Anda di halaman 1dari 41

SRATEGI PEMBELAJARAN FISIKA

“ MODEL MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF”

Oleh kelompok :

Diah Hasna Azzhara 22033014

Rizkina Putri Akmalia 22033039

Putri Fatika Daulay 22033034

Muhamad Andika Satria Syah 22033093

Muhammad Dwiki Fillah 20033020

DOSEN PENGAMPU :

Prof. Dr. Desnina, M.Si

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
A. Problem-Based Learning (PBL)

Problem based learning (PBL) adalah model pembelajaran yang melibatkan


keaktifan peserta didik untuk selalu berpikir kritis dan selalu terampil dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Semakin aktif peserta didik memanfaatkan
keterampilan berpikirnya, semakin besar peluang masalah untuk diselesaikan.

Menurut Duch (1995) dalam Aris Shoimin (2014:130) mengemukakan bahwa


Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah adalah model
pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para
peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta
memperoleh pengetahuan.

Finkle and Torp (1995) dalam Aris Shoimin (2014:130) menyatakan bahwa
Problem Based Learning merupakan pengembangan kurikulum dan sistem
pengajaran yang mengembangkan secara stimulan strategi pemecahan masalah dan
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik
dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur
dengan baik.

Dan sedangkan menurut Kamdi (2007:77) berpendapat bahwa Model Problem


Based Learning diartikan sebagai sebuah model pembelajaran yang di dalamnya
melibatkan siswa untuk berusaha memecahkan masalah dengan melalui beberapa
tahap metode ilmiah sehingga siswa diharapkan mampu mempelajari pengetahuan
yang berkaitan dengan masalah tersebut dan sekaligus siswa diharapkan akan
memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah.

Dari beberapa beberapa pendapat para ahli di atas tentang pengertian dari
Problem Based Learning, Kami simpulkan bahwasannya model pembelajaran
Problem Based Learning ini ialah suatu model pembelajaran yang menggunakan
Problem/Masalah yang terjadi/nyata yang sesuai dengan pembelajaran sebagai objek
bagi siswa untuk melatih dirinya berpikir kritis, kreatif, mandiri, terampil , dan
mampu dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran tersebut.

1. Karakteristik Problem Based Learning

Barrow, Min Liu (2005) dalam Aris Shoimin (2014:130) menjelaskan


karakteristik dari PBL, yaitu:

1) Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai


orang belajar.

2) Autenthic problems from the organizing focus for learning

1
Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang autentik sehingga
siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalamkehidupan profesionalnya nanti.

3) New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja belum mengetahui dan


memahami semua pengetahuan prasayaratnya sehingga siswa berusaha
untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi
lainnya.

4) Learning occurs in small group

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha


mengembangkan pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam
kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang
jelas dan penerapan tujuan yang jelas. Teachers act as facilitators.

2. Tujuan Problem Based Learning

Metode pembelajaran berbasis masalah memiliki tujuan mengkaji


permasalahan yang terkait dengan penguasaan materi pengetahuan, keterampilan
menyelesaikan masalah, belajar multi disiplin, dan keterampilan hidup. Bagan
keterkaitan permasalahan dengan tujuan pembelajaran dideskripsikan sebagai
berikut (Tan, 2003).

Hosnan (2014, hlm. 298) menjelaskan bahwa tujuan utama dari model PBL
bukan sekedar menyampaikan pengetahuan kepada siswa namun juga
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah
serta kemampuan siswa itu sendiri yang secara aktif dapat memperoleh
pengetahuannya sendiri.

2
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari
penerapan Problem Based Learning ialah agar para siswa dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis, mandiri , dan mampu memecahkan masalah, serta
mampu membentuk dan menyimpulkan pengetahuannya sendiri dari masalah
yang ia hadapi.

3. Keunggulan dan kelemahan Problem Based Learning

• Keunggulan Problem Based Learning

a. Dapat melatih para siswa memiliki kemampuan berfikir kritis

b. Para siswa akan memiliki kemampuan memecahkan masalahnya sendiri

c. Para siswa akan mampu membangun pengetahuannya sendiri.

d. Aktivitas ilmiah para siswa akan lebih meningkat

e. Memberikan dorongankepada siswa untuk melakukan evaluasi atau


menilai bagaimanahasil belajarnya sendiri.

f. Para siswa akan menjadi terbiasa memahami, menganalisis, dan


memecahkan setiap masalah yang dihadapinya

• Kelemahan Problem Based Learning

a. Tidak semua materi pembelajaran bisa menerapkan model ini.

b. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan materi pembelajaran lebih


lama.

c. Bagi peserta didik yang belum terbiasa menganalisis suatu permasalahan,


biasanya enggan untuk mengerjakannya.

d. Jika jumlah peserta didik dalam satu kelas terlalu banyak, guru akan
kesulitan untuk mengondisikan penugasan.

e. Beberapa anak mengalami gangguan jaringan, sehingga tidak intens


dalam mengikuti pembelajaran

4. Langkah-langkah Problem Based Learning

a. Identifikasi Masalah: Guru memperkenalkan masalah atau skenario yang


menantang kepada siswa. Masalah tersebut harus relevan, menantang,
dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

b. Penyelidikan Awal: Siswa melakukan penyelidikan awal untuk


memahami masalah yang dihadapi. Mereka mengidentifikasi apa yang

3
mereka ketahui, apa yang mereka butuhkan untuk belajar, dan bagaimana
mereka akan menyelesaikan masalah tersebut.

c. Perencanaan dan Penelitian: Siswa merencanakan strategi untuk


menyelesaikan masalah dan melakukan penelitian yang diperlukan.
Mereka mengumpulkan informasi dari berbagai sumber untuk
mendukung pemecahan masalah.

d. Kolaborasi dan Diskusi: Siswa bekerja sama dalam kelompok untuk


mendiskusikan pendekatan mereka terhadap pemecahan masalah.
Mereka berbagi ide, bertukar informasi, dan memberikan umpan balik
satu sama lain.

e. Pengembangan Solusi: Siswa mengembangkan solusi untuk masalah


yang diberikan, menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka
dalam konteks praktis.

f. Presentasi Hasil: Setiap kelompok siswa mempresentasikan solusi


mereka kepada kelas. Mereka menjelaskan proses yang mereka tempuh,
solusi yang mereka pilih, dan pemikiran di balik keputusan mereka.

g. Refleksi: Siswa merenungkan proses pembelajaran mereka,


mengevaluasi keberhasilan mereka dalam menyelesaikan masalah, dan
mengidentifikasi pelajaran yang dipelajari.

5. Contoh penerapannya dalam pembelajaran Fisika

Contoh penerapan PBL dalam pembelajaran fisika adalah Mendesain Sistem


Energi Terbarukan untuk Sekolah, Siswa diberikan tugas untuk merancang dan
mengusulkan implementasi sistem energi terbarukan di sekolah mereka. Mereka
harus mempertimbangkan berbagai sumber energi terbarukan seperti tenaga
surya, angin, atau hidro, dan mengidentifikasi solusi terbaik yang memenuhi
kebutuhan energi sekolah dengan efisien.

B. Project-Based Learning (PjBL)

Menurut Wahyu et al (2018) mengemukakan model pembelajaran adalah pola


yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas
maupun tutorial yang mengacu pada pendekatan stratgi, metode, taktik serta teknik
yang digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap
dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Grant (2002) mendefenisikan project based learning merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk melakukan suatu investigasi
yang mendalam terhadap suatu topic.

4
Dalam bukunya Wena (2009) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek
sebagai model pembelajaran system yang melibatkan peserta didik didalam transfer
pengetahuan dan keterampilan melalui proses penemuan dengan serangkaian
pertanyaan yang tersusunn dalam tugas atau proyek.
Menurut Wahyu (2012) Kerja proyek membuat tugas-tugas yang kompleks
berdasarkan pada pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang,
dan menuntut peserta didik utuk merancang, memecahkan masalah, membuat
keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk bekerja secara mandiri.
Saefudin (2014:58) mengemukakan pembelajaran berbasis project yang menitik
beratkan pada masalah masalah kontekstual yang mungkin dialami oleh siswa
secara langsung, dalam pembelajaran ini melatih siswa untuk berfikir kritis serta
meningkatkan kreativitas lewat pengembangan suatu produk.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
PjBL (Project Based Learning/Pembelajaran Berbasis Proyek) merupakan metode
belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan
dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktivitas secara nyata. PjBL dirancang untuk digunakan pada permasalahan
komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan investigasi dan
memahaminya. PjBL dapat dipandang sebagai pembelajaran yang dapat mendorong
peserta didik membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman
langsung. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan cara belajar dengan
menggunakan masalah sebagai langkah dalam mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam aktivitas nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk memfasilitasi peserta didik melakukan investigasi dengan
menggunakan permasalahan yang kompleks.

1. Tujuan Project Based Learning

a. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah


proyek
b. Untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam
pembelajaran
c. Untuk membuat siswa lebih aktif dalam memecahkan masalah
d. Untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan siswa dalam
mengelola alat dan bahan untuk mnyelesaikan proyek
e. Untuk meningkatkan kolaborasi antar siswa khususnya pada kegiatan
berkelompook.

2. Keunggulan dan kelemahan Project Based Learning

• Keunggulan Project Based Learning

5
a Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar,
mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting,
dan mereka perlu untuk dihargai.
b Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan
problem-problem kompleks.
d Meningkatkan daya kolaborasi.
e Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan
keterampilan komunikasi.
f Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
g Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan
praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu
dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan
tugas.
h Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik
secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dengan
dunia nyata.
i Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta
didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.

• Kelemahan Project Based Learning

a Pembelajaran berbasis proyek memerlukan banyak waktu yang harus


disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks
b Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan karena
menambah biaya untuk memasuki sistem baru.
c Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana
instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan tradisi yang
sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai
teknologi.
d Banyaknya peralatan yang harus disediakan. Oleh karena itu,
disarankan untuk menggunakan team teaching dalam pembelajaran.
e Peserta didik memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
f Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja
kelompok.

3. Langkah-Langkah Problem Based Learning

Tahapan project based learning dikembangkan oleh dua ahli, the George
lucas education foundation dan dopplet. Sintak PjBL (kemendikbud, 2014,
hlm.24):

6
Fase 1 : Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang


dapat memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas.
Pertanyaan disusun dengan mengambil topik yang sesuai dengan realitas
dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pertanyaan
yang disusun hendaknya tidak mudah untuk dijawab dan dapat mengarahkan
siswa untuk membuat proyek. Pertanyaan seperti itu pada umumnya bersifat
terbuka (divergen), provokatif, menantang, membutuhkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi (high order thinking), dan terkait dengan kehidupan
siswa. Guru berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para siswa.

Fase 2: Menyusun perencanaan proyek (design project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan


demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan kegiatan yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan penting, dengan cara
mengintegrasikan berbagai materi yang mungkin, serta mengetahui alat dan
bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.

Fase 3: Menyusun jadwal (create schedule)

Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal kegiatan dalam


menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: membuat jadwal
untuk menyelesaikan proyek, (2) menentukan waktu akhir penyelesaian
proyek, (3) membawa siswa agar merencanakan cara yang baru, (4)
membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan
dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan)
tentang cara pemilihan waktu. Jadwal yang telah disepakati harus disetujui
bersama agar guru dapat melakukan monitoring kemajuan belajar dan
pengerjaan proyek di luar kelas.

Fase 4: Memantau siswa dan kemajuan proyek

Guru bertanggung jawab untuk memantau kegiatan siswa selama


menyelesaikan proyek. Pemantauan dilakukan dengan cara memfasilitasi
siswa pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor
bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses pemantauan, dibuat sebuah
rubrik yang dapat merekam keseluruhan kegiatan yang penting.

Fase 5: Penilaian hasil (assess the outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian


standar kompetensi, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing

7
siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai
siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

Fase 6: Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)

Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap
kegiatan dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan
baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan
proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki
kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan
suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang
diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

4. Contoh penerapannya dalam pembelajaran Fisika

Contoh Penerapan Problem based learning yaitu seperti judul projek


berikut ini “Mendesain Roller Coaster yang Aman”, Projek ini bertujuan
untuk memungkinkan siswa memahami konsep-konsep fisika, seperti energi
kinetik, gaya, dan gerak melalui desain dan pembangunan model roller
coaster. Siswa akan bekerja dalam tim untuk merancang roller coaster yang
dapat menyediakan pengalaman berkendara yang aman dan menarik. Projek
ini akan mengintegrasikan berbagai keterampilan dan pengetahuan fisika
yang dipelajari, sambil menumbuhkan kerja sama tim dan keterampilan
pemecahan masalah.

C. DISCOVERY BASED LEARNING (DBL)


1. Pengertian Discovery Based Learning

Menurut Soekamto (1995:78) mendefinisikan “Model pembelajaran


adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalm merencanakan dan melakukan aktivitas pembelajaran”.
Menurut Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada
suatu pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaanya. Sedangkan menurut Trianto
(2009) model pembelajaran merupakan pendekatan yang luas dan
menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya.

Discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang


terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya tetapi
diharapkan peserta didik mengorganisasi sendiri menurut Kurniasih & Sani
(2014). Selanjutnya, Sani (2014) mengungkapkan bahwa discovery adalah

8
menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh
melalui pengamatan atau percobaan. Pernyataan lebih lanjut dikemukakan
oleh Hosnan (2014) bahwa discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki
sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan.
Melalui belajar penemuan, peserta didik juga bisa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Wilcox dalam
ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam pembelajaran.
Bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan atau permasalahan yang
harus diselesaikan. Jadi peserta didik memperoleh pengetahuan yang belum
diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, melainkan melalui penemuan
sendiri. Hosnan (2014) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan
penemuan, peserta didik didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsipprinsip
dan guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-
prinsip untuk diri mereka sendiri.

Discovery Learning merupakan strategi pembelajaran yang di dalam


prosesnya tidak disajikan suatu konsep dalam bentuk jadi (final), tetapi
peserta didik dituntut untuk mengorganisasi sendiri cara belajarnya dalam
menemukan konsep. Bruner mengemukakan, bahwa: "Discovery Learning
can be defined as the learning that takes place when the student is not
presented with subject matter in the final form, but rather is required to
organize it himself." Bruner mengemukakan pendapatnya berdasarkan
pendapat Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam
belajar di kelas.

Bruner (1972) mengembangkan strategi yang disebutnya Discovery


Learning, di mana murid mengorganisasi bahan pembelajaran dengan suatu
bentuk akhir. Strategi discovery learning digunakan terutama untuk
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif agar sampai
pada suatu kesimpulan yang berarti. Discovery terjadi bila individu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, dan penentuan. Proses tersebut disebut cognitive
process, sedangkan discovery itu sendiri merupakan the mental process of
assimilating concepts and principles in the mind (Robert B. Sund, 1982).

Wilcox (Nur, 2000) mengatakan bahwa dalam pembelajaran penemuan


(discovery learning), siswa didorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan
aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru
mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan

9
yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa discovery learning adalah


strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa berusaha sendiri dalam
mencari, menyelidiki, mengolah dan menemukan konsep pengetahuan baru
dalam pemecahan masalah, sehingga siswa dapat mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya.

2. Tujuan Discovery Based Learning


Menurut pendapat Bell (1978) dalam M. Hosnan (2014: 284) ada
beberapa tujuan dalam menerapkan metode discovery learning yaitu:
a. Siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran
b. Siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun
abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi
tambahan yang diberikan
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak
rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi
yang bermanfaat dalam menemukan
d. Pembelajaran ini membantu siswa membentuk cara kerja bersama
yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui penemuan lebih bermakna
f. Memudahkan siswa menerapkan keterampilan yang dipelajari di
kelas dalam kehidupan sehari hari
Jadi, tujuan dari penggunaan discovery learning adalah penerapan
metode untuk mengembangkan cara siswa belajar aktif dalam proses
pembelajaran, maupun secara keseluruhan siswa dapat meningkatkan
kreativitas berpikir secara kritis dalam menemukan cara dan prinsip untuk
memecahkan masalah sendiri, sehingga hasil belajar yang diperoleh mudah
dipahami.

3. Keunggulan dan Kelemahan Discovery Based Learning


Beberapa kelebihan dapat diperoleh dalam menggunakan metode
discovery learning menurut Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut :

a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan


keterampilan-keterampilan serta proses kognitif

10
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian dan transfer
c. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil
d. Metode ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat
sesuai dengan kecepatan sendiri.
e. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri
f. Metode ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep
dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang
lainnya
g. Berpusat pada peserta didik dan guru yang sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan guru pun dapat bertindak
sebagai peserta didik dan sebagai peneliti dalam situasi diskusi
h. Membantu didik dalam menghilangkan skeptisisme peserta (keragu-
raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu
atau pasti
i. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi
proses belajar yang baru
k. Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri
l. Mendorong peserta didik berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis
sendiri
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik, sehingga situasi
proses belajar menjadi lebih terangsang
n. Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju pada
pembentukan manusia seutuhnya
o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik
p. Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai
jenis sumber belajar
q. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Sedangkan menurut Kurniasih, dkk (2014:64-65), metode Discovery


Learning juga memiliki beberapa kelemahan atau kekurangan, antara lain
sebagai berikut :

a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk


belajar
b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori untuk pemecahan masalah lainnya

11
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar
berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-
cara belajar yang lama
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan
pemahaman. Sedangkan mengembangkan aspek konsep,
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian
e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang
akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh
guru
4. Ciri-Ciri Discovery Based Learning
Model discovery learning memiliki ciri tersendiri sehingga dapat
ditemukan perbedaan dengan model pembelajaran lainnya. Berikut tiga ciri
utama belajar dengan model discovery learning atau penemuan yaitu:
a. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan.
b. Berpusat pada peserta didik.
c. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
yang sudah ada.
5. Karakterisitik Discovery Based Learning
Mengenai hubungan guru dan peserta didik, Dahar (1989)
mengemukakan peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan, yakni
sebagai berikut:
a. Merencanakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga pembelajaran
itu berpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para
peserta didik.
b. Menyediakan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para
peserta didik untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi
pembelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif
dan belajar penemuan misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang
berlainan.
c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enactive, iconic,
dan simbolik.
d. Bila peserta didik memecahkan masalah di laboraturium atau secara
teoritis, guru hendaknya berperan sebagai pembimbing atau tutor. Guru
hendaknya jangan, mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan
yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya ia memberikan saran-saran
bilamana diperlukan. Sebagai tutor guru hendaknya memberikan umpan
balik pada waktu yang tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar

12
penemuan. Secara garis besar tujuan belajar penemuan adalah
mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan
generalisasigeneralisasi
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik model
discovery learning adalah dengan merencanakan pembelajaran terlebih
dahulu, dilanjutkan dengan menyediakan materi pelajaran yang diperlukan.
Ketika proses pembelajaran dikelas berlangsung guru berperan sebagai
pembimbing dan kemudian menilai hasil belajar peserta didik.
6. Syntak / Langkah-Langkah Discovery Based Learning
Pengaplikasian model discovery learning dalam pembelajaran, terdapat
beberapa tahapan yang harus dilaksanakan. Kuniasih & Sani (2014)
mengemukakan langkah-langkah operasional model discovery learning yaitu
sebagai berikut :
1. Persiapan
Guru harus mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan sebelum
melaksanakan proses pembelajaran. Tahap-tahap yang harus dilakukan,
sebagai berikut :
a. Menentukan tujuan
Tujuan adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan
yang dicapai dan mengandung tujuan yang menjadi target pembelajaran
serta tersedia dasar untuk menyediakan pengalaman belajar bagi siswa.
b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik
Seorang guru seharusnya mengetahui karakteristik peserta didik baik
dari segi kemampuan, minat, maupun gaya belajar mereka. Dalam
menyajikan pembelajaran seorang guru harus memperhatikan
karakteristik yang dimiliki oleh peserta didik dan jangan sampai hanya
mengutamakan pencapaian kompetensi agar pembelajaran menjadi lebih
efektif.
c. Memilih materi pelajaran
Kemampuan dan keberhasilan guru merancang materi pembelajaran
menjadi salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pembelajaran. Berikut ini ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam memilih materi pelajaran.
1) Materi pelajaran harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan
pembelajaran
2) Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan
atau perkembangan peserta didik pada umumnya
3) Menetapkan materi pembelajaran yang serasi dengan urutan
tujuan
4) Materi pelajaran disusun dari hal yang menuju hal yang
kompleks, dari sederhana yang mudah menuju ke hal yang sulit,
dari yang konkret menuju yang abstrak sehingga peserta didik

13
akan lebih mudah memahami
5) Materi pelajaran hendaknya berisi hal-hal yang berdasarkan
fakta-fakta.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari oleh peserta didik
secara induktif
Guru harus mampu memilih topik pembelajaran yang dapat
diterapkan dengan metode berpikir induktif. Namun guru harus
mempertimbangkan karakteristik peserta didik dalam menentukan topic.
e. Meningkatkan bahan-bahan belajar yang seperti contoh-contoh,
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.

f. Mengatur topik-topik pembelajaran dari yang sederhana ke


kompleks, dari konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik ke
simbolik.
Guru harus mengatur topik pembelajaran supaya mudah dipelajari
oleh peserta didik. Peserta didik belajar secara bertahap dari mulai hal
yang mudah hingga materi yang sulit. Jika ini dilakukan akan membuat
peserta didik merasa mudah dalam mencapai kompetensi yang
diharapkan, tanpa merasakan berbagai kesulitan yang berarti.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar
Guru harus merencanakan penilaian dalam membuat perencanaan
atau persiapan mengajar. Penilaian tersebut mencakup penilaian proses
dan juga penilaian hasil belajar. Dengan demikian, prestasi peserta didik
pun memperoleh penghargaan. Terkadang ditemukan, peserta didik yang
proses belajarnya bagus, belum tentu nilai hasil belajarnya juga bagus,
begitu pula sebaliknya. Supaya penilaian lebih objektif maka harus tetap
memperhatikan tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Pelaksanaan
Menurut Syah (2004) dalam mengaplikasikan model discovery
learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a. Stimulasi (pemberian rangsangan)
Stimulasi sangat penting dilakukan oleh guru pada awal
pembelajaran. Stimulasi berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam
mempelajari bahan pelajaran.
b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Peserta didik diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengenali
masalah dari berbagai sumber, kemudian salah satunya dipilih guna
menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara atas
pertanyaan yang terdapat pada masalah tersebut, dan masih harus
diselidiki kebenarannya.

14
c. Data collecting (pengumpulan data)
Mengumpulkan data merupakan kegiatan mengambil informasi
dalam rangka menguji kebenaran hipotesis. Kegiatan mengumpulkan
data bertujuan penting dalam proses pengembangan berpikir peserta
didik. Saat mengumpulkan data, ketekunan, dan kegigihan mencari
informasi peserta didik diuji. Ketekunan peserta didik dalam
mengumpulkan data juga dipengaruhi oleh pertanyaan guru. Pertanyaan
guru yang baik dapat merangsang peserta didik untuk mencari
jawabannya dengan baik pula. Pada tahap pengumpulan data ini, peserta
didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang
relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan
narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya.
d. Data processing (pengolahan data)
Peserta didik diarahkan untuk mengolah data setelah data terkumpul.
Bisa jadi pada tahap ini, peserta didik akan banyak mengalami kesulitan,
karena dalam proses pengolahan data dibutuhkan kemampuan berpikir.
Peserta didik diharuskan untuk mengolah, mengacak, menggolongkan
dan membuat daftar atau tabel.
e. Verification (pembuktian)
Peserta didik dibimbing untuk mencermati dan membuktikan
hipotesis yang telah disusun, dengan menghubungkan pada hasil
pengolahan data. Tujuan pembuktian ini yaitu untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna, karena peserta didik diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan konsep teori, aturan,
pemahaman, melalui contoh yang dijumpai dalam kehidupan.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Menarik kesimpulan merupakan proses menguraikan temuan yang
diperoleh berdasarkan pada hasil pengujian hipotesis. Dalam pembelajaran,
menarik kesimpulan merupakan suatu keharusan, supaya peserta didik
dapat menemukan jawaban setelah melalui proses berpikir dalam mencari
data. Kesimpulan akan mengiring peserta didik pada sebuah bentuk
pengetahuan yang akurat.

7. Contoh Penerapan Discovery Based Learning / DBL

Model pembelajaran Discovery Based Learning dapat diterapkan dalam


beberapa mata pelajaran, termasuk pada pembelajaran Fisika. Salah satu
contoh penerapan model pembelajaran ini pada materi Usaha dan Energi.
Selain itu, pada materi Periode dan Frekuensi pada Bandul pembelajaran
juga dapat menggunakan metode ini. Pada tahap awal, pendidik akan
memberikan rangsangan kepada peserta didik, agar peserta didik merasa

15
ingin tahu dengan materi ini. Pendidik dapat mmberikan sebuah contoh atau
modul mengenai permasalahan ini. Selanjutnya, peserta didik dapat
menganalisis atau mengidentifikasi masalah terkait dengan periode dan
frekuensi pada bandul. Kemudian peserta didik dapat mengumpulkan
informasi sebanyak – banyaknya dari berbagai sumber atau dapat melakukan
percobaan secara langsung untuk mengathui periode dan frekuensi pada
bandul.
Setelah mendapatkan banyak informasi, peserta didik dapat
mengumpulkan data kemudian membandingkannya dengan hipotesis yang
mungkin sudah didapatkan sebelumya. Langkah selanjutnya, peserta didik
dapat melakukan pengolahan data dari hasil atau informasi yang didapat.
Setelah itu, peserta didik melakukan pemerikasaan kembali secara cermat
atau melakukan pembuktian untuk benar – benar membuktikan hipotesis
sebelumya, sehingga mendapatkan hasil mengenai periode dan frekuensi
pada bandul. Langkah terakhir yang dilakukan peserta didik adalah menarik
kesimpulan berdasarkan data atau informasi yang telah diperoleh. Setelah
itu, peserta didik dapat mempresentasikan hasilnya di depan kelas untuk
dapat diperiksa oleh pendidik.

D. Blended Learning Dan Flipped Learning

Blended Learning
Blended learning berasal dari kata blended dan learning. blend artinya campuran
dan learning artinya belajar. Blended learning menggabungkan pembelajaran tatap
muka (face to face) di kelas dan pembelajaran daring (online) untuk meningkatkan
pembelajaran mandiri secara aktif oleh mahasiswa dan mengurangi jumlah waktu
tatap muka (face to face) di kelas.
Menurut Husamah (2014), blended learning merupakan pembelajaran yang
menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, serta berbagai
media teknologi yang beragam. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan menjadi
pembelajar yang aktif dan dapat memahami materi.
Menurut Rusman (2013), blended learning sebagai kombinasi karakteristik
pembelajaran tradisional dan lingkungan pembelajaran elektronik atau Blended
Learning, dengan menggabungkan seperti pembelajaran berbasis web, streaming
video, komunikasi audio synkronous, dan asynkoronous dengan pembelajaran
tradisional tatap muka.
Menurut Thorne (2013), blended learning adalah sistem campuran yang
menggabungkan dua komponen atau metode sekaligus. Campurannya adalah
teknologi e-learning dan multimedia. Bahan pembelajaran yang digunakan
streaming video, kelas virtual, teks animasi online yang mana dikombinasikan
dengan bentuk pembelajaran tradisional yang ada di kelas.

16
Menurut Graham (2005), menjelaskan pengertian blended learning yang lebih
sederhana. Ia mengungkapkan bahwa blended learning ini adalah pembelajaran yang
mana mengkombinasikan belajar online dengan belajar tradisional atau offline.
Menurut Mosa (2011), blended learning mencampurkan dua unsur utama yaitu
belajar di kelas dengan online. Pembelajaran menggunakan jaringan internet yang
mana didalamnya terdapat pembelajaran dengan basis website. Pembelajaran ini
menggunakan teknologi multimedia seperti streaming video, email, kelas virtual dan
lain sebagainya.
Menurut Dwiyogo (2012), blended learning merupakan model pembelajaran
campuran atau gabungan. Metode akan mencampurkan belajar tatap muka dengan
belajar berbasis teknologi. Pembelajaran ini bisa diakses secara online maupun
offline. Model pembelajarannya memiliki kesamaan dengan e-learning.Jadi, bisa
disimpulkan dari beberapa pendapat ahli tersebut bahwa blended learning adalah
metode pembelajaran dengan cara menggabungkan antara pembelajaran tatap muka
di dalam ruangan kelas dan juga pembelajaran secara daring atau jarak jauh.
Pembelajaran itu tidak hanya yang bersifat formal, tetapi juga pelajaran yang
bersifat informal.

A. Tujuan Penerapan Blended Learning


Pembelajaran blended learning hendaknya memudahkan peserta didik dan
pendidik dalam menjalankan proses pendidikan serta menjadikan peserta didik dan
pendidik bekerja sama guna mencapai tujuan pendidikan yang saling
menguntungkan. Menurut Pradnyana (2013), tujuan dari pembelajaran blended
learning, yaitu :
• Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses
belajar, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
• Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi pendidik dan peserta
didik untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus
berkembang.
• Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online.
• Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para peserta didik
dalam pengalaman interaktif. Sedangkan porsi online memberikan
peserta didik dengan konten multimedia yang kaya akan pengetahuan
pada setiap saat, dan di mana saja selama peserta didik memiliki akses
Internet.
• Mengatasi masalah pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian
melalui penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi.
Menurut Husamah (2014), tujuan diterapkannya Blended Learning,
yaitu :
• Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses
belajar sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.

17
• Menyediakan peluang yang praktis dan realistis bagi pengajar dan
peserta didik untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat dan terus
berkembang
• Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan
menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan pembelajaran online.
Kelas tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para peserta didik
dalam pengalaman interaktif, sedangkan kelas online memberikan para
peserta didik dengan konten multimedia yang kaya akan pengetahuan
pada setiap saat, dan di mana saja selama peserta didik memiliki akses
internet.
Jadi, bisa disimpulkan dari beberapa pendapat ahli tersebut bahwa tujuan
penerapan blended learning, yaitu :
• Belajar menjadi Lebih Fleksibel : dengan pembelajaran campuran murid
bisa belajar lebih fleksibel daripada pembelajaran secara konvensional
dimana murid diharapkan bisa lebih santai ketika belajar.
• Interaksi dan Keterlibatan Siswa Meningkat : saat ini siswa sudah akrab
dengan teknologi dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Dengan
menggunakan teknologi saat belajar akan membuat siswa bisa lebih
terlibat di dalam kegiatan pembelajaran.
• Meningkatkan Hasil dan Minat Belajar : dibandingkan dengan metode
pembelajaran yang hanya satu macam, blended learning mampu
meningkatkan hasil dan minat belajar siswa. Hal itu karena metode
belajar yang digunakan jauh lebih menarik dan menggunakan media
pembelajaran yang menarik pula. Partisipasi Siswa Meningkat : di
pembelajaran konvensional, siswa akan cenderung berperan pasif dalam
pembelajaran karena sistem pembelajaran tradisional ini pusatnya hanya
pada pengajar. Hal itu tidak akan didapatkan pada blended learning,
alasannya karena metode pembelajarannya meningkatkan akses materi
maupun aktivitas pembelajaran sehingga mendorong siswa menjadi lebih
aktif.
• Kepuasan Belajar Meningkat : blended learning ini bisa meningkatkan
kepuasan siswa dalam pembelajaran dan hasil belajar. Dari awal siswa
mengetahui alur pembelajaran sejak awal. Dari awal siswa akan tahu alur
pembelajarannya. Selain itu siswa juga tahu apa yang diharapkan darinya
sampai syarat mencapai tujuan sampai nilai akhir.
B. Kelebihan dan Kekurangan Blended Learning
1. Kelebihan Blended Learning
Kelebihan blended learning dari pendapat para ahli salah satunya menurut
Maulida, Utami (2020), yaitu :
• Siswa lebih leluasa belajar mandiri dengan materi yang sudah
disediakan secara online.

18
• Siswa/mahasiswa dapat berdiskusi dengan guru atau siswa lainnya
tanpa harus menunggu tatap muka di kelas.
• Guru bisa mengontrol dan mengelola aktivitas belajar mengajar.
• Materi bisa ditambahkan dengan fasilitas internet yang tersedia.
• Guru bisa memerintahkan siswanya mengerjakan kuis, memberikan
umpan balik, dan hasil tes bisa dimanfaatkan.
• Peserta didik pun bisa saling bertukar file.
Menurut Amin, Ahmad Kholiqul (2017), kelebihan blended learning, yaitu :
• Waktu lebih hemat.
• Biaya lebih hemat.
• Lebih tampak efektif dan efisien.
• Peserta mudah mengakses materi.
• Siswa bebas mempelajari materi belajar.
• Materi bisa diakses kapan saja.
• Diskusi dengan guru bisa dilakukan di luar jam tatap muka.
• Tenaga untuk mengajar lebih tersimpan.
• Materi ditambahkan dengan menggunakan internet.
• Jangkauan belajar diperluas.
• Perolehan hasil yang baik bisa menaikkan daya tarik belajar, dan
lain-lain.
Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan Ekayati, Rini (2018),
kelebihan blended learning, yaitu :
• Aspek peningkatan hasil belajar.
• Efektifitas pembelajaran.
• Kenyamanan belajar.
• Efisiensi biaya.
• Setiap peserta didik dapat melakukan adaptasi gaya belajar.
Menurut Kurniati (2014), kelebihan dari blended learning, yaitu :
• Peserta didik leluasa untuk mempelajari materipelajaran secara
mandiri dengan memanfaatkan materi-materi yang tersedia secara
online.
• Peserta didik dapat melakukan diskusi dengan pengajar atau perserta
didik lain diluar jam tatap muka.
• Kegiatatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik di luar jam
tatap muka dapat dikelola dan dikontrol dengan baik oleh pengajar.
• Pengajar dapat menambahkan materi pengayaan melalui fasilitas
internet.
• Pengajar dapat meminta peserta didik membaca materi atau
mengerjakan tes yang dilakukan sebelum pembelajaran.

19
• Pengajar dapat menyelenggarakan kuis, memberikan balikan, dan
menambahkan hasil tes dengan efektif.
• Peserta didik dapat saling berbagi file dengan peserta didik lain.
Menurut Senpai (2014), kelebihan blended learaning , yaitu :
• Independent learning : dengan pembelajaran blended learning dapat
memudahkan siswa untuk belajar secara leluasa dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan materi secara
mandiri.
• Pemanfaatan majunya teknologi informasi: memanfaatkan teknologi
yang canggih pada pembelajaran, blended learning dapat
dimanfaatkan sebagai jembatan untuk menguasai serta mendalami
teknologi informasi agar siswa mampu mengakses informasi dengan
baik. Dengan begitu siswa secara tidak langsung diajarkan mengenai
pemanfaatan teknologi informasi yang baik dan benar.
• Mengatasi permasalahan belajar terkait jarak dan waktu : dengan
menggunakan blended learning ini maka tidak akan ada lagi
permasalahan belajar yang menyangkut dengan jarak dan waktu.
Karena proses belajar mengajar menggunakan blended learning
sangat memungkinkan untuk tetap dilaksanakan meski tidak
berlangsung secara tatap muka di tempat yang sama pula. Siswa juga
dapat melakukan diskusi dengan guru maupun siswa lainnya di luar
jam tatap muka.
• Proses komunikasi secara kontinyu : dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar tidak hanya dapat dilakukan pada satu waktu. Tetapi
proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan waktu yang banyak.
Sehingga lebih memberi kemudahan serta fleksibilitas terkait dengan
waktu yang menyebabkan terjadinya komunikasi antara guru dan
siswa, karena tidak sedikit siswa yang berani menyampaikan
pendapat secara langsung, dengan blended learning memberikan
peluang besar kepada murid untuk menyampaikannya melalui media
tertentu.
Menurut Kusairi (2018), kelebihan blended learaning , yaitu :
• Siswa akan menjadi leluasa dalam memperlajari materi pelajaran
secara mandiri melalui materi-materi yang ada di internet.
• Siswa dapat melakukan diskusi dengan guru atau siswa lain tanpa
harus tatap muka atau di tempat yang sama.
• Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar jam tatap muka dapat
dikelola dan dikontrol oleh guru.
• Guru dapat memberi materi lebih seperti pengayaan melalui fasilitas
internet.

20
• Guru dapat meminta siswa membaca materi atau mengerjakan tes
sebelum pembelajaran dimulai.
• Guru dapat menyelenggarakan kuis, memberikan balikan, dan
memanfaatkan hasil tes dengan efektif.
• Siswa dapat berbagi file dengan siswa yang lainnya.
2. Kekurangan Blended Learning
Menurut Noer (2015), kekurangan blended learning, yaitu :
• Beragamnya media yang dipakai sehingga jika sarana dan prasarana
tidak mendukung akan sulit diterapkan.
• Fasilitas yang siswa miliki tidak merata seperti internet ataupun
komputer.
• Masyarakat, guru, dan siswa ataupun orang tua masih kurang paham
akan cara pakai teknologi.
Menurut Ahmad Kholiqul Amin (2017) kekurangan blended learning, yaitu :
• Media yang dibutuhkan sangat beragam, sehingga sulit diterapkan
apabila sarana dan prasarana tidak mendukung.
• Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pebelajar, seperti komputer
dan akses internet. Padahal dalam blended learning diperlukan akses
internet yang memadai, apabila jaringan kurang memadai akan
menyulitkan peserta dalam mengikuti pembelajaran mandiri via
online.
• Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan
akses internet.
Menurut Kusni (2017) kekurangan blended learning, yaitu :
• Guru harus memiliki keterampilan dalam menyelenggarakan e-
learning.
• Guru harus menyiapkan refrensi digital yang dapat diakses oleh
siswa
• Guru perlu menyusun refrensi yang terintegrasi dengan tatap muka.
• Guru juga perlu memiliki waktu untuk mengatur dan mengelola
pembelajaran berbasis internet, seprti mengembang materi,
mengembangkan instrumen asesmen, dan memberi jawaban dari
berbagai pertanyaan yang diajukan oleh siswa.
C. Sintaks atau Langkah-langkah Blended Learning
Menurut Ramsay (2001), sintaks atau langkah-langkah dari blended
learning, yaitu :
• Pencarian informasi secara online maupun offline dengan berdasarkan
pada relevansi, validitas, realibilitas konten dan kejelasan akademis.
• Menemukan, memahami, dan mengkonfrontasikan ide atau gagasan.
• Menginterpretasikan informasi atau pengetahuan dari berbagai sumber
yang telah dicari dari berbagai sumber,

21
• Mengkomunikasikan ide atau gagasan hasil interpretasinya
menggunakan fasilitas online atau offline
• Mengkontruksikan pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi
dari hasil analisis, diskusi, dan penarikan kesimpulan dari informasi yang
diperoleh menggunakan fasilitas online atau offline.
Menurut Marlina (2020) sintaks atau tahapan aktivitas pembelajaran blended
learning yaitu:
• Pembelajaran diawali dengan tatap muka atau seluruhnya daring.
• Memberi instruksi kepada siswa agar mengeksplorasi informasi dari
beragam sumber belajar di internet.
• Siswa dapat mengerti serta menerapkan, mengomunikasikan ilmunya
lalu membuat simpulan suatu gagasan atas sumber yang telah mereka
temukan dengan menggunakan teknologi internet.
Menurut Tao (2011) sintaks atau tahapan aktivitas pembelajaran blended
learning yaitu:
• Fase seeking of information : Pencarian informasi dari berbagai sumber
informasi yang tersedia di TIK (online), buku, maupun penyampaian
melalui face to face di kelas.
➢ Guru menyampaikan kompetensi dan tujuan pembelajaran untuk
menginisiasi kesiapan belajar siswa sekaligus mempersiapkan
siswa dalam proses eksplorasi materi yang relevan melalui
kegiatan pembelajaran tatap muka (face to face) di kelas maupun
pembelajaran dengan suplemen TIK (online). Kegiatan eksplorasi
materi dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.
➢ Guru memfasilitasi, membantu, dan mengawasi siswa dalam
proses eksplorasi materi, sehingga informasi yang diperoleh tetap
relevan dengan topik yang sedang dibahas, serta diyakini
validitas/reliabilitas dan akuntabilitas akademiknya.
• Fase acquisition of information : menginterprestasi dan mengelaborasi
informasi secara personal maupun komunal.
➢ Guru membimbing siswa mengerjakan LKS dalam diskusi
kelompok untuk menginventarisasi informasi, menginterpretasi
dan mengelaborasi konsep materi menuju pemahaman terhadap
topik yang sedang dibelajarkan.
➢ Guru mengkonfrontasi ide atau gagasan yang telah ada dalam
pikiran siswa dengan hasil interprestasi informasi/pengetahuan
dari berbagai sumber yang tersedia.
➢ Guru mendorong dan memfasilitasi siswa untuk
mengkomunikasikan hasil interprestasi dan elaborasi ide-ide
secara tatap muka (face to face) maupun menggunakan fasilitas
TIK (online), secara kelompok maupun personal.

22
➢ Guru men-scaffolding siswa dalam mengerjakan soal-soal baik
secara personal maupun dalam kelompok.
➢ Guru menugaskan siswa untuk mengelaborasi penguasaan materi
melalui pemberian soal-soal yang bersifat terbuka dan kaya
(open-rich problem).
• Fase synthesizing of knowledge : merekonstruksi pengetahuan melalui
proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi dan
perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh.
➢ Guru menjustifikasi hasil eksplorasi dan akuisasi materi secara
akademik, dan bersama-sama siswa menyimpulkan materi yang
dibelajarkan.
➢ Guru membantu siswa mensintesis pengetahuan dalam struktur
kognitifnya.
➢ Guru mendampingi siswa dalam mengkonstruksi/merekonstruksi
materi melalui proses akomodasi dan asimilasi bertolak dari hasil
analisis, diskusi dan perumusan kesimpulan terhadap materi yang
dibelajarkan.
D. Contoh Penerapan Blended Learning
Adapun contoh penerapan blended learning, yaitu :
• Saat siswa belajar menggunakan dua pendekatan sekaligus. Artinya,
siswa menggunakan dua metode sistem belajar, secara daring dan juga
secara tatap muka melalui video conference. Dalam metode
pembelajaran ini, siswa diminta mempelajari materi yang akan diajarkan
guru. Materi tersebut bisa berupa modul atau video pembelajaran yang
akan diberikan oleh guru sebelum kelas Zoom atau Google Meet
dimulai. Jadi, saat Zoom atau Google Meet berlangsung, guru tinggal
menyampaikan poin penting pembelajaran dan selanjutnya guru
berinteraksi langsung dengan siswa melalui video conference tersebut.
Siswa bisa berinteraksi baik bertanya maupun berdiskusi mengenai
materi yang dibahas. Jadi, meskipun siswa dan guru tidak melakukan
pembelajaran tatap muka, kedua pihak masih bisa berinteraksi layaknya
saat di sekolah. Sedangkan siswa yang tidak dapat mengikuti Zoom atau
Meet bisa melihat rekaman yang dibagikan guru. Jadi siswa yang lainnya
tidak akan ketinggalan pelajaran dengan teman lainnya karena saat Zoom
atau Meet berhalangan hadir. Rekaman tersebut di-setting dapat diulang-
ulang sampai siswa benar-benar paham dengan materi yang diberikan.

Guru menyampaikan materi belajar utama secara tatap muka kepada siswa.
Selanjutnya, guru meminta siswa untuk mengakses video interaktif agar lebih
memahami materi yang diajarkan. Setelah siswa memahami materi belajar, guru
memberikan hasil unduhan latihan soal yang didapat dari bank soal melalui

23
website sekolah. Kemudian siswa mengerjakan latihan soal tersebut dan
mengumpulkannya melalui proses upload pada website sekolah kembali
Flipped Learning

Menurut Johnson (2013) Flipped Classroom merupakan strategi yang dapat


diberikan oleh pendidik dengan cara meminimalkan jumlah instruksi langsung
dalam praktek mengajar mereka sambil memaksimalkan interaksi satu sama lain.
Strategi ini memanfaatkan teknologi yang menyediakan tambahan yang mendukung
materi pembelajaran bagi mahamahasiswa yang dapat dengan mudah diakses secara
online. Flipped Classroom mengubah model instruksi pembelajaran yang biasanya
arahan dan penjelasan datangnya langsung dari guru kepada peserta didik menjadi
pembelajaran yang arahan dan penjelasannya dapat diakses oleh peserta didik secara
online di luar ataupun di dalam kelas.
Menurut Bergmann & Sam (2012) metode flipped classroom adalah pendekatan
pedagogis inovatif yang berfokus pada pengajaran yang berpusat pada peserta didik
dengan membalik sistem pembelajaran kelas tradisional yang selama ini dilakukan
oleh pengajar. Metode flipped classroom ini memang memiliki banyak manfaat
(McLaughlin et al, 2014), seperti mahasiswa akan memiliki opini positif dan terbuka
pada pengetahuan baru, lebih aktif, lebih mandiri dan kreatif serta lebih kritis
menyikapi permasalahan kasus tertentu.
Menurut Yulietri dkk (2015), flipped classroom adalah model dimana dalam
proses belajar mengajar tidak seperti pada umumnya, yaitu dalam proses belajarnya
siswa mempelajari materi pelajaran di rumah sebelum kelas dimulai dan kegiatan
belajar mengajar di kelas berupa mengerjakan tugas, berdiskuasi tentang materi atau
masalah yang belum dipahami siswa.
Menurut Milman (2012), flipped classroom adalah konsep belajar dengan dasar
bahwa apa yang dilakukan di kelas pada pembelajaran konvensional menjadi
dilakukan di rumah, sedangkan pekerjaan rumah pada pembelajaran konvensional
dilakukan di dalam kelas.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan Flipped classroom adalah
strategi pembelajaran yang menggunakan jenis pendekatan pembelajaran campuran
(blended learning) dengan membalikkan lingkungan belajar tradisional dan
memberikan konten pembelajaran di luar kelas (sebagian besar online). Selama sesi
tatap muka di kelas, dilakukan pembahasan terhadap tugas (bahan yang secara
tradisional dianggap sebagai pekerjaan rumah) atau pendidik dapat meminta kelas
untuk membahas pertanyaan ujian terkait. Beberapa pendidik juga melakukan
kegiatan menonton video kuliah streaming atau berkolaborasi dalam diskusi online
sebagai kegiatan kelas dengan pengawasan cermat oleh fasilitator.
Model flipped classroom adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat
pada siswa untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Dahulu para pendidik
umumnya menggunakan model pembelajaran ceramah, dimana model pembelajaran
ceramah mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaran

24
kemudian beralih pada model alternatif yang disebut flipped classroom.untuk
menjelaskan pengertian flipped classroom atau pembelajaran kelas terbalik, kita
dapat membandingkannya dengan pembelajaran yang sudah biasa kita lakukan,
yang dalam hal ini dimasukkan ke dalam kelompok pembelajaran tradisional.
Flipped classroom merupakan pembalikan prosedur, dimana yang biasanya
dilakukan di kelas dalam pembelajaran tradisional menjadi dilaksanakan di rumah
dalam flipped classroom, dan yang biasanya dilaksanakan di rumah sebagai pr
dalam pembelajaran tradisional menjadi dilaksanakan di kelas dalam flipped
classroom. Sebab itu disebut terbalik–pembelajaran kelas terbalik. Dalam
pembelajaran tradisional, siswa diajar materi pelajaran oleh guru di kelas (melalui
ceramah atau penjelasan langsung dari guru, diskusi kelompok, atau membaca dan
mengamati), kemudian mengerjakan tugas-tugas untuk penguatan di rumah (berupa
pr). Dalam flipped classroom, siswa mempelajari materi pelajaran di rumah (melalui
menonton video pembelajaran, membuat rangkuman, mencatat poin-poin penting,
membuat pertanyaan, diskusi dengan teman secara online, atau membaca sumber-
sumber yang dibutuhkan), kemudian mengerjakan tugas-tugas untuk penguatan di
kelas. Di dalam kelas ada juga diskusi, praktik laboratorium, penjelasan terhadap
konsep-konsep yang belum dipahami siswa, tetapi ini sifatnya untuk penguatan atau
pendalaman.
Dalam bukunya flip your classroom: reach every student in every class
everyday (2012), jonathan bergmann dan aaron sams menulis, “basically the concept
of a flipped class is this: that which is traditionally done in class is now done at
home, and that which is traditionally done as homework is now completed in class.”
Artinya, “pada dasarnya konsep flipped class adalah sebagai berikut: bahwa yang
secara tradisional dilakukan di kelas sekarang dilakukan di rumah, dan yang secara
tradisional dikerjakan sebagai pr (pekerjaaan rumah) kini diselesaikan di kelas.”
Kathleen fulton (2012) menyebutkan beberapa keuntungan dari flipped
classroom adalah:
(1) siswa dapat belajar dengan langkah mereka sendiri;
(2) dengan mengerjakan “pr” di kelas ,memberikan guru wawasan yang lebih
baik kesulitan siswa dan gaya belajar masing-masing;
(3) guru dapat lebih mudah menyesuaikan dan memperbarui kurikulum/ alur
pembelajaran dan memberikan kepada siswa;
(4) waktu di dalam kelas menjadi lebih efektif dan kreatif,
(5) guru menggunakan metode laporan peningkatan tingkat prestasi, minat, dan
keaktifan atau keterlibatan siswa;
(6) model ini mendukung pendekatan baru; dan
(7) penggunaan teknologi yang fleksibel dan tepat untuk pembelajaran di abad
ke 21.
Strategi ini memiliki dua langkah besar:

25
• Tugas pekerjaan rumah: bahan bacaan yang relevan (online atau
hardcopy) yang berkaitan dengan topik kuliah diberikan kepada peserta
didik sebagai pekerjaan rumah; alternatif lain, peserta didik diminta
untuk meninjau video untuk diskusi selanjutnya di kelas.
• Kegiatan di dalam kelas: Selama kegiatan kuliah, sesi tanya jawab
dilakukan berdasarkan tugas pekerjaan rumah; sesi ini difasilitasi oleh
pendidik. Namun, kadang-kadang kegiatan di dalam kelas dapat berupa
sesi pemecahan masalah berdasarkan topik kuliah.
Pada pendekatan baru ini, peserta didik menonton video yang
berhubungan dengan materi yang dipelajari dan mempersiapkan pertanyaan
atau permasalahan yang tidak mereka mengerti. Pada saat di kelas, peserta
didik berperan dalam kegiatan aktif, seperti problem solving (individu atau
grup), diskusi atau kegiatan kelompok.

1. Karakteristik Flipped Classroom


Model pembelajaran dengan menggunakan metode Flipped Classroom
dilaksanakan dengan meminimalkan jumlah instruksi langsung oleh guru
kepada siswanya dalam mengajarkan materi dan memaksimalkan waktu
untuk berinteraksi satu sama lain dalam membahas permasalahan terkait.
Pembelajaran Flipped Classroom lebih menekankan pada pemanfaatan waktu
di dalam maupun di luar kelas agar pembelajaran lebih bermutu sehingga
dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi.
Menurut Abeysekera dan Dawson, karakteristik model pembelajaran
Flipped Classroom yang membedakannya dengan model pembelajaran biasa
adalah :
1. Perubahan penggunaan waktu kelas.
2. Perubahan penggunaan waktu di luar kelas.
3. Melakukan kegiatan yang secara tradisional dianggap pekerjaan rumah di
kelas.
4. Melakukan kegiatan yang secara tradisional dianggap di dalam kelas, di
luar kelas.
5. Kegiatan di dalam kelas menekankan pembelajaran aktif, peer learning
dan pemecahan masalah.
6. Aktivitas pra dan pasca kelas.
7. Penggunaan teknologi, terutama video.
Sedangkan menurut Muir dan Geiger (2015), karakteristik belajar dengan
metode flipped classroom adalah:

1. Sarana untuk meningkatkan interaksi dan waktu kontak pribadi antara


siswa dan guru.
2. Memberikan siswa ruang untuk bertanggung jawab atas pembelajaran
mereka sendiri. Ruang kelas dimana guru bukan disebut sebagai orang

26
bijak di atas panggung melainkan memberi panduan di sisi siswa.
3. Mencampurkan instruksi langsung dengan pembelajaran konstruktivis.
4. Kelas dimana siswa yang tidak hadir, tidak akan ketinggalan pelajaran.
5. Kelas tempat konten diarsipkan secara permanen untuk ditinjau dan
diperbaiki.
6. Kelas tempat semua siswa terlibat di dalam pembelajarannya.
7. Tempat dimana semua siswa menerima pendidikan yang dipersonalisasi.

2. Tipe-tipe Flipped Classroom


Menurut Utami, model pembelajaran Flipped Classroom memiliki beberapa
jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Traditional flipped
Traditional Flipped merupakan model pembelajaran Flipped Classroom
yang paling sederhana. Langkah pembelajarannya adalah siswa menonton
video pembelajaran di rumah, lalu ketika di kelas melakukan kegiatan dan
mengerjakan tugas yang diberikan secara kelompok. Kemudian di akhir
pembelajaran dilakukan kuis secara individu atau berpasangan.
2. Mastery flipped
Mastery Flipped merupakan perkembangan dari Traditional Flipped.
Tahapan pembelajarannya hampir serupa dengan Traditional Flipped, hanya
saja pada awal pembelajaran diberikan pengulangan materi pada pertemuan
sebelumnya.
3. Peer Instruction flipped
Peer Instruction Flipped adalah model pembelajaran dimana siswa
mempelajari materi dasar sebelum memulai kelas melalui video. Ketika di
kelas siswa menjawab pertanyaan konseptual secara individu dan siswa
diberikan kesempatan untuk saling beradu pendapat terhadap soal yang
diberikan untuk meyakinkan jawaban kepada temannya. Di akhir pembelajaran
diberikan tes pemahaman secara individu.
4. Problem based learning flipped
Problem Based Learning Flipped adalah model pembelajaran dimana siswa
diberikan video yang memberikan petunjuk untuk menyelesaikan masalah yang
akan muncul ketika di kelas. pada model ini siswa bekerja dengan bantuan
guru. Ketika di kelas, siswa melakukan eksperimentasi dan evaluasi.
3. Tujuan Utama Penerapan Model Flipped Classroom
Salah satu manfaat utama dari metode flipped classroom adalah memberi
peserta didik lebih banyak tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri.
Di luar kelas, peserta didik dapat belajar secara mandiri sesuai dengan
kemampuan mereka sendiri untuk dapat menyerap ilmu.Mereka dapat mengatur
waktu ataupun tempat yang paling nyaman untuk mereka belajar.Mereka juga
dapat mengulang apabila ada materi yang masih mereka belum pahami.Oleh
sebab itu pembelajaran menjadi lebih berpusat pada peserta didik (students-

27
centered learning).Selain itu, flipped classroom memungkinkan pengajar untuk
mendedikasikan lebih banyak waktu di kelas untuk kegiatan pembelajaran yang
menarik dan interaktif atau proyek yang sifatnya lebih
menekankan pada praktik.
Jon Bergmann dan Aaron Sams, yaitu guru kimia SMA Woodland Park di
Colorado, Amerika Serikat, menggunakan metode ini untuk membantu para
siswanya yang tidak masuk kelas dengan membuat video pembelajaran apa yang
sudah mereka ajarkan. Hasilnya sangat bagus, siswa bisa mengikuti pelajaran
dan tidak ketinggalan.Model ini akhirnya dipakai juga oleh siswa yang sudah
belajar di kelas sebagai bahan memperdalam materi yang sudah dipelajarinya.
Guru sebelum membahas materi yang akan di ajarkan memberikan tugas
terlebih dahulu kepada siswa untuk mempelajari materi yang ada dalam media
pembelajaran. Model belajar seperti ini membuat siswa dituntut untuk lebih
mandiri karena mereka mempelajari bahan terlebih dahulu sebelum ada
pertemuan di kelas. Model ini juga membuat siswa lebih aktif karena dorongan
keingintahuan mereka juga lebih tinggi.
Model ini juga cocok sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi Era Industri 4.0. Perubahan model belajar ini tentu membutuhkan
pelatihan dan kesiapan guru, tenaga kependidikan, dan para pejabat pendidikan
dalam merancang rencana pelaksanaan pembelajaran dan media pembelajaran
yang compatible dengan perkembangan teknologi saat ini.Guru bisa dengan
mudah mengunduh materi yang akan dipelajari siswa dari berbagai learning
management system (LMS) yang sudah tersedia, baik dari Kemdikbud, yaitu
Rumah Belajar dan TV Edukasi, maupun menggunakan LMS dari swasta yang
dapat diunduh secara gratis. Materi diserahkan kepada siswa dengan diberi
penjelasan apa yang harus dikerjakan dan akan dibahas pada pertemuan
berikutnya. Pada saat siswa datang ke sekolah, guru tinggal membahas dengan
mereka, misalnya siswa diminta mempresentasikan apa yang telah dipelajari.
Dengan demikian, siswa terlatih mengomunikasikan apa yang dipelajari kepada
teman sejawat.
Untuk memperdalam materi yang dipelajari, guru juga bisa mengajak siswa
berdiskusi dalam kelompok kecil. Guru berperan sebagai fasilitator dan
berkeliling kelas untuk memotivasi sekaligus memantau keaktifan siswa dalam
berdiskusi. Dengan model ini, siswa tidak perlu hadir ke sekolah tiap hari.Jadi,
seandainya tahun ajaran baru nanti siswa harus masuk sekolah di selang-seling,
metode ini sangat bagus. Siswa akan mengerjakan tugas pada saat di rumah
selama tiga hari dan masuk ke sekolah belajar di kelas selama tiga hari. Model
ini cocok untuk mengoptimalkan waktu di kelas yang terbatas dan juga akan
melatih siswa untuk mengelola waktu dengan baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika dan juga beberapa sekolah
di Indonesia yang sudah mempraktikkan flipped classroom, hasilnya sangat
menggembirakan dan kualitasnya lebih baik. Para siswa yang mempraktikkan

28
metode ini motivasi belajarnya sangat tinggi, kreativitasnya meningkat,
tanggungjawab meningkat, siswa lebih aktif dalam PBM di kelas, dan nilai
akademiknya lebih baik jika dibandingkan cara belajar tradisional. Begitu juga
para guru juga merasa punya waktu lebih untuk berinteraksi dengan siswa.
Dengan model ini, tujuan kita untuk membekali kemampuan siswa untuk
berpikir kritis (critical thinking), bekerjasama (collaborative), kemampuan
berkomunikasi (comunication skills), dan berpikir kreatif dan inovatif
(creative/innovative) dapat kita laksanakan dengan baik. Guru tidak
mendominasi waktu di kelas. Interaksi guru dan siswa semakin baik dan
semakin menyenangkan.
4. Keunggulan dan Kelemahan Model Flipped Classroom
A. Keunggulan
Menurut Basal (2015:34) Kelebihan strategi flipped classroom antara lain:
• Waktu di kelas lebih banyak
• Kesempatan untuk pembelajaran yang dipersonalisasi
• Kesempatan untuk belajar yang berpusat pada siswa
• Interaksi antara siswa dan guru lebih banyak
• Peningkatan motivasi siswa
• Lingkungan belajar yang penuh dengan alat yang familiar

Menurut Ulfa (2014: 12) kelebihan flipped classroom adalah:

• Siswa dapat mengulang-ulang materi tersebut hingga ia benar-benar


paham materi, tidak seperti pada pembelajaran biasa, apabila murid
kurang mengerti maka guru harus menjelaskan lagi hingga siswa
dapat mengerti .
• Siswa dapat mencari informasi dari manapun yang mendukung
materi tersebut
• Efisien, karena siswa diminta untuk mempelajari materi di rumah
dan pada saat di kelas, siswa dapat lebih memfokuskan kepada
kesulitannya dalam memahami materi ataupun kemampuannya
dalam menyelesaikan soal-soal berhubungan dengan materi tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan strategi


flipped classroom adalah siswa lebih leluasa untuk belajar mandiri di rumah dan
dapat mengulang-ngulang mempelajari materinya hingga siswa paham dan
siswa lebih bertanggung jawab atas apa yang sudah dipelajari mandiri di rumah
sehingga siswa lebih matang dan siap saat masuk kelas dan pembelajaran
dimulai. Siswa sudah punya pengetahuan awal sebelum masuk kelas dan bisa
bertanya saat ada bagian materi yang belum dipahami yang butuh penjelasan
dari guru.

29
B. Kelemahan
Menurut Schiller (2013: 63) kekurangan flipped classroom:
• Siswa yang baru mengenal metode ini butuh adapatasi karena belajar
mandiri di rumah, konsekuensinya mereka tidak siap dengan
pembelajaran aktif di dalam kelas. Solusi masalah ini dengan cara
memberikan kuis salah satunya online, di kelas, memberikan PR
untuk referensi informasi.
• Pekerjaan rumah (bacaan dan video)harus disesuaikan dengan hati-
hati untuk mempersiapkan mereka pada kegiatan di kelas.
• Membuat bahan ajar berkualitas yang bagus sangat sulit.

Berdasarkan pendapat ahli di atas bahwa siswa membutuhkan adaptasi


untuk belajar mandiri di rumah dan butuh waktu yang ekstra untuk benar-benar
bisa memahami materi yang dipelajari di rumah.Siswa mencari informasi
pendukung terkait materi baik buku paket atau internet karena siswa
mengeksplor pengetahuan sendiri di rumah dan kekurangan dari strategi ini
adalah sulitnya mendesign bahan ajar yang mudah dipahami siswa dan
berkualitas.

5. Syntak atau langkah-langkah Model Flipped Classroom


Menurut Bishop (2013: 17), berikut adalah langkah-langkah pembelajaran
dengan strategi flipped classroom:
1) Fase 0 (Siswa belajar mandiri) sebelum dilaksanakan pembelajaran, siswa
belajar mandiri di rumah mengenai materi untuk pertemuan berikutnya
dengan mempelajari bahan ajar yang sudah diberikan oleh guru saat akhir
pembelajaran.
2) Fase 1 (Datang ke kelas untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dan
mengerjakan tugas yang berkaitan) pada pembelajaran di kelas, siswa dibagi
menjadi beberapa kelompok secara acak untuk mengerjakan tugas yang
berkaitan dengan materi yang sudah dipelajari di rumah dan juga diberi kuis
di awal pembelajaran untuk mengukur pemahaman awal siswa saat belajar
di rumah.
3) Fase 2 (Menerapkan kemampuan siswa dalam proyek dan simulasi lain di
dalam kelas) Siswa melakukan diskusi bersama kelompoknya. Peran guru
adalah memfasilitasi berjalannya diskusi. Di samping itu, guru juga
menyiapkan beberapa pertanyaan dari materi tersebut. Sedangkan yang
dimaksud proyek pada strategi pembelajaran ini adalah lembar kegiatan
yang dikerjakan oleh siswa untuk menerapkan kemampuan pemahamannya.
4) Fase 3 (Mengukur pemahaman siswa yang dilakukan di kelas pada akhir
materi pelajaran) Sebelumnya, guru telah menyampaikan jika akan
dilakukan kuis pada setiap akhir pertemuan sehingga siswa benar- benar

30
memahami setiap proses belajar yang telah di lalui saat di kelas. Peran guru
disini adalah sebagai fasilitator.
Menurut Basal (2015: 34) langkah-langkah strategi flipped classroom antara
lain:
1) Guru merencanakan secara rinci apa yang akan dipelajari siswa di rumah.
2) Memilih berbagai kegiatan yang sesuai yang memenuhi kebutuhan
semua peserta didik. Pendekatan semacam itu bisa memberi kesempatan
belajar yang kaya bagi siswa yang berbeda gaya belajar.
3) Menentukan bagaimana cara mengintegrasikan tugas dan aktivitas itu
terjadi di rumah dan di kelas. Langkah ini sangat penting karena kelas
yang membalik untuk menjadi pendekatan campuran. Karena itu, tidak
ada bagian yang diimplementasikan terpisah.
4) Mempresentasikan semua kegiatan secara terorganisir. karena itu
menghubungkan pembelajaran di rumah dan di kelas.

Menurut Ulfa (2014: 11) Langkah-langkah pembelajaran flipped classroom


adalah sebagai berikut :

1) Siswa belajar mandiri di rumah mengenai materi untuk pertemuan


berikutnya.
2) Di kelas, peserta didik dibentuk berkelompok secara acak.
3) Peran guru pada saat kegiatan belajar berlangsung adalah memfasilitasi
berlangsungnya diskusi dengan metode kooperatif learning. Di samping
itu, guru juga akan menyiapkan beberapa pertanyaan (soal) dari materi
tersebut.
4) Guru memberikan kuis/tes sehingga siswa sadar bahwa kegiatan yang
mereka lakukan bukan hanya permainan, tetapi merupakan proses
belajar, serta guru
5) berlaku sebagai fasilitator dalam membantu siswa dalam pembelajaran
serta menyelesaikan soal soal yang berhubungan dengan materi.

Menurut Adhitiya dkk (2015), langkah-langkah model pembelajaran dengan


metode flipped classroom adalah sebagai berikut:

a. Persiapan
1) Sebelum tatap muka guru memberikan materi dalam bentuk video
pembelajaran.
2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
3) Guru menyampaikan secara garis besar materi yang akan dipelajari.
4) Memberi tugas siswa untuk membuat rangkuman dari video.
b. Kegiatan di kelas
1) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5

31
orang siswa.
2) Membahas video yang telah ditonton siswa dengan diskusi dan tanya
jawab.
3) Melalui tanya jawab dengan siswa guru menguatkan konsep.
4) Guru memberikan latihan pemecahan masalah melalui LKS.
5) Siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah.
6) Peran guru saat diskusi adalah memfasilitasi siswa agar mampu
menuliskan ide atau gagasannya terkait masalah yang diberikan.
7) Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan yang lain
menanggapinya.
8) Guru memberikan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.
9) Memberikan video pembelajaran untuk pertemuan selanjutnya.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa


langkah dari strategi flipped classroom yaitu siswa guru memberikan bahan ajar
untuk digunakan belajar mandiri siswa di rumah sebelum pertemuan
selanjutnya. Jadi siswa lebih mempersiapkan materi sebelum masuk kelas,
sedangkan pembelajaran di kelas yaitu penguatan dan latihan soal serta diskusi
dan di presentasikan.

6. Contoh penerapan Model Flipped Classroom


Contoh Implementasi Flipped Classroom dengan SEVIMA EdLink
Ada pun persiapan yang harus dilakukan dosen dan mahasiswa sebelum
proses pembelajaran adalah:
a. Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan sama seperti kegiatan
pendahuluan pada model pembelajaran lainnya. Mulai dari salam,
mengecek kehadiran, menanyakan materi sebelumnya, mengaitkan materi
dengan pengalaman peserta didik, menyampaikan cakupan materi,
menyampaikan tujuan dan manfaat materi, dan menyampaikan rencana
kegiatan serta penilaian yang akan dilaksanakan.
b. Langkah-langkah Flipped Classroom
1) Dosen membagikan materi perkuliahan dan tugas.
Dosen bisa membagikan materi perkuliahan dan tuga melalui SEVIMA
EdLink dengan menggunakan fitur “Materi” dan “Tugas” untuk dipelajari
mahasiswa di rumah. Materi bisa berupa video maupun e-book.
2) Dosen Mendampingi Mahasiswa untuk melakukan diskusi.
Dosen bisa melakukan diskusi terpandu sebagai bentuk pendampingan
dengan menggunakan fitur “Diskusi Kelas” di EdLink. Dosen bisa
memulai kegiatan tanya-jawab untuk memastikan bahwa mahasiswa
mengerti apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan.

32
3) Dosen memberikan tes untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa.
Dosen bisa memanfaatkan fitur “Quiz” untuk mengukur pemahaman.Dan
mahasiswa bisa mengunggah hasil belajarnya di fitur “Tugas” dan dosen
melakukan koreksi hasil pembelajaran mandiri yang dilakukan oleh
mahasiswa dari rumah.
4) Lalu, dosen memberikan penguatan atas materi yang diberikan secara tatap
muka.
Saat mahasiswa mendapat giliran untuk belajar secara tatap muka di
kampus (dengan kapasitas setengah dari jumlah total mahasiswa di kelas
tersebut).
8. Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw
Defenisi Model Pembelajaran Teknik Jigsaw
Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir
dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki
yang menyususn potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini
juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa
melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain
untuk mencapai tujuan bersama. Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw
adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja
kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil , seperti yang diungkapkan Lie (
1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model
belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama
salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Dalam
model pembelajaran jigsaw ini siswa.memiliki banyak kesempatan untuk
mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat
meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung
jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang
dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya.( Rusman, 2008.203)

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Jigsaw


Menurut Rusman (2008 : 205) pembelajaran model jigsaw ini dikenal
juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan
pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap
kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas
permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawah
kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya.

Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Melakukan mambaca untuk menggali imformasi. Siswa memeperoleh topic


- topik permasalahan untuk di baca sehingga mendapatkan imformasi dari
permasalahan tersebut

33
2. diskusi kelompok ahli.siswa yang telah mendapatka topik permasalahan
yang samabertemu dalam satu kelompokataqu kita sebut dengan kelompok
ahli untuk membicaran topic permasalahan tersebut.
3. Laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan dari hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.
4. Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi.
5. Perhitungan sekor kelompok dan menetukan penghargaan kelompok.
Sedangkan menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ) yang dikutip Rusman
(2008), mengemukakan langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut:
1. Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang sisiwa.
2. Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda
3. Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub bagian
yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli)
untukmendiskusiksn sub bab mereka.
5. setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali kedalam
kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tem mereka tentang
subbab yang mereka kusai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan
seksama,
6. Tiap tem ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. guru memberi evaluasi
8. penutup

Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw

Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan yang dalam penerapan


model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di sekolah.

Kelebihan Jigsaw

a. Meringankan tugas guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli
yang bertugas menjelaskan materi kepada teman-teman dalam kelompoknya.
b. Pemerataan penguasaan materi oleh siswa dapat dicapai dalam waktu yang
lebih singkat dan siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan dengan
lebih baik.
c. Dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa
lain.
e. Setiap siswa memiliki kesempatan menjadi ahli dalam kelompoknya.
f. siswa saling ketergantungan positif satu sama lain selama proses
pembelajaran berlangsung.

Kelemahan pembelajaran Jigsaw

34
Selain kelebihan, ternyata jigsaw learning juga memiliki beberapa
kelemahan. Berikut ini adalah beberapa kelemahan metode jigsaw dalam
pembelajaran menurut beberapa ahli seperti Hamdayama (2014, hlm. 83) dan
Ibrahim (dalam Majid, 2013, hlm. 184):

a. Siswa yang lebih aktif dalam kelompok memiliki kecenderungan untuk


mendominasi proses diskusi dan mengontrol jalannya diskusi.
b. Siswa dengan kemampuan membaca dan berpikir yang lebih rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai
tenaga ahli.
c. Siswa memiliki kecerdasan di atas rata-rata temannya akan cenderung
merasa bosan ketika menerima penjelasan dari rekannya yang dinilai kurang
setara dengannya.
d. Membutuhkan kejelian dari guru dalam membentuk kelompok sehingga
kelompok benar-benar heterogen. Jika tidak, ada kemungkinan terbentuk
kelompok yang anggotanya kurang menonjol semua atau sebaliknya.
e. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli kadang tidak sesuai
dengan kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.
f. Siswa yang pasif atau merasa kurang dibandingkan temannya akan
mengalami krisis percaya diri. Hal ini tidak akan berlangsung lama jika
mendapat dukungan guru dan teman-teman dalam kelompok, lama
kelamaan perasaan itu akan hilang dengan sendirinya.

Penerapan model Jigsaw

Penerapan model Jigsaw dalam pembelajaran fisika dapat melibatkan


pembagian kelompok kecil, di mana setiap kelompok mempelajari konsep fisika
tertentu. Setelah itu, anggota kelompok yang berbeda bertukar informasi untuk
memahami keseluruhan topik. Misalnya, satu kelompok fokus pada hukum
Newton, sementara kelompok lain mempelajari energi kinetik. Pertukaran
informasi antarkelompok akan membantu siswa memahami keterkaitan antar
konsep fisika secara lebih menyeluruh.

Hasil yang peroleh melaJui penetilitan tindakan kelas (Ciassrom Action


Research) dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pacta
pelajaran fisika dengan materi penerapan konsep listrik arus searah perlu
diterapkan untuk meningkatkan kemauan dan motivasi, aktivitas siswa, hasil
belajar siswa, serta rasa senang siswa dalam pembelajaran

6. MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E


Learning cycle atau pembelajaran siklus adalah suatu model pembelajaran
konstruktivisme yang berpusat pada keaktifan peserta didik. Learning cycle are
designed to have students observe a small part of the world, discover a pattern,

35
name it and look for pattern elsewhere. (Lawson,1995) Model Pembelajaran
Learning Cycle 5E (LC 5E) merupakan model pembelajaran berbasis
pendekatan inkuiri yaitu berpusat pada siswa (student centered) dan sesuai
dengan pendekatan konstruktivisme, sehingga menjadikan siswa sebagai subjek
bukan semata-mata objek yang hanya menerima informasi dari guru.

Learning cycle atau pembelajaran siklus adalah suatu model pembelajaran


konstruktivisme yang berpusat pada keaktifan peserta didik. Learning cycle are
designed to have students observe a small part of the world, discover a pattern,
name it and look for pattern elsewhere. (Lawson,1995) Model Pembelajaran
Learning Cycle 5E (LC 5E) merupakan model pembelajaran berbasis
pendekatan inkuiri yaitu berpusat pada siswa (student centered) dan sesuai
dengan pendekatan konstruktivisme, sehingga menjadikan siswa sebagai subjek
bukan semata-mata objek yang hanya menerima informasi dari guru.

Model pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) adalah suatu model


pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) yang merupakan
rangkaian tahap-tahap kegiatan atau fase-fase yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai
dalam pembelajaran dengan ikut berperanan aktif, diarahkan untuk mencari dan
menemukan sendiri sebuah pengetahuan baru. (Asmawati & Wuryanto, 2014;
Gazali, Hidayat, & Yuliati, 2015; Indah Firdausi, 2014)

A. Tujuan dan manfaat LC 5E adalah :


a. Untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkostruksikan
pengetahuan dan pengalaman mereka dengan cara mereka sendiri dengan
terlibat aktif mempelajari materi secara tepat dengan berfikir baik secara
individu maupun kerja.
b. Setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah
dipersiapkan guru yang kemudian hasil belajar individual dibawa ke kelompok-
kelompok untuk di diskusikan oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama.

c. Meningkatkan motivasi belajar karena pelajar dilibatkan secara aktif dalam


proses pembelajaran.

d. Dapat memberikan kondisi belajar yang menyenangkan, meningkatkan


keterampilan sosial dan aktivitas siswa, membantu siswa dalam memahami dan
menguasai konsep-konsep dalam pembelajaran yang telah dipelajari melalui
kegiatan atau belajar secara berkelompok, sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.

B. Sintaks

36
a. Engagement (Pendahuluan)
b. Exploration (Eksplorasi)
c. Explanation (Penjelasan)
d. Elaboration (Penerapan Konsep)
e. Evaluation (Evaluasi)

Prinsip reaksi
a. Saat peserta didik tidak tahu permasalahan apa yang akan diselesaikan, guru
mengorientasikan masalah pada masing-masing kelompok.
b. Saat peserta didik kurang memiliki kerjasama dalam kelompoknya, guru
membimbing kerjasama tiap kelompok.
c. Saat peserta didik kesulitan, guru membantu peserta didik.
d. Saat peserta didik menemukan solusi utama dari permasalahan, guru
mengkoordinir siswa secara perwakilan untuk menyampaikan hasil diskusi
ke depan kelas.
e. Saat peserta didik selesai menyampaikan jawaban diskusinya, guru
memberikan konfirmasi terkait jawaban tersebut.

C. Kelebihan dan kekurangan


Kelebihan

a. Merangsang kembali siswa untuk mengingat kembali materi pelajaran yang


telah mereka dapatkan sebelumnya.
b. Memberikan motivasi kepeda siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran
dan menambah rasa keingintahuan.
c. Melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen.
d. Melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka
pelajari.
e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan
dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari.

Kekurangan
a. Siswa masih belum terbiasa dengan pembelajaran yang baru, sehingga siswa
hanya duduk dan diam di kelas sambil mendengarkan dan mencatat
keterangan yang diberikan oleh guru atau dari temannya.
b. Terbatasnya waktu pembelajaran yang mengakibatkan kurang optimal
khususnya pada tahap Explore.
c. Ada beberapa siswa yang kurang suka mencatat sehingga saat guru
memberikan tugas yang akan dikerjakan, siswa ini tidak memiliki catatan
dan berakibat tugas kurang optimal.

D. Tahapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E

37
1. Engage, guru berusaha membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang
topik yang akan diajarkan melalui fenomena yang terjadi sehingga muncul
pertanyaan-pertanyaan dalam diri mereka.
2. Explore, siswa diorganisasikan ke dalam kelompok belajar untuk bekerjasama
dalam membuktikan hipotesis, melakukan pengamatan, mengumpulkan data,
dan diskusi untuk menjawab pertanyaan yang muncul.
3. Explain, siswa dituntut untuk menjelaskan pengetahuan yang mereka peroleh
dengan kata-kata mereka sendiri.
4. Elaborate,siswa harus menerapkan pengetahuan yang diperoleh ke dalam
fenomena yang baru.
5. Evaluate, guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa. Tahapan-
tahapan Learning Cycle 5E di atas sesuai untuk menyelesaikan masalah yang
mempengaruhi rendahnya hasil belajardengan memunculkan rasa keingintahuan
siswa dan membuat siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri
dengan cara berinteraksi dengan lingkungan.

E. Contoh Penerapan Model Pembelajaran Learnig Cycle 5E dalam


Pembelajaran Fisika
1. Engage: Guru memilih konsep fisika yang akan dibahas, seperti konsep gravitasi
atau impuls dan momentum. Guru mengajarkan konsep tersebut dengan cara yang
menarik dan berkolaborasi, seperti menggunakan video, gambar, atau demonstrasi
dalam kelas.

2. Explore: Siswa memahami konsep yang dibahas secara tidak langsung, seperti
mengenal konsep gravitasi melalui pengamatan langsung atau mengenal impuls
dan momentum melalui pengamatan eksperimen.

3. Explain: Siswa mengenal konsep yang dibahas dengan lebih dalam, seperti
mengenal konsep gravitasi dengan mengenal konstanta gravitasi, atau mengenal
impuls dan momentum dengan mengenal konsep energi dan kerja.

4. Elaborate: Siswa mengaplikasikan konsep yang dibahas dalam situasi yang lebih
kompleks, seperti mengaplikasikan konsep gravitasi dalam pengamatan langsung
atau mengaplikasikan konsep impuls dan momentum dalam pengamatan
eksperimen.

5. Evaluate: Guru mengujikan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep


yang dibahas dalam situasi yang lebih kompleks, seperti mengujikan kemampuan
siswa dalam mengaplikasikan konsep gravitasi dalam pengamatan langsung atau
mengujikan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep impuls dan
momentum dalam pengamatan eksperimen

38
DAFTAR PUSTAKA

Adhitiya, E.N., Prabowo, A. dan Arifuddin, R. 2015. Studi Komparasi Model


Pembelajaran Traditional Flipped Classroom dengan Peer Instruction
Flipped terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Unnes Journal of
Mathematics Education 4.
AFRIA SUSANA, M.Pd. PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING
MENGGUNAKAN MULTIMEDIA INTERAKTIF. Bandung: Tata Akbar,
2019.
Agung, Gusti Bagus Wirya.2020.”Makalah Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) Sebagai Rujukan Dalam Pembelajaran
PendidikanKewarganegaraan”.Universitas Udayana.
Aji, S. D., Hudha, M. N., & Rismawati, A. (2017). Pengembangan modul
pembelajaran fisika berbasis problem based learning untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah fisika. Science Education Journal, 1(1), 36-
51.
Al Rasyidin dan Wahyudin Nur Nasution. 2015. Teori Belajar dan
Pembelajaran.edan: Perdana Publishing.Arends, ., (2001), Learning to Teach,
New York: Mc. Graw-Hill Companies, Inc.
Aristawati, N. K., Sadia, I. W., & Sudiatmika, A. A. I. A. R. (2018). Pengaruh Model
Problem Based Learning Terhadap Pemahaman Konsep Belajar Fisika
Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika Undiksha, 8(1), 31-41.\
Al-Tabany, Trianto. (2017). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan
Kontektual. Jakarta: Kencana.
Amin, Ahmad Kholiqul. (2017). Kajian Konseptual Model Pembelajaran Blended
Learning Berbasis Web untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Motivasi
Belajar. Jurnal Pendidikan Edutama, 4 (2) : 61.
Haudi.(2020).Strategi Pembelajaran . Solok : Insan Cendekia Mandiri.
Husamah. (2014). Pembelajaran Bauran Blended Learning. Malang : Prestasi
Pustakarya.
Jamil, S. (2014). Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Marlina, Emas. (2020). Pengembangan Model Pembelajaran Blended Learning
Berbantuan Aplikasi Sevima Edlink. Jurnal Pendagogik, 3 (2) : 107.
Muir, T., & Geiger, V. 2016. The Affordances of Using a Flipped Classroom
Approach in the Teaching Of Mathematics: A Case Study of a Grade 10
Mathematics Class. Mathematics Education Research Journal.
Mulyani, S. (2020). Penerapan metode pembelajaran problem based learning guna
meningkatkan hasil belajar ipa di masa pandemi covid 19. Navigation
Physics:Journal of Physics Education, 2(2), 84-89.
Simangunsong, I. T., Panggabean, D. D., & Damanik, D. P. (2023). Problem Based
Learning untuk Meningkatan Kreativitas Mahasiswa Berbasis Literasi

39
Digital. Journal on Education, 5(2), 5231-5237.
Subakti,Hani.(2021). Pengantar Strategi Pembelajaran.Yayasan Kita Menulis.
Susanti, W., & Jatmiko, B. (2016). Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe
TAI (team assisted individualization) untuk meningkatkan hasil belajar fisika
siswa SMA pada materi elastisitas. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya
(JPFA), 6(1), 26-33.
Susanti, L., & Pitra, D. A. H. (2019). Flipped classroom sebagai strategi pembelajaran
pada era digital. Health and Medical Journal, 1(2), 54-58.

Utami, Sri. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Flipped Classroom Tipe Peer
Instruction Flipped Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

WAHYURINI, L. S. (2022). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning


dengan Menggunakan Media Google Clasroom dan Zoom dalam
Meningkatkan HasilBelajar Fisika.Action:Jurnal Inovasi Penelitian indakan
Kelas dan Sekolah,2(3), 237-243.

Wijoyo, H. (Ed.). (2021). Strategi pembelajaran. Insan Cendekia Mandiri.

40

Anda mungkin juga menyukai