KELOMPOK 1 :
1. Febbyana Andra Vesco
2. Ahmad Ramdhani
3. Rizka Dhea Aprilina
4. Cintia Berkat Veronika Kumaunang
SINOPSIS
Cerita ini bermula pada April 1968, sudah tiga tahun pelaksanaan misi
untuk membumi hanguskan PKI dan bahkan juga kepada orang-orang yang hanya
tertempel bau PKI. Dimas Suryo, Nugroho, Tjai, dan Risjaf adalah empat sekawan.
Sahabat lama ini adalah mantan wartawan di Kantor Berita Nusantara, dan pada
masa itu wartawan adalah sesuatu yang menyinggung sentimentil politik bahkan
wartawan adalah salah satu kata yang diharamkan. Pada masa itu mereka adalah
buronan. Mereka merasa hidupnya telah cukup dikejar-kejar ketidak adilan.
Namun hari itu April 1968 hidup mereka kembali diselimuti mendung pekat ketika
kabar Hananto Prawiro sahabat mereka, telah ditangkap dan dinyatakan tewas.
Kini hidup mereka pun dikejar-kejar rasa bersalah karena kawannya di Indonesia
dikejar, ditembak, atau menghilang begitu saja dalam perburuan peristiwa 30
September.
Hananto Prawiro adalah sahabat Dimas Suryo (Tokoh Utama) namun
mereka juga musuh. Mereka adalah musuh dihadapan Surti Anandari, tetangga
kos mereka saat Dimas kuliah di UI dahulu. Surti adalah cinta pertama Dimas
Suryo. Wanita yang bahkan menjadikan Dimas Surya mengeluarkan kata Kenanga,
Bulan, dan Alam dari kosa kata cintanya. Mereka adalah nama yang telah
dipersiapkan Dimas Suryo untuk anak-anaknya dari Surti. Namun, pada suatu hari,
tanpa pamit dan sepatah katapun, Surti menghilang. Berbalik arah, menjauh dari
kata cinta Dimas Suryo. Surti akhirnya tetap menjadi Surti yang ibu dari Kenanga,
Bulan, dan Alam. Namun kini Surti adalah istri dari Hananto Prawiro, sahabat
dekat Dimas Suryo.
Surti adalah salah satu kepingan indah kisah cinta Dimas Suryo sebelum ia
harus berlari-larian mencari suaka politik. Sebelum ia dan ke-tiga temannya
mendarat di Paris. Indonesia sampai Paris. Bagi ia perjalanan itu telah cukup
untuk melepaskan segala identitas dirinya dalam sejauh perjalananya. Di Paris
mereka berbeda, identitas mereka, segala kepenatan mereka, mereka tanggalkan.
Di sini, mereka baru, mereka ingin mendapatkan keluarga yang baru. Mereka
hanya ingin keadilan yang baru. Di Paris 1968. Mereka tiba pada waktu yang
kurang tepat rupanya, Paris pada tahun itu adalah lautan pergolakan. Pergolakan
yang membuat mereka iri. Di sini, pertarungannya jelas keinginannya. Jelas Siapa
yang dituntut dan siapa yang menggugat. Perseteruan ini antara mahasiswa dan
buruh melawan pemerintahan De Gaulle. Di sana, diIndonesia, akrab dengan
kekisruhan dan kekacauan namun tak tau siapa kawan siapa lawan. Di Indonesia
bahkan tidak tau apa yang dicita-citakan pihak-pihak yang bertikai, kecuali
kekuasaan. Betapa porak-poranda. Betapa gelap.
Di Paris juga, Dimas Suryo bertemu Vivienne Deveroux. Seseorang yang
akhirnya akan menjadi kepingan indah kisah cintanya lagi. Wanita bermata hijau
itu membuatnya jatuh cinta. Wanita itu juga akhirnya memberinya seorang putri
yang pemberani bernama Lintang Utara. Putri yang akhirnya menitipkan separuh
jiwanya untuk kembali ke Indonesia. Negara yang menurutnya penuh dengan
ketidak adilan, namun sakan selalu ia rindukan. Dan setelah kembali ke Indonesia
pada 1998, fakta apa yang akan diperoleh Lintang Utara? Ikuti kisahnya dan
rasakan drama keluarga, persahabatan, cinta, dan penghianatan berlatar beakang
tiga peristiwa bersejarah: Indonesia 30 September 1965, Perancis, Mei 1968, dan
Indonesia 1998.
UNSUR INTRINSIK
1. Tema
Dalam sebuah karya sastra tema merupakan unsur terpenting. Unsur ini
menjadi pondasi dasar dalam membangun sebuah cerita. Dengan
menggabungkan setiap peristiwa di dalamnya Tema yang terkandung di dalam
novel Pulang karya Leila S. Chudori yaitu diskriminasi para eksil politik. Tema
tersebut tergambar pada kutipan berikut:
“Tentu saja sebagai seseorang yang mendapat suaka politik Ayah –seperti juga
kawan-kawannya- sudah menggunakan paspor Prancis. Namun, berbeda
dengan Om Risjaf yang entah bagaimana bisa mendapat visa, permohonan
Ayah, Om Nug, dan Om Tjai selalu ditolak.”
Kutipan di atas, menjelaskan bahwa di antara empat pilar tanah air (yang
terdiri dari Dimas Suryo, Nugroho, Tjahjadi, dan Risjaf), hanya Risjaf saja yang
memiliki visa sedangkan ketiga temannya mengalami kendala untuk mendapatkan
visa. Tentu mereka ingin sekali kembali ke tanah air yang selama ini dirindukan,
tetapi status mereka telah dibuang, seolah pintu mereka untuk kembli telah
ditutup rapat-rapat.
Selain tokoh empat pilar tanah air, kesulitan juga dialami oleh Lintang Utara,
putri dari Dimas suryo. Istilah dari “Bersih Lingkungan” yaitu diartikan sebagai
tindakan diskriminasi untuk orang-orang Indonesia yang dianggap komunis yang
mendapat perlakuan tidak baik selama acara yang diadakan di KBRI bahkan tidak
ada yang mengundang untuk menghadiri acara tersebut.
a. Lintang Utara
Lintang Utara merupakan tokoh yang paling berpengaruh dalam
pembentukan cerita dan dianggap sentral, di novel ini Lintang Utara
digambarkan mempunyai ciri fisik yang sama persis seperti ibunya, yaitu
Vivienne Deveraux, hanya saja berambut hitam dan bermata coklat yang
merupakan keturunan dari sang ayah, yaitu Dimas Suryo. Seperti Dimas
Suryo, Lintang juga termasuk ke dalam tokoh berkembang karena ia yang
tadinya tidak tertarik dengan Indonesia menjadi tertarik dan menganggap
Indonesia sebagai rumah untuknya, ia memiliki watak sebagai perempuan
yang cerdas, rasa penasaran yang tinggi, dan membela argumennya.
b. Dimas Suryo
Dimas Suryo merupakan tokoh utama dan menjadi sentral dalam
novel Pulang karya Leila S. Chudori, karena hampir keseluruhan cerita
berkaitan dengan dirinya. Dimas Suryo digambarkan mempunyai ciri fisik
berperawakan tinggi, berhidung mancung, berkulit serta bermata coklat,
dan berambut ikal. Dimas Suryo memiliki sifat yang setia, tidak mudah
menyerah, pandai memasak, sangat menyukai cerita wayang, memilki rasa
nasionalisme yang tinggi, dan selalu merindukan Indonesia.
c. Vivienne Deveraux
Vivienne Deveraux di novel ini digambarkan sebagai wanita yang
cantik, bermata hijau, berambut brunnete, dan berkebangsaan Prancis. Ia
merupakan mahasiswi Sorbone yang penuh dengan rasa keingintahuan
yang tinggi, yang tidak mudah terpesonan dengan satu paham saja. Selain
itu ia berasal dari keluarga yang pintar dalam bidang akademik, yang
pemikirannya berdasarkan nalar juga logika, serta religius. Di masa setelah
ia menikah dengan Dimas, Vivienne memutuskan untuk bekerja menjadi
dosen di salah satu kampus di Prancis
a. Jakarta
Tjahaja Foto, Jalan Sabang, tempat ini merupakan kantor dari
Hananto Prawiro serta tempat diringkusnya Hananto karena dianggap
sebagai partisipan PKI.
b. Paris
Negara yang merupakan tempat empat pilar tanah air tinggal dan
merajut asa mencoba peruntungan dengan membuka restoran Tanah Air.
Di Paris pula Dimas bertemu dengan Vivienne di tengah keriuhan demo
yang dilakukan oleh mahasiswa Sorbone.
Latar waktu pada novel ini yaitu dari tahun 1952 sampai 1998. Tentu ada
beberapa tahun yang sangat menonjol karena mengalami peristiwa penting.
Jakarta, Januari-Oktober 1952, ini merupakan latar waktu yang menceritakan
tentang kehidupan Dimas, Hananto, Nugroho, Risjaf, dan Tjai. Ketika itu Hananto
dan Nugroho memiliki usia lebih tua di antara ketiganya. Pada masa ini pula
mereka bertemu dengan Surti, Rukmini, dan Ningsih.
Jakarta, Desember 1964, ada tahun ini Indonesia sudah mulai panas dengan
isu PKI, dan menganggap bahwa presiden pada saat itu terlalu akrab dengan PKI.
Jakarta 5 September 1965 dan 12 September 1965. Pada tanggal 5
September Dimas mengalami percecokan dengan Hananto karena Hananto
berselingkuh dari Surti yang merupakan wanita yang masih sangat dicintai oleh
Dimas. Lalu, pada 12 September Dimas dan Hananto bertemu setelah percecokan
itu, kemudian Hananto memerintahkan Dimas untuk menghadiri undangan
konferensi para wartawan di Cile. Rupanya ia sudah mengetahui bahwa kondisi
politik Indonesia sedang panas-panasnya dan diadakannya pemburuan bagi
partisipan PKI.
6 April 1968, pada tanggal ini peristiwa tertangkapnya Hananto di kantor
tempatnya bekerja setelah tiga tahun bersembunyi. Di negara lain tepatnya Paris
1968, pada saat ini pertama kalinya Dimas tiba di Paris dan bertemu dengan
Vivienne bertepatan dengan riuh aksi demo yang dilakukan di depan Kampus
Sorbone. Dari sinilah Dimas serta teman-temannya bertahan hidup dan menekan
rasa rindu untuk bisa kembali ke Indonesia.
Jakarta, 18 Juni 1970, Dimas mendapat surat dari Kenangan putri dari
Hananto dengan Surti bahwa ayahnya telah dieksekusi mati.
Lalu setting waktu terakhir yang diambil dari novel ini yaitu pada Mei 1998,
pada saat ini peristiwa mengerikan yang lain terjadi di Indonesia kericuhan yang
sangat parah, penjarahan yang dilakukan dimana-mana, kejahatan terhadap
orangorang keturunan Tionghoa serta penembakan mahasiswa Trisakti yang
berujung pada reformasi dan lengsernya pemerintahan Soeharto selama 32 tahun
berkuasa.
5. Sudut Pandang
Novel Pulang karya Leila S. Chudori ini secara keselurahan banyak memakai
sudut pandang “aku” sebagai tokoh tambahan, dapat dilihat dari prolog yang
bersusut pandang Hananto Prawiro, bab Dimas Suryo, Lintang Utara, dan Segara
Alam yang masing-masing babnya menggunakan sudut pandang orang pertama
sebagai pencerita, tetapi ada di salah satu sub-babnya yang berjudul
L’irreparable, Flaneur, dan Keluarga Aji Suryo, yang menggunakan sudut pandang
persona ketiga. Maka dari itu novel Pulang karya Leila S. Chudori menggunakan
sudut pandang campuran.
“Lalu aku teringat puluhan tahun silam, ketika Bimo dan aku duduk di kelas
V sekolah dasar.”
Kutipan di atas dituturkan oleh Segara Alam ketika ia dan Bimo yang
diwajibkan mengikuti acara study tour ke Lubang Buaya.
“Ketika aroma kopi toraja sudah menabrak pagi, Aji suryo memutuskan
untuk mengisi akhir pekan itu dengan kesunyian yang menenangkan.”
b. Metafora
“Ketiga dara cantik itu adalah bunga yang membuat Jakarta menjadi
bercahaya.”
Kutipan ini menjelaskan ada ketiga gadis cantik yaitu Surti, Rukmini, dan
Ningsih merupakan idola bagi kaum pria di Jakarta. Ketiga gadis tersebut
membuat mereka jatuh cinta sehingga menganggap tiga gadis ini membuat
Jakarta bercahaya. Kata bunga di sini diartikan sebagai gadis, sedangkan
bercahaya adalah perasaan kagum atau rasa jatuh cintanya mereka.
c. Personifikasi
“Ayah tahu, dia ditolak oleh pemerintah Indonesia, tetapi dia tidak ditolak oleh
negerinya. Dia tidak ditolak oleh tanah airnya. Itulah sebabnya dia meletakan
sekilo cengkih ke dalam stoples besar pertama dan beberapa genggam bubuk
kunyit di stoples kedua di ruang tamu hanya untuk merasakan aroma
Indonesia.”
“Akhirnya ayah pulang. Akhirnya dia bersatu dengan tanah yang menurut dia
memiliki aroma yang berbeda dengan tanah Cimetiere du Pere Lachaise.
Tanah Karet. Tanah tujuan dia untuk pulang.”
Berdasarkan kutipan di atas, tidak ada kata terlambat untuk pulang. Tidak
pernah melupakan negara yang menjadi tempatnya berasal, meninggalpun harus
kembali ke tanah ibu Pertiwi.