Anda di halaman 1dari 13

Berawal dari Mimpi

Oleh: Putri Azhari

Katanya semua orang boleh bermimpi, tetapi apa mimpi itu akan terwujud untukku?.
Perkenalkan namaku Rakata Mahadarsa, biasa dipanggil Raka. Aku seorang mahasiswa
semester 3 yang kerjaannya luntang-lantung tiap malam, nongkrong tiap hari gak pernah
mikirin tugas, kalau ada tugas tinggal nyalin punya teman-temanku. Cita-citaku menjadi
orang sukses dan punya banyak uang.
“Raka hari ini ada kerja kelompok loh jangan kabur, ini nilai tambahan buat kamu”
kata anita, teman satu kelas sekaligus teman satu kelompokku.
“dia mana mau bantu nit” sambar Satria, mahasiswa paling pintar di kelasku.
“nah tuh tau, aku bayar saja, kalian yang mengerjakan” kataku sembari menyodorkan
uang seratus ribu.
“uang tidak bisa menyelesaikan segalanya rak kamu harus tau itu, aku tidak mau tau
kamu harus ikut mengerjakan tidak boleh membantah” ucap anita lalu menarik kerah
bajuku dengan kasarnya dia menarikku ke arah kantin fakultas.

30 menit aku terjebak dikantin bersama anita,Satria dan jangan lupakan buku-buku
yang berserakan, aku menantap jenuh kedua orang yang masih berkutat dengan laptop, sibuk
mengetik, membolak-balikan lembaran buku.
“heh!” aku menggebrak meja dengan kasar, menatap tajam dua orang itu.
“apa sih rak? Buat kaget aja” balas anita dengan sengit sedangkan Satria hanya
menggelengkan kepalanya.
“aku pulang saja ya, ngantuk nih”
“tidak!!!!” balas mereka bersamaan.
“cieeee kompak sekali kalian” godaku.
“nih, kamu print kan, besok jangan lupa dibawa karena kita bakalan presentasi, kamu
boleh pulang” kata anita memberi aku sebuah flashdisk berwarna hitam.

Dengan cepat aku mengambil flashdisk itu dan segera beranjak untuk pulang, sebelum
pulang aku memberi uang pecahan seratus ribu di atas meja kantin.
“untuk bayar makanan kalian, bye” aku melesat kearah parkiran.

Jarak rumahku tidak jauh dari kampus, jadi tidak mengabiskan banyak waktu di
perjalanan. Sesampainya aku didepan gerbang rumah. Mata menatap aneh kearah rumah.
Didepan rumahku terdapat banyak orang dan sebuah ambulans dan jangan lupakan mobil
polisi juga terparkir di sana. Segera aku masuk kedalam rumah, keadaan sangat ramai dan
berdesak-desakan dengan wartawan dan tetangga yang sekedar ingin tau.
Tubuhku membeku, seperti tersambar petir disiang bolong, di sana ada jasad ibuku
yang akan dimasukkan kedalam kantung jenazah, dan disekelilingnya ada garis polisi. Aku
mencoba menerobos garis itu, sangat tidak dapat dipercaya, baru kemarin aku melihat ibuku
sedang menonton tv dan sekarang tubuh itu sudah kaku tak berdaya. Air mataku tidak dapat
aku bendung.
Aku tidak tau bahwa ibuku menyimpan banyak rahasia sendirian. Semua rahasia
mulai dari ayahku yang selingkuh hingga rahasia ia yang selalu dicaci maki oleh keluarga
ayahku. Senyum yang indah ternyata menyimpan banyak hal. Sapaan yang ramah ternyata
menyembunyikan luka. Air mata ku terus mengalir dengan derasnya, hatiku terluka, wanita
pertama yang aku cintai sudah pergi dan aku menyesal tidak pernah mendengarkan keluh
kesahnya.
Hari sudah beranjak malam, tetapi aku tidak berniat untuk pulang, keadaan rumah
pasti sangat sepi, tidak ada lagi sapaan hangat ibu saat aku pulang, tidak ada lagi senyum
manis ibu. Kalian bertanya dimana ayahku? Ntahlah aku tidak perduli, aku sangat terpukul
sekarang. Hatiku terasa hampa.

Drttt drttt

Sebuah pesan masuk membuyarkan lamunanku, di sana terpampang omelan Anita


dan Satria tentang tugas besok. Sepertinya aku harus segera pergi ke warnet agar Anita
dan Satria tidak mengusikku.
Keesokan harinya sesuai yang mereka katakan aku harus datang dengan makalah
yang berisikan materi presentasi itu. Mengenai berita ibuku, dengan cepat menyebar
kepenjuru kampus dalam semalam saja. Dengan berbagai versi yang mereka buat, ada juga
yang menyebarkan hoax. Ingat tidak baik menyebarkan hoaxkarena bisa terkena pasal, jangan
ditiru.
“nih tugasnya” ucapku memberikan tumpukan kertas berisi materi presentasi.
“rak, kamu baik-baik saja?” tanya Anita.
“ya baiklah, kalau sakit aku gak bisa antar tugas ini”
“masalah ibumu...” tanya Satria hati-hati.
“bantu aku yuk, aku mau merubah segalanya. Aku mau buat ibuku senang di
atas sana” kataku yakin.

Anita dan Satria menatapku aneh, lalu tersenyum cerah. Mungkin ini awal mula aku
bersahabat dengan mereka.
Tidak terasa sudah 5 tahun sejak kejadian itu, aku mengubah semuanya. Mulai dari
caraku belajar, gaya hidupku, dan jangan lupa gaya pikirku juga. Awalnya sangat
sulit tetapi berkat dua temanku aku berhasil merubahnya. Dan semuanya berubah benar-benar
berubah.
Di sinilah aku, duduk disinggah sana ku, dengan gaya yang baru, tidak urak-urakan
seperti waktu kuliah. Dengan jabatan yang terbilang cukup tinggi, tidak mudah untuk melalui
semuanya. Mulai dari terpuruk atas kepergian wanita paling berharga dimuka bumi,
mengubah kebiasaanku yang buruk, sampai hal-hal kecil yang terkesan buruk.
“ekhem ekhem” aku menatap kearah kamera yang terletak didepanku, dengan senyum
cerah yang menambah ke tampananku.
“hai dengan Rakata Mahadarsa disini, kalian biasa panggil saya dengan nama Raka,
tetapi dipanggil dengan kata ‘Sayang’ juga boleh, tidak-tidak saya bercanda- “

Tok tok tokk


“masuk” ucapku singkat. Setelahnya seorang wanita masuk kedalam ruanganku
dengan membawa beberapa berkas. Duh gagal deh ngevlog.
“pak, ini ada berkas yang harus anda tanda tangani”
“baiklah” ucapku dengan tangan cekatan menandatangain berkas itu.

Semuanya berubah bukan? Dari aku yang mahasiswa luntang-lantung tiap hari, kini
menjadi seorang direktur disalah satu kantor besar dikotaku. Soal mimpi itu, mimpi bercita-
cita menjadi orang sukses dan punya banyak uang terkabulkan, berkat orang-orang
disekitarku yang terus mendukungku memberiku semangat saat aku terjatuh.
Kini, aku Rakata Mahadarsa, yang biasa di panggil Raka. Seorang mahasiswa luntang-
lantung tiap malam, kerjaannya nongkrong terus tiap hari dan tidak memikirkan tugas dari
dosen serta punya pemikiran bahwa uang bisa menyelesaikan segalanya dan mempunyai cita-
cita menjadi orang sukses dan berkeinginan punya uang banyak. Berubah menjadi raka
seorang direktur muda, sederhana walaupun punya banyak uang, dan dahulu mempunyai
pemikiran bahwa uang menyelesaikan segalanya kini berubah menjadi uang tidak dapat
menyelesaikan masalah karena perlu juga tindakan agar masalah dapat diselesaikan.
Raka yang dahulu tidak peduli dan tidak bertanggung jawab, kini berubah menjadi
raka yang bertanggung jawab serta selalu peduli terhadap apapun. Semuanya berkat Anita
dan Satria, dua sahabat yang sealu mendukungku, memarahiku saat aku salah, dan kerasnya
dunia luar yang sudah kurasakan membuat pemikiran dewasaku muncul.
Semua harapan yang aku bangun dahulu akhirnya terkabul sekarang, walau ada air
mata dan keringat, walau ada jatuh dan bangun, kebahagiaan akan datang sesuai porsinya.
Semua yang kita lewati jadikan itu pelajaran dan akhirnya aku sadar. Semuanya butuh proses
dan perjuangan tidak dapat diperoleh dengan cara instan.
Gelap
Oleh : Putri Azhari

Aku menatap kebawah, disana banyak yang meneriaki agar aku turun,namun enggan
untuk menolongku, terus apa perduliku terhadap mereka. Aku mulai menaiki pagar pembatas
gedung itu, merentangkan tanganku dan menikmati embusan angin di siang hari. Ini sangat
sejuk lebih dari dugaanku.
“hey turun” teriak orang orang dibawah sana.

Aku melangkahkan kakiku untuk turun. Aku terjun dari gedung itu. Rasanya sangat
bebas, beban yang ku tanggung serasa hilang entah kemana,Rasa nyaman menyelimutiku…
...

Alarm berbunyi, aku pun terjaga seketika. Aku segara bangkit dari tempat tidur
nyamanku dan membereskannya sebentar lalu aku pergi mandi.
Aku lihat pantulan diriku dari kaca. Namaku Ayudha candycian vriderick, aku biasa
di panggil yudha atau derick, aku maba jurusan manajemen di salah satu univeritas ternama di
daerahku. Aku juga seorang pekerja prawaktu sebagai di salah satu kafe dekat kampusku.
Teman-temanku bilang aku cantik untuk ukuran pria tapi bagiku aku itu tampan, dengan mata
coklat dan rambut pirang, tinggi standart serta tubuh yang atletis.
Aku segera turun ke lantai bawah untuk sarapan. Aku tersenyum saat melihat pria
yang usianya lebih tua 2 tahun dari ku sedang menyiapkan sarapan.
“pagi abang” sapaku dengan senyum yang mengembang sempurna.
“udah bangun rupanya” dia mencium keningku sekilas dan melanjutkan acara
memasaknya.

Dia adalah kakak laki-lakiku Raga aksa malviano, panggil saja raga. Dia juga salah
satu mahasiswa di universitas yang sama denganku. Dia sangat tampan dengan tinggi badan
yang lumayan tinggi dariku,serta jangan lupakan matanya yang coklat dan tubuh yang atletis.
“makanan sudah siappp” ucapnya sembari membawa dua piring nasi goreng
kesukaanku. Aku terkekeh melihat bentuk nasi goreng yang berantakkan namun, ini
sangat enak.
“gimana rasanya?”
“ini sangat enakkkk” kataku sembari member dua acungan jempol.

Segera aku habiskan makananku dan bergegas pergi kekampus, begitupun kakakku
karena hari ini kita mempunyai kelas pagi. Tak butuh waktu lama untuk tidak di kampusku
karena jalanan yang sepi.

“semoga harimu menyenangkan” bang raga mencium keningku lagi.


“abang juga” ku cium pipinya dan bergegas keluar dari mobil.
….

“dorrr”

Aku terperanjat kaget saat seseorang mengejutkanku. Kelas sudah berakhir 15 menit
yang lalu tapi aku masih setia berada disini dengan sebuah komik yang sengaja aku bawa
untuk mengisi kekosongan waktu yang aku punya.
“pergi sekarang?” Tanya varo. Dia temanku kita bekerja di tempat yang sama dan
kebetulan aku memintanya untuk menemaniku pergi ke tokoh buku untuk membeli komik
baru. Stok komikku sudah habis untuk bulan ini.
“ayo nunggu apa lagi” aku terkekeh dan berlari kecil meninggalkan varo di belakang
sana. Dapat ku lihat varo hanya menggelengkan kepala melihat tingkahku.

Apa mungkin hari ini adalah keberuntunganku? Tidak membutuhkan waktu lama bis
sudah datang dan jalanan sepi jadi lebih cepat untuk sampai di tokoh buku yang ingin ku
kunjungi.
“ini komik keluaran baru dha” aku mengangguk dan kembali fokus memilih komik
yang kusuka.

Tidak terasa kami sudah 1 jam berada di tokoh buku. Ku lirik jam sudah hampir
waktunya bar buka. Aku senggol varo yang lagi asik berkutat dengan komiknya.

“ro udah jam segini hayo kerja” dia lekas berdiri dan menarikku untuk keluar dari
tokoh buku setelah selesai membayar semua komik yang ku beli.
….
Sudah pukul 00.00 wib waktunya aku pulang. Dengan segera aku memasukkan
barang-barangku dan bergegas jalan ke halte bus sebelum aku melewatkan bis ini dan harus
menunggu bis berikutnya.
Aku berdiri di depan gerbang rumahku, baru saja ingin memasuki gerbang keributan
sudah terdengar di indra pendengaran ku, segera aku masuk ke rumah dan ku dapati mama
dan papa yang sedang adu mulut. Jujur saja aku muak dengan percekcokan mereka, aku
melewati mereka begitu saja tanpa memperdulikan apa yang terjadi.
Ku hempaskan badanku di kasur empuk milikku, dan menutup telinga ku dengan
bantal agar tidak mendengar keributan yang berasal dari lantai bawah dan terlelap.
Beginilah keseharianku tidak ada yang istimewah hanya sebuah ada ruang kegelapan
yang selalu menyelimutiku. Sejujurnya aku sangat lelah.
….

“dasar tidak tau diri!!!” bentak papa dengan tatapan tajamnya.


Sungguh aku sangat takut saat ini. Aku lihat mama yang menangis dipelukan kakak
laki-lakiku, mereka menatapku perihatin tapi tidak menolong ku. Dan kejadian yang tak
pernah aku duga terjadi dengan begitu cepat, sampai semuanya gelap.
Aku terbangun dari acara tidak sadarkan diri, mataku menelusuri setiap inci ruangan,
ini adalah kamar ku. Aku berusaha bangkit untuk mengambil tas ku dan mengeluarkan bolot
air minum yang masih ada sedikit untuk membersihkan diri.
Untung saja aku menyimpan kotak p3k di kamar, dengan segera aku membersihkan
luka ku. Aku menghela nafas pelan untuk menetralkan dada ku yang sesak akibat tangisanku
yang tiba-tiba datang. Aku sangat lemah begini saja menangis. Aku berjalan kearah meja
belajarku dan menuliskan sesuatu mana tau suatu saat nanti berguna.
….

Semenjak kejadian itu aku berubah itu kata teman-temanku, padahal menurutku tidak
ada yang berubah hanya saja aku sudah tidak bekerja lagi, entahlah aku sangat malas ke sana
mengingat terakhir kali aku pulang dan mendapat hadiah dari papa.
Aku memasuki rumah dengan tatapan datar seperti akhir-akhir ini aku perlihatkan,
rasanya sangat sakit untuk tersenyum. Aku dapati bang raga yang sedang menonton tv, tidak
lagi sapaan dan gurauan yang biasa kami lakukan karena aku bergegas masuk ke dalam
kamar.
Aku hempaskan tas ku dan mengganti bajuku dengan pakaian yang sedikit santai, aku
meraba bawah tempat tidurku dan menemukan suatu benda yang akhir-akhir ini aku pakai.
Aku terkekeh melihatnya entah mengapa ini sangat menyenangkan bahkan tidak ada rasa
sakit sedikit pun.
Aku berjalan ke arah meja belajarku untuk menulis sesuatu yang menurutku berguna
nantinya.
….

Sudah sebulan semenjak kejadian itu, benar kata teman-temanku bahwa aku berubah.
Banyak yang ku ubah dari kebiasaanku, tak pernah lagi berbicara, tersenyum bahkan makan
malam, siang ataupun sarapan aku sudah tidak mau. Aku menutup semua akses untuk
bersosialisai.
“yud lu kenapa?cerita sama gue” kata varo. Hanya aku balas dengan gelengan dan
melenggang pergi dari kampus.
Aku memilih bolos siang ini, padahal aku tidak tau mau kemana tapi aku ikuti saja
langkah kaki ku kemana dia akan membawaku pergi.
Sekitar 20 menit aku menaiki bus dan malah turun di sebuah gedung berlantai 9 yang
ada sangat jauh dari rumah serta kampus. Aku pun memasuki gedung itu hingga sampai di
lantai terakhir, aku berjalan kearah pagar pembatas melihat kebawah dan tersenyum. Aku naik
ke pagar pembatas itu dan duduk di sana rasanya tenang sekali.
Tak terasa sudah sore, aku bergegas turun dari sana dan berjalan ke halte untuk
pulang. Sesampai dirumah aku mendengar keributan lagi, aku menguatkan diriku dan masuk
kedalam rumah. Dan kejadian sebulan lalu terulang kembali.
Tapi kali ini aku tidak tinggal diam, aku malah melawan papa. Aku liat wajah kecewa
mama dan bang raga, dengan cepat aku menaiki anak tangga dan masuk ke kamar dengan
membanting keras pintunya.
Ada apa denganku?
Aku terus memikirkan kejadian tadi, tanpa sadar aku menggit tanganku hingga
berdarah dan meluapkan semua yang aku rasakan. Ada rasa marah,takut,malu,bahkan kecewa
dengan diriku sendiri. Aku berjalan menuju cermin, aku liat pantulan diriku yang sangat
kacau. Hanya menangis yang bisa aku lakukan. Sampai ketukan pintu menyadarkan
lamunanku.
“pergilah” ucapku singkat.

Aku berjalan ke meja belajar ku dan menuliskan sesuatu disana, sama seperti
sebelumnya berharap tulisanku dapat berguna nantinya.
....

Aku terhuyung dengan senyum yang merkah rasanya bebanku hilang seiring dengan
tubuhku yang makin dekat dengan tanah yang ada di bawah sana. Teriakan demi teriakan
terdengar dan banyangan akan kegelapan dunia ku berputar bagai kaset yang rusak hingga
tubuhku menyentuh tanah dan semuanya gelap.
….

Raga dan kedua orang tua ayudha berlari di lorong rumah sakit setelah dapat
panggilan dari rumah sakit yang menyatakan ayudha meninggal karena bunuh diri dengan
melompat dari gedung 9 lantai yang sudah lama tidak dihuni.
Tangisan bulan(mama ayudha) pecah saat mendapati anaknya sudah tak bernyawa di
ruang jenazah rumah sakit. Sama halnya dengan bulan, papa ayudha juga sama histerisnya
begitu juga sang kakak yang sedari tadi memaki dirinya sendiri.
Jenazah ayudha segera di urus pihak rumah sakit dan di makamkan. Banyak yang
terpukul atas kematian ayudha, salah satunya varo. Dia menangis tak henti mendapati
sahabatnya telah tiada.

To: papa
From: yudha
Halo pa? apa kabar? Ini ayudha… maaf nggak bisa ngomong langsung,ayudha takut
papa marah lagi terus pukul ayudha. Papa kalau udah baca surat ini berarti ayudha udah
nggak ada di samping papa, heum… ayudha udah tenang di surga hehehehe….. ayudha
cuman mau bilang maaf karena pulang terlambat, bar sangat ramai jadi yudha ketinggalan
bis dan harus menunggu 2 jam. Ayudha udah menjelaskannya tapi papa tetap pukul ayudha…
itu sakit…. Badan ayudha sakit pa, ayudha minta maaf sekali lagi pa…
….
To: mama dan papa
From: yudha
Mama,papa udah dong berantemnya yudha capek liat mama sama papa berantem
terus, mama jangan terlalu sibuk, ayudha butuh mama. Oh iya ayudha dapet nilai bagus apa
mama bangga? Ayudha harap iya sebenarnya ayudha mau bilang langsung ke mama tapi
mama sibuk dan buat papa jangan marahin mama terus apalagi sampai pukul mama,itu
sangat sakit ayudha saja sampai menangis. Ayudha sayang kalian hehehehe
….
To: bang raga
From: yudha
Ayudha sayang abang. Jangan pernah merasa sendiri. Jangan ikuti jalan ayudha,dan
jangan nangis terus kalau udah baca surat ini nanti ayudha ikutan sedih, ayo senyum.
Ayudha butuh pelukan abang, ayudha butuh abang hiks. Ayudha sakit, semuanya sakit, tapi
hati ayudha lebih sakit. Kenapa abang nggak tolongin ayudha di pukul papa? Dan ayudha
minta maaf karena udah buat abang kecewa… ayudha nggak bermaksud begitu, tapi hati
ayudha sakit terus-terusan di pukul papa hiks. Maaf juga ayudha kemaren 2 hari bolos ke
kampus. Ayudha datang kegedung yang buat ayudha nyaman. Disana sangat tenang mungkin
ayudha akan berakhir di sana maaf….
03.00
Oleh : Putri Azhari

Aku berlari masuk kedalam sebuah rumah minimalis bergaya Eropa. Mulai sekarang
rumah tersebut akan menjadi rumah baruku. Perkenalkan namaku Steva Ayu Adista. Aku
anak tunggal di keluargaku. Usiaku baru genap 16 tahun baru kemarin aku berulang tahun.
Aku terus berlari dilorong rumah, membuka satu persatu pintu kamar untuk mecari dimana
kamarku.
Aku buka pintu kamar berwarna biru dan terpampang namaku didepan pintunya.
Mataku menatap kagum tiap sudut kamar. Aku berhambur ke kasur empuk, memejamkan
mataku sejenak.
Mataku melirik kesalah satu figuran dinding yang sengaja diletakkan, figuran itu
berisi gambar sebuah kursi kosong ditengah ruangan yang kosong.
Tak terasa malam pun muncul dan artinya waktu untuk beristirahat dan
menghilangkan penat akibat membantu ayah dan ibuku berkemas.

Krakkk krakkk

Suara cakaran terdengar dipenjuru kamarku, membuat mataku terjaga seketika. Aku
melirik kearah jam diatas meja sebelah kasurku. Jam tersebut menunjukkan pukul tiga dini
hari.

Krakkk krakkk

Suara itu muncul lagi setelah terjeda 2 menit. Suara seperti mencakar-cakar lantai
dibawah tempat tidurku, sepertinya dia tidak ingin kalau aku tertidur dengan nyenyak malam
ini.

Kikikikkkk

Sebuah kikikan tiba-tiba muncul, tubuhku kaku dan bulu kudukku berdiri, aku
semakin merapatkan selimutku hingga kepalaku tertutup. Tubuhku gemetar hebat kala suara
kikikan itu semakin keras dan jangan lupakan suara cakaran yang semakin keras juga.
Dapat aku rasakan sebuah tangan menyentuh permukaan selimut tebalku. Tubuhku
semakin bergetar, aku memejamkan mataku saat tangan itu mengelus tubuhku dari luar
selimut. Ajaib suara kikikan dan cakaran itu mereda.
“steva, kamu kenapa sayang?”

Itu suara lembut ibuku, belaian tangan itu masih setia mengelus-elus tubuhkku. Aku
memberanikan diri untuk mengintip. Aku sumbulkan kepalaku dan menemukan ibukku yang
menatapku heran.
“i-ibu, dari ada suara aneh dibawah kasurku” ucapku tergagap.
“suara aneh?” tanyanya.

Aku mengambil posisi duduk, aku pegang tangannya terasa sangat dingin dan aku
baru tersadar, saat ibuku mengangkat kepalanya. Wajahnya sangat pucat bahkan kantung
matanya terlihat dan tatapannya yang kosong.
Ibuku menatapku tajam, aneh... ini sangat aneh, tiba-tiba suasana di kamarku berubah
mencengkam. Tangan ibuku mencengkram rambutku sangat kuat hingga rasanya rambutku
ingin terlepas dari kulitnya.
Kuku-kuku ibuku memanjang, rambutnya yang pendek berubah jadi panjang, itu
bukan ibuku melainkan sesosok makhluk menyeramkan dengan wajah yang sedikit hancur
dibagian kanannya, mulutnya yang terkoyak lebar, dan matanya yang mengeluarkan banyak
darah dan kuku-kuku panjang serta bau busuk yang menyengat.
Tubuhku bergetar ketakutan kala tangan berkuku panjang itu mulai menjalar kepipi
ku menekannya sangat kuat hingga menusuk pipi.
Pekikanku tertahan, mulutku tidak dapat mengeluarkan kata-kata, aku sudah mencoba
berteriak sekuat tenagaku tapi hasilnya nihil.
Bibir makhluk itu menampilkan sebuah seringan menyeramkan dan suara kikikan
yang memekakkan telinga terdengar di seluruh penjuru kamarku.
Bibir busuknya mengeluarkan banyak hewan dan carian yang berbau busuk, membuatku
ingin memuntahkan isi perutku.
Setelah makhluk itu puas merobek pipiku, kini tangan berkuku panjang itu mulai
menari-nari disekiar leherku.
Mencekikku dengan sangat erat sampai nafasku terasa berhenti disaat itu juga. Air
mataku mengucur deras bersamaan dengan cekikkan dileherku mengerat.
“siapa pun tolong aku.... ayah.... ibu...” gumamku, dengan suara yang tak kunjung
ada.

Tubuhku terhempas dan menabrak dinding kamarku, dia menyeretku menuju gudang
dibawah tanah rumahku. Bibirku tidak henti-hentinya mengatakkan tolong dan ringisan
karena menahan sakit.
Sampailah aku digudang bawah tanah yang gelap serta lembab. Ada sebuah kursi
disana, sangat serupa dengan foto yang terpampang didinding kamarku hanya saja disana
juga terdapat satu lemari pakaian yang telah usang.
Lemari itu bergetar dan suara kikikan itu muncul kembali. Segera aku menutup
telingaku yang seakan-akan ditusuk sengan suara yang sangat nyaring.
Pintu sudah usang itu terbuka lebar, dua jasad terjatuh dari dalam sana. Aku belari
menghampiri kedua jasad tersebut dengan susah payah. Terpampang jelas itu adalah jasad
ibukku dan ayahkku.
Jasadnya sangat mengenaskan, mata ayahku melotot seperti habis dicekik dan telinga
sebalh tangannya sudah hilang dan ibuku.. lebih mengenaskan dari ayahku.
Tubuhku kembali terhempas, sebuah kain menjerat leherku. Makhluk itu muncul
kembali dengan perawakannya yang sangat menyeramkan.
“kau harus mati...”
“a-apa salah steva? Steva, ayah dan ibu tidak pernah mengganggu mu”
Crashhhh

Kuku tajam itu menusuk bola mata kananku. Darah menglir deras dari mataku,
dengan sigap aku menutup mataku. Jeratan kain itu terlepas, sontak tubuhku terjatuh akibat
badanku yang lemas. Bangku yang semula diam tiba-tiba terbang menghantam kepalaku.
“arghh” ringisku.

Kukunya menusuk perutku, mancabik-cabik isinya darah bercucuran dari perutkku


yang sudah terkoyak lebar. Mungkin ini sudah ajalku...

Hoshhh hoshh

Nafasku tersenggal-senggal. Mimpi apa itu tadi? Seperti kenyataan. Tanganku terulur
untuk menghapus keringat yang bercucuran membasahi dahiku. Aku megambil posisi duduk
dan meminum air mineral yang berada di meja samping kasurku. Aku lirik kearah jam yang
ada disebelah gelas tersebut.
Jam itu menunjukkan pukul 3 dini hari.
Kapan Aku Sekolah Offline?
Oleh : Putri Azhari

Aku menatap bosan kearah laptopku, disana terpampang jelas guruku yang sedang
menjelaskan materi dan teman-temanku yang memperhatikannya. Terhitung sudah 1 tahun 5
bulan aku belajar online seperti ini dikarenakan pandemi covid-19. Awalnya aku sangat
senang karena akan belajar dari rumah, tapi nyatanya pemikiranku itu sangat salah, sudah
sangat lama pandemi ini tak usai membuatku bosan dirumah dengan belajar menatap layar
laptop.
Berbeda sekali waktu aku bersekolah offline, aku bisa bercanda gurau dengan teman-
temanku dan bisa bermain tentunya. Tapi sekarang, untuk bermain saja aku ragu. Mengingat
pandemi masih marak-maraknya.
Aku sering bertanya pada ibuku kapan hal ini akan berakhir tapi ibuku menjawab
“pandemi akan berakhir jika semua orang patuh terhadap protokol”

Aku berfikir sejenak, menerawang diluar sana masih banyak yang belum mematuhi
protokol kesehatan, mereka masih banyak yang berkerumun bahkan membuat acara yang
menimbulkan kerumunan.
Aku tersadar dari lamunanku karena guruku memanggil namaku. “adista ada apa?
Kenapa melamun?” tanya guruku.
Aku menatap guruku, dan mengutarakan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan
yang aku utarakan ke ibuku. “bu, kapan kita bisa belajar kembali kesekolah? Aku rindu kelas
dan teman-temanku”
Guruku tersenyum lembut. “pandemi akan selesai bila masyarakat patuh dengan
protokol yang dianjurkan pemerintah, apa kalian tau apa saja protokol kesehatan yang ibu
maksud anak-anak?”
“tau” ucap teman-temanku serentak.
“apa saja adista?” tanyanya kepadaku.
“memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan
membatasi mobilitas” ucapku.
“benar, coba kalian lihat berita ditelevisi, apa sudah semua kita pakai masker? Apa
sudah kita semua menjaga jarak dan menghindari kerumunan? Jawabanya baru setengah dari
masyarakat yang sadar. Bagaimana pendemi mau selesai jika kita saja masih melanggar?
Lalu liat juga semakin banyak yang terpapar karena mereka tidak percaya adanya covid 19
dan malah percaya dengan hoax yang beredar” guruku menjeda ucapanya “jadi jangan ditiru
ya anak-anak agar pandemi bisa terselesaikan dan bisa kembali normal dengan mematuhi
protokol dan jangan lupa berdoa, oke?”
“oke bu” ucap teman-temanku serentak.

Itu alasan mengapa kita masih berada ditengah-tengah ganasnya covid 19, jadi mari
kita mematuhi protokol agar pandemi cepat berakhir dan aku, kita, anak generasi bangsa
dapat belajar kembali kesekolah. Jangan nakal dan jangan percaya hoax, ayo kita basmi covid
19 bersama.
Makhluk itu...
Oleh : Putri Azhari

Aku berjalan melewati lorong sempit dan gelap, hari sudah menunjukkan pukul 2 dini
hari. Aku mempercepat langkah kakiku. Sekelebat bayangan bersembunyi di balik tembok
itu.

"kenapa dia mengikuti ku" gumamku

Aku berjalan makin cepat sampai ada sebuah tangan yang menepuk bahuku.
Itu dia, dia adalah alasan mengapa aku tidak ingin melihat kebelakang. Dia ada di sana
menatapku dengan mata lebarnya dan jangan lupakan bibirnya yang terkoyak lebar serta
cairan yang berbau busuk itu keluar dari mulutnya, dan tangan busuk yang bertengger di bahu
ku.

Suasana tiba- tiba mendadak jadi mencengkam, sosok itu masih tetap tersenyum ke
arahku, menatapku seakan-akan aku lah mangsa berikutnya. Tubuhku gemetar saat tangan
dengan kuku panjang itu menusuk pipiku sampai cairan darah keluar dari pipiku.

Dia membuka mulutnya mengeluarkan cairan busuk dan jangan lupa hewan- hewan
menjijikkan yang ikut keluar dari dalam sana.

Aku mencoba mundur dan jalan menjauh darinya, tapi dewi fortuna tidak berpihak
padaku, dia terbang begitu cepat dan menerjang tubuhku dengan tawanya yang terdengar
sangat menakutkan.

"siapapun tolong aku" gumamku dalam hati

Mata merah itu kembali menatapku dengan tajam "kau harus membantuku" katanya.
Aku? Membantunya? Dia makhluk dan aku manusia, kita berbeda alam, apa yg harus aku
bantu? Apa yang harus aku lakukan? Pemikiran itu memenuhi kepala ku, apa aku pernah
mengusiknya? Atau yang lain?
BERIKAN KAMI SECERCA CAHAYA
Karya Putri Azhari

Dahulu...
Kata-kata itu seakan akan mendatangkan sesuatu yang hebat
Dengan senyum dan janji
Ia dapat membius semua rakyat
Namun setelahnya...
Janji-janjinya seakan hilang ditelan bumi
Manusia itu seakan tuli
Kerumunan-kerumunan orang menagih janji
Hanya mereka anggap angin lalu..
Kemana keadilan dimuka bumi ini
Dimana perginya orang-orang yang telah berjanji itu
Kemana...
Ya Tuhan
Berikan kami jalan dan petunjuk
Apa yang harus kami lalukan
Ribuan orang, bahkan ratusan orang menderita karna mereka
Tolong bantu kami...
Anak-anak, orang tua, bahkan remaja banyak yang kelaparan
Kebodohan sudah mengambil alih para calon generasi bangsa
Tolong sadarkan mereka bahwa kami butuh mereka
Kami butuh semua bukti dari janji mereka
Tolong sadarkanlah...
Kami mohon kepadamu ya Tuhan...

Anda mungkin juga menyukai