Anda di halaman 1dari 22

Lakon

PAKAIAN DAN KEPALSUAN


Saduran bebas ACHDIAT K. MIHARDJA
Dari cerita sandiwara Rusia The Man With The Green Necktie
Karya Averchenko

DRAMATIC PERSONAE

SAMSU, pedagang
MAS ABU, pegawai negeri
SUMANTRI, pemimpin politik
RATNA, istri Sumantri
HAMID, penganggur dan bekas pejuang
RUSMAN, penganggur dan bekas pejuang
PELAYAN dan yang lain-lain
Tempat berlaku Suatu pondok dalam sebuah restoran kecil.
Waktu Kira-kira pukul 22.00
DI DALAM RESTORAN SUDAH SEPI. HANYA RUSMAN DAN HAMID YANG MASIH DUDUK
BERHADAPAN MENGHADAPI SEBUAH MEJA KECIL. HAMID MINUM KOPI DAN RUSMAN
BEER.
MEREKA MASIH MUDA, +25 TH. BADAN HAMID BESAR, TEGAP SEPERTI ATLIT. RUSMAN
AGAK KURUS, TAPI KELIHATAN SEHAT DAN SEGAR. PAKAIAN MEREKA KURANG
TERURUS, TERDIRI DARI KEMEJA DAN PANTALON YANG SUDAH KUMAL.

HAMID
Apabila kita terlalu mengikat diri kepana apa yang pernah kita cita-citakan dulu dan yang
ternyata tidak sesuai apa yang kita harapkan, maka sudah wajar apabila kita merasa kecewa.
Apalagi melihat situasi politik zaman sekarang dan bagaimana kotornya cara-cara pemimpin
untuk berbuat pengaruh, maka sudah hal lumrah bagi kita sebagai mantan pejuang yang kini
masih menganggur…...

RUSMAN
Tapi politik memang kotor.

HAMID
Itu tidak benar sama sekali. Politik tidaklah kotor, malah sebaliknya politik adalah hal yang
murni. Ucapanmu tersebut terlalu mudah diucapkan orang, seolah itu adalah hal yang benar,
padahal...

RUSMAN TERTAWA.

HAMID
Dengarkan dulu!.......

RUSMAN (Tertawa).
Bagaimana kau bisa berkata begitu,Mid. Itu hanya omong kosong. Tidak kamu lihat, bagaimana
partai atau pemimpin yang satu membusukkan dan menentang partai yang lain, agar partai
atau pemimpin yang ditentangnya jatuh untuk kemenangan partainya sendiri? Untuk itu mereka
menghasut, mendusta, menipu, menyogok,mengancam, menculik dan jika perlu malah
membunuh. Tidakkah hal tersebut itu busuk. Katakanlah bahwa politik tidak kotor.

HAMID
Memang, Tapi itu tidak berarti bahwa politik itu kotor. Sama sekali tidak. Itu berarti bahwa
partai-partainya itu sendiri, atau lebih tepatnya orangnya yang busuk, yang tidak sanggup
berbuat apa-apa, kalau tidak menggunakan cara yang busuk dan jahat. Jadi jelas bahwa politik
tidaklah kotor, melainkan orang-orangnya yang kotor.

RUSMAN (Pada Pelayan).


Pelayan, saya pesan satu beer lagi, dan yang ini yang sudah habis ambil saja

HAMID
Dengar, rus, politik dan pemimpin politik adalah dua hal seperti kursi dan meja, tidaklah sama.
Atau lebih tepat lagi, tak beda dari agama dan penganut atau pemimpinnya. Dua hal yang
sangat berbeda, kalau yang satu merupakan tugas, maka yang satu lagi adalah petugasnya.
Kalau petugasnya yang jahat, itu tidak berarti bahwa tugasnya juga jahat. Bener gak? Dan
kalau kita ketahui, bahwa politik sebagai tugas ialah berarti bersama-sama mengatur susunan
hidup, sehingga kebutuhan lahir maupun batin bisa terpenuhi, maka masih bisa kita
pertahankan bahwa ucapan kamu yang mengatakan, bahwa politik memang kotor?

RUSMAN (Meneguk Birnya).


Bagiku pikiranmu terlalu bersifat teori, terlalu abstrak. Karena begitu kurang penting. Aku
melihat kenyataan yang berbeda.

HAMID
Jelas ini tidak abstrak. Ini malah sangat benar. Jelas kan, bahwa tugas dan petugasnya adalah
pengertian yang berbeda. Dan selanjutnya, tidak jelas bagimu, bahwa sesuatu tugas yang baik
dan murni bisa dilaksanakan, apabila petugasnya mempunyai syarat-syarat yang diperlukan
untuk melaksanakannya?
Disinilah pemikiranku, letaknya soal; pada petugasnya! Apakah ada pada para petugasnya
syarat-syarat yang dibutuhkan yang begitu tinggi dan murni seperti politik?
Tapi yang penting pula, apakah syarat-syarat itu?

(Merokok)

Saya rasa, semurni tugasnya, semurni itu pula tentu syarat-syaratnya. Dan adakah didunia ini
yang lebih murni, lebih tinggi daripada nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup yang bertentangan
dengan segala kepalsuan, kebohongan san sebagainya?

(Rusman Meneguk Lagi Birnya)

Sekarang jika kita perhatikan para pemimpin kita, apakah ada pada mereka syarat yang berupa
prinsip dan nilai yang kumaksudkan barusan?
Saya rasa, sebelum orang lain, seharusnya mereka sendiri yang harus pandai mengukur dirinya
sendiri. Apabila harus mencopot dirinya sendiri. Apabila harus mencopot dirinya sendiri dan
kedudukannya debahai pemimpin.

RUSMAN (Tertawa Tiba-Tiba)


Kau masih belum berubah, Mid. Masih tetap optimis.

HAMID
Bagaimana?
RUSMAN
Ya, bagaimana kamu mau berharap, bahwa mereka mau mengundurkan atas kemauannya
akan mengundurkan diri dari kedudukannya. Ha, ha, untuk seperti itu, dibutuhkan jiwa yang
besar

(Tertawa Dengan Kerasnya).

Lihatlah kawan, saya rasa, untuk sekarang ini terlalu jauh, kalau kita berbicara tentang jiwa
yang besar, tentang prinsip-prinsip atau moral yang murni dan sebagainya.
Kalimat itu sekarang sudah menjadi kata yang asing, bukan saja bagi kaum politik, melainkan
juga bagi orang orang hidup di zaman sekarang. Kalimat tersebut susah untuk dimengerti,
sebab jaman sekarang akan lebih mengerti kata yang keluar dari mulut ini.

MENGELUARKAN PISTOL DARI SAKU CELANANYA, MENGACUNG-ACUNGKANNYA

HAMID
Lho, dari mana kau dapat? Coba lihat….

(Rusman Menyerahkan Pistolnya)

Ada pelurunya?

RUSMAN
Itulah sayangnya. Sebutirpun tidak ada. Aku mesti cari. Kau punya?

HAMID (Melihat-Lihat Pistol Itu)


Darimana aku punya?

TERDENGAR DARI LUAR SUARA-SUARA ORANG HENDAK MASUK RESTORAN ITU.


HAMID CEPAT-CEPAT MENYEMBUNYIKAN SENJATA ITU KEDALAM SAKU CELANANYA.
TAK LAMA KEMUDIAN MASUK SEORANG WANITA DIIKUTI TIGA ORANG LELAKI.
BERPAKAIAN RAPIH, BERBAJU DAN BERDASI, SEDANG YANG PEREMPUAN MEMAKAI
ROK ABU DENGAN KEMEJA SUTRA PUTIH DENGAN SEHELAI SAPU TANGAN MERAH
HIJAU DI ATAS DADA SEBELAH KIRI.
MEREKA MASUK SAMBIL RIUH BERCAKAP-CAKAP DAN TERTAWA-TAWA. PELAYAN
SEGERA MEMBURU DAN MEMPERSILAHKAN DUDUK. MEREKA DUDUK DI SUDUT KIRI
AGAK KE TENGAH. MEMESAN MINUMAN DAN MAKANAN RINGAN.

SUMANTRI (Menyalakan Rokok “Camel”.Pada Mas Abu)


Bagaimana kisah kamu selanjutnya?

MAS ABU
Sesudah semua kampung ketakutan, maka….. sumpah, bukan sombong, yang berani hanya
aku sendiri. Kemudian baru lima pemuda yang berani gabung sama aku. Mereka punya m4
masing-masing, sedangkan aku hanya punya satu pistol dan tiga granat tangan. Yang kuning
itu, kalian tau, yang seperti nanas kecil bentuknya. Nah bersama kelima pemuda tersebut, aku
cegat musuh di atas lembah yang sempit. Kalian pasti tau bagaimana deg-degan hati kami,
ketika menunggu musuh, bukan karena takut. Sumpah! Karena kata takut sudah hilang dari
kamusku. Malah sebaliknya, bukannya takut, malah kayak senang, seperti lagi menunggu…...

SAMSU
Seorang ayang.

TERTAWA

MAS ABU
Kek gitu lah. Bukan sombong, tapi memang kek gitu

(Tertawa)

Memang, jika kita sudah sering perang, musuh itu sudah seperti punya penarik seperti wanita.
Kita cari mereka, seperti kita mencari ayang. Sumpah, bukannya sombong tapi perasaan
kangen kek gitu ada padaku saat itu...

SUMANTRI
Cuma bedanya, jika sudah bertemu, kamu tidak cium mereka dengan bibir, melainkan dengan
granat tangan, bukan?

(Tertawa. Yang lain pun ikut tertawa, kecuali perempuan itu, o yah nama perempuan itu ratna,
sedangkan rusman dan hamid berbisik-bisik.)

Lantas hasil perangnya gimana?

MAS ABU
Hasilnya? Pasukan musuh mati semuanya, dan senjatanya kami ambil semuanya…. Ahm kalau
teringat lagi kepada pertempuran kek gitu, kadang-kadang aku ingin kembali lagi ke jaman
revolusi itu. Sumpah, bukannya sombong.

SAMSU (Sambil Makan Kroket)


Ya, ya, aku ngerti kok, kan aku pun seperti itu juga

SUMANTRI (Sambil Mengudek Kopi Susunya)


Kamu dimana ketika itu?

SAMSU
Aku? Aku ada di lereng galunggung akupun memimpin satu pasukan.

SUMANTRI
Aku kira kamu, memegang bagian perlengkapan.

SAMSU
Memang, tapi jika ada peperangan, aku pikir., Aku bakal lebih berjasa buat nusa dan bangsa,
bila ikut berperang daripada nyari ban serep atau mesin tik dan kertas hvs.

Dan pertempuran yang seperti mas Abu itu, di daerahku hampir tiap hari terjadi. Teringat satu
kejadian ketika hari jumat, yaitu ketika warga dari kampung baru pulang dari masjid, tiba-tiba
diserang pesawat pemburu yang terbangnya sangat rendah sambil menyirami kamu dengan
peluru, hingga banyak warga mati konyol. Melihat keganasan itu, maka aku gak tahan lagi. Aku
bawa m4, dan ketika pesawat terbangnya sangat rendah sambil menyirami kami dengan peluru,
maka aku balas menggunakan m4 yang semua pelurunya tepat sasaran. Sehingga pesawat itu
segera lari ke arah utara sambil oleng miring ke kiri dan miring ke kanan lalu mengeluarkan
asap dari ekornya. Meledak ia, lalu hilang entah kemana.

Coba kalian bayangkan gimana keadaan jiwaku, ketika aku menghadapi hujanan peluru yang
membuat bising di sekitar telingaku.
Takut? Enggak sama sekali. Seperti mas Abu, akupun sudah mencoret kata takut dari hidupku.

SUMANTRI
Aku pikir, memang untuk manusia yang sudah biasa menghadapi bahaya maut, kata takut
sudah hilang, buat aku juga perasaan itu sudah hilang.

(Hamid dan rusman berbisik-bisik lagi).

Pengalaman kalian semua sungguh seram. Tapi lebih seram apa yang pernah aku alami
sendiri. Siapa tau kalian belum mengetahui, bahwa disamping memimpin partai, aku selama
memimpin revolusi itu bekerja menjadi seorang penyelidik.

Memang sebagai seorang politikus, kita harus jiga harus pandai menjalankan pekerjaan
penyelidik, karena sebagai politikus dengan sendirinya bakal banyak musuh yang menjatuhkan
kita karena memang sudah seperti perebutan kekuasaan.

(Hamid dan rusman berbisik-bisik lagi.)

Kalau tidak waspada dan tidak hati-hati, kita mudah terjebak. Itulah sebabnya menjadi politikus
harus bisa menjadi penyelidik pula. Tapi kalian tahu, apa syarat yang mutlak untuk menjadi
seorang penyelidik?

Pertama, otak kita harus tajam seperti pisau cukur.


Kedua, kita harus berani mati seperti orang mau bunhh diri.
Kalau kita bodoh dan penakut, jangan pernah mencoba mau menjadi penyelidik.
Kedua syarat tersebut juga berlaku bagi para politikus. Orang yang bodoh dan penakut gak
usah main sama politik.
(Hamid dan rusman berbisik-bisik lagi.)

Nah, pada suatu malam, yaitu akibat pengkhianatan seorang penyelidik yang tidak tahan uji
ketika ditangkap dan disiksa oleh musuh, maka rumahku digrebek dan aku tidak bisa kabur, lalu
diangkut ke markas musuh.

SAMSU (PADA RATNA)


Mbak juga ikut tertangkap?

RATNA (Sedikit Tertawa)


Oh, saat itu aku masih gadis. Belum nikah. Mendengar juga tidak pernah bahwa adanya
seorang pemimpin yang bernama Sumantru.

SUMANTRI
Ya, kami baru setahun nikah.
Di markas itulah mulai terbuka suatu neraka bagiku. Ah, kalian kalian tidak akan bisa
membayangkan apa arti neraka bagi aku. Kalian tau gimana seramnya aku ketika disiksa?

(Mengeluh)

Gak berapa sih, lumayan saja.

(Sinis)

Hanya sekedar dielus-elus menggunakan rotan sebesar jempol, sehingga efeknya pun tidak
seberapa, cuma punggungku belang seperti kuda zebra. Tapi walaupun begitu, Alhamdulillah,
aku tetap diam, aku enggan membuka rahasia sedikitpun. Bikinlah aku mati! Teriakku kepada
algojo tersebut, tapi aku gak akan berkhianat pada nusa dan bangsa.

(Hamid Dan Rusman Berbisik-Bisik Lagi.)

kemudian, aku diseret kedalam sebuah kamar yang atapnya terbuka. Aku menjalani siksaan
lain. Inipun tidak seberapa.

(Sinis Lagi)

Lumayan sih, cuma sekedar harus mencoba merubah kebiasaan sehari-hari, kalau biasanya
aku patuh kepada perintah tuhan dengan menempatkan kaki ditanah dan kepala diatas, kini
harus berubah patuh terhadap algojo tersebut, karena kedua kakiku digantung di pada sebuah
balok di atap, sehingga aku melihat dunia yang terbalik. Tapi walau begitu, aku masih tetap
diam, aku enggan untuk berkhianat. Biar mati aja! Algojo tersebut mulai putus asa. Jelas bagi
mereka, bahwa mereka sedang menghadapi patriot yang tidak takut mati.
(Hamid Dan Rusman Berbisik-Bisik Lagi.)

Esoknya tangan dan kakiku diikat oleh mereka, lalu badanku disimpan diatas tanah seperti
orang kulit putih yang hendak dibakar oleh orang indjan. Aku terlentang, dan tidak bisa bergerak
kecuali mengedipkan mata. Mulut dan hidungku ditutupi sehelai saputangan yang basah oleh
air. Siksaan ini juga gak seberapa, tapi lumayan, karena nafasku menjadi sesak saja. Tiap kali
aku hampir mati kehabisan nafas, maka saputangan itu diangkat sedikit ke atas, tapi segera
ditutupkan kembali, apabila aku sudah mengambil nafas.

Ya, lumayan juga, tapi aku masih kuat iman. Aku masih diam seperti orang bisu.
Dan akhirnya, algojo tersebut sudah putus asa. Mereka mulai menggunakan siksaan terakhir.
Bukan main enaknya. Badanku disetrum menggunakan listrik. Aku sudah kira bakal mati. Tapi
Alhamdulillah, kini aku masih seperti seekor kambing di kebun sayur.
Dan lebih daei seekor kambing yang diberi sayuran muda, aku sangat puas, karena bisa
melewati siksaan dengan tidak berkhianat.

HAMID DAN RUSMAN BERBISIK-BISIK LAGI.

RATNA (Tertawa Sinis)


Jika begitu, akh ini bisa merasa aman, karena dengan tidak masuk akal aku telah berada
diantara 3 orang pahlawan yang nyata.

SAMSU
Iya, karena begitu kawan-kawan, saya rasa memang sangat wajar dan sudah adil, dan memang
sudah takdirnya buat kita masing masing mempunyai kedudukan di masyarakat ini.

(Kepada Mas Abu)

Kamu misalnya, bekerja sebagai pns, Sumantri sebagai anggota parlemen dan aku sendiri
sebagai importir, itu semua memang sudah wajar, kalau kita mengingat jasa kita pada saat
jaman revolusi. Betul gak?

(Hamid Dan Rusman Berbisik-Bisik Lagi)

Maka sekarang kawan-kawan, marilah kita minum untuk keselamatan kita bersama sebagai
patriot yang sudah berjasa untuk nusa dan bangsa. Cheers!

DENGAN WAJAH RIANG, KETIGA LELAKI ITU BERDIRI MENGACUNGKAN GELAS


MASING-MASING, KECUALI RATNA MASIH DUDUK DENGAN TENANG. HAMID DAN
RUSMAN BERBISIK-BISIK SEBENTAR, KEMUDIAN DENGAN LANGKAH YANG PASTI
BERDIRI MENUJU ORANG-ORANG ITU.
RUSMAN MENARIK PELAYAN MASUK KE BELAKANG.

HAMID
Aku lihat kalian sudah pada bosan hidup. Buktinya kalian menipu diri sendiri untuk menyelimuti
kebosanan dengan ngomong-ngomong, minum-minum, makan-makan, ketawa-ketawa.

Asal kalian tau, menipu, mendustai, apalagi menipu dan mendustai diri sendiri itu sangat
membosankan. Karena begitu kebosanan hidup dan kebiasaan saudara-saudara untuk menipu
diri sendiri itu merupakan saling pengaruh yang tak putusnya. Sehingga kebosanan hidup kalian
makin menjadi-jadi dan penipuan diri sendiri merajalela.

SAMSU

Apa yang kamu maksud dengan ucapan itu? Kamu menuduh bahwa kita telah menipu diri
sendiri? Sedangkan kamu sendiri tidak mengenal kami sedikitpun. Bertemu juga baru kali ini.
Saya misalnya yang berpikiran sehat….

HAMID
Buktinya apa? Gak seorangpun dari kalian yang betul betul memperlihatkan sifat aslinya.

(Pada Samsu)

Kamu sendiri contohnya, siapa sebenarnya kamu?

SAMSU
Aku? Aku siapa? Kamu mau tau saya siapa? Saya adalah wakil dari perusahaan NV MELATI,
yang mengimpor barang tekstil dan pecah belah, juga makanan kaleng. Itulah akh. Kalau kamu
catat alamat kantor kami; Jalan Diponegoro 7 telpon Gambir 1722

HAMID (Tertawa Enak)


Ha, ha, ha, aku sudah kira, bahwa kamu bakal memberikan jawaban lucu seperti itu.
Ha, ha, ha, nah lihatlah, kenapa kamu mesti berbohong? Kenapa kamu berpura-pura dan
menggunakan kedok bahwa kamu adalah wakil dari perusahaan NV importir. Itu berarti
membohongi diri sendiri. Dan itulah yang bikin hidup saudara bosan. Kenapa gak berterus
terang bahwa kamu adalah seorang kiai.

SAMSU
Hah? Saya kiai?

HAMID
Ya, kamu adalah kiai. Jangan kamu berani mencoba membohongi aku. Aku tau bahwa kamu
adalah orang yang paling pandai dan paling cerdik. Aku pernah mendengar tentang kamu.

SAMSU
Maaf, aku pikir, lelucon anda boleh didagangkan di pasar Senen, tapi disini jelas tidak akan
laku.
HAMID (Meletakkan Tangannya Dipundak Bahu Samsu)
Kiai Salim, janganlah kiai berani membohongi aku.

SAMSU
Kiayi Salim? Namaku Samsu. Samsu, gak kurang tak lebih.

HAMID
Jangan bohong kiai, tak ada gunanya kiai membohongi orang lain. Dan juga berbohong
dilarang oleh agama kan? Tentu hal itu kiai ajarkan kepada murid kiai, kan? Karena itu,
sekarang kiai ceritakan dengan jelas kepada kita, bagaimana cara kiai sampai begitu banyak
memikat hati para wanita yang menganut ajaran kiai?

SAMSU (Melepaskan Tangan Dipundaknya Dengan Sangat Jengkel)


Jangan pegang aku! Apa-apaan?

HAMID (Menutup Mulut Samsu Dengan Tangannya)


Hai kiai, janganlah berteriak seperti itu. Gak kiai lihat? Didepan kiai kan ada wanita. Apakah
pantas kiai berteriak begitu keras?

(Setelah Berkata Begitu Hamid Menarik Kembali Tangannya, Dan Pada Saat Itu Pula
Mengeluarkan Pistol Dari Saku Celananya. Kemudian Ditodongkan Pada Dada Samsu Serta
Dada-Dada Yang Lainnya.)

Dengarkan semuanya, kalian harus tahu bahwa aku sangat benci kepada orang yang suka
kelada kepalsuan, menipu diri sendiri dan berdusta.

(Melihat Pistol Ditodongkan Orang-Orang Itu Menjadi Gugup, Sumantri Dan Mas Abu Bergerak
Hendak Lari, Tapi Dengan Isyarat Dari Ujung Pistol Mereka Didudukkan Kembali.)

Teman-temanku, tenanglah, jangan panik dan jangan bergerak. Karena bergerak sedikit bikin
kalian tidak bisa bergerak untuk selamanya.
Dan kalian tahu, dalam hidup ini, gerak itu penting sekali. Sekali lagi teman-teman, ketahuilah
bahwa aku laki-laki baik hati. Aku hanya benci kepalsuan. Karena begitu, kepada orang ini aku
tidak lain hanya mau menuntut, supaya ia mau mengungkapkan pribadinya yang asli bukan
yang palsu. Jadi ia tidak boleh bohong

SAMSU
Sumpah, saya tidak bohong. Saya adalah seorang wakil dari NV Melati, suatu perusahaan
impor. Kalau kamu tidak percaya, tanya saja Mas Abu itu. Beliau Yang selalu mengurus lisensi
bagi perusahaan kami. Atau lebih baik datanglah ke kantor kami Jalan Diponegoro 7, telpon
1722 Gambir.

HAMID
Kamu bohong, Kiai Salim. Kamu bohong. Kamu adakah seorang kiai. Aku tahu.
SUMANTRI (Setengah Berbisik Pada Samsu)
Ssstttt! Katakan saja bahwa kamu adalah kiai. Tak usah ragu. Orang ini kayaknya sedikit begini.

MEMBERI ISYARAT DENGAN TELUNJUKNYA MIRING DIATAS KENING

SAMSU (Berbisik)
Lagian saya bukan kiai. Daya pedagang. Wakil dari NV Melati, Importuur. Kamu kan tahu
sendiri. Dia bisa lihat sendiri. Kantorku di Jalan Diponegoro 7, telepon 1722 Gambir.

SUMANTRI
Sepertinya dia agak malu, untuk berterus terang bahwa dia adalah kiai. Padahal saya pun juga
tahu bahwa ja seperti yang kamu katakan, seorang kiai, kan?

(Pada Mas Abu)

Dan apa pendapatmu? Kamu pun sependapat seperti aku?

MAS ABU
O, Tentu, tentu. Sungguh, kalau kulihat lebih detail, memang kelihatan jelas bahwa dia
mempunyai wajah kiai. Tapi kenapa kamu meributkan hal seperti itu? Ia kiai, sudah beres.

HAMID
Aku bukan meributkan hal gitu. Aku hanya ingin dia mengakuinya dengan sendirinya, dari
mulutnya.

MENODONGKAN PISTOLNYA KE MUKA SAMSU

SAMSU
Baiklah kuakui. Aku ini seorang kiayi.

(Berdiri)

Dan sekarang jika boleh ijinkan aku mau kencing dulu ke kakus.

HAMID
O, Tidak boleh. Tidak boleh. Tahan saja dulu.

(Pada Yang Lainnya)

Nah temanku, tidakkah benar apa yang aku katakan tadi?


Dia kiai, kan?
Dan sekarang, kiai Salim, kuulangi lagi pertanyaanku tadi. Bagaimana cara kiai berhasil
memikat hati perempuan. Sehingga mereka lantas menganut ajaran kiai. Ceritakanlah. Singkat
aja.

MERAPATKAN MULUT PISTOLNYA TEPAT KEPELIPIS SAMSU

SAMSU
Baiklah, baiklah, akan aku ceritakan…. Tapi, janganlah pistolmu ditekankan seperti gitu. Nanti
meletus. Aku gak akan bisa bercerita lagi nanti.

HAMID (Menarik Pistolnya)


Ayo mulailah sekarang ceritamu. Bagaimana cara kamu memikat hati wanita supaya mereka
menganut ajaranmu.

SAMSU
Itu sangat gampang. Aku Kawini wanita-wanita itu, lalu mereka dengan sendirinya bakalan
menganut ajaranku.

HAMID
Uch! Tolol amat ceritamu kiai. Suatu cerita yang terdiri dari dua kalimat, tapi uch! Alangkah
membosankannya. Heran kiai sendiri tidak mengucapkan; 'Audzubillah atau Astaghfiru'llah.

(Pada Mas Abu)

Bukan begitu kan? Tidakkah bagi kalian juga sangat membosankan cerita Kiai Salim itu?

MAS ABU
Ya, ya, sangat membosankan. Menyebalkan.

HAMID
Ya, terutama bagi kamu, tentu lebih membosankan, daripada untuk orang lain, karena kamu
sebagai seorang rentenir jelas lebih tahu daripada orang lain, apa harganya waktu bagi
manusia dalam hidupnya.

MAS ABU
Ah, maaf saja ya, aku gak mau disebut rentenir. Karena itu sebuah hinaan yang bagi aku
seorang pegawai tinggi, karena merentenkan dilarang oleh negara….

HAMID
Juga oleh agama, bukan gitu kiai Salim?

SAMSU HANYA MENGANGGUK PASIF.

MAS ABU
Ya, karena begitu, aku merasa terhina oleh omongan kamu. Dan karena itu, aku akan
dakwakan kamu ke polisi. Sumpah, bukan sombong, aku merasa dihina.

HAMID
Seorang rentenir jelas tahu, betapa berharganya satu tahun, satu bulan, satu minggu, satu hari,
satu jam, satu menit dan satu detik bagi kantongnya sendiri. Bukan begitu Mas rentenir?

(Mas Abu Mengangguk Pasif, Karena Todongan Pistol Itu)

Karena begitu, kamu paling merasa dirugikan oleh kiai itu, karena waktu kamu diboroskan untuk
mendengarkan cerita yang membosankan tersebut.
Sekarang coba kamu ceritakan kepada kita, Bagaimana caranya mendapatkan uang banyak
tanpa harus bekerja.

MAS ABU
Aku gak tahu, karena memang aku bukanlah rentenir. Aku pegawai negeri, bukan sombong,
aku adalah pegawai negeri dari kementrian….

HAMID
E e e, kamu masih tidak mau mengakui!

(Pada Samsu)

Hai kiai Salim, orang ini mau menipu dirinya sendiri dan kita semua. Dia hanya rentenir, tapi
mengaku dia pegawai negeri.
Ha, ha, ha rupanya teman kita ini takut dituduh orang, bahwa kerjanya cuma menyuruh orang
lain bekerja keras, sedangkan ia sendiri hanya enak saja bermalas-malasan dan hanya tahu
menghitung hari dan bulan untuk menagih uangnya.
Tidakkah kiai lihat, bahwa orang ini adalah rentenir.

SAMSU
Setahuku, dia memang seorang pegawai negeri tinggi. Dan aku tahu betul, karena urusan
lisensi dari perusahaan NV Melati yang alamatnya di jalan Diponegoro 7, selalu diurus oleh dia.

HAMID (Menodongkan Pistolnya Kemata Samsu)


Gak jelas bagj kiai, bahwa orang ini adalah rentenir?

SUMANTRI (Berbisik)
Bilang saja ya!

SAMSU
Ya, sekarang jelas, saya tidak keliru lagi. Memang sekarang jelas, bahwa ia adalah seorang
rentenir.
HAMID (Kepada Mas Abu)
Nah, kamu dengar sendiri dari mulut kiai itu. Kamu bukan pegawai negeri. Sedikitpun memang
gak ada bukti bahwa kamu adalah pegawai negeri.
Ha, ha, ha, corak dan gaya seorang pegawai negeri dan juga sifat-sifat 'kan lain daripada
seorang rentenir?

(Pada Samsu)

Bukan begitu kiayi?

(Samsu Mengangguk)

Nah, kiai salim pun sependapat dengan aku. Dan jangan lupa teman-teman. Dan jangan kalian
lupa juga, kata-kata dari seorang kiai harus dipercayai. Kalau tidak, ia bukan kiai lagi. Persis
seperti terhadap kata-kata seorang pemimpin politik, bukan? Kita harus percaya. Kalau nggak,
ia bukan pemimpin politik lagi.

(Kepada Sumantri)

Bener gak temanku?

(Sumantri Mengangguk Yakin)

Nah, sekarang ku ulangi lagi permintaanku tadi itu. Ceritakanlah, bagaimana caranya dapat
uang dengan bermalas-malasan. Singkat saja!

MAS ABU (Dengan Gelisah)


Aku tahu, bahaa orang lain butuh aku. Aku gunakan kebutuhan tersebut.

HAMID
Uch!! Sama tololnya dengan cerita kiai tadi. Panjangnya pun sama. Cuma dua kalimat, tapi
membosankan, uch! Bukan main! Siapa yang tak bosan mendengarnya.

(Pada Sumantri)

Aku gak paham, kenapa istri kamu yang manis itu dibiarkan bosan dengan dongeng yang baru
kita dengar dari kedua mulut kalian. Padahal kamu sebagai penjual obat yang suka melindungi
orang lain dari bahaya penyakit.
Penyakit tentunya bakal mengingatkan kepada istri kamu sendiri. Supaya dia terlindungi dari
suatu penyakit yang amat berbahaya seperti penyakit bosan itu. Kamu kan penjual obat itu?

(Sumantri hanya mengangguk dengan senyum lunak. berseru gembira)


Aha, kamu lebih mudah dari teman-teman kamu yang lain. Kamu tidak membantah dulu.
Memang kamu tidak akan berani membantah karena sifat pekerjaan kamu tidak mengijinkan.
Pekerjaan kamu adalah berhadapan dengan publik. Publik yang harus dipikat hatinya supaya
mau membeli obat-obatan kamu. Jadi membantah hanya akan ditertawakan oleh publik saja.
Dan ditertawai publik tidak enak bukan. Malah minggu lalu ada tetanggaku yang pada pagi buta
sudah berayun pada pohon di kebunnya. Ia memilih mati daripada ditertawakan oleh publik.
Bagaimana sikap kamu? Mana pilihan kamu; magi atau ditertawakan orang?

SUMANTRI
Akupun lebih memilih mati.

HAMID
Jelas bagiku, bahwa posisi kamu sebagai seorang pedagang obat sungguh ribet. Mati pasti
enggan karena mati tidaklah sehat. Sedangkan ditertawakan orang juga sangat berabe bagi
kamu, karena ditertawakan publik itu akhirnya akan mengakibatkan mati juga seperti
tetanggaku itu
Karena itu kamu harus mencari jalan supaya tidak mati dan tidak ditertawakan publik puls.
Bukan gitu kan temanku?

(Sumantri Mengangguk)

Tapi ribetnya bagi kamu karena publik mau diyakinkan bahwa obat yang kamu jual itu
betul-betul mujarab. Dan ribetnya lagi karena bagi publik tidak ada bukti lebih meyakinkan
selain bukti nyata. Ribet bukan?

(Sumantri Mengangguk Lagi)

Tapi walau begitu, aku tahu, bahwa masalah itu tidak ribet bagi kamu. Seperti misalnya untuk
orang lain. Karena kamu punya cara lain untuk meyakinkan publik dengan tidak memberikan
bukti nyata. Betul gak?

(Sumantri Mengangguk Lagi.)

Aku tahu bahwa cara kamu yang istimewa itu ialah dengan jalan menyanyi. Gitu kan?

(Sumantri Mengangguk Lagi)

Ha, ha, sungguh mudah kamu ini, tidak ada yang perlu dibantah rupanya.

(Samsu Bergerak Hendak Lari. Hamid Mengarahkan Pistolnya.)

Hai, kiai, kenapa kiai mau lari. Sabar dikit. Kita dengarkan dulu saudara tukang obat ini
menyanyi sedikit untuk kita, supaya penyakit bosan hidup itu hilang dari saudara. Coba kawan,
silakan menyanyi sekarang.
SUMANTRI BIMBANG.

SUMANTRI
Aku tidak bisa menyanyi.

HAMID
Lihat teman-teman, ternyata sekarang penjual obat mempunyai darah seni yang sangat murni.
Buktinya, ia enggan mengakui dirinya pandai bernyanyi, padahal kita tahu, bahwa dia biduan
yang berpengalaman. Seperti seniman besar lainnya yang enggan dan membantah ketika dia
disebut seniman besar. Seniman besar memang sering menutup dirinya sendiri. Persis seperti
teman kita ini.

SUMANTRI
Walau harus disumpah apa saja, atau dihukum disiplin partai, namun aku tetap mengatakan,
bahwa aku tidak bisa bernyanyi.

HAMID (Melangkah Dekat Sumantri Dengan Pistolnya)


Kamu mau menyanyi atau tidak?

SUMANTRI (Melirik Ke Arah Ratna Kemudian Ke Arah Pistol. Sumbang)


Bengawan solo
Riwayatmu ini
Sedari dulu...
Menjadi perhatian insani.

HAMID (Bertepuk Gembira)


Bagus! Bagus! Sangat merdu suara kamu. Bakat inilah yang bikin kamu selalu sukses menjual
obat kepada banyak orang.

(Pada Samsu)

Tahu kiai bahwa deni bisa meluluhkan hati orang yang biadab?

SAMSU
O, Tentu saja tahu.

HAMID
Bagus, bagus. Aku senang mendengarnya. Nah teman-temanku semuanya. Kalian semua
mendengarnya. Nah kalian semua sudah kembali ke pribadinya yang asli. Aku sungguh
gembira. Memang di kehidupan ini tidak ada yang lebih busuk daripada kepalsuan,
ketidakjujuran, penipuan, dusta.
Ia menemani kita pada setiap langkah, keluar dari bibir dengan kalimat yang diucapkan, turut
memancar dari senyuman dan tawa. Pendek kata, ia melekat pada diri kita yang sebenarnya
seperti pakaian menyelimuti yang paling indah di dunia ini, yakni badan manusia.

(Pada Ratna)

Oleh karena itu cantik, maka dengan segala hormat aku minta supanya kamu mau membuka
pakaiannya.

MENGARAHKAN PISTOL KEMUKA SUMANTRI

RATNA (Bangkit)
Lu gila!!

HAMID
O, tenanglah cantik, tenang. Janganlah kamu terlalu marah, karena marah tidak baik, cantik.
Karena orang yang suka marah cepat tua. Dan tua itu…. ahh, cantuk, tidak ada yang paling
berat di dunia ini selain menjadi tua, karena umur tua menuntut kematangan jiwa yang harus
membedakan orang tua dan kanak-kanak. Suami nyonya juga tidak akan keberatan.

RATNA
Lu sangat gila. Aku harus panggil polisi.

HAMID
O, jangan cantik. Polisi tidak suka melihat orang telanjang. Kamu belum dengar, bahwa kemarin
banyak gembel-gembel yang diangkut?

(Ratna Melirik Pada Sumantri, Minta Dibela)

Kamu lihat sendiri, suami kamu tidak keberatan. Dia diam. Dan seperti pepatah, orang diam
berarti setuju.

(Merapatkan Mulut Pistol Ke Telinga Sumantri)

Sebagai tukang obat yang berdarah seni, tentu suami kamu juga bakalan suka melihat badan
yang sehat dan indah, sekalipun badan istrinya sendiri.

(Menekan Pistolnya)

Ayo jawab. Kamu tidak keberatan bukan?

SUMANTRI
Aku.... Aku..... ya, aku tidak keberatan.
HAMID
Bagus, itu dengan sendirinya kamu kan suka melihat keindahan?

SUMANTRI
Ya, ya, aku senang.

(Melirik Ke Arah Ratna)

Dan.... dan badan istriku paling cantik di dunia.

HAMID
Bagus! Tapi sepertinya istri kamu belum cukup jelas, bahwa kamu tidak keberatan. Katakanlah
padanya!

SUMANTRI
Ratna, sebetulnya aku gak mau, tapi a, a, a…. terpaksa, Ratna aku ijinkan, agar… agar kita
selamat semuanya silahkan Ratna, kau buka pakaianmu. Tapi.. a, a, jangan terlalu banyak
Ratna, sedikit aja.

RATNA
Ha, ha, ha, itukah pendirian mu sebagai seorang suami? Baiklah kalau begitu. Akupun suka
lekukan indah dan jijik dengan kekecutan. Baiklah kalau begitu. Akan aku buka pakaianku.

(Pada Hamid)

Tapi, maukah kamu memerintahkan supaya kiai dan rentenir itu untuk membalikkan mukanya?

HAMID
O, itu tidak cukup cantik.

(Berseru)

Rus! Rus!

(Rusman Bergegas Datang Dari Belakang)

Mana pelayan, Rus?

RUSMAN
Aku kunci didalam kakus semuanya. Lima orang.

HAMID (Ketawa)
Lima orang dalam satu kakus? Ada-ada saja kamu.
RUSMAN
Kita lepaskan?

HAMID
Biarin dulu. Tapi tolong ikat mata kiai dan rentenir dengan saputangan mereka.

RUSMAN
Tangannya?

HAMID
Tangannya gaussh.

(Rusman Berbuat Sesuai Perintah)

Makasih, Rus. Sekarang balik lagi aja ke belakang. Jaha orang yang kamu kunci di kakus.

(Mereka Berbisik-Bisik Dulu, Kemudian Rusman Pergi)


(Pada Samsu)

Sebagai kiai, kiai tidak boleh melihat wanita telanjang yang bukan muhrim.

(Pada Mas Abu)

Dan kamu sebagai rentenir tidak baik pula melihatnya, karena bunga ini bukan bunga yang
biasa kamu hitung tiap hari, tiap bulan

(Pada Ratna)

Silakan cantik!

SUMANTRI
Ratna.... a, a,.. sedikit saja. Jangan banyak-banyak bukanya... a, a, asal saja.

RATNA
Peduli apa kamu!

(Tangannya Sudah Membuka Pakaiannya, Sehingga Bentuk Buah Dadanya Yang Ditutupi
Dengan Bh-Nya Nampak Tegak Dan Berisi)

Kamu tertarik oleh badanku ini? Kalau tertarik, tentu kamu juga tertarik oleh ciumku. Suamiku
pasti mengijinkan.

HAMID (Pada Sumantri Sambil Menekan Pistolnya)


Boleh?
SUMANTRI
Bbbboleh....

(Pada Ratna)

Ratna... a, a, asal saja ciumnya .... a, a, asal menyentuh selewatan saja...

RATNA MEMONCONGKAN MULUTNYA KE ARAH HAMID. TAPI DENGAN HORMAT HAMID


MENGAMBIL TANGAN RATNA LALU DIANGKATNYA KE BIBIR.

RATNA
Hai! Kenapa kamu hanya mencium tanganku aja? Suamiku kan sudah mengijinkan untuk
mencium bibirku. Ciumlah bibirku. Atau mungkin kamu lebih suka ketika aku telanjang bulat.
Baiklah kalau begitu…

HAMID
Cukup cantik, cukup. Kamu sudah cukup membuat hatiku bahagua. Pakai lagi saja bajumu itu.

(Ratna Memakai Kembali Pakaiannya)

Rus! Rus!

(Rusman Masuk Kembali)

Bukain lagi tutup mata mereka itu. Eab coba tolong pegang pistol ku ini. Jagalah teman-teman
kita ini, jangan sampai mereka kabur, karena diluar banyak angin, nanti mereka masuk angin

(Ia Menyerahkan Pistolnya Pada Rusman, Kemudian Menuju Meja Semula Dan Menulis
Sesuatu Diatas Secarik Kertas Bon. Kertas Itu Disimpan Dimejanya Dibebani Dengan Uang
Logam. Kemudian Kembali Menuju Orang-Orang Dan Mengambil Kembali Pistolnya)

Nah teman-teman, kami mau pergi, karena tugas kita untuk menolong kalian sudah selesai.
Akan tetapi sebelum pergi, aku ingin memberikan kalian kenang kenangan. Kenang
kenangannya diatas meja itu.

(Menunjukkan Dengan Ujung Pistol. Pada Ratna)

Aku harap, apabila kami sudah pergi dari sini kamu yang cantik ambil dan bacakan kepada
teman-temanmu.

(Kepada Rusman)
Rus! Bebaskan dulu orang-orang itu dari kakus dan katakan uang buat minuman ada diatas
meja

(Rusman Bergegas Ke Belakang, Tak Lama Kemudian Muncul Kembali. Hamid Menodongkan
Pistolnya Kepada Orang-Orang Sambil Bergerak Mundur Menuju Pintu)

Mari kita pergi!.

SEPERGI KEDUA ORANG ITU, MEREKA SEREMPAK MENARIK NAFAS PANJANG,


SEDANGKAN RATNA BERGEGAS MENGAMBIL KERTAS DARI MEJA HAMID.

RATNA (Membacanya. Keras)

Teman-temanku semuanya, dengan hati yang puas aku telah membuka kedok yang menutupi
pribadi kalian semuanya
Sekarang lihatlah cermin, cermin tidak akan memberikan bayangan palsu buat kalian semua.
Jelas bakal terlihat, yang satu adalah pandir, yang kedua adalah tolol, yang ketiga adalah
pengecut, dan yang cantik adalah wanita gagah berani.
Sedangkan aku sendiri hanya badut yang suka membuka kebohongan menggunakan pistol
kosong.

KETIGA LELAKI
Sungguh berani dia menghina kita menggunakan pistol kosong. Kalau aku tahu pistolnya
kosong…..

MEREKA MENGUTUK-NGUTUK, MENGEPAL-NGEPAL TINJUNYA. RIUH. SAMSU LARI KE


PINTU, MELIHAT KELUAR DIIKUTI OLEH SUMANTRI DAN MAS ABU. KEMUDIAN MEREKA
MASUK LAGI. MENGUTUK-NGUTUK LAGI. MENGEPAL-NGEPAL TINJUNYA LAGI.
SEMENTARA TENANG-TENANG SAJA. MEMANDANGI MEREKA SAMBIL
GELENG-GELENG KEPALA.

RATNA (Lantang Dengan Senyum Mengejek)


Silahkan teman-teman, kejarlah kedua orang itu.
Pintu sudah terbuka luas buat kalian.
Dan lampu merkuri di jalan cukup terang.
Ingin aku lihat kekecutan dan kepalsuan mengejar kejujuran.

PADA SAAT ITU PULA PELAYAN DAN YANG LAINNYA DARI RESTORAN ITU MASUK
DENGAN MUKA YANG GUGUP.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai