Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

INOVASI PEMBELAJARAN
“MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF”

Disusun Oleh :
1. Tya Arvina Susanto (205500002)
2. Harizma (205500003)
3. Agnes Putri Handayani (205500017)
4. Rika Dwi Cahyanti (205500019)
5. Iffa Wardatul Mawaddah (205500027)
6. Lola Amalia Pratiwi (205500031)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2023
Model Pembelajaran Inovatif
1. Problem Based Learning
a. Pengertian Pembelajaran Problem Based Learning
Problem Based Learning (Pembelajaran berbasis masalah), merupakan
salah satu pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif
kepada peserta didik. Model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
dengan cara memberikan berbagai masalah kepada peserta didik yang
dihadapi dalam kehidupannya. Pembelajaran berbasis masalah
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi, dan pengetahuan diri. Model pembelajaran
berbasis masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan
baru, Bern dan Erickson menegaskan bahwa pembelajaran ini yang melibatkan
peserta didik dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan
berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.
Model pembelajaran berbasis masalah ini mengutamakan partisipasi
aktif dari peserta didik. Proses ini mendorong peserta didik dalam
mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri. Penerapan
PBL diambil dari suatu permasalahan sehari-hari. Permasalahan itu dapat
diberikan pendidik kepada peserta didik, peserta didik bersama pendidik,
atau dari peserta didik untuk dirinya sendiri, kemudian dijadikan
pembahasan dan dicari pemecahan permasalahan tersebut. Model Problem
Based Learning suatu model pembelajaran yang berorientasi kepada peserta
didik yang dimaksud adalah setiap peserta didik secara aktif
mengidentifikasi masalah sampai bisa menarik kesimpulan dengan tujuan
peserta didik mendapatkan pengalaman belajar secara langsung dari setiap
proses pembelajaran yang telah dilaluinya. Hal ini menjadikan peserta didik
tidak hanya mengetahui materi melainkan bisa memahami konsep, peserta
didik mudah menyelesaikan permasalahan yang ada dan membuat peserta
didik aktif dan kritis.

b. Manfaat Pembelajaran Problem Based Learning


Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
Peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah
dan keterampilan intelektual, dan juga membuat peserta didik menjadi
pembelajar yang mandiri. Model pembelajaran ini, peserta didik dari awal
diarahkan kepada berbagai masalah yang ada dalam kehidupan. Penggunaan
Problem Based Learning dapat meningkatkan pemahaman peserta didik
tentang apa yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
Problem Based Learning memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai berikut:
1. Peserta didik dapat memecahkan masalah dengan konsep yang
sudah diperoleh dan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya.
2. Peserta didik dapat menyatukan pengetahuan yang dimiliki
dengan keterampilan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang
relevan.
3. Peserta didik dapat berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif dalam
menyelesaikan masalah atau dalam bekerja.

c. Ciri-Ciri dan Karakteristik Pembelajaran Problem Based Learning


Problem Based Learning yaitu pembelajaran yang dimulai dari
pemberian masalah yang memiliki konteks pada kehidupan sehari-hari.
Maka dari itu berikut ini beberapa ciri-cirinya:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran berbasis masalah ialah menyusun pembelajaran di
sekitar dengan memberikan pertanyaan dan masalah. Pendidik
menunjukkan situasi kehidupan nyata yang jawabannya tidak
sederhana dan peserta didik memecahkan masalah tersebut.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah yang ditelaah benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya peserta didik dapat meninjau masalah dari banyak
hal. Pembelajaran ini memiliki keterkaitan dengan disiplin ilmu
lainnya sehingga peserta didik dapat diarahkan dalam berbagai
bidang ilmu.
3. Penyelidikan autentik
PBL mengharuskan peserta didik melakukan penyelidikan untuk
mencari pemecahan nyata dari suatu permasalahan. Peserta didik
menganalisis dan mendefinisikan masalah, dan menyimpulkan.
4. Menghasilkan produk atau karya
Menuntut peserta didik menghasilkan suatu permasalahan dan
menemukan pemecahan masalah tersebut yang telah mereka
kemukakan.
5. Kolaborasi/Kerjasama
Bekerja sama memberikan motivasi yang berkelanjutan dengan
terlibat dalam tugas-tugas kompleks, meningkatkan kemampuan
pemecahan permasalahan, mengembangkan keterampilan berpikir
dan kecakapan sosial.

Pembelajaran berdasarkan masalah-masalah memiliki karakteristik-


karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar dimulai dengan suatu masalah
2. Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan
dunia nyata Peserta didik.
3. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah.
4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada peserta didik
dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar
mereka sendiri.
5. Menuntut peserta didik mendemonstrasikan apa yang telah mereka
dapatkan dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
6. Pendidik dalam pembelajaran sebagai fasilitator, dan tetap
memantau perkembangan aktivitas Peserta didik dan mendorong
mereka agar mencapai target yang ingin dituju.

d. Tujuan Model Pembelajaran Problem Based Learning


Pada prinsipnya pembelajaran PBL ini menghadapkan peserta didik
pada masalah dunia nyata untuk memulai pembelajaran, bagaimana
menyelidiki masalah-masalah untuk mengembangkan proses berpiki
peserta didik, dan belajar melalui pengalaman yang menjadikan peserta
didik mandiri. Adapun tujuan PBL sebagai berikut:
1. Keterampilan berpikir dan memecahkan masalah.
2. PBL memberikan jembatan antara pembelajaran sekolah formal dan
aktivitas di luar pembelajaran di sekolah. Mendorong kerjasama
dalam menyelesaikan tugas, mendorong pengamatan sehingga
secara bertahap peserta didik memahami peranan penting dari
aktivitas yang terjadi.
3. Belajar pengarahan sendiri, dimana harus dipelajari sendiri
memahami sendiri dan mendapatkan informasi yang harus
diperoleh, Bertujuan untuk mengembangkan diri sendiri.
4. Mengembangkan pemikiran kritis dan terampil kreatif.
5. Membantu peserta didik untuk menerapkan ilmu yang dia miliki
dengan situasi baru.

e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning


Menurut Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2012, h.243)
mengemukakan, bahwa langkah-langkah PBL adalah sebagai berikut:
1. Orientasi Peserta didik pada masalah
Pendidik menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, memotivasi Peserta didik terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya. Menyajikan situasi
masalah dan membimbing peserta didik dalam mengidentifikasi
masalah.
2. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
Pendidik membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi (Menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain)
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Pendidik mendorong Peserta didik untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melakukan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis,
dan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pendidik membantu peserta didik dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model
serta membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temanya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pendidik membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang
digunakan selama berlangsungnya pemecahan masalah.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
(persentasi).

f. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Problem Based Learning


Problem Based Learning merupakan bagian dari strategi pembelajaran.
Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam metode PBL, sebagai
berikut:
 Kelebihan Problem Based Learning:
1. Peserta didik didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan
masalah dalam situasi nyata.
2. Peserta didik memiliki kemampuan membangun pengetahuannya
sendiri melalui aktivitas belajar.
3. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak
ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh Peserta didik. Hal ini
mengurangi beban peserta didik dengan menyimpan informasi.
4. Terjadi aktivitas ilmiah pada peserta didik melalui kerja kelompok.
5. Peserta didik terbiasa dengan sumber-sumber dari buku,
perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.
6. Peserta didik memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya
sendiri.
7. Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi
ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan
mereka.
8. Kesulitan belajar peserta didik secara individual dapat diatasi
melalui kerja kelompok.
9. PBL berpusat pada peserta didik. Memotivasi pembelajaran aktif,
meningkatkan pemahaman dari peserta didik untuk terus belajar.

 Kekurangan Problem Based Learning:


1. PBL membutuhkan pembiasaan karena model ini cukup rumit
dalam teknisnya, serta peserta didik harus dituntut untuk
konsentrasi dan daya kreasi yang tinggi.
2. Proses pembelajaran harus dipersiapkan dalam waktu yang cukup
panjang atau keterbatasan waktu. Karena sedapat mungkin setiap
persoalan yang dipecahkan harus tuntas.
3. Informasi berlebihan. Peserta didik kemungkinan tidak yakin
dengan seberapa banyak belajar mandiri yang diperlukan dan
informasi apa yang relevan dan berguna.
4. Sumber-sumber lain. Sebagian besar peserta didik memerlukan
akses pada perpustakaan yang sama dan internet secara bersamaan
juga.
2. Project Based Learning
a. Pengertian Pembelajaran Project Based Learning
Pjbl atau disebut dengan project based learning merupakan sebuah model
pembelajaran menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Pembelajaran
ini mengharuskan peserta didik menciptakan sebuah produk yang dihasilkan
dari sebuah masalah. Pjbl merupakan model pembelajaran yang inovatif,
kreatif, serta memprioritaskan keaktifan karena pusat pembelajaran ada pada
peserta didik. Hal ini cocok dengan salah satu tujuan utama sekolah yaitu
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis, serta
membuat keputusan rasional.
Menurut Fathurrohman (2016), project based learning adalah model
pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai sarana
pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang dicapai peserta didik. Proyek / kegiatan yang dilakukan
berkaitan dengan isu kehidupan. Project based learning merupakan metode
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengalamannya dengan beraktivitas secara nyata dalam kehidupan (Saefudin
2014). PJBL menurut kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran ini berpusat pada peserta didik dengan keterlibatannya
secara sadar mengenai isu isu di dunia nyata, kemudian peserta didik
melakukan kegiatan penugasan dengan hasil akhir sebuah produk yang
bernilai dan realistik.
Kemandirian peserta didik dalam belajar untuk menyelesaikan tugas
(masalah) yang dihadapi merupakan tujuan dari PJBL. Kemandirian dalam
belajar perlu dilatih oleh pendidik kepada peserta didik melalui pembiasaan
penggunaan model pembelajaran. Meskipun pembelajaran bersifat mandiri
dan berpusat pada peserta didik, bimbingan dan arahan dari pendidik juga
diperlukan. Tugas pendidik dalam pembelajaran pjbl adalah mengarahkan
peserta didik agar proses pembelajaran berjalan lancar sesuai dengan alur
pembelajaran.

b. Manfaat Pembelajaran Project Based Learning


1. Melatih peserta didik untuk menggunakan reasoning dalam mengatasi
persoalan bisnis.
2. Melatih peserta didik dalam membuat hipotesis dalam pemecahan
masalah berdasarkan konsep bisnis yang sederhana.
3. Melatih kemampuan berpikir kritis dan kontekstual dengan
permasalahan-permasalahan bisnis real yang dihadapi.
4. Melatih peserta didik melakukan uji coba dalam pembuktian hipotesis.
5. Melatih peserta didik dalam mengambil keputusan tentang masalah
dengan cara mendorong peserta didik ikut berpartisipasi aktif dan
konsentrasi dalam diskusi, merangsang peserta didik untuk berpikir
dengan mengembalikan pertanyaan kepada mereka.

c. Ciri-Ciri dan Karakteristik Pembelajaran Project Based Learning


Pembelajaran berbasis proyek ini memiliki 5 ciri-ciri, yaitu:
1. Centrality (berpusat pada kurikulum)
2. Driving Question (Menjadikan peserta didik berpikir secara kritis
dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sehingga menambah
rasa ingin tahu)
3. Contructive Investigation (Menjadikan peserta didik melakukan hal
positif yang bertujuan untuk mengembangkan belajarnya, dengan
mencari sumber belajar)
4. Autonomy (Proses belajar individual yang terjadi sebagai akibat
belajar secara berkelompok dalam mengerjakan proyek)
5. Realism (Pembelajaran yang terbingkai dalam konteks kehidupan
nyata)

Pembelajaran ini memiliki karakteristik, yaitu:


1. Sentralisasi
Pada pjbl proyek merupakan inti strategi mengajar, peserta didik
belajar dan memahamo konsep inti materi melalui proyek.
Keterpusatan pada kurikulum, jika peserta didik belajar diluar
kurikulum maka tidak dikatakan sebagai pjbl.
2. Mengarahkan pertanyaan
Proyek pjbl difokuskan pada pertanyaaan atau problem yang
mendorong Peserta didik mempelajari konsep dan prinsip inti mata
materi. Proyek biasanya dilakukan dengan pengajuan pertanyaan yang
belum bisa dipastikan jawabannya. Proyek pjbl dapat dirancang
sistematik dengan gabungan topik dari dua atau lebih matapelajaran.
3. Kontruktivisme
Aktivitas inti proyek harus melibatkan transformasi dan kontruksi dari
pengetahuan dan keterampilan baru pada peserta didik . Jika aktivitas
inti dari proyek tidak merepresentasikan tingkat kesulitan peserta
didik atau bisa dilakukan dengan penerapan informasi dan
keterampilan yang siap dipelajari, maka bukan termasuk proyek pjbl
melainkan sebuah latihan.
4. Otonomi
Inti proyek tidak berpusat pada Pendidik, berupa teks aturan atau
dalam bentuk paket tugas. Tugas laboratotium bukan termasuk pjbl.
Pjbl mengutamakan kemandirian, pilihan, waktu kerja fleksibel, dan
tanggung jawab peserta didik pada proyek
5. Realistis
Pjbl melibatkan tantangan tantangan nyata, berfokus pada pertanyaan
atau masalah autentik (bukan simulative), dan pemecahannya
berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya

d. Tujuan Model Pembelajaran Project Based Learning


Diterapkannya suatu model pembelajaran tertentu mengandung tujuan
yang akan dicapai, adapun tujuan dari Project Based Learning sebagai
berikut:
1. Melatih sikap proaktif peserta didik dalam memecahkan suatu
masalah.
2. Mengasah kemampuan peserta didik dalam menguraikan suatu
permasalahan di kelas.
3. Meningkatkan keaktifan peserta didik dalam menyelesaikan
permasalahan yang kompleks sampai diperoleh hasil nyata.
4. Mengasah keterampilan peserta sisik dalam memanfaatkan alat dan
bahan di kelas guna menunjang aktivitas belajarnya.
5. Melatih sifat kolaboratif peserta didik.

e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Project Based Learning


Berikut langkah-langkah Project Based Learning:
1. Menentukan pertanyaan mendasar sebelum masuk materi pendidik
menyiapkan sebuah pertanyaan yang mendasar terkait dengan materi
yang akan dipelajari dengan pengemasan dalam studi kasus di dunia
nyata dan di lanjut dengan penelusuran mendalam.
2. Menyusun design perencanaan proyek.
Dalam penyusunan proyek bersiftat kolaboratif antara pendidik dan
peserta didik. Proyek didesain memuat beberapa poin, seperti aturan
main, aktivitas, dan presentasi.
3. Membuat jadwal aktivitas
Setelah Menyusun desain, dilanjutkan dengan membuat jadwa
aktivitas seperti
a. Menentukan timeline pengerjaan
b. Menentukan deadline pengerjaan
c. Menentukan perencanaan baru untuk menyelesaikan proyek
d. Memberikan bimbingan bagi peserta didik yang menggunakan
cara diluar proyek.
4. Melakukan monitoring pada perkembangan kinerja peserta didik.
5. Menguji hasil kinerja peserta didik.
6. Mengevaluasi pengalaman
Evaluasi pengalaman berupa refleksi dari kegiatan yang sudah
dilakukan. Pada tahap ini pendidik bisa melakukan diskusi ringan
Bersama peserta didik terkait pengalaman selama mengerjakan proyek

f. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Project Based Learning


 Kelebihan
1. Meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar dan mendorong
mereka melakukan pekerjaan penting.
2. Mengembangkan keterampilan tingkat tinggi dan kemampuan
berpikir peserta didik.
3. Pentingnya kerja kelompok, sehingga dapat mengembangkan
kemampuan dan keterampilan berkomunikasi.
4. Memberi pengalaman kepada peserta didik mengenai
mengorganisasi proyek, mengalokasikan waktu, mengelola sumber
daya.
5. Menumbuhkan rasa tanggung jawab peserta didik.
6. Memberikan kesempatan belajar bagi Peserta didik untuk
berkembang sesuai kondisi dunia nyata.
7. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.

 Kekurangan
1. Memerlukan banyak waktu dan biaya,
2. Memerlukan banyak media dan sumber belajar,
3. Memerlukan pendidik dan peserta didik yang sama-sama siap belajar
dan berkembang,
4. Ada kekhawatiran peserta didik hanya akan menguasai topik
tertentu yang dikerjakannya.
3. Discovery Lerning
a. Pengertian Pembelajaran Discovery Learning
Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang di
kembangkan berdasarkan pandangan konstuktivisme. Model ini
menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting
terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara
aktif dalam proses pembelajaran. Discovery juga dapat diartikan sebagai
suatu proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual
pada peserta didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep yang dapat diterapkan di
lapangan. Selain itu discovery juga merupakan strategi pembelajaran yang
menekankan pengalaman langsung di lapangan, tanpa harus selalu
bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman buku
pelajaran.
Pengertian Discovery Learning menurut Jeome Burner (1977) adalah
metode belajaryang mendorong peserta didik untuk mengajukan
pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis
sebagai contoh pengalaman. Hal yang menjadi dasar ide J. Bruner adalah
pendapat dari Piaget yang menyatakan peserta didik harus berperan aktif
dalam belajar dikelas. Untuk itu , Bruner memakai cara dengan apa yang
di sebutnya Discovery Learning, yaitu peserta didik mengorganisasikan
bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir dalam penemuan cara
atau ide-ide baru.

b. Manfaat Pembelajaran Project Based Learning


Menurut Kuniasih & Sani (2014) beberapa manfaat dari Discovery Learning
adalah:
1. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
2. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
3. Peserta didik belajar memanfaatkan berbagai sumber belajar.

Sementara, menurut Marzono (2014:288) beberapa manfaat dari Discovery


Learning adalah:
1. Menumbuhkan sekarigus menanamkan sikap inquiry.
2. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
3. Hasil belajar memiliki efek transfer yang lebih baik.
4. Meningkatkan penalaran peseta didik dan kemampuan berfikir bebas.
5. Melatih keterampilan-keterampilan kognitif peserta didik untuk
menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
c. Ciri-Ciri Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Istiana, Catur dan Sukardj (2015) Discovery Learning memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasikan pengetahuan.
2. Berpusat pada peserta didik.
3. Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
yang sudah ada.

d. Tujuan Model Pembelajaran Discovery Learning


Setiap model pembelajaran pasti memiliki tujuannya masing-masing
dalam menunjang keberhasilan suatu proses pembelajaran. Discovery
learning juga memiliki tujuan seperti yang dikemukakan oleh Bell dalam
(Fitriyah, dkk..2017) yaitu :
1. Dalam penemuan peserta didik memiliki kesempatan untuk melihat
secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa
partisipasi banyak peserta didik dalam pembelajaran meningkat
ketikan penemuan digunakan.
2. Melalui pembelajaran dengan penemuan peserta didik dapat
menemukan pola dalam situasi konkrit maupun maupun abstrak.
3. Peserta didik juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak
rancuh dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi
yang bermanfaat dalam menemukan.
4. Pembelajaran dengan penemuan membantu Peserta didik membentuk
cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta
mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui penemuan lebih bermakna.
6. Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui penemuan lebih bermakna.

Sedangkan tujuan Discovery Learning sesuai apa yang tercantum


dalam Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 pada lampiran III yang
dikutip oleh Wahjud (2015) adalah bahwa : Model Discovery Learning
mengarahkan peserta didik untuk memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
Penemuan konsep tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi peserta didik
didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dan
dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi
atau mengkonstruksi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu
bentuk akhir. Hal tersebut terjadi bila peserta didik terlibat, terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep
dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferring.

e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning


Menurut Wahjud (2015) dalam mengaplikasikan metode Discovery
Learning di kelas, ada beberapa prosedur atau langkah-langkah yang
harus dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, secara umum sebagai
berikut :
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu
yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk
tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu Pendidik dapat memulai kegiatan
pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca
buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan
dan membantu peserta didik untuk melakukan eksplorasi.
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Setelah melakukan stimulasi langkah selanjutnya adalah Pendidik
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian pilih salah satu masalah dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan
menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik
yang berguna dalam membangun pemahaman peserta didik agar
terbiasa untuk menemukan masalah.
3. Data collection (pengumpulan data)
Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis, dengan memberi kesempatan peserta didik
mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji
coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah
peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para peserta didikbaik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan
cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data
processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi
yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan
baru tentang alternatif jawaban atau penyelesaian yang perlu
mendapat pembuktian secara logis.
5. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini peserta didik memeriksa secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data yang telah diolah.
Verifikasi bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan
kreatif jika Pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu
kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau
tidak.
6. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)
Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau
masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

f. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Discovery Learning


Model pembelajaran yang beragam tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangan yang berdeda pula, kelebihan discovery learning yakni :
a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan
ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
d. Metode ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Metode ini dapat membantu Peserta didik memperkuat konsep
dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang
lainnya.
g. Berpusat pada peserta didik dan pendidik berperan sama-sama aktif
mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan Pendidikpun dapat bertindak
sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan)
karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i. Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi
proses belajar yang baru.

Adapun kelemahan dari model Discovery Learning sebagai berikut:

a. Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk


belajar bagi peserta didik yang mempunyai hambatan akademik akan
mengalami kesulitan abstrak atau berpikir, mengungkapkan hubungan
antara konsep-konsep yang tertulis atau lisan, sehingga pada
gilirannya akan menimbulkan frustasi.
b. Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang
banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu
mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
c. Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini akan kacau jika
berhadapan dengan peserta didik dan pendidik yang telah terbiasa
dengan cara-cara belajar yang lama.
d. Lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
4. Thinking Pair Share
a. Pengertian Pembelajaran Thinking Pair Share
Think Pair Share (TPS) merupakan teknik pembelajaran dalam
pembelajaran kooperatif yang pertama kali dikembangkan oleh Frank
Lyman pada tahun 1981. TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi Peserta didik. Teknik ini
menghendaki Peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerja sama saling
membantu dengan Peserta didik lain dalam suatu kelompok kecil. Dengan
metode klasikal yang memungkinkan hanya satu Peserta didik yang maju
dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik Think Pair Share
memberi sedikitnya delapan kali kesempatan lebih banyak kepada setiap
Peserta didik untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada
orang lain (Anita Lie, 2008:57).
Think Pair Share merupakan pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan tahap-tahap pembelajaran, yakni tahap berpikir, tahap
berpasangan dan tahap berbagi. Dalam TPS, Pendidik memberikan isu atau
suatu masalah dan kepada Peserta didik kemudian memberikan waktu
beberapa saat untuk memikirkan hal tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan Peserta didik merumuskan jawaban dengan
mengambil informasi dari memori jangka panjang. Peserta didik kemudian
dibentuk kelompok kecil, biasanya terdiri dari dua sampai enam orang,
untuk mendiskusikan ide-ide mereka tentang masalah yang diangkat selama
beberapa menit. Setelah beberapa menit Pendidik dapat memilih secara acak
kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya di hadapan kelas.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Thinking Pair Share


Tahap utama dalam pembelajaran Think Pair Share menurut Ibrahim (2000:
26-27) adalah sebagai berikut:
1. Thinking (Berpikir), pendidik mengajukan pertanyaan atau isu yang
berhubungan dengan pelajaran. Kemudian peserta didik diminta untuk
memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa
saat.
2. Pairing, pendidik meminta peserta didik berpasangan dengan peserta
didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada
tahap pertama. Dalam tahap mi, setiap anggota pada kelompok
membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan
mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling
meyakinkan, atau paling unik. Biasanya pendidik memberi waktu 4-5
menit untuk berpasangan.
3. Sharing (berbagi), Pada tahap ini Pendidik meminta kepada pasangan
untuk berbagi tentang apa yang telah mereka bicarakan. dalam seluruh
kelas dapat dilakukan dengan yang secara sukarela bersedia melaporkan
hasil atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga pasangan telah
mendapat kesempatan untuk melaporkan. Kegiatan “berpikir-
berpasaangan-berbagi” dalam Think-Pair-Share memberikan
keuntungan, Peserta didik secara mengembangkan pemikirannya
masing-masing karena berpikir (think time), sehingga kuatas jawaban
juga dapat meningkat.
c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Thinking Pair Share
 Kelebihan
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan model
pembelajaran Think Pair Share menuntut Peserta didik
menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau
permasalahan yang diberikan oleh Pendidik di awal pertemuan
sehingga diharapkan Peserta didik mampu memahami materi
dengan baik sebelum Pendidik menyampaikannya pada pertemuan
selanjutnya.
2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh Pendidik pada
setiap pertemuan selain untuk melibatkan Peserta didik secara aktif
dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar Peserta didik
dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi
Peserta didik yang sekali tidak hadir maka Peserta didik tersebut
tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil
belajar mereka.
3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran Think Pair
Share diharapkan dapat memotivasi Peserta didik dalam
pembelajaran sehingga hasil belajar Peserta didik dapat lebih baik
daripada pembelajaran dengan model konvensional.
4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai,
kecenderungan Peserta didik merasa malas karena proses belajar
dikelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan Pendidik dan
menjawab semua yang ditanyakan oleh Pendidik. Dengan
melibatkan Peserta didik secara aktif dalam proses belajar
mengajar, model pembelajaran Think Pair Share akan lebih menarik
dan tidak monoton dibandingkan model konvensional.
5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model
pembelajaran konvensional, Peserta didik yang aktif didalam kelas
hanyalah Peserta didik tertentu yang benar-benar rajin dan cepat
dalam menerima materi yang disampaikan oleh Pendidik sedang
kan Peserta didik lain hanyalah “pendengar” materi yang
disampaikan oleh Pendidik. Dengan pembelajaran Think Pair
Share, hal ini dapat diminimalisir sebab semua Peserta didik akan
terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh Pendidik.
6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam proses belajar
mengajar adalah hasil belajar yang diraih oleh Peserta didik.
Dengan pembelajaran Think Pair Share, perkembangan hasil belajar
Peserta didik dapat diidentifikasi secara bertahap, sehingga pada
akhir pembelajaran, hasil yang diperoleh Peserta didik dapat lebih
optimal.
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerja
sama yang diterapkan dalam model pembelajaran Think Pair Share
menuntut Peserta didik untuk dapat bekerja sama dalam tim,
sehingga Peserta didik di tuntut untuk dapat belajar berempati,
menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika
pendapatnya tidak diterima.

 Kekurangan
1. Tidak selamanya mudah bagi Peserta didik untuk mengatur cara
berpikir sistemik.
2. Lebih sedikit ide masuk
3. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah dari Peserta didik dalam
kelompok yang bersangkutan sehingga banyak kelompok yang
melapor dan dimonitor.
4. Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan
kelompok, karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan.
5. Jumlah kelompok yang terbentuk banyak
6. Menggantungkan pada teman atau partner

5. Flipped Classroom
a. Pengertian Pembelajaran Thinking Pair Share
Salah satu model blended learning adalah flipped classroom
(pembelajaran terbalik). Ruang kelas terbalik adalah pengaturan di mana
siswa diperkenalkan dengan konsep yang sudah direkam sebelumnya
(melalui internet, video, atau penulis rekaman audio-visual) di luar ruang
instruksional tradisional (di rumah, di perpustakaan, atau di mana pun
bahan ajar dapat diakses) (Bergmann & Sams, 2012). Setelah siswa
menyaksikan materi, mereka diharapkan untuk datang ke kelas, biasanya
pertemuan kelas berikutnya dan berkolaborasi dengan teman-teman
mereka dan guru tentang materi pembelajaran yang telah ditentukan
(Saunders, 2014). Siswa pada kelas terbalik juga diharapkan untuk
menyelesaikan pekerjaan rumah di kelas dan mendiskusikan, menjelaskan,
serta memperluas konsep yang mereka pelajari dari materi online selama
pembelajaran. Jadi, apa yang secara tradisional dilakukan siswa di rumah
menjadi apa yang siswa lakukan di kelas, dan sebaliknya..
Belajar mandiri merupakan salah satu komponen dalam model
pembelajaran flipped classroom, karena dalam online learning didalamnya
terjadi proses belajar mandiri. Menurut Wedemeyer (1973) dalam
Chaeruman (2007) belajar mandiri sebagai pembelajaran yang merubah
perilaku, dihasilkan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pebelajar
dalam tempat dan waktu berbeda serta lingkungan belajar yang berbeda
dengan sekolah. Peserta didik yang belajar secara mandiri mempunyai
kebebasan untuk belajar tanpa harus menghadiri pelajaran yang diberikan
pengajarnya di kelas. Peserta didik mempunyai otonomi yang luas dalam
belajar.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Thinking Pair Share


Flipped Classroom, dibagi menjadi 2. Berikut langkah-langkahnya:
 Traditional Flipped Classroom
1. Menonton video pembelajaran di rumah
2. Datang ke kelas untuk melakukan kegiatan dan mengerjakan tugas
yang berkaitan
3. Menerapkan kemampuan siswa dalam proyek dan simulasi di
dalam kelas
4. Mengukur pemahaman peserta didik yang dilakukan di kelas
dengan mengadakan kuis pembelajaran

 Peer Introuction Flipped


1. Siswa menonton video pembelajaran di rumah
2. Tes soal pertama, kedua, dan seterusnya
3. Peserta didik saling beradu pendapat terkait jawaban tes mereka
dan menerapkan pembelajaran untuk menguatkan konsep
4. Mengukur pemahaman peserta didik yang dilakukan pendidik
dengan cara memberikan kuis

c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Thinking Pair Share


 Kelebihan
a. Peserta didik dapat mengerjakan tugas mereka dengan didampingi
pendidik
b. Pendidik dapar memastikan bahwa peserta didik memahami
konsep/materi yang harus dikuasai
c. motivasi belajar siswa meningkat dalam kolaborasi
d. Peserta didik dapat belajar secara mandiri
e. Komunikasi antara pendidik dan peserta didik terjalin dengan baik

 Kekurangan
a. Peserta didik membutuhkan adaptasi karena harus belajar mandiri
di rumah
b. Pekerjaan rumah/melihat video/membaca harus disesuaikan
untuk mempersiapkan mereka saat di dalam kelas

Anda mungkin juga menyukai