Anda di halaman 1dari 6

Lakon

PEREMPUAN
OBRAK-ABRIK
Karya Rian Harahap

Catatan publisher BandarNaskah.blogspot.com:

Mementaskan naskah ini harap menghubungi penulis untuk sekedar pemberitahuan.


Penulis: Rian Harahap
Facebook: http://www.facebook.com/kurniawan.rian

“PEREMPUAN OBRAK-ABRIK”

Kakek : Sebelum tidur mau kakek dongeng apa ?

Cucu :

Aktor : Dunia semakin membunuh kemaluanku. Kehidupan tidak lagi sama seperti cerita kita
dahulu. Senyum-senyum menjadi kemarau yang berkepanjangan dalam simpul yang miris. Aku sudah
muak dengan kemaluan ini dan dunia kembali menulikan sisi kepekaannya.

Aktor : Semua katamu sama dengan hatiku ketika kesimpulan menjadi samar-samar
membusuk di kaki lembah. Aku selalu ditikam dengan perasaan sendiri yang menyemut. Hehehe...,
Keparat kalian semua !

Aktor : Satu-satu dari kita harus mati. Menjemput secercah harapan pada masanya. Mereka
tidak pantas untuk mengatur segala bentuk tindak tanduk kita. Aku tidak ingin seperti pendahulu yang
terbunuh karena kebisuan yang melanda. Kita harus berbicara. Kita harus bersuara, kita harus melintas.
Melintasi dunia yang terkapar karena kebobrokan .

Aktor : Sudahlah kemaluanku sudah binasa karenanya. Pokok tidak lagi menjadi persoalan
omongan hanya bualan. Kita tetap harus seperti ini menjadi makhluk yang membeku dalam kegelapan
malam. Merasa kuat namun tak terbuai suasana indah mereka.

Aktor : Pasungan ini adalah keterpaksaan dari krisis-krisis yang mereka ciptakan dahulu. Mereka
membuat alunan dan buaian semu yang menyapa setiap kita. Mereka dengar setiap apa yang kita ucap.
Mereka mencatat setiap apa yang kita rongrong. Mereka melihat setiap apa yang kita buat. Lalu kita
dimasukkan ke dalam ruangan hampa tak berudara. menepis cerita dari luar sana . Kita dibodohi oleh
mereka selama ini. Lalu semua ini akan berlangsung sama ketika semua mencumbu sebuah kebisuan. Aku
sudah tidak tahan kita harus membinasakan mereka lalu kita membuang setiap apa yang ada dari mereka
ke jurang neraka. Hahaha lalu mereka dimakan binatang dan menjadi bangkai tak bersisa.

Aktor : Diam ! jangan terlalu ribut diluar sana . Omongan kalian hanya bualan yang
merongrong ketidakpastian. Selalu sama. Selalu sama. Hari ini tidak ada bedanya dengan kemauan kalian.
Membosankan dan kotor. Heh... Hei , ya kau yang disana. Sudah lama kau bunting. Lalu mau apa kau
setelah bunting ? tak tahukah kau setelah kemauanmu kau harus membunuh setiap hak mu. Tak tahukah
kau bahwa benih-benih itu kelak akan tertawa bahak dan melambai gembira dari kejauhan.

Aktor : Ini semua berasal dari kemaluan. Kita punya kemaluan yang sama. Kalau kau mau
buang saja kemaluanmu lalu mereka tidak akan menjadi momok bagi kita. Laki-laki itu keparat mereka
hanya bisa membunuh setiap kemauan. Mau kau kemaluanmu mati karena kemauanmu.

Aktor : Hahh. Kemana harus kujemput kematian kita yang perlahan ini. Sudah mendidih
nadirku meminta secepatnya.

Aktor : Pinta, Pinta, Pinta lah pada seluruh semesta. Karena semua datang tanpa memberi
kabar angin lalu pergi membawa sejemput asa. Perempuan bodoh hanya tau berbuat tanpa tau mengapa ia
harus berbuat. Kalau sudah seperti ini mata kalian pun ingin saling membunuh.

Aktor : Sssssttt. Tidak usah terlalu berdebat kalian. Hidup selalu berjalan dan akan
berjalan. Jangan terlalu dengan ini. Pelankan suara nanti jika mereka mendengar jeritan-jeritan kita.
Mereka bisa lebih ganas.

Aktor : lalu kami harus bagaimana ?


Aktor : Apa kami harus terus seperti ini ?

(Masuk Perempuan yang diseret dengan ganas oleh lelaki yang tak berbudi)

Aktor : Tidak ... , aku tidak melakukannya. Ampun ..., ampun..., ampun jangan
menuduhkan yang tidak-tidak.

Aktor : Tidak-tidak . tidak salah lagi kalau kau memang melakukannya kan ?. hahaha ..., sudahlah
kau harus dihukum berat sesuai dengan maumu.

Aktor : Percayalah, Percayalah aku tidak seperti yang kaummu tuduhkan. Mereka hanya berucap
tanpa ...

Aktor : Ahh..., kau perempuan pendusta. Sudah tidak ada lagi yang bisa kupertahankan darimu.
Ucapmu tiada lagi bersisa manis semuanya sampah. Sekarang tibalah waktunya kau harus menghadap
kepadanya. Hahaha...

Aktor : Sekali lagi kupinta padamu percayalah padaku bukan aku yang melakukannya. Aku
mohon ampuni aku. Aku mohon. Kau lah yang terbaik di zaman ini. Berilah aku pengampunan.

Aktor : Percuma, aku telah menjatuhkan bahwa kau adalah perempuan nista. Tiada yang bisa
kulakukan maumulah yang telah membuat semuanya. Cepat . Cepat. Cepat. Ahh... Dasar perempuan
jalang.

Aktor : Tidak , Tidak ...

Aktor : Selalu membuat kesalahan, kesalahan dan kesalahan. Kalian kaum yang lemah dan
terkucil.

Seluruh Aktor : (menggerutu)

Aktor : Lalu kita akan terbunuh perlahan dan menunggu waktu yang tepat. Sudahilah
semua ceritaku ini. Biar ia terbang membumbung ke angkasa.

Aktor : Hei kau jangan terlalu lemah menjadi manusia. Kau lahir dari sebuah janin juga
kenapa kau terlalu lemah. Aku tidak melihat sinar keberanian di matamu. Kita harus bangkit dan
membunuh.

Aktor : Jangan itu sebuah kekonyolan. Kita hanya menambah derita kaum kita saja. Lebih baik
kita diam dan mengikuti setiap apa perkataannya. Mencumbu kenangan-kenangan indah yang tidak lain
sebuah memoar lalu.

Aktor : Bersiaplah menanti ajalmu. Tak memiliki sebuah pengharapan, kau hanya membuat
kaum ini semakin bodoh dan terpinggirkan. Demikian juga mereka akan mengikuti tangismu di sepanjang
malam. Langit akan tertawa melihat kelemahan ini. Hahaha ...

Aktor : Terus Mau kau apa ? aku semakin tak mengerti .

Aktor : Bersikaplah sewajarnya jangan mendendam. Ini sudah suratan hidup kita. Terima
saja.

Aktor : Ya lebih baik aku mengikuti langkahmu. Langkah yang pasti dan memiliki suratan
yang sama seperti terdahulu.

Aktor : Ribut. Bodoh. Persetan

Aktor : Mimpi-mimpimu sudah di depan mata maka berubahlah. Kelak kita akan lebih
berharga dari mereka yang hanya bisa mengeluarkan setannya.

(lalu lewat rombongan pembunuh)

Aktor : gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.

gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.

gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.

Kuperintahkan periksa seluruh gorong-gorong di seluruh alam.

Kuperintahkan robohkan pemberontakan kaum lemah.

Kemudian hancurkan mimpi-mimpi mereka.

Tanpa tersisa sedikitpun.

gorong-gorong.gorong-gorong.gorong-gorong.

(lalu kembali terjadi penyiksaan)

Aktor : Kalian hanya bisa menangis dan memberontak dalam kegelapan.

Makhluk-makhluk tidak berguna. Selalu terjebak dengan keadaan. Lisan manismu


memberontak di dalam. Tiada yang lebih baik bagimu dari sebuah hukuman setimpal.

Aktor : makhluk terkutuk. Sudah berapa kali kubilang jangan memberontak. Hahaha.

Terlalu tolol kalian jika membantah perintah. Jadilah juru-juru dan hamba yang taat pada
tuannya. Jangan membantah. Hahaha.

Aktor : Lalu kalian ingin menjadi apa lagi ? kemauan kalian sudah sirna.

Kalau noda-noda itu semakin lama terlihat maka semakin dekatlah kalian dengan
kegelapan.

Aktor : Hancur sudah kemauan kalian. Hahaha

Aktor : Kotor, bau dan menjijikkan. Lalu hanya bisa menjadi manusia yang memuakkan.

Aktor : (menangis)

Aktor : Kembali tangisan itu kudengar. Hitamlah semua jika memang hitam. Putihlah
semua jika ingin putih. Tapi jangan kau hitam putihkan duniamu. Tidak ada yang berhak mengatur hidup
kita. Jangan lagi kalian terbuai dengan sebuah rintihan tidak pasti.

Aktor : perempuan ?

Aktor : ya, perempuan.

Aktor : mati.mati.mati

Aktor : Jika mati kita harus mati.

Aktor : (kembali menangis)

Aktor : Sudahi tangisan tak berujung itu. Tangisan yang hanya memukul jiwa. Lihatlah
mereka jiwanya tak lagi tersentuh kandil-kandil kebahagiaan. Aku bersumpah untuk dan demi sebuah asa
perempuan yang tertindas. Aku akan membunuh setiap raksasa yang hadir dan menginjak hak kita.

Aktor : Apa ? tidak . kau jangan sembarang mengucap. Jika mereka mendengar matilah
kita.

Aktor : Dia benar, aku kau dan kau yang hanya bisa menangis. Dunia kita sudah hadir di
depan sana. Tangisan biarlah menjadi hari yang lalu. Kini kita harus mendobrak kebuntuan.

Aktor : jangan. Jangan. Lalu apa yang terjadi pada kami jika itu semua gagal dan kita akan
menjadi kayu bakar di panggangan mereka.

Aktor : bersuaralah, sebab suara adalah mimpi yang tak pernah mati. Kematian nyata ialah
ketika suara tak lagi terdengar.

Aktor : Bersuara, bersuara, bersuara, bersuara, bersuara, bersuara, bersuara, bersuara

Bersuara, bersuara, bersuara,bersuara,bersuara, bersuara, bersuara, bersuara, bersuara, bersuara.

(mengambil senjata tajam yang tersimpan dan membuka ikatan)

Aktor : Akhirnya kebahagiaan telah sampai pada kita.

Aktor : Raksasa-raksasa telah menjadi dinding dunia. Mereka telah tidur dalam kekakuan
yang abadi. Dosa-dosanya membumbung ke langit kegelapan dan pencerahan sudah di tangan kita.

Aktor : Lihatlah. Ini merupakan sajian yang lezat bagi kita. Lihatlah terus ke mereka.

Aktor : jangan kau meratapi yang telah kau lakukan. Ratapan itu sudah lama kita tinggalkan
sekarang tinggallah tawa yang membahana. Hahaha ...

Aktor : Memang mereka adalah suami dari rahimmu. Mereka adalah anak laki-laki yang kau
banggakan. Mereka adalah rahim yang kau kandung. Mereka adalah hidupmu tapi mereka harus mati
dalam kehidupan ini.

Aktor : ya, ini semua demi kelangsungan kaum kita. Sudah lama aku merindukan suasana ini.
Dimana tidak ada yang mampu mengatur setiap gerak langkahku. Aku bebas dalam terang dan gelap.
Melanglang buana tanpa ada batasan.

Aktor : tapi kau membunuh mereka. Kau membunuh mereka? (menangis)

Aktor : mereka tidak terbunuh. Mereka hanya tidur dan terlelap setelah lama melihat dunia.

Aktor : kalian tidak berhak berbuat seperti itu. Aku , (menangis) lalu apalagi kalian juga harus
menguburku bersama mereka. Buat apa aku hidup dalam ketidaksempurnaan ini.

Aktor : sadarlah, sadarlah. Ini permintaan semuanya dan kau juga.

Aktor : ini darah rahimku, ini darah laki-laki yang aku cintai. Kalian pembunuh. Kalian
pembunuh. Kalian pembunuh (menangis) .

Aktor : Kau bukan lagi seperti itu, sudahlah. Jangan menangisi kebenaran.

(lalu perlahan zaman itu pun hancur setelah laki-laki tidak ada dan kehidupan tidak mampu regenerasi)

(terdengar sebuah tangisan bayi)

P E R E M P U A N O B R A K- A B R IK (RIAN HARAHAP)

Anda mungkin juga menyukai