Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN

PBL & COMPLEX INSTRUCTION


COVER

Disusun Oleh:
1. .
2. .
3. .
4. Mahani Nur Aini (15802241028)
5. .

PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan belajar sebagai pokok dari proses pendidikan di sekolah, harus dilaksanakan
dalam lingkungan dan suasana yang menarik, sehingga siswa termotivasi dan bersungguh-
sungguh untuk melakukan kegiatan belajar. Guru yang mampu melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap proses pembelajaran, khususnya yang berkenaan dengan penciptaan
suasana belajar yang menyenangkan serta sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, berarti
telah berupaya membantu siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan optimal.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh adalah menggunakan model pembelajaran yang
mampu menarik minat dan keaktifan siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat, tidak hanya mempertimbangkan tujuan
pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan keaktifan, potensi dan tingkat
perkembangan siswa yang beragam, serta bagaimana memotivasi siswa. Oleh karena itu,
guru dituntut untuk mempunyai kreativitas yang tinggi dalam menggunakan model
pembelajaran untuk menunjang tercapainya proses belajar mengajar.

B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
C. Tujuan
1.
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Problem Based Learning ( PBL )


Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam
kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapat pengetahuan yang
penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya
menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi
tantangan yang nanti diperlukan dalam karir dan kehidupan sehari-hari.
Pengertian PBL menurut beberapa ahli, antara lain:
Menurut Duch, Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan
masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995).
Menurut Dr. Howard Barrows dan Ann Kelson dari Southern Illinois University School
of Medicine adalah suatu kurikulum yang telah didesain khusus dan dipilih untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, strategi
self-directed learning, dan kemampuan bekerja bersama tim.

B. Ciri-ciri Problem Based Learning (PBL)


Menurut Arends pengembangan pengajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan
dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk
siswa.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran
tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah-masalah yang diselidiki telah dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak
mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukann penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
d. Menghasilkan produk dan memamerkannya
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu
dalam karya nyata. Produk tersebut bisa berupa laporan, model fisik, video maupun
program komputer. Dalam pembelajaran kalor, produk yang dihasilkan adalah berupa
laporan.
e. Kolaborasi dan kerja sama
Pembelajaran bersdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan
yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Sedangkan, menurut Stepien, W.J. dan Gallagher, S.A., 1993. dan Barrows, H., 1985) adalah
sebagai berikut :
a. Berlandaskan pada problem untuk menjalankan kurikulum masalah yang diajukan tidak
untuk mengukur kemampuan, namun lebih tepat sebagai pengembangan kemampuan.
b. Masalah yang diberikan tidak mengarah pada satu jawaban. Dengan mengidentifikan
masalah tersebut, siswa akan mendapatkan informasi baru untuk memudahkan pencarian
solusi yang tepat.
c. Siswa yang menyelesaikan masalah guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator.
d. Siswa hanya diberikan panduan tentang pendekatan masalah tidak ada satu formula
pendekatan masalah khusus yang diberikan pada siswa.
e. Penilaian dilakukan melalui performance siswa dalam pengerjaan tugas.
C. Langkah-Langkah Proses Problem Based Learning (PBL)
Problem Based Learning (PBL) akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat
yang diperlukan. Pemelajar pun harus harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk
kelompokkelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses yang dikenal dengan
proses tujuh langkah:
1. Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas
Memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam
masalah. Langkah pertama ini dapat dikatakan tahap yang membuat setiap peserta
berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam
masalah.
2. Merumuskan masalah
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang
terjadi di antara fenomena itu.
3. Menganalisis masalah
Anggota mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang
masalah. Terjadi diskusi yang membahas informasi faktual (yang tercantum pada masalah),
dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota. Brainstorming (curah gagasan)
dilakukan dalam tahap ini.
4. Menata gagasan secara sistematis dan menganalisis
Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian
dikelompokkan; mana yang paling menunjang, mana yang bertentangan, dan sebagainya.
Analisis adalah upaya memilahmemilah sesuatu menjadi bagian-bagian yang
membentuknya.
5. Memformulasikan tujuan pembelajaran
Kelompok dapat merumuskan tujuan pembelajaran karena kelompok sudah tahu
pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Tujuan
pembelajaran akan dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat
6. Mencari informasi tambahan dari sumber lain
Saat ini kelompok sudah tahu informasi apa yang tidak dimiliki, dan sudah punya tujuan
pembelajaran. Kini saatnya mereka harus mencari informasi tambahan itu, dan menemukan
kemana hendak dicarinya.
7. Mensistesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru dan membuat laporan.

D. Kelebihan Problem Based Learning (PBL)


Pembelajaran Problem Based Learning atau berdasarkan masalah memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan model pembelajaran yang lainnya, di antaranya sebagai berikut:
Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa
Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana menstansfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata
pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara
berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari
guru atau dari buku-buku saja.
Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa
Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru
Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa yang mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
E. Kekurangan Problem Based Learning (PBL)
Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, model pembelajaran Problem Based Learning
juga memiliki beberapa kekurangan dalam penerapannya. Kelemahan tersebut diantaranya:
Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba
Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning membutuhkan cukup
waktu untuk persiapan
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
F. Complex Instruction
Metode pembelajaran kooperatif lainnya yang didasarkan pada mencari keterangan dan
investigasi disebut Complex Instruction (Cohen, 1986). Bentuk yang paling banyak digunakan dari
pendekatan ini adalah sebuah program yang disebut Finding Out/ Descubrimiento, sebuah program
berorientasi penemuan untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Ilmiah di sekolah dasar yang
dikembangkan oleh Edward DeAvila dan Elizabeth Cohen. Metode ini, menggunakan kelas dwi
bahasa khusus, yang melibatkan para siswa dalam kelompok kecil, diberikan kegiatan-kegiatan
ilmiah yang diarahkan pada penemuan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah. Para siswa boleh
bekerja sama mengerjakan eksperimen untuk menemukan prinsip-prinsip magnetisma, suara,
cahaya, dan sebagainya. Materi-materi untuk program Finding Out-Descubrimient tersedia dalam
bahasa Inggris dan Spanyol, supaya siswa yang menguasai satu bahasa atau dua bahasa dapat
bekerja sama secara kooperatif. Sebagai tambahan terhadap pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Ilmiah, para siswa dalam Finding Out-Descubrimient mengaplikasikan kemampuan matematika
dalam situasi kehidupan nyata dan terlibat dalam diskusi yang terfokus yang dapat membantu
mengembangkan kemampuan bahasa Inggris untuk anak yang berbahasa Inggris terbatas.
Model pembelajaran kooperatif tipe complex instruction menggunakan Pre-test yang
diberikan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen dan kontrol. Setelah
pre-test dilakukan selanjutnya memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe complex instruction dan untuk kelas kontrol
tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe complex instruction tetapi menggunakan
model pembelajaran berbasis proyek.
G. langkah-langkah Penerapan Complex Instruction
Awalnya guru masuk ke dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol sesuai jadwal yang ada.
Sebelum guru melakukan perlakuan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol terlebih dahulu
guru melakukan kegiatan eksplorasi sesuai dengan kegiatan di RPP. Setelah kegiatan eksplorasi
barulah guru memberikan soal pre-test kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pre-test ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat awal kemampuan siswa sebelum masuk ke
proses belajar mengajar.
Setelah pre-test dilakukan, maka selanjutnya adalah memberikan perlakuan kepada siswa
di kedua kelas, yang mana kelas yang satu (kelas eksperimen) menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe complex instruction dan kelas kontrol diberi perlakuan menggunakan model
pembelajaran berbasis proyek. Dalam memberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen, peneliti
memberikan model pembelajaran kooperatif tipe complex instruction kepada siswa sesuai dengan
langkah-langkah yang telah dijelaskan dalam teori, yaitu: guru menyiapkan materi pembelajaran,
guru membagi kelompok, guru menjelaskan materi secara singkat, siswa mulai diskusi kelompok,
siswa melakukan presentasi di depan kelas, dan evaluasi (Warsono, 2012: 209). Selain guru
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe complex instruction, guru pun melakukan
observasi terhadap siswa saat proses belajar mengajar berlangsung di dalam kelas.
Untuk perlakuan di kelas kontrol guru menerapakn model pembelajaran berbasis proyek.
Langkah-langkah dari model pembelajaran berbasis proyek itu sendiri adalah membentuk
kelompok diskusi, membuat desain rencana proyek, membuat jadwal pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, selama siswa bekerja dalam kelompoknya guru memantau kegiatan tiap kelompok,
setelah selesai berdiskusi setiap kelompok ditunjuk untuk maju ke depan atau yang mewakili
kelompok untuk mempresentasikan hasil tugas kelompoknya, kemudian kelompok lain
menanggapinya diskusi hasil kerja kelompoknya, dan menilai hasil kerja siswa (Sutirman, 2013:
46).
Kemudian setelah memberikan perlakuan selesai, maka langkah selanjutnya adalah
memberikan tes akhir (post-test) kepada siswa. Post-test ini diberikan untuk mengetahui
kemampuan hasil belajar siswa dikelas eksperimen dan kelas kontrol setelah mendapat perlakuan.
Post-test diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Anda mungkin juga menyukai