyianku, Magda, kakak perempuanku, dibakar
hidup-hidup, di halaman rumah.
Sungguh, sebelum dibakar, kusaksikan dari atas pohon rambutan,
seorang serdadu menghajar kepala Magda dengan gagang senapan. Bukan
hanya itu. Begitu tersungkur, serdadu yang lain menginjak kepala rapuh
Magda dengan sepatu lars, sehingga hidung dan mulutnya penyok.
Labirin Kekejaman, Triyanto Triwikromo

Contoh gaya bercerita melankolis


Dulu, pernah Datu Hirang mencoba memperkosa ibu, tapi sempat
diketahui bapak dan Datu Hirang babak belur di hajar bapak, padahal bapak
dan ibu sudah menikah waktu itu. Datu Hirang jadi sakit hati. Datu Hirang--
yang kulitnya hitam-- sejak itu mulai memikirkan untuk balas dendam. Dan
di pinggir sungai dekat desa itu, bapak dihabisi oleh anak buah Datu Hirang. 
13
Bapak dibunuh lalu mayatnya di buang ke sungai itu. Dan sampai sekarang
Datu Hirang masih saja merayu ibu. Walaupun Datu Hirang tahu ibu tidak
mau menikah dengan dia, selalu saja dia memberi hadiah untuk ibu, gelang,
kalung, dan sebagainya. Karena Datu Hirang mungkin berpikir suatu saat
hati ibu akan luluh juga dan mau menikah dengannya. Tapi ibu tetap
menolak. Barang-barang pemberian Datu Hirang selalu ibu kembalikan. Ibu
tetap setia sama bapak. Dan lukisan bapak yang tergantung di dinding
kamar ibu (menurut ibu) sudah mampu mengusir rasa sepi ibu. Lukisan
bapak yang tergantung di dinding kamar ibu sudah mampu memberikan
kehangatan bagi ibu. Tak ada orang yang mengira dan menduga, bahwa ibu
yang masih cantik itu tidak mau menikah lagi.
Maryam Melap Darah, Akhmad Zailani

NILAI KEHIDUPAN DALAM KARYA SASTRA


Saat pengarang menciptakan KS, sebetulnya ada nilai-nilai kehidupan
yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Nilai kehidupan yang
dimaksud dapat berupa:
1. Nilai moral 5. Nilai Didaktis/Pendidikan
2. Nilai Sosial 6. Nilai Budaya
3. Nilai Religiusitas/keagamaan 7. dan sebagainya.
4. Nilai Estetika/Keindahan
NILAI MORAL
Sebuah karya sastra dikatakan mengandung nilai moral jika isi karya
sastra berkaitan dengan masalah:
 baik/buruk,  adil/egois,
 jahat/sabar,  jujur/bohong, dsb.
NILAI SOSIAL
Sebuah karya sastra dikatakan mengandung nilai sosial jika isi karya
sastra berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut hubungan antarmanusia.
Misalnya:
 hubungan majikan yang berseteru dengan anak buahnya;
 seseorang yang bertengkar dengan pacarnya;
 orang tua yang bermasalah dengan anaknya; dsb.
NILAI RELIGIUSITAS/KEAGAMAAN
14
Sebuah karya sastra dikatakan mengandung nilai religiusitas/
keagamaan jika isi karya sastra berkaitan dengan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya.
Misalnya:
 cerita tentang ketaatan seseorang pada ajaran agamanya
 cerita tentang keteguhan manusia pada jalan yang dikehendaki Tuhan
 cerita tentang pertobatan manusia, dan sebagainya
NILAI ESTETIKA/KEINDAHAN
Sebuah karya sastra dikatakan mengandung nilai estetika/ keindahan
jika isi karya sastra berkaitan dengan pengungkapan keindahan. Secara
eksplisit tampak pada pemilihan diksi yang indah dan menarik.
Misalnya:
 indahnya jatuh cinta,
 keindahan pemandangan,
 keindahan taman
 keindahan hidup, dsb.
NILAI DIDAKTIS/PENDIDIKAN
Sebuah karya sastra dikatakan mengandung nilai didaktis/pendidikan
jika isi karya sastra berkaitan dengan pendidikan kepada masyarakat, anak,
remaja, orang tua, dsb. agar berusaha hidup lebih baik.
Misalnya:
 cerita tentang pentingnya bergotong royong
 cerita tentang manfaat sedekah
 cerita tentang cara mendidik anak
 cerita tentang pemimpin yang sedang menggugah kesadaran masyarakat
agar mau berjuang memperbaiki keadaan, dan sebagainya
NILAI BUDAYA
Sebuah karya sastra dikatakan mengandung nilai budaya jika isi karya
sastra berkaitan dengan adat istiadat, kebiasan hidup masyarakat,
kepercayaan masyarakat (animisme/dinamisme)
Misalnya:
 cerita tentang seseorang yang percaya pada jimat, feng shui
 cerita tentang roh halus, tempat-tempat keramat
15
 cerita yang di dalamnya menggambarkan adanya upacara adat, cara
berpakaian, cara berkomunikasi (logat/dialek) dan kebiasaan
berperilaku di daerah tertentu
 dan sebagainya

Dalam “Tio na Tonggi” Hasan Al Banna menghadirakan tokoh utama Tio, si anak
berbakti yang terobsebsi oleh karakter Pitta dalam legenda Pitta Bargot Nauli. Tio
adalah sosok yang ingin berbakti kepada orang tuanya hingga terus-terusan
meminta kepada Tuhan untuk dikabulkan keinginannya berbakti kepada orang
tuanya.

(1) Dalam "Tio na Tonggi" Hasan Al Banna menghadirkan tokoh utama Tio, si anak
berbakti yang ingin membebaskan ayahnya dari kemiskinan, seorang anak yang penurut
dan dekat dengan bapaknya.
(2)Tokoh Tio tidak mengalami perubahan kepribadian dari awal sampai akhir cerita,
kepribadian yang ingin seperti Pitta Bargot Nauli. Menariknya tokoh Tio ini bersedia
melakukan apa saja demi membahagiakan ayahnya, tapi ia tidak ingin mati.
(3)Tio, gadis polos, pengagum tokoh legenda Tapanuli Pitta Bargot Nauli yang mau
merelakan hidupnya untuk sang ayah, … sekali lagi … tapi ia tidak ingin mati.
(4)Tio, begitu terobsesi untuk menjadikan dirinya seperti Pitta hingga terus-terusan
meminta kepada Tuhan untuk dikabulkan keinginannya itu.
(5)Ia juga tidak melawan tindakan ayahnya meskipun tahu bahwa itu salah dan bersedia
menjadi korban.
(6)Jika awalnya dia begitu menggebu ingin seperti Pitta Bargot Nauli, apakah
kemenggebuannya itu tetap sama pada akhirnya? Adakah sesal menghinggapi Tio
setelah baktinya disalahgunakan oleh si bapak?
(7)Tidak kalah menarik, Hasan Al Banna juga menampilkan tokoh Bapak Tio, sebagai
tokoh yang cukup berpengaruh terhadap jalan cerita karena di tengah jalan cerita
karakter Bapak Tio mengalami perubahan dan hal tersebut mengubah suasana serta
prespektif ketika membaca cerpen ini.

Anda mungkin juga menyukai