Anda di halaman 1dari 21

paradoks Sebuah pernyataan yang awalnya tampak bertentangan tapi kemudian, pada pemeriksaan lebih dekat, ternyata masuk

akal. Sebagai contoh, John Donne berakhir soneta nya "Kematian, Jadilah Tidak Bangga" dengan pernyataan paradoks "Kematian, engkau mati." Untuk mengatasi paradoks, perlu untuk menemukan arti yang mendasari pernyataan tersebut. Paradoks berguna dalam puisi karena penangkapan perhatian pembaca dengan penolakan yang tampak keras kepala masuk akal Hebat, Si Ariel... Ia tidak hanya mampu menciptakan lagu dengan melodi yang enak didengar tetapi lirik yang ia tulis juga sangat puitis. Puitis? Berarti lagu Ariel ini seperti puisi? Mengapa bisa dikatakan begitu? Baiklah, sebelum kita membahas lebih lanjut, kita simak dulu lagunya... Hari yang Cerah untuk Jiwa yang Sepi Ciptaan : Ariel Peterpan (Intro) Pagi biar kusendiri Jangan kau mendekat wahai matahari Dingin hati yang bersedih Tak begitu terang mulai terabaikan (Musik) Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi Begitu terang untuk cinta yang mati A..aaa Kucoba bertahan dan tak bisa (Musik) Biru langit kelabuku tak begitu luas seperti memudar kini tak terulang lagi bila biru cerah dia telah pergi Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi A..aaa Kucoba bertahan dan tak bisa A..aaa Mencoba melawan kulepas Hari yang cerah untuk jiwa yang sepi Begitu terang untuk cinta yang mati (Musik) A..aaa Kucoba bertahan dan tak bisa A..aaa Mencoba melawan kulepas Semua telah hilang Semua telah

Lagu di atas dapat kita katakan sebagai puisi karena sudah memenuhi unsur-unsur (ciri-ciri) puisi. Apa saja? Berikut penjelasannya (singkat saja, supaya posting ini tidak terlalu panjang): 1. Diksi (Pilihan Kata) yang digunakan berupa kata-kata dengan kalimat yang padat. b. Terdapat kata-kata yang menimbulkan Citraan/Imaji c. Terdapat kata-kata konkret sebagai simbol atas perasaan penulisnya. d. Terdapat Bahasa Figuratif (Majas). Contoh: Majas Paradoks=> Hari yg cerah utk jiwa yg sepi. e. Memiliki Rima f. Tata Wajah (Tipografi)-nya juga sudah nampak secara kasat mata. PUISI TOMINO HAIKU moshi-moshi minna san.... \\m// tadaiimaaaaa !!!!! sore ini ( karena threat d buat sore hari ) saya akan mengupdate info" yang seru yang menurut saya menarik.. ga tau lagi menurut kalian.. hahahahahay... pada threat sebelumnya saya membahas tentang harajuku hairstyle nah yang akan saya bahas kali ini tetap bertema jejepangan... tetapi yang ini agak sedikit horror.... maklum lah hobi saya kan mencari info tentang yang horror- horror gitu meski pada akhirnya saya takut sendiri... -___-" nah, yang saya bahas kali ini ada puisi kematian asal negara jepang yang disebut dengan TOMINO HAIKU atau HAIKU NO TOMINO ( sama aja sih cm d balik" doang.. -__-" ) sekilas tentang puisi ini, puisi ini merupakan puisi yang dibuat oleh seorang anak kecil yang bernama Tomino. Tomino sendiri adalah cerita legenda jepang tentang sebuah puisi kematian yang dapat mencelakai atau membunuh siapapun yang mencoba membacanya, mendengarnya atau mengungkapkan puisi ini dengan suara yang keras. Banyak orang yang mengatakan bahwa Tomino adalah seorang gadis yang masih kecil namun ia dilahirkan cacat. pada suatu hari, si Tomino ini pun membuat puisi yang aneh untuk kedua orang tuanya. namun karena isinya yang aneh tersebut Tomino dimarahi dan dihukum oleh orang tuanya dengan cara dikunci di dalam ruang yang sempit dan tidak di kasih makan. Sehingga dalam keadaan kelaparan Tomino pun meninggal. dan selang beberapa hari setelah kematian Tomino, kedua orang tua Tomino pun meninggal dengan cara yang Tidak wajar. Nah, lumayan serem ga kisah nya ??? entahlah.. hahaha berikut saya beri naskah puisi nya tetapi dalam bahasa indonesia, biar ngerti aneh dan ngerinya isi puisi yang dibuat Tomino tadi, dan juga saya sertai dengan rekaman puisi itu dalam bahasa Jepang via youtube ( klo dengerin rekamannya suaranya serem jadi merinding gw)... WARNING !!! percaya gak percaya karena katanya jika membaca atau mendengarkan puisi ini sebanyak 3 kali akan mendapat musibak, kecelakaan, atau kematian. diharap berhati-hati. Tapi semua kembali ke hati anda masing-masing "Kakak yang memuntahkan darah, adik yang meludahkan api. Tomino yang lucu meludahkan permata yang berharga. Tomino meninggal sendirian dan terjatuh ke dalam neraka. Neraka kegelapan, tanpa dihiasi bunga. Apakah itu kakak Tomino memegang cambuk? Jumlah bekas luka berwarna merah sangatlah mengkhawatirkan.

Dicambuk dan dipukul sangatlah mendebarkan, Jalan menuju neraka yang kekal hanyalah salah satu cara. Mohon bimbingan ke dalam neraka kegelapan, Dari domba emas, dan dari burung bulbul. Berapa banyak yang tersisa dari dalam bungkusan kulit, Disiapkan untuk perjalanan tak berujung menuju neraka. Musim semi akan segera datang ke dalam hutan serta lembah, Tujuh tingkat di dalam gelapnya lembah neraka. Dalam kandang burung bulbul, dalam gerobak domba, Di Mata Tomino Yang Lucu Meneteskan airmata . tangisan burung bulbul, dibalik hujan dan badai Menyuarakan cintamu untuk adik tersayangmu. Gema tangisanmu melolong melalui neraka, serta darah memekarkan bunga merah. Melalui tujuh gunung dan lembah neraka, Tomino yang lucu berjalan sendirian. Untuk menjemputmu ke neraka, Duri-duri berkilauan dari atas gunung menancapkan duri ke dalam daging yang segar, Sebagai tanda untuk Tomino yang lucu." IRONI, PARADOKS, AMBIGUITAS, DAN TENSI DALAM PUISI E. A. ROBINSON RICHARD CORY Tutut Guntari Pengantar Puisi, sebagai salah satu genre sastra, menawarkan pesan moral yang perlu ditafsirkan dan ditangkap maknanya oleh pembaca. Puisi bahkan sering dianggap sebagai sumber inspirasi bagi manusia untuk memperkaya pengalaman dan meningkatkan kualitas hidupnya. Bahkan, tak jarang puisi digunakan untuk falsafah hidup. Membaca puisi pada hakikatnya menafsirkan puisi itu sendiri. Penafsiran seseorang atas sebuah puisi bisa berbeda dengan orang lain dan orang lain lagi, karena pada hakikatnya dua hal mendasar: pertama, sebagai karya sastra, puisi memang terbuka bagi segala bentuk dan versi penafsiran; dan kedua, orang per orang memiliki pengalaman baca dan pengalaman hidup yang berbeda dan bervariasi. Karena tingkat penafsiran pembaca bervariasi, kebenaran makna puisi itu pun juga bervariasi pula. Dalam membaca puisi, apa lagi harus mengkritisinya, kita perlu memperhatikan unsure bentuk dan isi puisi itu secara seksama. Beberapa di antaranyadalam pendekatan New Criticismadalah ironi, paradoks, ambiguitas (keraguan), dan tensi (ketegangan). Tidak sederhana untuk menemukan keempat aspek ini dalam puisi, namun penulis mencobanya pada puisi yang naratif (cerita dalam puisi) yang mengandung kronologi waktu dan kejadian. Tulisan ini mencoba mengkaji kehadiran ironi, paradoks, ambiguitas, dan tensi dalam sebuah puisi Edwin Arlington Robinson berjudul Richard Cory. Empat unsur itu akan dilacak di dalam Richard Cory, dan akan disajikan cerara berurutan. Meski demikian, sebuah makna literal (parafrase) akan dikemukakan terlebih dahulu sebelum beralih ke empat unsur tersebut. Parafrase

Parafrase, atau literal meaning, dimaksudkan untuk mengacu ke pemaparan atau penceritaan kembali isi umum puisi dalam bahasa penulis sendiri sebagai penafsir. Sebelum itu penulis perlu tampilkan puisi E.A. Robinson Richard Cory berikut ini: Richard Cory Whenever Richard Cory went down town, We people on the pavement looked at him: He was a gentleman from sole to crown, Clean favored, and imperially slim. And he was always quietly arrayed, And he was always human when he talked; But still he fluttered pulses when he said, Good morning, and he glittered when he walked. And he was richyes, richer than a king And admirably schooled in every grace: In fine, we thought that he was everything To make us wish that we were in his place. So on we worked, and waited for the light, And went without the meat, and cursed the bread; And Richard Cory, one calm summer night, Went home and put a bullet through his head. --EDWIN ARLINGTON ROBINSON Setelah pembacaan atas puisi si atas, penulis memparafrasekannya berikut ini: bahwa puisi ini menceritakan seorang aristokrat, bangsawan, yang tinggal di pinggiran kota (tampak dari ungkapan whenever Richard Cory went down town), yang kaya-raya (bahkan lebih kaya dari seorang raja) dan gentleman sempurna. Pakaian mewah, sikapnya santun dan manusiawi humansaat bicara, bibirnya bergetar saat menyapa orang, mentereng (berkilauan) saat berjalan, dan terdidik dalam setiap kemuliaansehingga di mata orang-orang miskin ( on the pavement) RC adalah segalanya, yang punya segala kelibihanorang yang sangat mungkin diirikan. RC suka pergi ke kota, dan menyaksikan kepahitan hidup orang-orang miskin, kelas rendah yang jauh berbeda strata sosialnya dengan RC. Bagi RC kehidupan orang-orang miskin itu begitu mengerikan dan menyedot simpati bagi siapapun, termasuk RC. Tampaknya RC ingin berbuat sesuatu untuk membantu mereka. Sementara itu, RC sendiri juga merasa teralienasi secara psikologis dan sosial. Sehingga, ketika RC tak mampu menolong mereka, dan merasa berdosa, dia akhirnya menembak kepalanya pada sebuah malam musim panas yang lengang. Sebuah kematian tragis yang ironis Ironi Dalam sastra dikenal tiga jenis ironi: ironi verbal, ironi dramatik, dan ironi situasional. Perwujudan ketiga jenis ironi itu memang sebagaimana tercermin dalam istilahnya, namun hakikatnya sama-sama ironi, suatu kondisi yang mengandung kejanggalan oposisional antara harapan dan kenyataan, antara yang ada dan seharusnya ada, dan seterusnya. Adalah sebuah ironi jika di negeri makmur, gemah ripah loh jinawi, ada banyak manusia melarat.

Dalam puisi ini terdapat ironi situasi yang kental. Di kota besar, yang semestinya pusat segala kemewahan dan kegemerlapan, hiduplah orang-orang miskin ( on the pavement) dalam ketiadaan daging (without the meat) dan roti (cursed the bread)yang apa yang dikerjakan tak membuahkan hasil sepadan. Tiada harapan untuk masa depan yang cerah, mereka hanya menunggu (waited for the light) kualitas hidup yang membaik. Sementara itu, ada seorang aristokrat kaya rayaRichard Corygentleman seutuhnya (mulai ujung rambut sampi ujung kaki), yang sering pergi ke kota, menyaksikan kemelaratan dan ketertindasan sempurna. Betapa jauh jarak strata-sosial (kesenjangan) antara Richard Cory dan seluruh orang miskin yang mengaguminya bak seorang raja. Suatu kenyataan yang amat ironis.

Paradoks Paradoks adalah kondisi yang mencerminkan nuasa kesebalikan dari yang diharapkan. Orang dilarang menginjak rumput di taman, malah mereka dengan sengaj menginjak-injaknya. Di bungkus rokok selalu ada tulisan bahwa merokok sangat berbahaya bagi kesehatan, namun banyak sekali orang yang malah merokok. Di bioskop-bioskop tertulis Hanya khusus dewasa terhadap film tertentu, namun demikian banyak anak-anak seusia SMP yang menonton film itu. Kebanyakan orang ingin kaya, namun tidak sedikit bhiksu atau sufi yang malah minta agak miskin saja agar tidak terlalu terikat dengan keduniawian. Paradoks muncul ketika orang-orang miskin (on the pavement) itu berandai-andai menjadi Richard Cory: tampan, berpenampilan wah, kaya, dan sebagainya. Padahal, tanpa diketahui orang-orang miskin itu, Richard Cory sebenarnya malah merasa sangat miskinyakni miskin psikologis dan sosial. Bathinnya terbelenggu, pergaulannya sangat terbatas, seakan ada dinding tebal yang membuatnya tak mampu bersosialisasi dengan orang lain. RC teralienasi dalam segala kelebihannya, tanpa solidaritas dan pertemanan yang akrab sebagaimana yang dialami orang-orang miskin. Sapaan Good morning RC menunjukkan betapa dia ingin membaur dalam kehidupan yang dicekam kemelaratan harta tapi kaya dalam solidaritas dan pertemanan. Ambiguitas Ambiguitas atau keraguan adalah kondisi di mana seseorang berada dalam posisi dilematis, memilih A dan B yang dipenuhi kebimbangan. Pada taraf tertentu ambiguitas membuat seseorang berkarakter ganda, yang memungkinkan dia untuk bertindak akomodatif seperti falsafah bunglon. Namun, secara hakikat, seseorang yang ambigu akan sulit menentukan sesuatu sikap atau tindakan. Ambiguitas (keragu-raguan) tercermin dari betapa kelu lidah RC sekedar menyapa Good morning, kepada orang-orang miskin. Terbersit keragu-raguan, apakah dia acuh tak acuh atas nasib kelam orang-orang miskin, ataukah bertindak sesuatu untuk membantu mereka. Sementara itu, orang-orang miskin itu telanjur menaruh harapan akan memperoleh uluran tangan RC yang penuh kelebihan. we thought that he was everything to make us wish that we were in his place. Ketegangan (Tensi) Ketegangan atau tensi merupakan kondisi di mana seseorang mengalami ketegangan bathin dan/atau sosial. Dalam plot kondisi ini digambarkan sesaat menjelang klimaks dan menyongsong resolusi. Seorang karakter, karena dihimpit berbagai krisis, mengalami pergolakan bathin yang dahsyat. Di penghujung ketegangan ini lazimnya ada resolusi masalah yang dihadapinya.

Dalam puisi Richard Cory ironi situasi, kondisi paradoks, dan ambiguitas di atasyang dikondisikan lebih mencekam oleh kemelaratan dan kelaparan orang-orang miskin menyebabkan ketegangan bathin RC yang luar biasa. Dia merasa berdosa dan tertekan akibat ketakmampuannya memberikan perbantuan terhadap nasib orang-orang miskin yang menggelandang tanpa makanan layak. Dalam ketegangan itu dia sempat termenung dalam malam musim panas yang lengangsuatu kelengangan yang menyimbolkan ketersendiriannya dan kemiskinan-nya. Ketegangan bathin inilah yang akhirnya mendesaknya untuk pulang dan melunasi hidupnya alias bunuh diri. Epilog Demikian diskusi singkat tentang ironi, paradoks, ambiguitas, dan ketegangan dalam puisi Richard Cory. Sebagaimana tampak dalam diskusi di atas, puisi ini mengandung keempat unsur tersebut, di mana tiga unsur pertama secara simultan mengkondisikan munculnya unsur ke empat. Meski demikian, penulis mencatat bahwa tingkat intensitas masingmasing unsur tidaklah sama, sebagian kuat dan sebagian lain agak lemah. Sebagaimana riakriak air laut, puisi tersebut memiliki ritme khasnya sendiri, yang menciptakan sebuah harmoni dalam ritme-ritmenya Senin, 30 April 2012 Majas/ Gaya Bahasa Dalam Puisi (Bahasa Indonesia) 1. Personifikasi, yaitu gaya bahasa yang membuat suatu benda mati bertingkah seperti manusia atau bergerak. Contoh: Dalam alunan gelap malam Pucuk-pucuk teh mengeliat 2. Metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda yang mempunyai makna secara tersirat selain makna yang sebenarnya. Contoh: - Cemara pun gugur daun 3. Anafora, yaitu gaya bahasa yang menggunakan pengulangan kata secara berurutan. Contoh: - Tak ada salah kita naik ke atas 4. Hiperbola, yaitu gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dengan maksud untuk memperhebat, meningkatkab kesan, dan daya pengaruh. Contoh: - Pekik merdeka berkumandang di angkasa 5. Litotes, yaitu gaya bahasa yang mengecilkan atau mengurangi keadaan yang sebenarnya. Contoh: - Aku bukanlah manusia yang berada 6. Ironi, yaitu gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan makna yang bertentangan dengan untuk mengolok-olok. Contoh: - Bagus benar kelakuanmu, adikmu kau pukuli 7. Paradoks, yaitu gaya bahasa yang menyatakan 2 keadaan yang bertentangan. Contoh: - Aku merasa kepanasan di tempat yang dingin ini 8. Simile, yaitu gaya bahasa yang mengandung arti perumpamaan. Contoh: - Tidakkah pasak lebih besar daripada tiangnya

9. Klimaks, yaitu gaya bahasa yang mengandung arti berurutan. Contoh: - Anak kecil, remaja, orang tua, dan kakek nenek ikut bekerja 10. Antiklimaks, yaitu gaya bahasa yang mengandung arti tidak berurutan. Contoh: - Remaja, kakek nenek, maupun anak kecil pun ikut bekerja 11. Pars Pro Toto, yaitu gaya bahasa yang menyatakan makna sebagian dari keseluruhan. Contoh: - Sekitar 120 kepala mengikuti lomba 12. Totem Pro Parte, yaitu gaya bahasa yang menyatakan makna keseluruhan dari sebagian. Contoh: - Indonesia melawan Malaysia tadi malam seri 13. Metonimia, yaitu gaya bahasa yang hanya menyampai nama/ ciri benda saja. Contoh: - Pak Herman naik Lion pergi ke Jakarta Semoga bermanfaat! ^_ The Paradox of Sarah Kane

inShare digg
Ada beberapa yang percaya bahwa dunia kehilangan salah satu dramawan terbaik terlambat abad ke-20 ketika Sarah Kane bunuh diri pada tahun 1999. Karyanya yang dihasilkan reaksi ekstrem di kritikus dan penonton sama tapi banyak gagal untuk menghargai puisi murni menulis sampai terlambat. Ia dilahirkan di Essex, Inggris, pada 3 Februari 1971. Orangtuanya sama-sama wartawan dan penginjil yang taat - agama memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ayahnya menjadi area manager dari Daily Mirror untuk East Anglia, sementara ibunya menyerah bekerja untuk merawat Sarah dan adiknya. Dengan semua account, Kane adalah anak cerdas yang menikmati belajar, didukung Tuhan Manchester United FC dan dibicarakan secara terbuka. Namun, dalam tahun kemudian, ketika ia kehilangan imannya, ia menggambarkan dirinya sebagai remaja keyakinan penuh semangat ~-diisi, dilahirkan kembali gila. Sebagai seorang remaja, ia terlibat dengan kelompok-kelompok drama lokal dan diarahkan Chekhov dan Shakespeare sementara masih di sekolah - membolos pada satu titik untuk menjadi asisten sutradara dalam produksi di Soho Politeknik. Setelah mengambil A-level, dia melanjutkan ke Bristol University untuk mengambil gelar dalam drama, dengan semua niat menjadi aktris. Dia tampak di rumah di Teater dan sangat populer dengan sesama siswa, menikmati perusahaan mereka dengan penuh dan memanjakan diri dengan kehidupan sosial biasanya liar. Dia pergi clubbing, menikmati urusan dengan wanita dan menjadi pengagum besar drama Jacobean Howard Barker (sekali bertindak dalam dramanya, Victory?) - Berempati dengan pemandangan gelap tentang kehidupan dan cinta.

Sarah berdiri keluar sebagai aktris berbakat dan sutradara, tapi di suatu tempat di telepon, dia mulai kehilangan hati dengan panggilan diantisipasi dan mulai menulis sebagai gantinya. Karya besar pertama ia dihasilkan Sakit, Serangkaian tiga monolog yang dilakukan pada kerumunan pub di Edinburgh?. Potongan-potongan yang bersangkutan pemerkosaan, gangguan makan dan identitas seksual, dan pengiriman orang pertama dikatakan "mentah" dan "mengganggu". Dia lulus dengan pertama dari Bristol dan langsung pergi ke Birmingham University untuk bergabung dengan David Edgar MA saja penulisan drama, yang tidak disukainya tetapi diselesaikan demi ibunya. Diam-diam dia mulai menulis terkutuk, Sebuah bermain kompleks tentang kekerasan dari perspektif dari kedua korban dan pelaku?. Ketika pertama kali dilakukan pada akhir tahun menunjukkan siswa itu disaksikan oleh Mel Kenyon, yang benar-benar "kagum" dan kemudian menemukan sulit untuk mendapatkan bermain keluar dari pikirannya. Dia menulis kepada Kane dan mereka kemudian bertemu diLondon, di mana Kane setuju untuk Kenyon menjadi agennya. Mengecam? adalah tentang seorang wartawan tabloid setengah baya yang tampaknya menjadi sekarat dan mengundang anak retardasi curiga ke kamar hotelnya Leeds, meyakinkan bahwa ia hanya perlu sedikit penghiburan selama jam terakhir. Setelah terjebak ia melanjutkan memperkosa, merendahkan dan ejekan sebelum seorang tentara bersenjata tiba-tiba ledakan dan membuat kekacauan yang mengerikan, mengubah adegan ke medan perang Bosnia. Drama tersebut dibuka pada Januari 1995 di Royal Court lantai atas, menjadi karya teater paling kontroversial di lebih dari tiga puluh tahun. Kritikus surat kabar Inggris dalam elemen mereka, menggambarkannya sebagai "suatu pesta menjijikkan dari kotoran", sebuah karya "tanpa prestasi intelektual dan artistik" dan seperti "memiliki seluruh kepala Anda diselenggarakan dalam seember jeroan". Namun, dramawan mapan seperti Harold Pinter menyalakan tinjauan, mengatakan mereka mereka "keluar dari kedalaman" dan terkutuk itu? hanya terlalu rumit bagi mereka. Meskipun marah karena slating tersebut, Kane melanjutkan untuk menulis empat memainkan lebih dalam beberapa tahun. Dibersihkan? adalah tentang cinta, kematian dan kecanduan narkoba di sebuah kamp konsentrasi dan, seperti banyak karyanya, erat kuno pada insiden kehidupan nyata. Sedangkan Mengidam?, Tertulis di bawah nama samaran Marie Kelvedon, sekitar empat faksi kesadaran seorang individu dan secara umum diterima sebagai yang paling matang dia bermain sampai saat itu. Dia juga menulis mengerikan Love Phaedra itu? dan Skin, sebuah film pendek untuk Inggris Channel 4?. Sepanjang periode ini, ia berkeliling Eropa, memimpin lokakarya teater di siang hari dan menulis pada malam hari - menjadi cukup selebriti di Perancis dan Jerman. Walaupun ada sedikit keraguan bahwa Kane makhluk, sangat disukai manusia asli dan baik hati, depresi tidak pernah jauh dari permukaan dan dia berada di kali tidak mampu mengatasi dengan intensitas emosinya setelah menyelesaikan Mengidam?. Dia mengakui dirinya ke Maudsley Rumah Sakitdalam selatan London untuk waktu tetapi cukup pulih untuk menikmati kemenangan penting bermain nya - yang dibandingkan oleh beberapa orang untuk TS Eliot Wasteland itu?. Sayangnya, kebahagiaan berumur pendek dan depresi kembali. Pada Januari 1999, setelah menyelesaikan 4.48 Psikosis? (Disebut demikian karena itu adalah saat pagi hari ketika orang yang paling mungkin untuk bunuh diri), ia menelan 150 anti-depresi dan 50 pil tidur. Dia selamat karena suaminya datar menemukannya di waktu dan bergegas membawanya ke King College Rumah Sakit di London. Dua hari kemudian ia ditinggalkan sendirian selama 90 menit dan kemudian ditemukan tergantung dari tali sepatu di toilet terdekat. Dia adalah 28 tahun mengapresiasikan karya sastera, selain memahami isi dan bentuk, juga harus sampai pada menanggapi peeristiwa dan pelaku secara emotif dan merasakan serta menemukan keindahan bahasa pengarang. Salah satu cara pengarang mengekspresikan keindahan karangannya yaitu

dengan plastic bahasa. Plastic bahasa adalah kekuatan kata atau bahasa untuk membentuk gambaran di benak seseorang yang mendengar atau membaca kata-kata itu (Tjahyono, 1988). Salah satu yang membentuk pengarang dalam membentuk plastic bahasa yang kuat adalah gaya bahasa. Menurut HB Jassin, gaya bahasa adalah perihal memilih dan mempergunakan kata sesuai dengan isi yang mau disampaikan. Sedangkan menurut Nata Wijaya (1986:73), gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu, sehingga mempunyai efek tersendiri terhadap pemerhati (pembaca atau pendengar). B. Jenis Gaya Bahasa Secara garis besar, gaya bahasa dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: 1) Gaya bahasa perbandingan; 2) Gaya bahasa penegasan; 3) Gaya bahasa sindiran; 4) Gaya bahasa pertentangan; 1) Gaya bahasa perbandingan; Sesuai dengan namanya gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang berusaha membuat ungkapan dengan cara memperbandingkan suatu hal atau keadaan dengan hal atau keadaan yang lain. Ragam gaya bahasa perbandingan: a) Gaya bahasa personifikasi; Personifikasi adalah gaya bahasa yang menganggap benda-benda tak bernyawa mempunyai kegiatan, maksud dan nafsu seperti yang dimiliki manusia. Contoh: Anak panah melangkah mencari mangsa. b) Gaya bahasa metafora; Metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan secara langsung seustu hal atau keadaan dengan hal atau keadaan lain yang memiliki sifat, keadaan, atau perbuatan yang sama. Contoh: Dewi malam mulai memancarkan sinarnya (bulan) c) Gaya Bahasa Asosiasi Asosiasi perbandingan terhadap suatu benda yang sudah disebutkan sehingga menimbulkan asosiasi atau tanggapan dengan benda yang diperbandingkan itu, biasanya dinyatakan dengan kata bagai, seperti, laksana, bak, dan sebagainya. Contoh: Hidupnya seperti biduk kehilangan kemudi. d) Gaya Bahasa Metonimia Metonimia adalah gaya bahasa yang menyamakan sepatah kata atau nama yang memiliki hubungan dengan suatu benda lain yang merupakan merek perusahaan atau perdagangan. Atau menyatakan sesuatu langsung menyebut namanya. Contoh: Coba buka Gorys Keraf halaman 123 (buku karangan Gorys Keraf). e) Gaya Bahasa Simbolik Simbolik adalah gay bahasa yang menyamakan sepatah kata atau nama dengan kata atau nama benda lain.

Contoh: Orang-orang merebutkan kursi kepala desa yang kosong (jabatan) f) Gaya Bahasa Tropen Gaya Bahasa Tropen adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang tepat dan sejajar artinya dengan pengertian yang dimaksud. Contoh: Tadi padi temanku sudah terbang ke Sumatera. g) Gaya Bahasa Litotes Adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang berlawanan arti atau mengurangi kenyataan untuk merendahkan diri sebagai gaya pelembut untuk mempersopan yang kena kepada dirinya sendiri. Contoh: Singgahlah ke gubug kami! (padahal rumahnya seperti istana) h) Gaya Bahasa Eufemisme Eufemisme adalah gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata lain dari pengertian sebenarnya dengan maksud agar terdengar lebih sopan, agar jangan sampai melukai hati orang tersebut. Contoh: Maaf, saya mau ke belakang sebentar. (WC) i) Gaya Bahasa Hiperbola Adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu hal atau keadaaan secara berlebihan menggunakan kata-kata yang mengandung makna lebih hebat dari arti atau rasa yang sebenarnya. Contoh: Larinya secepat kilat. j) Gaya Bahasa Sinedose Gaya bahasa ini dibedakan menjadi dua macam: Sinekdose Pars Pro Toto, Yaitu gaya bahasa yang menyebutkan sebagian dari bagian hal tersebut namun yang dimaksud untuk keseluruhan. Contoh: Kalau ke pasar belilah tiga ekor ayam. Totem Pro Parte, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk sebagian, namun yang dimaksud untuk keseluruhan. Contoh: Desa itu diserah wabah flu burung. k) Gaya Bahasa Alusio Alusio adalah gaya bahasa yang memakai ungkapan, kiasan atau peribahasa yang sudah lazim dipakai orang. Contoh: Hidupnya seperti telur di ujung tanduk. l) Gaya Bahasa Antonomasia Antonomasia adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama orang dengan sebutan lain sesuai

dengan cirri fisik dirinya atau watak orang tersebut, atau menyatkan sesuatu dengan menggunakkan kata majemuk posesif. Contoh: Apa si Gendut sudah makan? m) Gaya Bahasa Perifrasis Gaya bahasa Alegori adalah gaya bahasa yang dipakai dalam rangkaian tuturan secara keseluruhan. Contoh: Si jago merah telah pergi, tinggal asap menyapu runtuhan di Pasar Minggu. 2) Gaya Bahasa penegasan; Gaya Bahasa Penegasan adalah gaya bahasa yang berusaha menekan pengertian suatu kata atau ungkapan. Gaya bahasa perbandingan ini dibagi menjadi: a. Gaya Bahasa Pleonasme Pleonasme adalah gaya bahasa yang menjelaskan sebuah kata yang sebenarnya tidak perlu dijelaskan lagi karena sudah jelas pengertiannya. Contoh: Mereka mundur ke belakang. b. Gaya Bahasa Paralelisme Paralelisme adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengn perulangan kata atau kelompok kata di depan atau di belakang. Contoh: Ia cantik, cerdas, penuh pengertian dan memiliki segalanya yang diperlukan oleh seorang lelaki. c. Gaya Bahasa Repetisi Repetisi adalah gaya bahasa yang mengulang sepatah kata atau kelompok kata beberapa kali dalam kalimat yang berbeda. Contoh: Bukan harta, bukan panngkat, bukan kecantikan, melainkan budi bahasalah yang menarik perhatian itu. d. Gaya Bahasa Tautologi Gaya Bahasa tautology adalah gaya bahasa yang mengulang sepatah kata atau sekelompok kata beberapa kali dalam sebuah kalimat. Contoh: Disuruhnya aku bersabar, bersabar dan terus bersabar. e. Gaya Bahasa Klimaks Gaya bahasa Klimaks menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin hebat atau makin memuncak. Contoh: Rakyat di kampong, di desa, di kota mengibarkan Sang saka. f. Gaya Bahasa Antiklimaks Antiklimaks adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin melemah artinya. Contoh:

Jangankan berdiri, duduk, bergerak pun aku tak bias. g. Gaya Bahasa Asindenton Yaitu gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan perincian tanpa kata sambung, atau menyatakaan beberapa hal berturut-turut tanpa memakai kata-kata penghubung. Contoh: Coba ambilkan bantal, selimut, untuk tamu kita. h. Gaya Bahasa Polisindenton Gaya Bahasa Polisindenton adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan, memakai kata penghubung/ kata sambung yang sama. Contoh: Setelah makan dan berpakaian dan mengisaap rokok sebatang barulah ia pergi. i. Gaya Bahasa Enumerasi Gaya bahasa ini dipakai untuk menyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian supaya jelas. Contoh: Kau tak tahu siapa aku sebenarnya. Saya seseorang yang hina, yang diusir keluarga, yang tidak mempunyai alamat pasti. j. Gaya Bahasa Interupsi Ialah gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau bagian kalimat sisipan di antara kalimat pokok, dengan maksud menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut. Contoh: Ia-suami yang dicintainya- gugur dalam pertempuran. k. Gaya Bahasa Retoris Gaya Bahasa Retoris yang menggunakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban. Contoh: Mana mungkin orang mati hidup kembali. l. Gaya Bahasa Koreksio Koreksio adalah gaya bahasa yag berisi pembentukan apa yang diucapkan yang salah sebelumnya, baik disengaja maiupun tidak disengaja. Contoh: Dia sakit ingatan, eh maaf, dia sakit demam. m. Gaya Bahasa Eksklamasio Adalah gaya bahasa yang memaki kata-kata seru tiruan bunyi untuk menegaskan maksud. Contoh: Aduhai, indahnya pemandangan ini. n. Gaya Bahasa Elipsi Gaya bahasa ini yang menghilangkan satu unsure atau beberapa unsure kalimat, mungkin subyek, predikat, atau keterangan jadi gaya bahasa ini mempergunakan bentuk kalimat elips supaya penegasan jatuh pada kata-kata sisa yang disebutkan. Contoh: Rasain bekas tanganku! Mencuri lagi? 3) Gaya Bahasa sindiran; Gaya Bahasa Sindiran adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyindir orang lain, dari

sindiran halus sampai pada sindiran kasar sebagai ungkapan perasaan tak senang atau marah. Gaya Bahasa Sindiran dibedakan menjadi tiga macam: a) Gaya Bahasa Ironi Dalam ironi dipakai kata-kata yang berlawanan dengan maksud sebenarnya. Contoh: Cepat benar kau pulang, masih jam dua malam. b) Gaya Bahasa Sinisme Hamper mirip dengan ironi, tetapi kata-kata yang dipergunakan sudah terdengar agak kasar. Contoh: Mual perutku melihat tampangmu. c) Gaya Bahasa sarkasme Merupakan gaya bahasa sindiran yang paling kasar. Contoh: Bangsat, berani benar kau menantangku! 4) Gaya Bahasa pertentangan; Gaya bahasa pertentangan adalah gaya bahasa yang diungkapkan dengan jalan mempertentangkan suatu hal atau keadaan. Ragam gaya bahasa pertentangan: a) Gaya Bahasa Paradoks Paradox adalah gaya bahasa yang terlihat seolah-olah ada pertentangan. Contoh: Di malam yang ramai ini, dia merasa kesepian. b) Gaya Bahasa Kontradiksi in Terminis Ialah gaya bahasa yang berisi ungkapan yang bertentangan dengan apa yang disebutkkan sebelumnya. Contoh: Tahun ini semua anak naik kelas, kecuali Badru. c) Gaya Bahasa Antitesis Antithesis adalah gaya bahasa pertentangan yang mempergunakan paduan kata yang berlawanan arti. Contoh: Tua-muda, besar-kecil, lelaki-perempuan, berkumpul di tanah lapang ini. D I P O S K A N O L E H A RT I K EL K I TA D I 0 6 . 2 4 T I D A K A D A K O M E N TA R :

PENDEKATAN DALAM APRESIASI PROSA FIKSI

Pendekatan apresiasi yang digunakan pembaca pada waktu mengapresiasi sastera lebih banyak ditentukan oleh : 1) Tujuan dan apa yang akan diapresiasi lewat teks sastera yang dibacanya, 2) Kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan bagaimana, dan 3) Landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi. Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, dapat digunakan beberapa pendekatan, yakni: o Pendekatan parafrastis, o Pendekatan emotif, o Pendekatan analitis, o Pendekatan historis, o Pendekatan sosiopsikologis, dan o Pendekatan didaktis. Pendekatan parafratis adalah strategi pemahaman kandungan karya sastera dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang dismpaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang berbeda digunakan pengarangnya. Pendekatan emotif dalam mengapresiasi sastera adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsure-unsur yang merangsang emosi atau perasaan pembaca. Rangsangan emosi itu dapat berupa keindahan bentuk maupun emosi yang berhubungan dengan isi gagasan, alur, atau penokohan. Pendekatan analitis adalah pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan dan mengimajinasikan ide-idenya, sikap pengarang, elemen intringsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen instringsik itu sehingga mampu membangunn adanya keselarasan dan kesatuan dalam membangun totalitas bentuk dan totalitas makna. Pendekatan historis adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biography pengarang, latar belakang, peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa-masa terwujudnya karya sastera yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastera sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman. Pendekatan sosiopsikologis adalah pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan social budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya pada saat cipta sastera diwujudkan. Pendekatan didaktis adalah pendekatan yang berusahaa menemukan dan memahami gagasan,

tanggapan evaluative maupun sikap pengarang terhadaap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.* MAKNA WAKTU DALAM PUISI TANGGA KARYA SUTAN IWAN SOEKRI MUNAF This article is published at Prasasti Journal of FBS UNESA-faculty of language and arts of Surabaya State University. Abstract Poem as one of the form of literary works also exposes a power within its rhyme and sentences. From that standpoint, the writer puts her interest on Tangga, where she thinks this poem inserts the meaning of time. To be able to reveal the meaning of time that she thinks the poem is talking about, she uses New Criticism. This idea inserts a paradox and an irony which are explicitly stated in the semantic and syntactic rules. Tangga uses repetition of its rhymes where it gives a semantic effect towards its reader. Also Tangga applies some syntactic rules where it exposes a certain capitalized letters, the use of comma, and phrases to emphasize certain phrase (s) or word (s) that the author is aiming at. Those ideas give a deep meaning towards the sentences used in the poem. Moreover the sentences themselves in Tangga are of paradox and ironic semantically. Pendahuluan Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra juga mempunyai kekuatan bahasa yang ternyatakan dalam rangkuman susunan katanya (Pradopo, 2002:3). Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Luxemburg yang mengatakan puisi menarik perhatian pembaca dikarenakan susunan kata-kata yang terdapat didalamnya mengandung unsur-unsur tema, setting, dan waktu seperti halnya yang terdapat dalam teks drama. Selain itu rangkuman kata-kata yang terdapat dalam puisi tidak sampai ke tepi kertas sehingga menarik pembaca untuk menelaah lebih lanjut(1984:175). Penelahaan itu muncul dari kata-kata yang terdapat dalam puisi yang memang lain bila dibandingkan dengan kata-kata yang terdapat dalam teks drama atau novel. Tentang kata-kata yang terdapat dalam puisi, Fanani menyatakan bahwa pilihan kata tersebut adalah unsur esensial karena kata merupakan tempat utama untuk penyair mengekspresikan keinginannya(2000:100). Teks puisi tidak akan secara jelas mengatakan detail penggambaran tentang sesuatu tetapi lebih mengarah pada unsur penafsiran. Puisi Tangga yang akan di bahas berikut juga tidak secara jelas mengatakan makna waktu, tetapi seperti halnya teks puisi yang lain tentunya dalam kata-kata yang digunakan terdapat unsur-unsur tema seperti yang terdapat dalam teks drama atau novel. Penulis akan mencoba menganalisa melalui pendekatan New Criticism dimana pendekatan ini menekankan pada keterkaitan sintaksis dan semantik teks dan juga terdapatnya unsur paradoks dan ironi di dalam puisi(1984:52-53). Kutipan tersebut sejalan dengan pendapat Rowe yang mengatakan bahwa struktur karya sastra di dapat dari system negasi pada domain yang dijalankan (1995:33). Maksudnya adalah karya sastra mengarah pada verbal khusus dimana pola berpikir adalah renungan yang keluar dan menjadi obyek sastra. Oleh karena itu, New Criticism sangat memfasilitasi kesempatan menggunakan kritik sastra melalui penafsiran struktur kalimat dalam sebuah karya sastra. Sedangkan paradoks adalah the very nature of poetic language, yaitu alamiahnya bahasa puisi (Selden, 1988:290). Karena sebuah puisi adalah pola keseluruhan yang dapat menggabungkan unsure tenggang dan kontradiksi dari sebuah pengalaman. Dalam puisi juga terdapat verbal icons yaitu ambiguity, ironi, dan unsure ketegangan yang kesenuanya tidak berdampak pada kekacauan struktur kalimat atau gangguan pada kalimat tetapi verbal icons tadi malah menjadikan unsure keharmonisan dalam suatu puisi. Dengan menggunakan keterkaitan antara semantik dan sintaksis juga unsur paradoks dan ironi, penulis mencoba

menjelaskan makna waktu yang terdapat dalam puisi Tangga tersebut. Pembahasan Semantik dalam puisi bukanlah kalimat tetapi berupa larik sajak(ibid:185) dan mengenai sintaksis adalah adanya penonjolan kata-kata atau pengulangan-pengulangan ungkapanungkapan sehingga memunculkan efek semantik(ibid:193). Dari kutipan di atas terlihat bahwa semantik dan sintaksis dalam puisi merupakan kesatuan yang utuh karena dengan adanya pengulangan atau penonjolan kata atau ungkapan dalam kalimat maka efek semantik akan terlihat dengan jelas. Sesuai dengan penjelasan tentang semantik di dalam puisi yang mengataakan bahwa semantik bukanlah berupa kalimat tetapi berupa larik sajak. Tentang paradoks dan ironi yang terdapat di dalam puisi, penjelasan yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut bahwa paradoks adalah cara baru menempatkan kenyataan yang sudah biasa dalam suatu cahaya baru(1984:53). Sedangkan ironi dalam puisi terkait secara tidak langsung dalam penggambaran kenyataan yang berbeda dengan kenyataan yang diharapkan. Sesuai dengan penjelasan yang telah disebutkan di atas terlihat bahwa puisi ini juga menerapkan pengulangan-pengulangan seperti terlihat dalam cuplikan larik yang terdapat pada baris pertama sebagai berikut: /Bulan perak di langit gelap. Mampir/ lalu di ulang lagi pada baris ke sembilan yaitu: /Bulan perak di langit gelap. Berlayar/. Keduanya menyampaikan pesan yang berbeda walaupun menggunakan pengulangan kata yang hampir sama. Pada cuplikan yang pertama menyatakan bahwa bulan baru saja muncul di langit yang gelap yang ditandai dengan kata /Mampir/, lalu sebentar kemudian bulan akan segera menghilang dari langit gelap yang ditandai dengan kata /Berlayar/. Dua penjelasan yang berbeda ini menandai adanya waktu. Bulan adalah perlambang malam dan kemunculan bulan di malam hari untuk menerangi kegelapan yang tidak berlangsung lama, lalu segera bulan akan menghilang. Pada baris ke lima dan ke enam terlihat ironi yang kuat yaitu pada larik sajak berikut: /Lihatlah, aku buat tangga menjulang/, /Aku naik anak tangga demi anak tangga. Kau/, /Masih terlalu jauh. Langit menyembunyikanmu/, /Dari sini/. Baris sebelumnya yang tersebut di atas menandakan upaya yang dilakukan aku lirik untuk mencapai bulan agar dapat mengendarainya menuju ke suatu tempat. Tetapi setelah menaiki banyak anak tangga bulan tidak juga tercapai karena langit ternyata terlalu tinggi dan cahaya bulan lama-lama menghilang yang dinyatakan dalam kalimat langit menyembunyikanmu dari sini. Kutipan di atas juga menandakan adanya unsur waktu. Sebagaimana upaya yang dilakukan aku lirik untuk mencapai bulan karena dirasakan bulan berada dalam jarak jangkauan yang mudah di capai ternyata kenyataan yang dihadapi bulan jauh berada di atas langit. Sesuai dengan penjelasan tersebut, penulis menemukan kesamaan penafsiran maknanya dengan unsur waktu; yaitu bahwa waktu yang dipunyai seseorang akan dirasakan masih cukup panjang untuk melaksanakan cita-cita atau untuk mewujudkan impian yang dimiliki. Ternyata, batas waktu yang sesungguhnya dia miliki tidaklah sepanjang yang dia perkirakan. Kenyataan yang berbeda dengan harapan yang diimpikan adalah sebuah ironi. Lalu baris ke sepuluh dan seterusnya terlihat sedikit menyiratkan paradoks seperti yang terdapat dalam kutipan berikut: /Di samudera angkasa. Menyampaikan salam perpisahan/, /Dan kembali esok malam menangkap wajahku/, /Barangkali!/. Kutipan tersebut menandakan adanya hal yang bertolakbelakang yaitu saat aku lirik merasa yakin bahwa esok malam bulan akan muncul dan menampakkan sinarnya lagi. Lalu bulan akan menyapa si aku lirik dan memunculkan harapan untuk dapat diraih kembali dengan cara yang sama yaitu menaiki anak tangga. Tetapi kalimat yang berbeda dimunculkan si aku lirik dengan pernyataan akan sesuatu yang tidak pasti yaitu: Barangkali!. Tentu saja pernyataan tersebut menandakan bahwa aku lirik tidak yakin kalau bulan akan datang esok malam dan memberinya harapan lagi, dimana pada larik baris sebelumnya aku lirik menyatakan bahwa bulan akan datang esok malam dan memberinya harapan lagi untuk dapat di capai. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa makna waktu kembali dimunculkan bersamaan dengan keyakinan aku lirik bahwa bulan akan kembali

esok malam dengan pernyataan dalam kalimat sebagai berikut: Dan kembali esok malam menangkap wajahku. Pernyataan tersebut menandakan bahwa aku lirik yakin bulan akan datang lagi sesuai dengan jadwal kedatangan waktunya, yaitu bahwa waktu akan terus berputar kembali ke arah jarum jam setelah berputar dari angka 1 sampai angka 12, bahwa setelah malam menjelang akan muncul siang lalu menjadi gelap lagi. Dan di saat itulah tugas siang berakhir dan digantikan oleh malam. Tetapi aku lirik kembali tidak yakin kalau bulan akan menepati kemunculan sinarnya dengan pernyataan kalimat seperti ini: Barangkali!. Pernyataan barangkali tersebut berarti suatu ketidakpastian atau keraguan yang ada pada diri si aku lirik. Aku lirik ragu akan sinar bulan di malam hari yang mana sesuai dengan kenyataan waktu malam bahwa bulan akan muncul menggantikan sinar matahari di siang hari. Sejalan dengan kenyataan waktu, bahwa dia, dalam hal ini adalah kemunculan bulan adalah hal yang tidak pasti. Terserah dari sudut pandang mana pun seseorang melihatnya. Bulan tidak akan muncul di malam hari mungkin saja terjadi bilamana musim yang berputar adalah musim hujan atau salju. Bulan muncul setiap malam bisa saja terjadi bilamana musim yang berputar adalah musim panas atau kemarau. Sama dengan pemaknaan waktu. Seseorang merasa dia mempunyai banyak waktu untuk mencapai apa yang sudah dan akan direncanakan. Dia begitu yakin akan waktu yang dipunyainya seyakin aku lirik tentang kemunculan bulan di malam hari dalam puisi diatas. Tetapi kemudian terjadi paradoks, bahwa bulan mungkin tidak akan muncul di malam hari dengan adanya kata Barangkali! Dalam bait ke sepuluh. Begitu juga dengan keadaan seseorang, cita-cita yang di damba sejak kecil akan terhapus begitu saja bilamana waktu yang dimilikinya dalam kelangsungan hidupnya ternyata tidak kekal atau selamanya. Waktu akan terasa lama dan sangat menyiksa ataupun terasa kejam bilamana seseorang menyia-nyiakan kesempatan atau teraniaya olehnya. Keadaan yang sama juga dirasakan oleh aku lirik, dimana ia merasa bisa menggapai bulan ternyata jalan menuju ke bulan tidak pendek tetapi sangat panjang dan jauh. Aku lirik merasa tersiksa oleh panjangnya anak tangga yang harus dilalui untuk mencapai bulan. Seseorang bisa merasa teraniaya oleh waktu karena lamanya penantian yang harus dijalani atau panjangnya usaha yang harus dijalankan sehingga hasil yang dirasa akan mudah dicapai ternyata tidak segampang yang dibayangkan. Waktu pun akan terasa tidak adil bilamana seseorang yang telah berusaha mendapatkan suatu impian ternyata harus kecewa dengan kesempatan yang disediakan waktu untuknya. Sama dengan keraguan yang dipunyai aku lirik akan kedatangan bulan dimalam berikutnya. Aku lirik tidak yakin bahwa bulan yang terlihat di langit pada malam hari akan terlihat lagi esok malam. Begitu juga dengan waktu yang dipunyai seseorang. Dia merasa dia akan mendapatkan kesempatan yang sama lagi untuk mencapai impiannya ternyata waktu yang didambakannya kemungkinan tidak datang masih terbuka. Puisi Tangga di atas ternyata mempunyai makna waktu yang begitu dalam sehingga terlihat pada pengulangan kata yang terdapat pada baris pertama dan ke sembilan. Lalu kemunculan bulan yang dinantikan oleh aku lirik untuk digunakan sebagai kesempatan mencapai sesuatu yang diidamkan ternyata dalam kenyataan yang terdapat dalam puisi tersebut, bulan ternyata tidak mudah di raih. Padahal bulan itulah yang di damba oleh aku lirik sebagai alat untuk mencapai cita-cita yang diidamkannya. Kemudian aku lirik merasa tidak yakin kalau bulan akan datang lagi esok malam dan menampakkan sinar peraknya sehingga aku lirik mendapatkan harapan baru lagi. Penjelasan dari kutipan diatas tersebut sesuai dengan kenyataan waktu yang terlihat tidak sama dengan penampakannya. Sesungguhnya waktu sendiri adalah sesuatu yang tidak mungkin dicapai, tidak bisa di nanti kepastiannya. Waktu datang dan pergi sesuai dengan kemauan waktu sendiri dan tidak seorang pun yang dapat mencegahnya ataupun memastikan kedatangannya. Penafsiran waktu dalam pusiis tersebut sesuai dengan tema yang terdapat dalam puisi Tangga karya Sutan Iwan Soekri Munaf Kesimpulan Sejalan dengan penjelasan di atas maka puisi Tangga karya Sutan Iwan Soekri Munaf

mempunyai tema waktu. Tema waktu muncul dalam bentuk pengulangan kata bulan di tiap baitnya. Puisi tersebut mengandung unsure paradoks dan ironi yang merupakan unsure kuat dalam pendekatan New Criticism. Dua unsure tadi semakin menguatkan makna waktu seperti yang telah ditafsirkan penulis. Yaitu di saat aku lirik ingin mencapai bulan dengan menaiki anak tangga ternyata anak tangga yang dinaiki oleh aku lirik tidak pendek dan singkat melainkan panjang dan lama. Sejalan dengan makna waktu, yang kadang dirasakan pendek ternyata lama, dan yang dirasakan lama ternyata pendek. Contohnya lama seorang siswa SMP untuk dapat melanjutkan ke jenjang SMA adalah 3 tahun. Waktu 3 tahun adalah waktu yang lama untuk seorang siswa SMP menyelesaikan studinya sebelum ia melanjutkan studinya ke jenjang SMA. Tetapi begitu ia memasuki jenjang SMA, ia akan merasa waktu 3 tahun tidaklah panjang karena ia sudah berada di jenjang SMA. Jikalau siswa tersebut menyia-nyiakan waktunya di SMP sehingga ia gagal menempuh jenjang SMA maka ia akan merasa waktu begitu cepat. Selain unsure ironi, New Criticism juga mengandung unsure aradoks didalamnya. Baik unusr ironi dan paradoks dapat tersusun saling mendahului, mungkin ironi terlihat lebih dulu kemudian unsure paradoks. Atau unsure paradoks terlihat lebih dulu baru kemudian unsure ironi. Tetapi yang utama adalah dua unsure tersebut yaitu paradoks dan ironi sama-sama terlihat dalam satu rangkain cerita. Unsur paradoks dalam puisi di atas tersurat dalam keraguan aku lirik akan kemunculan bulan di malam hari. Sebelumnya aklu lirik begitu yakin bahwa bulan akan muncul setiap malam dan memberikan sinar peraknya untuk dunia tetapi aku lirik merasa tidak yakin dengan mengatakan Barangkali! di akhir kalimatnya yang begitu meyakini kehadiran bulan di malam berikutnya. Sesuai dengan penafsiran waktu yang dipunyai seseorang, yang begitu yakin dia akan terus merencanakan sesuatu tetapi adanya kalanya rencana itu gagal diraih. Atau seseorang yang merasa waktunya hidup di dunia begitu panjang ternyata waktunya tidak panjang. Atau seseorang yang merasa tidak akan mati dan akan terus berada di dunia sesuai dengan keinginan dan rencananya, ada kalanya semua impian dan rencananya tidak berhasil dan dia mati. Sehingga tema puisi Tangga akan sama dengan penafsiran waktu. Karena puisi tersebut mengdung unsure paradoks dan ironi dalam kalimatnya. Serta mengalami pengulanganpengulangan kata dan kalimat dalam bait-baitnya sehingga semakin menguatkan makna waktu seperti yang ditafsirkan penulis. DAFTAR PUSTAKA Fanani, Zaenal 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta University Press Luxemburg, Jan Val et.al 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Diindonesiakan oleh Dick Hartoko. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Lentriccin, Frank & McLaughlin, Thomas. 1995. Critical Terms for Literary Study. Chicago: The University of Chicago Press Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Selden, Raman (ed.). 1988. The Theory of Criticism. From Plato to The Present. New York: Longman Inc. Puisi Tangga Bulan perak di langit gelap. Mampir Saat menangkap sorot mata jernih. Tubuh pun menjadi transparan dan kau semakin jauh bergerak. Kendara waktu mengantarkan rindu ke tempatmu

datang. Lihatlah aku buat tangga menjulang Aku naik anak tangga demi anak tangga. Kau Masih terlalu jauh. Langit menyembunyikanmu Dari sini Bulan perak di langit gelap. Berlayar Di samudera angkasa. Menyampaikan salam perpisahan Dan kembali esok malam menangkap wajahku. Barangkali! Bandung, 7 Oktober 198 NODA HITAM (puisi)

Tuk apa q simpan,Cerita dan kenangan , Setajam duri mawar,Menusuk hingga ke tulang, Sebelum q patahkan,darah tak pernah lelah, terus mengucur deras,ku lawan semua perih q, selamanya q angakat jari tangan q,q lepas dari hidup q q teguk sebotol wiski dan q habiskan lagi kerasnya kehidupan,sakitnya penghianatan rendanya pemahaman,perihnya penghinaan, mereka

Perjelanan ini terasa jauh dan menyakitkn Terendam darah dan air mata Kita semua manusia yang jauh dari ksempurnaan Kita adalah tulis kcil dimata mereka racun yang sangt mematikan dalam sombongnya kehidupan Rajapun jatuh cinta,dengan pelacur jalanan Bukan sebuah harapan,bukan berarti murahan Karena kita semua, Manusia

Unsur-Unsur Puisi Unsur-unsur puisi meliputi struktur fisik dan struktur batin puisi

Struktur Fisik Puisi Struktur fisik puisi terdiri dari: Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Imaji.yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll. Gaya Bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte hingga paradox. Rima/Irama adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup: 1. Onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), 2. Bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya 3. Pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi. Struktur Batin Puisi

Struktur batin puisi terdiri dari Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya. Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll. Amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca

Anda mungkin juga menyukai