Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bartolomeus Woody De’Augusta Putra

Kelas : XII Bahasa


No :3

Laporan Pembacaan Novel “Suti” karya Sapardi Djoko Damono

Persoalan dan Konflik


Dalam novel ini pokok persoalan yang diangkat adalah berkaitan dengan pandangan masyarakat
pada masa itu terhadap keberadaan perempuan. Dalam pembacaan saya akan novel “Suti” ini, saya
mendapati beberapa konflik yang terdapat didalamnya. Konflik tersebut antara lain konflik batin tokoh,
konflik antar individu tokoh, dan konflik dengan masyarakat. Konflik batin yang terdapat dalam novel
“Suti” karya Sapardi Djoko Damono dirasakan oleh tokoh Suti, Dewo, Kunto dan Bu Sastro. Konflik
batin yang dialami oleh tokoh Suti di saat ia membayangkan tokoh Kunto yang selalu membayanginya,
hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
Suti merasa tidak tahu apa yang ia rasakannya. Ia belum bisa menjelaskan sesuatu yang
tersimpan rapi di sebuah pojok otaknya yang isinya adalah bayang-bayang Kunto. Hanya suara-suara
dan warna-warna yang muncul kalau ia bersama pemuda itu. ..................Pojok otaknya yang sebelah
lagi kini dihuni pertanyaan yang lebih musykil lagi, kenapa bu Sastro menyebut nyebut Mbah Parmin?
(Suti, 61-62).
Dalam kutipan tersebut, terdapat konflik internal yang dialami oleh tokoh Suti. Ia merasa bingung
dengan pemikirannya sendiri karena selalu dipenuhi oleh bayangan Kunto, yang merupakan sosok yang
sangat didambakannya. Di sisi lain, ia juga merasa kebingungan dengan ucapan Bu Sastro yang selalu
menyebut nama Mbah Parmin, yang merupakan sesepuh yang sudah meninggal dan dimakamkan di dekat
rumah Bu Sastro. Lalu konflik antar individu terjadi antara Dewo dengan Pak Sastro pada kutipan berikut.
Pernah suatu hari Pak Sastro marah besar, membanting gelas sampai berkeping-keping, Dewo
menjawabnya dengan melempar gelas juga ke pintu lebih berkeping-keping. Bu Sastro pun muncul dan
langsung menangis tidak tahu harus berbuat apa. (Suti, 44).
Pada kutipan tersebut terjadi pertentangan antara Pak Sastro dengan Dewo yang disebabkan oleh
sikap keras dan membangkang dari Dewo. Akibatnya, Pak Sastro menjadi sangat marah dan merusak
beberapa peralatan rumah tangga seperti piring. Meskipun begitu, Pak Sastro berhasil mengakhiri
pertikaian tersebut dengan meninggalkan Dewo, untuk mencegah terjadinya konflik yang lebih besar.
Lalu konflik dengan masyarakat yang terlihat pada kutipan berikut.
Dibangunkan Suti dari tidur siang, Sastro agak sempoyongan masuk ke kamar tamu. Belum
sempat ia menyambut tamunya dengan basa-basi, salah seorang di antara mereka langsung saja
mendekati Pak Sastro dan melayangkan tinju. Priyai setengah baya itu terpental membentur dinding
kamar, langsung disambut oleh tamu lagi dengan tendangan di perutnya. Dan lagi. Dan lagi. Lengkap
sudah upacara singkat itu. Dan sebelum mereka pergi meninggalkan adegan kekerasan itu salah seorang
beberapa kali berteriak , “Mentang-mentang!” (Suti,77-78).
Dalam kutipan tersebut, Pak Sastro mengalami konflik dengan masyarakat yang ditunjukkan oleh
serangan yang ia terima di kamar tamu oleh beberapa orang yang tidak dikenal. Serangan tersebut
mengakibatkan Pak Sastro mendapatkan kekerasan fisik berupa pukulan dan tendangan yang berulang-
ulang. Meskipun dalam konflik ini, Pak Sastro tidak melakukan perlawanan sehingga terlihat ada
ketidakseimbangan dalam keadaan tersebut.
Sudut Pandang
Setelah saya mencermati novel ini dengan baik, sudut pandang atau point of view yang digunakan
oleh penulis adalah sudut pandang orang ketiga serbatahu. Ini merupakan jenis sudut pandang orang
ketiga dimana penulis seperti Tuhan dalam karyanya yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh,
peristiwa, tindakan, hingga motif tindakan tersebut. Sapardi Djoko Damono menggunakan sudut pandang
pihak ketiga dalam novel Suti yang memainkan peran penting dalam mengembangkan cerita. Hal ini
membuat penulis seolah-olah menjadi bagian dari inti cerita dan terlibat dalam proses cerita. Oleh karena
itu, membaca novel Suti akan memberikan pengalaman seolah-olah membaca kisah kehidupan nyata dari
Sapardi Djoko Damono. Dalam novel ini, kehidupan keluarga Pak Sastro digambarkan dengan cara yang
menggambarkan kehidupan Sapardi Djoko Damono sendiri secara tidak langsung. Alur cerita Suti juga
mengikuti tiga tahapan, yaitu pengenalan tokoh-tokoh, munculnya konflik, dan penyelesaian.
Alur
Novel “Suti” karya Sapardi Djoko Damono ini memiliki alur yang jelas dan maju secara
bertahap. Terdapat tiga tahap dalam alur cerita, yaitu tahap awal yang berfungsi untuk memperkenalkan
tokoh-tokoh dalam cerita, kemudian pada tahap kedua terdapat konflik antar tokoh yang terjadi dan
menjadi semakin kompleks, dan pada tahap ketiga terdapat penyelesaian dimana para tokoh mulai
menemukan cara untuk mengatasi masalah dan konflik yang terjadi. Dengan demikian, alur dalam novel
Suti terdiri dari tiga tahapan yang saling berkaitan dan memperlihatkan perkembangan cerita secara
progresif.
Setting dan Warna Lokal
Terdapat tiga elemen setting yang menjadi bagian penting dari novel ini, yaitu lokasi atau setting
tempat, waktu, dan juga aspek sosial budaya. Dalam hal setting tempat, terdapat beberapa lokasi yang
menjadi setting dalam novel Suti. Salah satu lokasi utamanya adalah Desa Tungkal, sebuah desa yang
terletak di pinggiran Kota Solo. Desa Tungkal menjadi lokasi utama yang menjadi setting dalam novel
Suti. Setting tempat kedua adalah Jakarta, tempat Pak Sastro mengadu nasib. Setting tempat ketiga adalah
Yogyakarta dan Bandung. Lalu setting tempat yang keempat adalah Surabaya, yang menjadi tempat
Kunto mengadakan pesta pernikahan dengan Sarah. Untuk setting waktu, novel ini berlatar tahun 1960an.
Setting budaya pada novel ini terletak pada Desa Tungkal. Dalam masyarakat Desa Tungkal, masih ada
kebiasaan mistik yang terkait dengan tradisi budaya, yaitu keyakinan pada makam atau kuburan sebagai
tempat yang memiliki kekuatan atau dapat menjadi penghubung dengan kekuatan yang lebih tinggi.
Dalam cerita ini, Mbah Parmin digambarkan sebagai sosok yang dimakamkan di tempat keramat, yang
sering dikunjungi oleh masyarakat kota untuk berziarah dan mencari berkah. Hal ini merupakan contoh
dari kepercayaan bahwa makam dapat menjadi perantara untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dan dari
gambaran budaya tersebut menjadi warna lokal dalam novel ini.
Tema dan Amanat
Novel Suti membahas tentang perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Solo dari kalangan
bawah yang diwakili oleh tokoh Suti, dan kehidupan keluarga priyayi mantan abdi dalem keraton
Surakarta yang pindah ke daerah pinggiran di Desa Tungkal yang diwakili oleh Pak Sastro dan Bu Sastro.
Sapardi Djoko Damono menyatakan bahwa tema utama dalam novel Suti adalah perubahan sosial
masyarakat dari pra-modern ke era modern yang terjadi dari sebuah kampung pinggir kota (Desa
Tungkal) menuju pusat kota (Solo, Jakarta, Bandung). Alur cerita dalam novel Suti membawa pembaca
melalui tiga tahapan, yaitu pengenalan tokoh-tokohnya, munculnya konflik antara tokoh-tokohnya, dan
penyelesaian masalah yang dihadapi oleh tokoh-tokohnya. Dalam novel ini, pesan yang ingin
disampaikan oleh penulis belum tersampaikan dan masih tersirat. Setelah saya coba telaah, saya
mengalami kesulitan dalam menentukan pesan atau amanat yang dapat diambil dalam novel “Suti” karya
Sapardi Djoko Damono ini.
Keberadaan Wanita
Dalam novel Suti karya SDD, terdapat ketidaksetaraan dalam konstruksi tokoh perempuan.
Meskipun mereka tinggal dalam satu desa, tetapi mereka tidak dapat melebur menjadi sosok perempuan
yang seragam karena adanya perbedaan kelas sosial, pendidikan, status perkawinan, usia, dan
kecenderungan seksual yang berbeda. Mereka hanya menjadi pengisi ruang belaka, seperti selimut perca.
Bu Sastro, yang merupakan tokoh perempuan dengan kelas sosial yang lebih tinggi daripada Suti dan
Tomblok, memiliki kuasa untuk melakukan opresi. Meskipun Suti diperlakukan lebih istimewa daripada
Tomblok, tetapi Bu Sastro tidak bisa meleburkan diri bersama Suti. Keberadaan perempuan-perempuan
tersebut dalam satu desa yang sama dengan latar belakang yang berbeda dimaknai sebagai keberagaman
yang saling mengisi, tetapi tidak bisa melebur menjadi sosok perempuan yang seragam.
Penilaian
Dari Novel ini hal menarik yang saya temukan adalah perjalan tokoh perempuan dalam novel ini
yang dengan tegar menjalani kehidupan ditengah berisiknya dunia akan pandangan perempuan pada masa
itu. Selain itu, hal yang menarik dari buku ini adalah terdapat perjalanan kisah cinta antara tokoh
perempuan dan tokoh laki-laki yang pada akhirnya tidak dapat bersama. Selebihnya, cerita dalam novel
ini menarik dan memiliki alur yang mudah dipahami. Kelebihan novel ini terletak pada bahasa yang
digunakan ringan, sehingga mudah dipahami. Selain itu juga terdapat daftar arti istilah bahasa jawa,
sehingga memudahkan pembaca yang tidak mengerti bahasa jawa (percakapan dalam novel ini banyak
menggunakan bahasa jawa). Kelebihan lainnya yaitu setting tempat dan budaya yang menarik sehingga
membuat pembaca seolah-olah berada di lokasi yang diceritakan. Jika saya diminta untuk menganalisis
unsur ekstrinsik dalam novel ini, saya akan mengangkat permasalahan terkait pandangan orang-orang
terhadap perempuan dalam novel “Suti” ini.

Anda mungkin juga menyukai