muak dengan kemaluan ini dan dunia kembali menulikan sisi kepekaannya.
Aktor : Semua katamu sama dengan hatiku ketika kesimpulan menjadi samar-
samar
membusuk di kaki lembah. Aku selalu ditikam dengan perasaan sendiri yang
menyemut. Hehehe...,
Aktor : Satu-satu dari kita harus mati. Menjemput secercah harapan pada
masanya. Mereka
tidak pantas untuk mengatur segala bentuk tindak tanduk kita. Aku tidak ingin
seperti pendahulu yang
terbunuh karena kebisuan yang melanda. Kita harus berbicara. Kita harus
bersuara, kita harus melintas.
omongan hanya bualan. Kita tetap harus seperti ini menjadi makhluk yang
membeku dalam kegelapan
membuat alunan dan buaian semu yang menyapa setiap kita. Mereka dengar
setiap apa yang kita ucap.
Mereka mencatat setiap apa yang kita rongrong. Mereka melihat setiap apa yang
kita buat. Lalu kita
dimasukkan ke dalam ruangan hampa tak berudara. menepis cerita dari luar
sana . Kita dibodohi oleh
mereka selama ini. Lalu semua ini akan berlangsung sama ketika semua
mencumbu sebuah kebisuan. Aku
sudah tidak tahan kita harus membinasakan mereka lalu kita membuang setiap
apa yang ada dari mereka
ke jurang neraka. Hahaha lalu mereka dimakan binatang dan menjadi bangkai
tak bersisa.
Aktor : Diam ! jangan terlalu ribut diluar sana . Omongan kalian hanya bualan
yang
merongrong ketidakpastian. Selalu sama. Selalu sama. Hari ini tidak ada
bedanya dengan kemauan kalian.
Membosankan dan kotor. Heh... Hei , ya kau yang disana. Sudah lama kau
bunting. Lalu mau apa kau
setelah bunting ? tak tahukah kau setelah kemauanmu kau harus membunuh
setiap hak mu. Tak tahukah
kau bahwa benih-benih itu kelak akan tertawa bahak dan melambai gembira
dari kejauhan.
Aktor : Ini semua berasal dari kemaluan. Kita punya kemaluan yang sama.
Kalau kau mau
buang saja kemaluanmu lalu mereka tidak akan menjadi momok bagi kita. Laki-
laki itu keparat mereka
hanya bisa membunuh setiap kemauan. Mau kau kemaluanmu mati karena
kemauanmu.
Aktor : Hahh. Kemana harus kujemput kematian kita yang perlahan ini. Sudah
mendidih
Aktor : Pinta, Pinta, Pinta lah pada seluruh semesta. Karena semua datang tanpa
memberi
kabar angin lalu pergi membawa sejemput asa. Perempuan bodoh hanya tau
berbuat tanpa tau mengapa ia
harus berbuat. Kalau sudah seperti ini mata kalian pun ingin saling membunuh.
Aktor : Sssssttt. Tidak usah terlalu berdebat kalian. Hidup selalu berjalan dan
akan
berjalan. Jangan terlalu dengan ini. Pelankan suara nanti jika mereka mendengar
jeritan-jeritan kita.
(Masuk Perempuan yang diseret dengan ganas oleh lelaki yang tak berbudi)
Aktor : Tidak ... , aku tidak melakukannya. Ampun ..., ampun..., ampun jangan
Aktor : Tidak-tidak . tidak salah lagi kalau kau memang melakukannya kan ?.
hahaha ..., sudahlah
tanpa ...
Aktor : Ahh..., kau perempuan pendusta. Sudah tidak ada lagi yang bisa
kupertahankan darimu.
Ucapmu tiada lagi bersisa manis semuanya sampah. Sekarang tibalah waktunya
kau harus menghadap kepadanya. Hahaha...
Aktor : Sekali lagi kupinta padamu percayalah padaku bukan aku yang
melakukannya. Aku
mohon ampuni aku. Aku mohon. Kau lah yang terbaik di zaman ini. Berilah aku
pengampunan.
Aktor : Percuma, aku telah menjatuhkan bahwa kau adalah perempuan nista.
Tiada yang bisa
jalang.
Aktor : Selalu membuat kesalahan, kesalahan dan kesalahan. Kalian kaum yang
lemah dan
terkucil.
Aktor : Lalu kita akan terbunuh perlahan dan menunggu waktu yang tepat.
Sudahilah
Aktor : Hei kau jangan terlalu lemah menjadi manusia. Kau lahir dari sebuah
janin juga
kenapa kau terlalu lemah. Aku tidak melihat sinar keberanian di matamu. Kita
harus bangkit dan
membunuh.
Aktor : Jangan itu sebuah kekonyolan. Kita hanya menambah derita kaum kita
saja. Lebih baik
kaum ini semakin bodoh dan terpinggirkan. Demikian juga mereka akan
mengikuti tangismu di sepanjang
saja.
Aktor : Ya lebih baik aku mengikuti langkahmu. Langkah yang pasti dan
memiliki suratan
Aktor : gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.
gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.
gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.
gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.
memberontak di dalam. Tiada yang lebih baik bagimu dari sebuah hukuman
setimpal.
Terlalu tolol kalian jika membantah perintah. Jadilah juru-juru dan hamba yang
taat pada
Aktor : Lalu kalian ingin menjadi apa lagi ? kemauan kalian sudah sirna.
Kalau noda-noda itu semakin lama terlihat maka semakin dekatlah kalian
dengan
kegelapan.
Aktor : Kotor, bau dan menjijikkan. Lalu hanya bisa menjadi manusia yang
memuakkan.
Aktor : (menangis)
Aktor : Kembali tangisan itu kudengar. Hitamlah semua jika memang hitam.
Putihlah
semua jika ingin putih. Tapi jangan kau hitam putihkan duniamu. Tidak ada
yang berhak mengatur hidup
kita. Jangan lagi kalian terbuai dengan sebuah rintihan tidak pasti.
Aktor : perempuan ?
Aktor : mati.mati.mati
Aktor : Sudahi tangisan tak berujung itu. Tangisan yang hanya memukul jiwa.
Lihatlah
perempuan yang tertindas. Aku akan membunuh setiap raksasa yang hadir dan
menginjak hak kita.
Aktor : Apa ? tidak . kau jangan sembarang mengucap. Jika mereka mendengar
matilah
kita.
Aktor : Dia benar, aku kau dan kau yang hanya bisa menangis. Dunia kita sudah
hadir di
depan sana. Tangisan biarlah menjadi hari yang lalu. Kini kita harus mendobrak
kebuntuan.
Aktor : jangan. Jangan. Lalu apa yang terjadi pada kami jika itu semua gagal
dan kita akan
Aktor : bersuaralah, sebab suara adalah mimpi yang tak pernah mati. Kematian
nyata ialah
Aktor : Raksasa-raksasa telah menjadi dinding dunia. Mereka telah tidur dalam
kekakuan yang abadi. Dosa-dosanya membumbung ke langit kegelapan dan
pencerahan sudah di tangan kita.
Aktor : Lihatlah. Ini merupakan sajian yang lezat bagi kita. Lihatlah terus ke
mereka.
Aktor : jangan kau meratapi yang telah kau lakukan. Ratapan itu sudah lama
kita tinggalkan
Aktor : Memang mereka adalah suami dari rahimmu. Mereka adalah anak laki-
laki yang kau
banggakan. Mereka adalah rahim yang kau kandung. Mereka adalah hidupmu
tapi mereka harus mati
Aktor : ya, ini semua demi kelangsungan kaum kita. Sudah lama aku
merindukan suasana ini.
Dimana tidak ada yang mampu mengatur setiap gerak langkahku. Aku bebas
dalam terang dan gelap.
Aktor : mereka tidak terbunuh. Mereka hanya tidur dan terlelap setelah lama
melihat dunia.
Aktor : kalian tidak berhak berbuat seperti itu. Aku , (menangis) lalu apalagi
kalian juga harus
Aktor : ini darah rahimku, ini darah laki-laki yang aku cintai. Kalian pembunuh.
Kalian
Aktor : Kau bukan lagi seperti itu, sudahlah. Jangan menangisi kebenaran.
(lalu perlahan zaman itu pun hancur setelah laki-laki tidak ada dan kehidupan
tidak mampu regenerasi) (terdengar sebuah tangisan bayi)