Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS CERPEN NEGERI KANIBAL KARYA

MOCHTAR LUBIS
Mochtar Lubis (dilahirkan Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922;meninggal Jakarta, 2
Juli 2004) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman
pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor
Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah
dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya.
Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir
sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di
penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980).

Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan


International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World
Futures Studies Federation.

Novelnya, Jalan Tak Ada Ujung (1952 diingriskan A.H. John menjadi A road with no
end, London, 1968), mendapat Hadiah Sastra BMKN 1952; cerpennya Musim Gugur
menggondol hadiah majalah Kisah tahun 1953; kumpulan cerpennya Perempuan (1956)
mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956; novelnya, Harimau! Harimau!
(1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P & K; dan novelnya Maut dan
Cinta (1977) meraih Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar
juga menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992).

Bibliografi

• Tidak Ada Esok (novel, 1951)


• Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950)
• Teknik Mengarang (1951)
• Teknik Menulis Skenario Film (1952)
• Harta Karun (cerita anak, 1964)
• Tanah Gersang (novel, 1966)
• Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judul Twilight in Jakarta,
1963)
• Judar Bersaudara (cerita anak, 1971)
• Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972)
• Manusia Indonesia (1977)
• Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980)
• Kuli Kontrak (kumpulan cerpen, 1982)
• Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983)

Karya jurnalistiknya:

• Perlawatan ke Amerika Serikat (1951)


• Perkenalan di Asia Tenggara (1951)
• Catatan Korea (1951)
• Indonesia di Mata Dunia (1955)

Mochtar Lubis juga menjadi editor:

• Pelangi: 70 Tahun Sutan Takdir Alisyahbana (1979)


• Bunga Rampai Korupsi (bersama James C. Scott, 1984)
• Hati Nurani Melawan Kezaliman: Surat-Surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno
(1986)

Terjemahannya:

• Tiga Cerita dari Negeri Dollar (kumpulan cerpen, John Steinbeck, Upton Sinclair, dan
John Russel, 1950)
• Orang Kaya (novel F. Scott Fitgerald, 1950)
• Yakin (karya Irwin Shaw, 1950)
• Kisah-kisah dari Eropa (kumpulan cerpen, 1952)
• Cerita dari Tiongkok (terjemahan bersama Beb Vuyk dan S. Mundingsari, 1953)

Studi mengenai Mochtar Lubis:

• M.S. Hutagalung, Jalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis (1963)


• Henri Chambert-Loir, Mochtar Lubis, une vision de l'Indonésie Contemporaine
(diseertasi, Paris, 1974)
• David T. Hill, Mochtar Lubis: Author, Editor, and Political Actor (disertasi, Canberra,
1989)

Setelah membaca biografi singkat dari Mochtar Lubis yang ada di atas, selanjutnya kita
akan membahas tentang salah satu cerpen yang menjadi karya-karya sang sastrawan.
Adapun cerpen yang akan kita bahas pada kesempatan ini adalah cerpen Negeri
Bromocorah yang merupakan bagian dari kumpulan cerpen Bromocorah. Melihat dari
karya-karya sang penulis cerpen di atas, maka kita dapat menilai cerpen Negeri
Bromocorah. Mulai dari hal-hal yang menarik yang ada pada cerpen.

Dalam cerpen diceritakan tentang sebuah negeri yang pada awalnya orang-orang di
negeri itu menjadi jajahan dan dibuang ke tempat yang terpencil yang disebut lembah
Bromocorah karena kemiskinan yang melanda. Para kaum-kaum tersebut ditolong oleh
bangsa Indian yang memberikan mereka lahan untuk digarap. Namun bukannya mereka
berterima kasih karena sudah ditolong, mereka malah memaksa para bangsa Indian
untuk pindah dari daerah mereka sendiri dan daerah tersebutlah yang sampai sekarang
menjadi daerah kekuasaan mereka, yang mereka tempati sampai sekarang yang
sebenarnya adalah milik dari bangsa Indian. Para kaum-kaum yang nantinya akan
menjadi kaum yang dibenci oleh seluruh bangsa di dunia karena kelaknatan yang
dimiliki oleh pemimpin mereka. Mereka menyerang Negara yang tidak mau menurut
perintah serta kebijakan yang mereka terapkan pada Negara lain serta memaksakan
kebijakannya agar dipatuhi oleh Negara lain yang dianggap lebih lemah dari mereka.
Dari penggalan ringkasan cerita ini kita dapat menyimpulkan bahwa sang pengarang
ingin membuka mata kita mengenai suatu Negara yang sangat biadab yang memiliki
sikap yang tidak bisa kita terima. Dalam cerpen ini pengarang mengangkat tentang cerita
yang berhubungan dengan pemerintahan. Hal ini disebabkan karena pengalaman sang
pangarang sewaktu menjadi tahanan oleh pemerintah selama sembilan tahun. Hal itulah
yang mendasari karya yang satu ini sebagian besar berhubungan dengan politik
pemerintahan. Selain karya-karya dari bidang sastra, Mochtar Lubis juga megeluarkan
karya-karya dari bidang jurnalisme yang juga berhubungan dengan pemerintahan, dalam
hal ini Amerika Serikat. Negara Adidaya ini adalah Negara yang kayaknya paling dibenci
oleh Mochtar Lubis. Kebencian inilah yang tertuang dalam cerpennya yang berjudul
Negeri Bromocorah ini.

Selain itu, dalam cerpen ini juga terdapat unsur yang menarik yang bisa kita bahas. Unsur
tersebut antara lain adalah dengan disamarkannya nama-nama yang ada dalam cerita
yang sebenarnya semua ada dalam kehidupan di dunia ini. Namun semua itu dibuat
dengan sedemikian rupa oleh sang penulis, dengan daya kreatifitas yang tinggi dan penuh
dengan ide-ide cemerlang dalam penceritaan sehingga pembaca tidak dapat mengetahui
apa sebenarnya yang dibahas oleh pengarang yang terkesan asli dan sebenarnya adalah
asli, namun tidak ada dalam kehidupan nyata. Hal itu dilakukan dengan memasukkan
nama-nama seperti cerita yang ada pada cerita rekaan, seperti Negeri Camelot, Raja
Artura, Benua Bromocorah, Presiden Busyet.

Terlepes dari itu saya juga tertarik membahas tentang nilai-nilai yang bisa diambil dalam
cerpen. Pengarang sengaja memasukkan contoh-contoh yang bersifat negatif dalam
cerpen, seperti para bangsa Bromocorah yang tinggal di wilayah Indian dan dipinjami
fasilitas untuk hidup oleh bangsa Indian, namun mereka malah sengaja menguasai
fasilitas-fasilitas yang telah dipinjamkan dan mengusir para bangsa asli di situ yaitu
bangsa Indian dari tanah mereka sendiri.

Adapun dalam cerpen terdapat unsur-unsur intrinsik yang membangun cerpen hingga
menjadi cerita yang terkemas dengan indah dan penuh dengan makna yang memiliki arti
yang sangat dalam hingga membutuhkan kemampuan yang lebih dalam memahami
cerita. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam cerpen ini yang menurut saya sangat
mempengaruhi keindahan cerpen adalah antara lain yaitu latar, gaya bahasa, diksi, dan
tema yang diangkat dalam cerita.

Pertama-tama yaitu latar yang membangun cerpen yaitu tempat yang di mana belum
pernah kita dengar namanya sebelumnya yaitu negeri Camelot dan negeri Bromocorah
yang notabene nama-nama tersebut merupakan nama yang baru di telinga kita yang jika
kita tidak memperhatikan cerita dengan baik maka kita tidak akan sadar kalau yang di
sebut-sebut itu adalah negeri yang menjadi negeri adidaya di dunia yaitu Amerika
Serikat. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan lain selain pengetahuan tentang sastra
dalam membaca cerpen ini, salah satunya adalah pengetahuan tentang sejarah dunia dan
pengetahuan tentang nama-nama tokoh dunia yang dalam cerpen ini diplesetkan agar
tidak menyinggung bagi orang-orang yang bersangkutan dengan cerita ini. Kemudian
gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen adalah gaya bahasa yang ringan tetapi syarat
akan makna. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya makna yang bisa dipetik dari cerita
setelah kita memahami cerita yang disampaikan. Kemudian diksi atau pilihan kata yang
terdapat dalam cerita. Pengarang memasukkan pilihan kata yang tidak berbelit-belit
dengan banyak unsur-unsur puitik, namun memakai kata-kata yang dapat dengan mudah
untuk dimengerti dan dipahami. Dan terakhir unsur yang menarik perhatian saya untuk
dibahas adalah tema yang ada dalam cerita. Tema yang diangkat dalam cerita adalah
mengenai kemanusiaan yang ada dalam dunia. Pengarang sengaja menampilkan negara
yang memiliki hubungan yang tidak baik dengan negara lain karena selain tidak
menghargai eksistensi negara lain negara ini juga sangat tidak mau jika ada negara lain
yang lebuh hebat dari pada dia serta juga tidak mau jika ada Negara lain yang tidak mau
mengikuti kebijakan dan perintahnya. Namun pengarang tidak semata-mata
menyinggung sebuah negara yang sangat berkuasa di dunia ini, dalam cerita ini juga bisa
dikaitkan dengan sifat-sifat yang ada pada manusia. Jadi selain mengangkat masalah
yang dikaitkan dengan sebuah negara, pengarang juga sengaja mengaitkan cerita ini agar
bisa berhubungan dengan kehidupan manusia.

Begitulah sifat dari Mochtar Lubis yang suka membahas tentang manusia. Beliau juga
pernah berkomentar tentang ciri-ciri manusia Indonesia yang telah dikutip oleh seorang
wartawan senior.

Diungkapkan wartawan legendaris itu tahun 1977, dan sampai kini masih relevan. Dia
menulis tentang ciri-ciri manusia Indonesia yang pernah diungkapkan Mochtar Lubis
dalam pidato kebudayaan yang sebagian dia kutip yaitu sebagai berikut:

Menurut Mochtar, ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik. Di
depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita
membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Banyak yang pura-
pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri lantas mencari nightclub dan pesan
perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia
sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal
bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive.

Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya.
Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan bawahan
menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat cepat
membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”

Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat dalam tata cara
upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan atau
istri menteri otomatis menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat
memimpin. Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan
bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan.
Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia percaya
gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan gaib. Percaya manusia
harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua untuk menyenangkan ”mereka” agar
jangan memusuhi manusia, termasuk memberi sesajen.

”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde Baru, the
rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan merata, insan
pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya, ”Sekarang kita membikin
takhayul dari berbagai wujud dunia modern. Modernisasi satu takhayul baru, juga
pembangunan ekonomi. Model dari negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang
baru, dengan segala mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.”

Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia Indonesia
hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini
mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik
yang indah.

Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan
berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia ingin menjadi miliuner
seketika, bila perlu dengan memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya dapat
pangkat. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat
dengki. Gampang senang dan bangga pada hal-hal yang hampa.

Kita, menurut Mochtar Lubis, juga bisa kejam, mengamuk, membunuh, berkhianat,
membakar, dan dengki. Sifat buruk lain adalah kita cenderung bermalas-malas akibat
alam kita yang murah hati.

Selain menelanjangi yang buruk, pendiri harian Indonesia Raya itu tak lupa
mengemukakan sifat yang baik. Misalnya, masih kuatnya ikatan saling tolong. Manusia
Indonesia pada dasarnya berhati lembut, suka damai, punya rasa humor, serta dapat
tertawa dalam penderitaan. Manusia Indonesia juga cepat belajar dan punya otak encer
serta mudah dilatih keterampilan. Selain itu, punya ikatan kekeluargaan yang mesra serta
penyabar.

Demikian hasil dari analisis yang telah saya paparkan mengenai cerpen Negeri
Bromocorah yang merupakan hasil karangan Mochtar Lubis yang merupakan sastrawan
Indonesia yang sangat mengharumkan nama bangsa baik di dalam maupun di luar negeri.
Daftar Pustaka

Pudjomartono, Susanto. 2008. Berita {online}, dalam


http://blogberita.net/2008/04/27/ciri-manusia-indonesia-menurut -mochtar-lubis/, diakses
tanggal 26 desember 2008.

Lubis, Mochtar.2007. Berita{online}, dalam


http://tiyan.multiply.com/journal/item/38/Negeri_Bromocorah, diakses tanggal 26
desember 2008.

Utami, Ruth Hesti.2005. Berita {online}, dalam


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0408/13/sh05.html, diakses tanggal 26 desember
2008.

Anda mungkin juga menyukai