Anda di halaman 1dari 3

DRAMA REALITA MISTIS ROBOHNYA SURAU KAMI

aku, kakek, dan Ajo Sidi


Oleh:Ninis Sofie

Naskah drama adalah sebuah kesatuan teks yang membuat kisah yang dituliskan dalam dialog-
dialog tokoh. Ada beberapa karya sastra yang biasanya dihasilkan oleh seseorang yaitu cerpen,
novel, puisi, dan naskah drama. Naskah drama merupakan jenis sastra yang tersendiri dan
istimewa. Keistimewaan naskah drama yaitu naskah drama lahir dan ada karena peristiwa
perenungan akal dan perasaan yang dilakukan seorang pengarang. Perenungan ketika bagaimana
kekreatifan pengarang dalam menghadirkan sebuah cerita dalam sebuah pementasan yang
nantinya akan dinikmati sebagai sajian audio visual. Naskah drama yang dipentaskan adalah
sebuah kehidupan yang dikemas dalam suatu pertunjukan.
Menulis naskah drama masih jarang dilakukan oleh seseorang karena naskah drama bukan untuk
dibaca saja, melainkan untuk dipertunjukkan sebagai tontonan. Bisa dilihat dari naskah drama
Robohnya Surau Kami karya Hermana HMT yang merupakan adaptasi dari sebuah cerpen dengan
judul yang sama karangan AA Navis. Naskah drama sebagai salah satu genre sastra dibangun oleh
struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna). Wujud fisik sebuah teks drama
adalah dialog atau ragam tutur dan struktur batin ialah semua hal yang ada dalam naskah itu baik
itu secara tersurat maupun tersirat (termasuk juga pada setting, lakuan, klimaks, ataupun
permasalahan).
Naskah drama Robohnya Surau Kami berikut merupakan adaptasi dari sebuah cerpen. Hermana
tidak mengubah judul dari cerpen ke naskah drama, ia hanya sedikit menambahkan dan
menekankan situasi yang berlangsung dalam cerpen. Dapat dilihat dari kutipan berikut.

SEJENAK MUSIK BERGEMURUH. PERLAHAN TERDENGAR GESEKAN BIOLA ATAU


LANTUNAN SERULING DIBARENGI GEMERCIK AIR DAN DESIR ANGIN.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR KUMANDANG ADZAN SUBUH. ORANG-ORANG
MUNCUL DARI BERBAGAI ARAH, BERBARIS DI PANGGUNG SEPERTI MAU
MELAKUKAN SHALAT.
...
TIBA-TIBA SEORANG PEREMPUAN MUNCUL DAN MENANGIS SEPERTI ANAK KECIL.
SEORANG PEREMPUAN
Kini kakek itu sudah tidak ada lagi. Ia sudah meninggal. Dan tinggalah surau itu tanpa
penjaganya. Sekarang hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang
bakal roboh. Orang-orang itu semakin masa bodoh. Dan biang kebodohan itu ialah sebuah
dongeng yang tidak dapat disangkal kebenarannya.

Hermana menambahkan alunan musik untuk mendukung dialog yang akan disampaikan oleh
tokoh seorang perempuan. Hermana juga menambahkan bagaimana lakuan dari si tokoh seorang
perempuan tersebut. Hal yang tidak berubah dari cerpen terhadap naskah drama ialah dialog dari
seorang perempuan itu. Hal serupa dapat dilihat dari kutipan berikut.
Nukilan dialog pada naskah drama.
PEREMPUAN SATU
Tapi kakek itu sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggal surau itu tanpa
penjaganya, hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan apa yang
disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar seing mencopoti papan dinding lantai di
malam hari.
PEREMPUAN DUA
Jika kalian datang sekarang,hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian
yang bakal roboh.
PEREMPUAN TIGA
Dan kecerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya,
secepat perempuan mencopoti pekayuannya.

Nukilan narasi dalam cerpen.


Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa
penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa
yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan
dinding atau lantai di malam hari.
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian
yang bakal roboh.
Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya,
secepat perempuan mencopoti pekayuannya.

Berdasarkan kutipan-kutipan tadi dapat dilihat bahwa secara keseluruhan untuk dialog tidak
berubah. Hermana menambahkan tokoh-tokoh sebagai orang yang akan mengucapkan dialog
tersebut. Ada tokoh tambahan yang hadir dalam naskah drama ini yaitu tokoh pimpinan pentas.
Pimpinan pentas di sini berperan sebagai seorang yang berlagak sebagai sutradara tapi di sini ia
sebenarnya adalah tokoh yang dihadirkan dalam panggung. Cukup unik menurut hemat saya
bagaimana Hermana mengemas cerita yang begitu dramatis ke atas panggung.
Jika dilihat dari cerpen dan naskah dramanya tidak ada yang berubah mengenai pesan yang
disampaikan. Robohnya Surau Kami baik dari cerpen maupun naskah drama bercerita tentang
seorang Kakek penjaga surau yang harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Surau
yang dulu dijaga dan dirawatnya kemudian menjadi tidak terurus dan tinggal menanti robohnya
saja. Dalam cerpen ini Kakek diceritakan mengalami gejolak batin yang luar biasa yang
menyebabkan dirinya stress, depresi, dan frustasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan
sebelumnya yang diungkapkan tokoh perempuan satu, dua, dan tiga.
Peristiwa yang digambarkan merupakan rangkaian sebab akibat yang jika salah satu dihilangkan
tentu akan merusak cerita. Hal tersebutlah yang dijaga oleh Hermana sehingga ia tidak
memberikan tambahan yang terlalu banyak terhadap ceritanya. Elemen-elemen peristiwa tersebut
merupakan satu unitas yang tak bisa dipisahkan. Keberadaan tokoh Kakek sebagai tokoh utama
tidak mungkin hadir tanpa cerita dan peristiwa. Begitu juga perwatakannya dan prilaku yang
inkonvensional yang tidak dapat dilepaskan dari rangkaian peristiwa dan tema yang dicuatkan
pengarang. Sikap dan sifat kakek yang religius, dan peristiwa yang mengejutkan merupakan
simbolsme dari gambaran situasi sosial, kondisi moralitas, dan kondisi struktur sosial pada masa
cerita tersebut dilahirkan. Lebih jauh, hubungan antara si Aku, si Kakek, dan Ajo Sidi dan
perbuatan yang dilakukan adalah sebuah proses dialektik terhadap realitas yang terjadi.
Sikap si Kakek yang sangat religius, menjaga imannya sampai akhir hayatnya, beribadah,
mengabdikan dirinya hanya untuk Tuhannya, rela meninggalkan istrinya, menjaga tempat ibadah
di kampungnya, dan rela tidak punya banyak harta menjadikan dia sebagai pusat perhatian.
Kemudian pertentangan sifat yang dialami Ajo Sidi sebagai tokoh antagonis, melawan sifat si
Kakek sebagai karakter protagonis, yang menghujat si kakek sebagai manusia terkutuk karena
terlalu rajin beribadah dan tak peduli kepada lingkungan sekitar, juga menjadi perhatian setelah
pusat perhatian sebelumnya. Perbuatan Ajo Sidi yang menghujat Kakek tersebut, jika dilihat dari
konteks sastra akan menimbulkan ketegangan.
Ketika si Kakek menceritakan semua hujatan Ajo Sidi kepada si Aku, muncullah ketegangan, lalu
Kakek merasa tidak mengerti kenapa Ajo Sidi suka membual kepada orang-orang bahkan orang
serenta dan sereligius Kakek bisa menjadi korban bualannya. Ketika kakek mengasah pisau Ajo
Sidi dan bercerita dengan si aku, menumpahkan segala kekesalannya, si aku menyaksikan gurata
amarah yang amat mendalam. Namun si kakek menahannya dengan alasan tak ada gunanya,
hanya meleburkan semua pahala ibadahnya jika ia melayani Ajo Sidi. Bahkan si aku berniat
menghajar Ajo Sidi karena telah membual di depan kakek yang dikenal taat beribadah. Bualan
Ajo Sidi kepada kakek hanya berupa sindiran bahwa manusia yang banyak beribadah kepada
tuhan akan dimasukkan kedalam neraka, tidak akan diterima ibadahnya karena tidak pernah peduli
dengan lingkungan sekitrnya. Lalu si aku tiba-tiba mendengar kabar bahwa kakek telah meninggal
dan surau yang telah dijaganya bertahun-tahun kini tak ada yang merawatnya dan hampir hancur
karena termakan usia. Jelaslah bahwa tindakan dari tokoh-tokohnya berdasarkan plotnya tidak
hanya menimbulkan ketegangan melainkan merupakan satu bangunan yang utuh baik simbolik
maupun perjalan peristiwa itu sendiri.

Apakah peristiwa tersebut merupakan realitas, atau hanya pandangan dunia pengarang yang
dikonkretkan? Atau barangkali realitas sosial yang terjadi sudah kacau balau seperti prilaku Ajo
Sidi. Membolak balikan aturan, menghukumi manusia dengan salah kaprah. Apakah prilaku
masyarakat sudah tak menghiraukan lagi tentang keimanan, tak menjaga rumah tuhan,
menghiraukan tatanan kehidupan, keegoisan, kedengkian. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang terus
muncul ketika membaca robohnya surau.
Dalam cerita ini terdapat juga cerita berbingkai, yaitu cerita dalam cerita. Cerita tersebut di
ceritakan oleh Ajo Sidi kepada si Kakek yang berisi bualan yang menyakitkan. Dalam cerita
tersebut terdapat tokoh yaitu haji Salim sebagai tokoh utama cerita anakan, terdapat konflik,
setting, dan penokohan yang komplit, cerita ini menjadi unik karena berisi dialog dengan Tuhan.
Sebagai cerita anakan yang menginduk pada cerita yang menginduk pada cerita pusat. Namun
cerita tetap utuh. Cerita ini diberikan pengarang untuk menekankan lagi dan lebih menghidupkan
tema cerita yaitu konflik batin tokoh utama dan religiutas sebagai setting dalam penyampaian
tema cerita.
Pantaslah kiranya ketika Hermana tidak banyak melakukan perubahan terhadap dialog yang
diadaptasi dari cerpen karena dari dialog-dialog itulah muncul cerita yang sebenarnya yang ketika
dilakukan pemotongan bisa mengakibatkan berkurangnya pesan yang ingin disampaikan si penulis
cerita kepada si pembaca. Cukuplah seperti itu Hermana mengkreasikan sebuah cerita pendek ke
dalam naskah drama, akan muncul tambahan baru ketika nantinya naskah drama adaptasi yang
ditulis oleh Hermana dipentaskan ke dalam sebuah pertunjukan. Hal itu akan menimbulkan proses
kreatif sutradara dalam memindahkan teks menjadi tampilan audio visual yang akan ditonton oleh
banyak orang dan tidak menutup kemungkinan akan muncul tambahan-tambahan baru.

Anda mungkin juga menyukai