Anda di halaman 1dari 29

KEBEBASAN ABADI

TRAGEDI KEPAHLAWANAN
KARYA: C.M.Nas

Sersan
Sampai kapan kita mesti begini ?

Kapten
Sampai angkatan laut Republik datang.Dan bukan lari seperti kita,
tapi datang membawa berita kemerdekaan penuh !

Sersan
Kalau mereka tidak datang? (mendesak)
(Srikandi datang: demamnya tambah keras)

Sersan
Apa ada harapan ?

Kapten
Harapan tetap ada! Segala harapan !!!(Tukasnya cepat)

Sersan
Juga harapan mati ?!

Kapten
Kau takut ?! (Tukasnya Cepat).

Sersan
Bapak tidak takut ?

Kapten
Aku malah menantikannya ! Itulah kemerdekaan mutlak kebebasan abadi!

Sersan
Kebebasan Bapak sendiri !Bapak memang bisa mati dengan tenang karena
Bapak sudah lama hidup.Tapi aku masih muda;aku belum mau mati

Kapten
Siapa yang menyuruh kau mati ?

Sersan
Bapak! Ia, Bapak !!! kalau kami mati, bapaklah pembunuh kami.
Kapten
Sediakan saja saksimu, kalau-kalau satu waktu kelak
kita sempat menginjak pengadilan tentara!!

Sersan
Semua kita tahu, bahwa bapak yang memberi komando menembak tembus
lunas-perahu, sebaiknya kita mendarat disini. Itu yang menyebabkan kematian
kita semua. Pengaraman perahu itu yang menjadi sebab, maka kita tak lepas
dari kungkungan pulau neraka ini.

Kapten
Maka kita tak bisa pulang kebumi yang terjajah maksudmu.?!

Sersan
Barangkali negara kita sudah merdeka sekarang. Dan kita disini terbuang.
Tersiksa, karena kecerobohan bapak sebagai pemegang komando

Kapten
Tapi kalau Belanda masih berkuasa, aku yang membawa dan menyelamatkanmu
ketanah merdeka ini. Kalau untuk itu aku dihadiahi dua belas peluru sebagai
ganti balas jasa. Kembali aku rela mati penuh ketenangan!
(kapten pergi dengan meninggalkan gelak gemuruh)

Sersan
Srikandi!!! (mutia). ( Mutia tetap diam).

Sersan
Kalau mujur aku bisa menyeret kepengadilan, kemana kau berpihak ?
Jarang kau mau menjawab pertanyaanku, Srikandi – tapi cobalah jawab
pertanyaanku yang satu ini. Cobalah !! ini bukan soal pribadi bukan ? ini soal
keadilan. Srikandi ! Keadilan, kau dengar itu ? (mutia tetap diam)
Srikandi……..!

Srikandi
itu bukan namaku ! (tukasnya cepat)

Sersan
Apapun namamu; jawablah pertanyaanku !!

Srikandi
Aku tak akan berpihak !

Sersan
Ingat ! kau disumpah untuk naik saksi.
Srikandi
Akan aku ceritakan kebenaran peristiwanya !

Sersan
Semua ?

Srikandi
Semua !

Sersan
Akan kau ceritakan jugakah, bahwa dia yang menembak paha jurumudi perahu
itu untuk memaksa berangkat dan menembak tembus lunas perahunya setelah
sampai? Bagus ! tentu kau jelaskan,bahwa kedua peristiwa itu nyata-nyata
memperkosa hak azasi manusia,bukan?

Srikandi
Aku tak paham hukumnya ! (balas malas)

Sersan
Begitu jelas! Itu pembunuhan ! aku menyimpan semua surat-surat jurumudi
yang malang itu. Kau tahu, aku sengaja menempatkan batu karang bercabang
tujuh diatas kuburnya, supaya lebih mudah dikenal. Bukti-bukti ini akan
memperkuat hukum untuk menyeretnya keujung bedil. Dan setelah komandan
tua itu gugur, eh – tidak; mampus! Barulah kau jawab pertanyaanku yang
dulu,bukan ?

Srikandi
Kau lupa satu hal,kawan!

Sersan
Apa ?!

Srikandi
Aku istrinya!

Sersan
Aku ingat ! tapi aku ingat juga, kau mencium jurumudi yang gagah itu,
sebelum dia mati. (Mutia berpaling menantang)

Sersan
Satu bukti ! bahwa kau tidak cinta kapten Tua itu, biarpun dia suamimu!
Dan kalau kau bisa jatuh cinta pada jurumudi yang hitam arang itu,
bahkan aku merasa diriku lebih gagah lagi!
Srikandi
Kau menyangka aku jalang tentunya!

Sersan
Ah, tidaklah sejelek itu!bisa saja diterima akal kalau kau lebih gairah pada
seorang jurumudi yang gempal daripada lakimu – komandan yang sudah peot!
Srikandi
Kau tidak mengerti orang muda (Keluh kesah)

Sersan
Aku mengerti! Dipulau dewata ini tinggal akulah yang paling gagah.
Aku tahu seleramu srikandi.

Srikandi
Kau terus menghina, bangsat!
Kau tahu kenapa aku berciuman dengan jurumudi itu?karena aku juru rawat!aku
berkewajiban merebutnya dari kematian dan mengangkatnya dari kejatuhan
semangat! Untuk lukanya, aku tak bisa berbuat apa-apa, karena obat-obatan
memang tak ada. Untuk semangatnya, aku terpaksa memberikan diriku, karena
hanya itu yang aku punya. Aku menciumnya agar kemauannya untuk hidup
timbul kembali. Dan memberi harapan hidup itu adalah tugasku sebagai
jururawat; terlepas dari kedudukanku sebagai seorang istri.

Sersan
Aku kepingin sakit kalau begitu

Srikandi
Kau memang sudah sakit,bangsat!
(Tiba-tiba ada arah suara dari kiri)

Letnan
Ada lagi yang sakit!Dia tak mau dikemah. Dia ingin mati disamping senjatanya,
katanya (terus menuding pada senapan mesinnya)

Sersan
Kita semua bakal mati!
Tidak akan ada yang mengenang tindakanmu sebagai seorang pahlawan!

Letnan
Dia tidak harapkan kami sebagai pahlawan.
Dia Cuma mau mati disamping senjatanya!
Sersan
Untuk apa? Semua kita tahu bahwa dia penembak ulung. Penembak ulung yang
lari diburu ketakutannya sendiri dan akhirnya mati dibunuh kuman. Kasihan!
kenapa dulu tidak bertahan saja disana, waktu Belanda menyerbu? Kau bisa mati
sebagai Pahlawan ! (terus mendekat pada sisakit).

Letnan
Kita punya komando. Kita patuhi perintahnya!

Sersan
Siapa?

Letnan
Pak Kapten!

Sersan
(mengejek). Kapten yang menembak mati jurumudi? Ditembak begitu saja
hanya karena menolak menyebrangkan kita kepulau jahanam ini, lalu secara
gegabah dituduh tidak setia pada perjuangan bangsa?! Dan setelah jurumudi itu
dilobangi pahanya dengan peluru dan hatinya bengkak dengan dendam yang tak
mungkin dapat dibalaskan; berhasil mendaratkan kita semua – lalu perahunya
ditenggelamkan dengan sengaja dengan alasan agar tidak terjadi
penghianatan?! Alasan yang terlalu dicari-cari, karena tujuannya yang pokok lari
dari serbuan musuh untuk sendirinya dapat menjadi raja diraja didaerah
pelariannya! Kapten yang lari karena gamang melihat lawan, kemudian
menghibur hatinya dengan menerangkan kepada bawahannya; tidak apa! Ini
siasat perang! Padahal perasaannya sudah cukup gembira karena bininya secara
tidak langsung telah turut dapat diselamatkan! Tapi setelah dia sadar bahwa
penyelamatannya itu mengambil resiko beberapa korban nyawa, lalu
menggadaikan bininya sebagai ganti minta ampun.

Srikandi
Kau menghina lagi, bangsat!

Sersan
Aku tahu tipu dayanya. Waktu malam itu kau dan jurumudi itu berciuman,
suamimu kukasitahu. Tapi dia Cuma tersenyum masam!
Dia tidak bertindak apa-apa, baik sebagai kapten maupun sebagai suami.

Srikandi
Karena dia mengerti;malam itu aku sebagai jururawat;bukan sebagi istrinya
Sersan
(menghina,mengejek)
Amboiii…adat mana yang kamu pakai ??

Letnan
Ini bukan soal adat! Soal kemanusiaan (menyela)

Sersan
Jangan turut campur! Kau juga dapat bagian juga barangkali!

Letnan
Jahanam! Kutembak kau ! (sambil menyiapkan senjata stengun)

Sersan
Boleh !.(memberikan punggungnya).Tembak! tembaklah! Apa bedanya peluru
musuh dengan peluru bangsa sendiri, mati karena penyakit atau lapar, mati
sekarang atau nanti. Ayo Tembak!! (terus mengelilingi ruangan)Tak lama
lagi kita semua bakal mati.lihat! kelapa hampir habis. Burung-burung habis,
ular, kadal, tikus semua habis! Tahu apa akhirnya?! Yang paling akhir sekali? Kita
gali kembali kuburam kawan-kawan, kita makan dagingnya! (letnan kaget,
dan juga srikandi memalingkan mukanya, sisakit mencoba berdiri dan
rebah kembali) mungkin sudah busuk atau setengah busuk, tapi jadilah buat
perut yang lapar.

Letnan
Kami tidak serendah itu !

Sersan
Yang lebih rendah pernah terjadi! (tindihnya pula) Coba bayangkan!
Kalau pak kapten sudah sampai hati menggadaikan daging istrinya, kenapa dia
tidak akan sampai hati makan daging mayat kawan-kawannya!

Letnan
Diam !!!

Sersan
Ini masa depanmu Kerbau!Itu kelak yang akan terjadi,
kalau kita tidak segera keluar dari pulau ini!
Kita harus keluar ! keluar!!!

Letnan
Kemana ? (geram)
Sersan
Kemana saja!
(Jururawat pergi kearah kiri dengan muka lesu.
Setelah hilang terus sersan menyambung lagi)

Sersan
Bagaiman kawan-kawan? Kita tebang pohon-pohon kelapa. Kita ikat jadi rakit.
Kita berlayar, berkayoh, bertolak dari pulau jahanam ini.
Bagaimana? (letnan memperhatikan sersan penuh ketenangan).

Letnan
Sejak semula sudah kusangsikan kesetiaanmu!

Sersan
Ah, siapa yang mau setia pada siksaan,
pada kekeringan seperti ini. Siapa?!

Letnan
Kau tahu apa yang ku pikirkan, pengecut?!
Kalau boleh pak kapten mati sekarang ini.
Begitu pangkat dan kuasa tertinggi jatuh padaku dipulau ini,
saat itu juga kau kutembak mati.

Sersan
Siapa bakal jadi algojomu, pak letnan?Dia!!!? (menunjuk si kopral sakit).
Badannya sendiripun tidak terangkat,
pak letnan – bagaimana dia jadi algojo?!
(Terhuyung-huyung kopral bangkit dan mendekat)

Kopral
Aku sanggup berdiri, san! Lihat aku bisa berdiri

Sersan
Jangan kopral! Jangan!! Nanti kau pitam lagi.

Kopral
Tidak letnan. Waktu kepalaku panas, hatiku memang merasa kecil.
Tapi disaat hatiku panas kepalaku terasa dingin.
(terus maju mendekati sersan dan mau bicara langsung)

Kopral
Kau penghasut yang memuntahlan! Kalau kau cukup berani menjadi budak,
pergi saja sendiri! Kalau kau mau menjadi anjing belanda, menyerahlah sendiri!
Kami tentara Republik yang masih punya harga diri, kami lebih senang mati
disini dan dilupakan daripada hidup dipelihara lawan

Sersan
Tapi aku tidak menganjurkan untuk menyerah pada belanda.
Kita menjadi daerah republik yang tidak segersang ini.

Letnan
Belanda bergerak menduduki seluruh tanah air, pulau ini saja yang tidak,
terlalu kecil untuk diperhatikan, justru tinggal di pulau kecil inilah yang masih
bebas.

Sersan
Tapi kita berjuang mempertahankan Republik
Bukan mempertahankan pulau kosong ini!

Letnan
Dimana Republik?Republik ialah
dimana tanah pertiwi yang tidak diinjak sepatu belanda.

Kopral
Dan tanah yang terlanjur diinjak dengan paksa,akan kita rebut kembali.

Sersan
Kapan ?! (mengejek,cemooh)

Kopral
Kita punya komando, tunggu perintah.

Sersan
Komando itu tidak bakal datang! Pak kapten sudah lupa titik ujung tujuan kita.
Dia sudah cukup senang disini, punya bini, punya pangkat, punya ternak yang
cukup setia; kau,kau!tapi aku tidak begitu bodoh untuk mau saja patuh jadi
binatang gembala seperti kamu! (sersan terus pergi kearah kanan)

Kopral
Ah, tambah jelek juga keaddan ini

Letnan
Penanggunggan merobah wataknya. Kasihan !

Kopral
Cuma memang sudah terlalu lama kita disini. Empat belas orang!
Sekarang tinggal lima orang, sebentar lagi mungkin tinggal empat.
Letnan
Akhirnya pulau ini kosong juga, kopral. Kita semua bakal mati. Tapi masih lama
masa itu, tenanglah! Atau kita bisa lepas, yakinlah! Segalanya bisa terjadi…
sabarlah !

Kopral
Kenapa belanda tidak datang saja kemari! Aku kepingin mati berperang.
(Tiba-tiba ia memijit-mijit keningnya dan terhuyung-huyung.dari arah
kiri datang kapten dengan langkah tenang)

Letnan
kapan kita berangkat kapten?

Kapten
Kemana ( tanpa berpaling)

Letnan
Menyelamatkan Republik, membebaskan bangsa!
(sersan datang dengan tergesa dengan membawa Kampak)

Sersan
Aku mau tebang pohon-pohon kelapa. Aku bikin perahu;
bikin rakit. Aku mau keluar dari neraka ini.
(Matanya tertumbuk pada kapten terus memberi hormat).Pak kapten !
Karena ketiadaan alat tulis menulis, secara lisan saja saya sampaikan
permohonan membuat rakit. Minta dijawab segera.permohonan selesai

Kapten
Tidak keberatan komando Tentara Republik, Selesai !

Sersan
Kerjakan ! (hormat, terus pergi).
( Letnan berpandangan dengan Kapten, kopral susah payah berdiri)

Kopral
Pak,Kapten ! Begitu keras kemauannya keseberang, aku juga mau keseberang,
aku ingin bersatu dengan pasukan-pasukan kita disana atau mati dalam
menyerbu, kalau belanda masih berkuasa. Aku tak mau mati disini,
pak Kapten – mati dalam kesepian ! aku ingin mati berperang !

Kapten
Kematian sama dimana-mana, kopral ! hidup ini adalah jajahan segala kehendak.
Orang-orang bebaspun masih dijajah kebebasannya sendiri. Kebebasan yang
mutlak akan datang setelah kita tidak hidup lagi. Mati !! mati itulah kebebasan.
Kebebasan perseorangan yang abadi. Karenanya, kematian sama dimana-mana
kopral !

Kopral
Tapi datang lebih baik daripada menunggu, pak Kapten
mencari lebih baik dari menanti. (sersan masuk dengan tergesa-gesa).

Sersan
Merdeka !

Kapten
Merdeka !

Sersan
Karena ketiadaan alat tulis menulis,
secara lisan saya sampaikan permohonan
tenaga bantuan untuk pembuatan rakit-rakit.
Minta diberikan sebanyak mungkin. Permohonan selesai!

Kapten
Karena tak ada cadangan tenaga, permohonanmu di tolak selesai!.

Kopral
Kenapa,pak !

Kapten
Rahasia Tentara!
(Kopral Berpaling)

Kopral
Aku rasa ini adalah rahasia bapak pribadi. Bapak tentu menyembunyikan dan
mempertahankan sesuatu yang menyangkut nama baik bapak sendiri.
Kelemahan bapak juga yang membuat bapak tidak berani berterus terang.
Dan yang paling kecil dari kelemahan itu, bapak mencoba melemparkan
persoalan itu kepada orang lain – kenapa orang yang penuh semangat untuk
pulang kealam wajar; ketengah-tengah kebudayaan kembali…

Letnan
Kopral !. Ingat kau bicara terhadap kapten.

Kopral
Aku tahu ! ( sambil perpaling)
Aku tahu Bapak yang paling berkuasa disini, paling di hormati, di patuhi ! tapi
patuhpun ada dasarnya, hormat ada tempatnya, kekuasaan ada batasnya;
seperti lautan yang ada pantainya, daratan ada tepinya. Dan aku patuh selama
ini ! jarak jauh ku jalani, beban berat kutanggungkan; api ku tembus – maut
kutantang – semua demi taatku pada atasan, patuhku pada pimpinan, sekali ini
aku membantah, karena bapak menyalah gunakan kekuasaan. (Kapten
mendekati kopral sambil menepuk bahunya).

Kapten
Dengan bedil kau mudah menembak tepat, kopral ! Degan lidah kau tak
gampang bicara benar, bedil Cuma membutuhkan keahlian dan kebiasaan
latihan.Tapi lidah memerlukan kebijaksanaa, pendalaman dan pengetahuan.

Kopral
Apa hubungannya petuah itu dengan persoalan ini. ?

Kapten
Untuk tidak mengatakan, bahwa anggapan burukmu terhadapku sangat keliru
sekali. Kau tahu, kenapa dia begitu ingin pulang keseberang? Karena disana ada
pacarnya gadis Indo! Dulu gadis itu pernah diselamatkannya dari tuduhan mata-
mata. Sekarang dia berkeras hendak pulang dengan keyakinan dapat berjumpa
lagi dengan pacarnya itu dan berharap dapat melindunginya dari hantaman
serdadu belanda. Dia pernah bertanam budi; kini dia berhajat melihat
tanamannya itu menghasilkan buah! Buah yang dapat melepaskannya dari
azaban-hidup ditanah jajahan. Kau tahu ? apa yang kau harapkan disana?
Paling banyak kau Cuma bisa menangis melihat tanah airmu diinjak-injak bangsa
lain !

Kopral
Kita kesana membebaskannya, pak kapten !

Kapten
Dengan apa ? dengan pelurumu yang tinggal seuntai dan
kepalamu yang selalu pitam ?

Kopral
Dengan darah dan nyawa pak Kapten.

Kapten
Lebih baik dengan otak yang waras,kopral !
(kopral memijit keningnya kembali dan terhuyung, kapten segera
meraihnya dan membawanya kearah laut.kopral mengajak
kegundukan tanah ,.sersan datang dengan kampak ditangan dan
serasa lesu )
Kapten
Sudah siap rakitmu !!
(Sersan membantu, kapten pergi cepat arah kanan laut, sersan siap
memburu dengan kampak ditangan. Sebelum tercapai ia telah berhenti
seperti ketakutan).

Letnan
Mana perahumu ?!
(sersan mengayunkan kampaknya dan letnan siap dengan sten-
gunnya.Terdengar suara perempuan dari jauh).

Srikandi
Perahu! perahu!!.Perahu! ada perahu.

Sersan
Dimana? Dimana?

Srikandi
Disana !. Terdampar disana! Mari!mari! (Maksud mengajak semua).
(Kopral akan bangkit tapi rebah kembali. Letnan tetap makan kelapa
muda Sersan mengikuti Srikandi.Kapten datang Lari-lari).

Kapten
Mana perahu? Mana?
( Letnan Cuma menunjuk dengan tangan saja dan mulut penuh
kelapa)

Kopral
Ada perahu letnan ?!

Letnan
Sama saja!

Kopral
Tidak ingin pulang keseberang,Let ?
( Letnan menggelengkan kepala. Kopral dengan susah payah berdiri).

Kopral
Let ! Letnan ! inikah kemerdekaan yang kita perjuangkan ?

Letnan
Inilah perjuangan kemerdekaan itu kopral ?
Kopral
Berjuangkah namanya dengan mimpi seperti ini?! Menunggu-nunggu ajal datang
membujuk-bujuk hati sendiri dan pulau setan ini tambah mencekik perasaan ?
pulau ini penjara; letnan – dan kita ini orang-orang terbuai sampai lumpuh oleh
lapar dan penyakit karena hati yang kecil dan kecut mengambil langkah
penyelamatan, akhirnya kita mampus ditikam kekerdilan yang ditempa sendiri,
sedang pada mulanya kita anggap satu kemerdekaan yang kita banggakan telah
tercapai dengan melihat badan masih bernyawa, heh !

Letnan
Watakmu juga terus berubah karena derita dan siksaan kawan. Kasihan !

Kopral
Aku lebih kasihan pada watakmu yang tak berubah karena kebekuan yang
kaku ! biadablah watak itu, yang menjajah hatiku sampai gundul dan kering.

Letnan
Kemenangan apa yang telah kau rebut dengan kebebasan hatimu yang subur
dan basah itu. Tidak lebih dari penyakit pitam dan penyesalan pahit ! Kau tahu,
kenapa hal ini bisa terjadi ? Tahu ?! Karena kau tidak cukup sadar untuk siapa
kau berjuang. Kemerdekaan yang kita pertarungkan sekarang ini bukan buat
kita. Buat anakku, buat anakmu – buat anak cucu bangsa Indonesia !

Kopral
Buat anakku ?

Letnan
Ya; anak cucu yang bakal menyelesaikan perjuangan ini dan mengukirnya jadi
pusaka yang kekal berupa kebebasan yang abadi. (Kopral tiba-tiba saja
menangis. Letnan memperhatikan sejenak terus mendekati dan
menegur).

Letnan
Kenapa ? – kenapa ? Apakah aku mengingatkanmu pada anakmu, pada
isterimu – atau keluargamu? Kenapa – kenapa ?

Kopral
Kau mengingatku pada satu dosa; letnan?
Dosa, kemanusiaan terbesar (terus tersedu)

Letnan
Apa itu? Kenapa ?
Kopral
(Terputus-putus)
Bisakah kau menyimpan Rahasia orang lain, Letnan ?

Letnan
Belum Pernah. Tapi kucoba ! Apa itu ? Kenapa – Kenapa ?

Kopral
Pulau ini sepi bukan ?

Letnan
itu bukan rahasia !

Kopral
Ya ! kesepiannya begitu menggila dan kegilaannya minta disembuhkan bukan ?

Letnan
Itu belum rahasia !

Kopral
Ya, dan yang bisa menyembuhkan kegilaan serta kesepian begitu rupa
Cuma perempuan bukan ?

Letnan
Itu rahasia umum !

Kopral
Ya, tapi disini Cuma ada seorang perempuan, bukan ?

Letnan
Ia ! Cuma istri pak Kapten !

Kopral
Justru itu dan aku jatuh cinta padanya

Letnan
Cinta bukan rahasia, tapi kodrat.
Datangnya tak bisa kau hindari dan perginyapun tanpa kau sadari !.

Kopral
Mungkin ! tapi cintaku padanya begitu besar, begitu menggoda, begitu
menggilakan. Dia membangunkan seluruh kemauanku; menggegarkan seluruh
ketenanganku ! dan kalau malam sudah datang – jauh malam kenangan ku
selalu pergi kepadanya.
Letnan
Pada istri pak Kapten ?!

Kopral
Ya, pada istri pak Kapten ! istri Pak Kapten Yang Manis Semampai itu.
Kubayangkan bibirnya. Kubayangkan dadanya,betisnya,pahanya,semua!
dan akhirnya inilah yang rahasia;rahasia dosa besar pada kemanusiaan !

Letnan
Kau datangi dia (Sela cepat)

Kopral
Tidak! Aku senang dengan kehangatanku sendiri, tapi jadi begitu kecil bila
melihat kenangan itu pulang membawa bayangan istri pak Kapten ! Kupejamkan
mataku, tapi bayangan itu menembus pelupuk mataku, lalu membujuk birahiku
sampai berkobar-kobar. Sudah menjadi undang-undang alam, kobaran berapi itu
hanya dapat di padamkan dengan darah. Itulah darah bahagia, letnan – andai
seluruhnya adalah wajar! Tapi yang kulakukan adalah dosa. Dosa ! dosa pada
angkatan hari depan untuk siapa kita menderita sekarang ini. Dosa pada
kelanjutan ummat manusia!.(letnan terpaku diam). Dosa itu berlarut-larut,
letnan – karena ketidak wajaran menimbulkan ketidak puasan, ketidak puasan
berarti bukan penjelasan ! Darahku banyak terbuang. Tapi yang berkobar tak
kunjung padam. Aku terpaksa membuangnya, membuangnya, membuangnya.
Mungkin inilah pangkal penyakit pitamku; kehabisan darah bahagia. Inilah yang
rahasia. Letnan – rahasia suatu dosa!
(berhenti sejenak tersedu-sedu, tangis makin meninggi).

Kopral
Aku malu Letnan ! Aku Malu!
(terus saja memeluk letnan,sersan datang dari arah kiri)

Sersan
Apa ini Peluk-pelukan! Kau tidak jadi mati !
(Kopral cepat melepaskan pelukkannya dan berteriak pada letnan).

Kopral
Aku mau Keluar,Letnan.! Aku mau keluar dari sini !

Sersan
Kau mesti Keluar. Kita semua keluar ! Bersiaplah ! malam ini kita berangkat !.
(Kapten datang dari arah sersan tadi diiringi jururawat).
Sersan
Ayo! Apa lagi ?! perahu itu masih utuh. Kita anyam daun-daun kelapa buat
layarnya. Turunkan semua kelapa buat makan dan minuman di laut – ayo !
(Letnan dan Kopral tetap diam tidak bergerak.
Terus berpaling pada pak Kapten )
Ayo pak Kapten – perintahkan pada mereka untuk berbuat demikian.
Malam ini juga kita berangkat!.

Kapten
Tidak seorangpun yang meninggalkan pulau ini !

Sersan
Kenapa ?

Kopral
Kenapa,Pak?

Kapten
Karena sebentar lagi kita mendapat kepastian,
apakah belanda masih berkuasa ataukah tanah air sudah bebas !

Sersan
Ah….! Apa bedanya tanah air sudah bebas atau belum. Yang penting kita harus
bebas! Bebas dari siksaan dan kepahitan ini. Bebas kepahitan, bebas siksaan,
bebas kemelaratan, kesepian, kelaparan dan penyakit – itulah kebebasan !
Kebebasan Mutlak; Kebebasan Abadi! Dan bukan mati seperti perumusan yang
selalu digembar gemborkan. Mati itu malah hukuman; hukuman abadi!.

Letnan
Kebebasan begitu tidak ada kawan.Kebebasan itu sendiri memang tidak ada!
Kebebasan itu hanya ada kata-katanya; tidak ada ujudnya!
Kau bebas dari siksaan; kau akan di belenggu oleh kemalasan!
Kau bebas dari kepahitan; kau akan di borgol oleh kekejaman yang
menjemukan ! kau lepas dari kemelaratan; kau akan dikungkung oleh kekayaan
yang mungkin menghianati iman! Kau lepas dari mati kelaparan kau akan
diterkam oleh mati kekenyangan! Kau lepas dari penyakit yang menjengkelkan;
kau akan mengalami ketuaan yang lebih mengesalkan! Jangan bodoh memburu
kebebasan, kawan – kebebasan itu betul-betul tidak ada !!.

Sersan
Bohong – itu Pesimisme !!!

Letnan
Pesimisme atau bukan – kebebasan itu sungguh tidak ada!
Sersan
Kalau begitu apa gunanya kita memperebutkan kemerdekaan.
Bukankah itu demi kebebasan ?

Letnan
Kemerdekaan adalah kebebasan kolektif. Kalau kita ingin disebut sebagai satu
natsi kita mesti merdeka! Tapi kemerdekaan yang kau cari adalah kemerdekaan
sendiri-sendiri, kebebasan perseorangan! Kebebasan begitu, Demi Allah – tidak
ada!.

Sersan
Jadi mestikah kita tunggu pulau kering ini dengan segala
himpitan dan kemiskinannya ? (berapi-api) Ya ?! ( letnan tetap ).

Sersan
Ya ?!... Ya ?!(desaknya pada pak kapten, diam)
ya ?! (desaknya pada kopral)

Kopral
Tidak! Sejak lahir manusia ini dikekang oleh akal budi.
Dikekang segala macam topeng kesopanan.
Dikekang dengan tetek bengek tata susila!
Puah! Sekarang masanya kita bisa bebas.
Sekarang kita harus berangkat menyerbu – bertempur – perang!.
Disana ada kebebasan ! perang itulah kebebasan !
Kita berangkat untuk bebas dari ketakutan;
kita boleh membunuh dan bebas dari segala hukuman,
kalau kita terbunuh kita bebas dari kekalahan !
sekarang juga kita berangkat, pak kapten !

Kapten
Aku seorang diantara kamu, kawan-kawan !
Aku tahu perasaanmu tapi dalam hal ini perhitungan
yang seharusnya dimenangkan:
bukan perasaan. Kita tunggu sampai dua tiga hari lagi.

Sersan
untuk apa? (cepat)

Kopral
Ya; untuk apa?!

Kapten
Perahu yang terdampar itu adalah perahu yang karam di timpa badai.
Orang-orang di seberang tentu berusaha mencari nelayan yang malang.
Kita harapkan mereka akan sampai kemari.
Setelah kita ketahui suasana di seberang, baru kita menentukan sikap !.

Kopral
Dulu kita cepat mengambil sikap buat lari, Pak Kapten –
kenapa sekarang kita tidak cepat mengambil sikap buat perang?!
Besok mati, sekarang mati, Pak kapten?!

Letnan
Sebelum mati kita tak boleh menyia-nyiakan hidup,
kita berani mati; kenapa kita takut hidup?!

Sersan
Sudah lama kita menyia-yiakannya! Berapa lama dengan percuma kita
serahkan mentah-mentah pada penderitaan seperti ini ?!

Kapten
Ini bukan penderitaan; ini ketabahan!

Sersan
Tabah?! (tegas). Bapak bisa tabah karena bapak manusia lewat batas.
Bapak tak punya lagi rindu; tak punya lagi hasrat dan harapan! Tapi kami
mausia-manusia muda yang padat segala kehendak. Kami dambakan masa
depan yang gemilang! Kami perlukan pengetahuan, perumahan, pakaian dan
perempuan !

Letnan
Lebih-lebih perempuan indo !

Sersan
Tidak perduli perempuan apa. Aku perlu kepuasan!.

Letnan
Dimana manusia pernah puas?
Kepuasan itu sama dengan kebebasan
Cuma ada kata Tanya; tidak ada bedanya!

Kapten
Jangan hidup seperti ombak, orang muda
dari jauh rindukan pandai; begitu sampai pecah sendiri !

Kopral
Lebih baik pecah karena berbuat pak Kapten?!
Sersan
Tepat ! (dukungan) Tapi dia tak akan berbuat apa-apa!
Dia tak bisa lagi berbuat apa-apa? Dia terlalu tua untuk berbuat apa-apa!
Kawan-kawan, kamu tahu kenapa dia tidak mau meninggalkan pulau ini?! Karena
dia tua dan istrinya cantik. Dan dia tahu istrinya tidak setia!

Letnan
Tutup mulutmu, Babi !.

Sersan
Aku bicara karena terlibat! Aku turut terlibat, hai manusia !
Dan aku babi yang ingin bebas, karena keladi tak lagi gatal!

Letnan
Kau pikir dengan kebebasan itu, kau lantas bisa berjumpa dengan gadis Indo-
mu?! Begitu dulu kau lari kemari, begitu dia di buntingkan serdadu-serdadu
belanda.

Sersan
Dunia bukan sedaun kelor, tapi pulau ini bagiku sudah seperti daun jelatang!
(lebih tegas, pedas) Bagi pak kapten yang lengkap punya pangkat dan bini,
sudah terang pulau ini seperti sorga!

Kapten
Kalau itu yang jadi soal;baik! Kucerai istriku dan kawinlah dengan dia !

Srikandi
Abang! (yang sejak tadi diam)

Letnan
Kapten !

Kapten
(Pada Sersan) Kau boleh membawanya nanti malam
kemana kau suka dipulau ini !

Sersan
Kenapa nanti malam ? sekarang!

Kapten
Talakku sudah jatuh dan dia istrimu !

Srikandi
Kapten !
Sersan
(sambil tertawa)
Kau tak akan berani berbuat demikian, Kapten !
Kaukan lebih baik mati dari pada kehilangan Istri.

Kapten
Pergi sekarang ! (dengan muka merah)

Sersan
Sungguh-sungguh,Kapten?! (mengejek)

Kapten
Pergi, kataku ! (tegas)

Sersan
Baik ! (serasa melempar kampak lagak congkak menyambar
perempuan terus lari kekiri arah laut).

Kapten
Disana kemah (tunjuk arah kekanan)

Sersan
Kami berbulan madu dialam bebas.
(terus menghela perempuan yang bertahan tapi terseret). (seketika itu
letnan mengangkat senjata melepas tembakan arah sersan terus
tersungkur.Hening sejenak.Srikandi terus jongkok menjamah korban.
Kopral turut berlutut. Kapten juga. Lalu tanpa berdiri berbicara).

Kapten
Kau membunuh pengantin baru, Letnan !

Letnan
Aku membunuh babi, Kapten !
(Kapten berlutut, ketiganya saling berpandangan).

Kapten
Tewas !
(Terus Mendekati Letnan merampas senjata).
Kau menembak mati seorang anggota Tentara Republik, Letnan!
Kau tahu akibatnya ?!

Letnan
Aku Cuma tahu sebabnya, Kapten ! dia merusak tata susila !
dia memperkosa norma-norma kemanusiaan.!
Kapten
Kenapa kau tidak menembak aku saja ?
aku yang memberi kesempatan tata susila itu dirusak;
norma-norma kamanusiaan itu diperkosa. Mestinya aku yang kau bunuh!

Letnan
Tindakan bapak mempunyai latar belakang mencintai anak buah yang sejati.
Punya latar belakang tekat haram menyerah dan tabah bertahan.
Punya latar belakang nasionalisme yang tak boleh memurtadi perjuangan.
Punya latar belakang toleransi kemanusiaan yang mendalam.
Walaupun semua itu bersifat terlalu fanatik !!!
tapi dia – babi itu ! – Cuma punya latar belakang
pengumbaran nafsu semata-mata!

Kapten
Itu sentiment!betapapun, kau bersalah membunuh seorang teman sendiri,
letnan – dan tak ada putusan lain (terus berpaling kepada kopral).
Kopral ! (terus serahkan senjata kepadanya). Jalankan hukuman ini !

Letnan
Kapten!!(cegah, kaget)

Kapten
Pegang ! (Kopral gugup).

Kopral
Apa ini, Kapten!?
(Kapten genggamkan senjata dan bidik kearah letnan).

Kapten
Kawula, berpangkat letnan dalam tentara Republik dipersalahkan
pertama; membunuh seorang pengantin baru, karena alasan-alasan sentiment
pribadi; kedua, tidak mematuhi malah menentang keputusan kapten setempat
Ketiga; menembak mati tanpa wewenang dan dari belakang, seorang sersan
pihak kawan, maka, komando Tentara Repulik di pulau ini atas nama Rakyat
menjatuhkan putusan hukuman tembak mati: ---Tembak !!
(Kopral masih kebigungan letnan gugup mencegah)

Letnan
Kapten ! Kapten ! itu hukum rimba !

Kapten
Kau sendiri yang membuat pulau ini jadi rimba.
Kami dengan sah menjalankan putusan pengadilan tentara daerah pertempatan!
Kopral ! tembak !!

Letnan
Pak Kapten !

Kopral
Pak Kapten !
(Menolak masih kebingungan)

Kapten
Tembak……!!!
(teriak dengan nada tinggi)
(kapten merampas senjata dari kopral. Dan terus menembak)

Srikandi
Abang!

Letnan
Kapten
(mengulurkan tangan keduanya).
(Letnan berputar terus rubuh, kopral memijit keningnya terus rebah.
Srikandi bangkit merebut senjata berteriak memaki-maki)

Srikandi
Abang! Kau gila ! kau gila!!!
(Kapten berdiri memandang ke laut. Pandangan kosong dan
melangkah pelan-pelan sekali. Jururawat bingung, jongkok memeriksa
korban tak ada harapan cepat menoleh pada Kapten. Geram).
Selama ini aku Cuma menganggapmu keras, sekarang aku tahu kau kejam!
Kau buas! Kau bodoh!. Kalaulah ombak yang melandai; dari jauh risaukan
pantai, tapi pecah sebelum sampai! Kaulah Kapten yang mencemarkan
Republik ! kalau dulu aku bangga punya suami kau; kini aku malu pada diriku
sendiri. Tapi malu begini bukan dosa! Hanya penyesalan ! dan sementara aku
diburu-buru penyesalan seumur hidup. Kau diburu-buru sampai ke liang lahat.
Kematianmu tak mungkin lagi jadi kebebasan abadi! Tidak! Tidak mungkin lagi !
kebebasanmu sudah tergadai; pada semacam kesombongan hewan! Jangan
coba sekarang menanti-nanti kebebasan abadi. Di ambangnya siap menghadang
nyawa-nyawa yang ingin membalas dendam; celakanya ! kau menutup
kebebasanmu sendiri ! (Srikandi serentak pergi kearah kanan. Senjata
ditinggal dekat mayat Kapten terus berpaling sebentar memandang
mayat-mayat terus mendekati mayat letnan yang di hokum).(srikandi
datang membawa beberapa kain-kain robek. Akan menuju Letnan
gagal terus kekopral dan selanjutnya letnan ditutupi. Kapten terus
bicara)
Kapten
kita berangkat !

Srikandi
Kemana?

Kapten
Keseberang!

Srikandi
Keseberang ?

Kapten
Ya !

Srikandi
Mereka ?

Kapten
Biarkan dimakan burung atau busuk sendiri !

Srikandi
Kau gila !

Kapten
Jangan membantah !

Srikandi
Aku tidak pernah membantah. Tapi dulu !
dulu ketika kau jadi kapten
yang ksatria dan suamiku yang mulia!

Kapten
Aku masih kaptenmu yang baik dan suami yang…

Srikandi
Aku bukan istrimu lagi! Ingat! Aku sudah dicerai
Dan aku janda sersan yang mati teraniaya!

Kapten
Ah. Itu Cuma sumbarku untuk mengatakan kebesaran jiwa!
Kau tetap istriku, Mutia (membujuk ulurkan tangan)

Srikandi
jangan jamah! Aku janda yang belum habis idah!
(kapten diam akan marah batal bicara lemah)

Kapten
Baiklah ! kita orang lain – kita berpisah. Asal kita berangkat sekarang
nanti keburu gelap! (Ulurkan tangan lebih dekat)

Srikandi
Tidak ! suamiku belum dikubur, besok kita kerjakan !
dan tunggu sampai pencari nelayan yang karam itu datang kemari.
Kalau ternyata belanda masih berkuasa. Kita terus bertahan disini !

Kapten
Tapi aku tak sanggup tinggal disini. Baik semalam lagi, mutia!
Aku tersiksa! Kau tahu, arwah-arwah mereka akan menggodaku,
memburuku, mencekikku, mereka menuntut balas atas kesombonganku, mutia.
Aku akan dikejar-kejarnya. Aku yang bertanggung jawab atas kekalahan-
kekalahan mereka atas kesalahan-kesalahan mereka, aku sendiri bersalah besar,
berdosa besar! Aku membiarkan mereka dikalahkan nafsu dan mengalahkan cita-
cita. Aku membiarkan mereka dikalahkan kekejian dan kemanusiaan! Aku yang
bertanggung jawab atas semua itu dan mereka mengejar-ngejarku untuk
menuntut pembalasan. Kemana aku akan lari, dipulau yang kecil ini, pulau yang
sempit, yang kering ini?!

Srikandi
Mereka akan mengejarku keseluruh pelosok bumi, kapten !
mereka sudah menjadi bayang-bayangmu sendiri;
yang memburu siang dan malam,
kau tak akan bisa bebas!

Kapten
Bisa!bisa! aku akan lari ketempat yang paling ramai didunia ini.
Aku akan pergi ke bioskop, kemesjid dan gereja berganti-ganti;
agar aku bebas dari buruannya. Aku takkan tidur seumur hidup;
agar merek tidak datang pada mimpi-mimpi. Akan aku cari kebebasan, Mutia –
kebebasan abadi! Tidak Kematian ! tidak pada Peperangan !
tidak pada penghidupan ! tidak juga pada kehidupan!

Srikandi
Kemana? (kasihan)

Kapten
Tidak tahu, Mutia – tidak, tidak tahu !
aku akan mencarinya ! sampai dapat; sampai dapat!
Srikandi
Tidak jauh, abang – tidak jauh. (penuh kasihan)

Kapten
Dimana? (Penuh harapan)

Srikandi
Dalam hati !

Kapten
Dalam hati?

Srikandi
Ya. Hati sendiri!

Kapten
Hati sendiri ???

Kapten
Ya..ya ! Hati sendiri. Ah tidak abadi, Mutia,-- tidak abadi !

Srikandi
Tidak abadi, tapi sempurna, Abang!

Kapten
Aku mau abadi,Mutia--- yang abadi !

Srikandi
Tidak ada yang abadi, Abang – ketidak abadianlah yang abadi !

Kapten
Kucari, Mutia – kucari ! kucari Kebebasan Abdi ! aku berangkat.
(Kapten dengan panik melangkah panjang kearah kiri ).

Srikandi
Abang! Abang!
(Kapten tetap diam – srikandi mengambil stegun dari samping Letnan,
di angkat, tembak Kapten – Rubuh tersungkur). Abang !
( gemetar dan bangkit Kopral tampak bangkit).
(terdengar suara tembakan dari arah laut – cepat srikandi menoleh
berlari mendapatkan kapten – goncang -goncang sambil berseru )

Belanda datang ! Belanda ! belanda datang!


(Letusan dari arah laut menghebat – terus menanggalkan tanda
palang merah di lengan bajunya – lari kegundukan dan terus
menembak dengan senapan mesin
yang berada disana. Kopral bangkit terhuyung ketanah gundukan
senapan macet – keduanya tunduk—tembakan agak sepi – Srikandi
ambil stengun – kembali kegundukan ---peluru habis).
Peluru ! (cemas kopral terus memperbaiki senapan mesinnya)

Kopral
Ambil di kemah ! aku deking!
(Kopral terus menembak arah laut, juru rawat lari kekanan dan segera
hadir lagi dengan dua slepen – slepen kosong diganti. Senapan mesin
macet lagi—kopral siap perbaiki --- srikandi tiarap, kopral kena
tembakan dan bersandar digundukan--- berpaling pada srikandi sambil
tangan kanan memegang bahu kanan---suara kapal makin dekat).
Jangan menyerah ! jangan menyerah ! korban sudah terlalu banyak!
(tambah geram kesakitan). Jangan menyerah, K a s i h !! (terus rubuh).
( Jururawat lari ketanah gunsukan tembak terus – terus --- terus.
Sampai senjata kehabisan peluru. Meraba perutnya yang kena peluru.
Akhirnya terkulai rubuh --- terguling. Kapal menjauh ---tembakan
menyepi ---slot).

TAMAT
Karya : C.M.Nas

Kebebasan abadi”
Tragei kepahlawanan
Karya : C.M.Nas
www.www.wwww.wwww.wwww.wwww.wwww.wwww.wwww.www.www.wwww.wwww.wwww.wwww.www.dot.com,dot
.aidi.dot.com.________________________________
KAPTEN kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-
kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-kebebasan
abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi SRIKANDI kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi ke-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan LETNAN kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan
abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-
kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan
abadi-kebebasan abadi-kebebasan SERSAN kebebasan abadi- kebebasan - kebebasabn abadi-kebebsan abadi-
kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn
abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan
abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-
kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan
abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasabn abadi-
kebebsan abadi-kebebasan abadi-KOPRAL kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-
kebebsan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasabn abadi-kebebsan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan
abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-
kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan
abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- n kebebasan abadi-kebebasan abadi-
kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-k
kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan
abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi- kebebasan abadi-kebebasan abadi-kebebasan abadi-

www.jawara .dot.com dot aidi..///aki.@


Ksk Syam’s Production
GELORA TEATER SERIAU
DEWAN KESENIAN RIAU – PEKANBARU DESEMBER 2004

Anda mungkin juga menyukai