Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

TEORI SASTRA MODERN

Pendekatan Mimetik dalam Cerpen Ibu yang Anaknya Diculik Itu

Karya Seno Gumira Ajidarma

Ade Irma Putri Maiditra (1913041012)

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lampung

ademaiditra@gmail.com

Banyak karya sastra berupa cerpen yang sudah diciptakan oleh Seno Gumira
Ajidarma. Seno Gumira Ajidarma atau yang biasa dikenal dengan SGA, dapat kita
ketahui melalui cerpen-cerpennya merupakan sastrawan handal yang meyalurkan rasa
empati dan pedulinya mengenai keadaan lingkungan sekitar melalui sebuah karya
sastra. Karya yang diciptakan oleh SGA selalu diterima dan memiliki timbal balik
yang baik dari masyarakat karena karya sastra yang diciptakan olehnya mengandung
unsur-unsur realitas atau kehidupan sehari-hari.

Salah satu cerpen yang terkenal karya SGA adalah cerpen yang berjudul Ibu yang
Anaknya Diculik Itu. Cerpen tersebut mengisahkan kehidupan seorang ibu sekaligus
seorang istri yang merasa kesepian atas kematian suami dan anaknya yang hilang.
Diceritakan bahwa tokoh Ibu dalam cerpen tersebut bertingkah seolah-olah berbicara
dengan mendiang suaminya. Ia selalu mengenang perbincangan ia dan suaminya
ketika membahas mengenai anaknya yang hilang. Cerpen tersebut memiliki latar
sosial politik pada tahun 1998. Cerpen tersebut sangat menarik karena memiliki pesan
dan sindiran mengenai apa yang terjadi pada tahun 1998.

Kemenarikan cerpen tersebut akan dikaji secara mendalam menggunakan pendekatan


mimetik. Pendekatan mimetik adalah pendekatang yang dalam mengkaji karya sastra
dengan memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Plato
(Teeuw, 1984:220) berpendapat bahwa sastra, seni, hanya berupa peniruan,
peneladanaan, atau pencerminan dari kenyataan, maka ia ada di bawah kenyataan itu
sendiri. Kemudian pendapat Plato tersebut dibantah oleh Aristoteles, Aristoteles
(Teeuw, 1984:220) berpendapat bahwa dalam proses penciptaan, sastrawan tidak
semata- mata meniru kenyataan melainkan sekaligus menciptakan, menciptakan
sebuah dunia dengan kekukatan kreativitasnya. Dunia yang diciptakan pengarang
adalah sebuah dunia yang baru, dunia yang diidealkan, dunia yang mungkin dapat
terjadi. Aristoteles berpandangan bahwa karya sastra merupakan perpaduan antara
unsur mimetik dan kreasi, peniruan dan kreativitas, khayalan, dan realitas. Kemudian
Abrams (1981) mengemukakan bahwa dalam pendekatan mimetik, karya sastra
dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. Maka dari itu, dalam pendekatan
mimetik ini karya sastra tidak mungkin dapat dipahami tanpa mengaitkannya dengan
semesta sebagai sumber penciptanya.

Cerpen Ibu yang Anaknya Diculik Itu memiliki tema yang sangat lekat dengan
kehidupan masyarakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa cerpen Ibu
yang Anaknya Diculik Itu menceritakan mengenai rasa kesepian tokoh Ibu atas
kematian suami dan anaknya yang hilang. Hal tersebut sering terjadi dalam
kehidupan nyata bahwa hampir setiap orang pernah merasakan kehilangan seseorang
yang sangat dekat dengannya. Hal tersebut dapat ditemukan dalam kutipan berikut.

”Tapi inilah soal yang pernah kubicarakan sama Si Saras. ’Kuhargai


cintamu yang besar kepada Satria, sehingga kamu selalu terlibat urusan
orang-orang hilang ini,’ kataku, ’tapi cinta adalah soal kata hati, Saras,
karena kalau terlalu banyak alasan dan perhitungan dalam percintaan,
nanti tidak ada tempat untuk hati lagi…’ Ah, Saras, memang rasanya ia
seperti anakku juga. Semenjak Bapak meninggal setahun yang lalu,
rasanya semakin peduli dia kepada rumah ini, membantu aku
membereskan kamar Satria, seperti tahu betul rasa kehilanganku setelah
ditinggal Bapak…”

Hubungannya dengan dunia nyata adalah bahwa setiap orang pernah mengalami
kehilangan dan orang terdekat yang akan membantu dan menolong kita. Kemudian
pada kutipan selanjtunya orang yang merasakan akan berharap dan bertingkah bahwa
semuanya akan kembali seperti sedia kala.

”Bapak… Kursi itu, meja itu, lukisan itu, ruangan ini, ruang dan waktu
yang seperti ini, kok semuanya mengingatkan kembali kepada Bapak.
Seperti ini juga keadaannya, bahkan aku masih ingat juga pakai daster
ini ketika kami berbicara tentang hilangnya Satria. Waktu itu sudah
setahun Satria tidak kembali, dan kami masih seperti orang menunggu.
Aku waktu itu masih percaya Satria suatu hari akan kembali… Kenapa
harus tidak percaya, kalau memang tidak pernah kulihat sesuatu yang
membuktikan betapa Satria tidak akan kembali… Apa salahnya punya
harapan… Hidup begitu singkat, apa jadinya kalau harapan saja kita
tidak punya…

Selanjutnya realitas tercermin dalam kehidupan tokoh Ibu yaitu ketika Ibu
menyimpan dendam atas kehilangan anaknya. Hal tersebut merupakan hal yang pasti
akan dialami oleh orang-orang yang merasakan kehilangan yang tidak adil pada
dirinya.

”…. jauh, jauh, ke langit, mengembara dalam kekelaman semesta,


bagaikan jiwa dan tubuh telah terpisah, meski setiap kali tersadar tubuh
yang melayang terjerembab, menyatu dengan jiwa terluka, luka sayatan
yang panjang dan dalam, seperti palung terpanjang dan terdalam, o
palung-palung luka setiap jiwa, palung tanpa dasar yang dalam
kekelamannya membara, membara dan menyala-nyala, berkobar
menantikan saat membakar dunia…”

Cerminan kutipan tersebut terhadap dunia nyata adalah seseorang yang merasakan
ketidakadilan terlebih lagi karena ketidakadilan tersebut seseorang merasakan
kehilangan pasti akan menyimpan sakit hati dan dendam yang selalu ada dalam
dirinya. Tak dapat dipungkiri, setegar apapun seseorang pasti ada rasa sakit hati
dalam hatinya.

Realitas selanjutnya tercermin pada kutipan berikut.

”Gila!” Ibu berujar kepada tokek di langit-langit yang tidak tahu


menahu.

”Para pembunuh itu sekarang mau jadi presiden!”

Pada kutipan tersebut mencerminkan realitas kehidupan bahwa permainan licik


seringkali dimainkan manusia untuk pemenuhan hasrat dan nafsunya. Orang-orang
yang tidak baik akan melakukan cara apapun demi mencapai apa yang dia inginkan
dan tidak jarang sampai melukai bahkan membahayakan nyawa seseorang.

Secara keseluruhan, cerpen Ibu yang Anaknya Diculik Itu menceritakan mengenai
kondisi seseorang yang merasakan kesepian atas kehilangan orang yang dikasihinya.
Pengarang ingin menceritakan mengenai kondisi sosial politik yang terjadi di
Indonesia pada masa itu. Kritik sosial politik yang disampaikan pengarang adalah
bahwa penderitaan yang terjadi pada masa itu tidak hanya dialami oleh orang-orang
yang menjadi korban seperti penculikkan dan penganiayaan, tetapi juga berdampak
pada orang-orang terdekat korban, terutama Ibu.
DAFTAR PUSTAKA

Lizawati dan Ria Agustin. 2017. Nilai Kemanusiaan pada Tokoh dalam Cerpen
Gadis Karya Asma Nadia (Kajian Mimetik). Jurnal Pendidikan Bahasa. Vol.6, No.2.

Rahayu, Ira. 2014. Analisis Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer dengan
Pendekatan Mimetik. Deiksis. Vol.1, No.1.

Widyaningrum, Heny Kusuma. 2018. Analisis Tokoh pada Cerpen “Ibu Pergi Ke
Laut” Melalui Pendekatan Kritik Mimetik Serta Relevansinya dengan Pembelajaran
Sastra Di Sekolah Dasar. Bahastra. Vol.38, No.1.

https://mahruselmawa2.wordpress.com/2013/01/13/karya-sastra-ala-abrams/

Anda mungkin juga menyukai