Anda di halaman 1dari 3

Awal Untuk Akhir Hidup Ku

Oleh: M. Aditya Permana

Aku adalah seorang pelajar di salah satu sekolah menengah atas di kota metropolitan Jakarta. Kesibukan selalu menghampiri diriku, saudara laki- lakiku, dan orang tua ku. Laptop adalah makananku setiap hari, inilah yang membuat aku selalu dibayang- bayang oleh angkaangka dan jarum penunjuk waktu. Sudah 2 tahun terakhir aku tidak pernah memeluk orang tua ku, semua ini diakibatkan oleh kesibukan mereka. Aku memiliki seorang kakak laki- laki, dia bernama Kama. Kakakku adalah seorang mahasiswa di sebuah Universitas yang memiliki eksistensi yang cukup tinggi di Indonesia, dia mengambil jurusan teknik sipil, karena ia ingin menjadi seperti ayahku, yaitu kontraktor. Kakakku selalu di sibukkan dengan tugas- tugas dan pergaulannya. Pada hari itu, aku tak tahu apa yang sedang kulakukan, aku hanya berdiri, terdiam, terpaku meratapi nasibku di depan pintu sekolah. Aku selalu ingin seperti teman- teman ku yang dapat menyentuh orang tuanya setiap hari. Percakapan hangat dan pelukan dari orang tua yang seperti teman- teman ku dapatkan itu yang sangat aku rindukan, bayangkan saja, sudah 2 tahun aku tidak mendapatkan semua itu. Aku terus berusaha membuat diriku kuat seperti batu karang di tepi pantai. 7 May, pada tanggal tersebut aku akan menginjak 17 tahun, aku bertanya- tanya, apakah ulang tahunku kali ini akan sama seperti di tahun sebelumnya, tanpa orang tua dan kakak ku, hanya Mbak Sum, pembantu- pembantu lainnya dan supirku yang peduli tentang hari yang penting dalam hidup ku itu. Aku sangat berharap jikalau orang tua ku dan kakakku ingat tentang hari itu, aku tidak mau ucapan atau sekedar senyum tipis dari mereka, yang aku inginkan adalah pelukan hangat dari mereka. Detik- detik jarum jam terasa berjalan semakin cepat, tidak terasa sebentar lagi hari itu akan tiba. Aku sudah tidak sabar lagi menunggu hari itu tapi, aku rasa ulang tahunku kali ini akan berjalan seperti tahun- tahun sebelumnya. Mba Sum sudah ku anggap seperti orang tua angkat ku, karena dari kecil dia lah yang mengurusku. Hari itu pun tiba, sudah kuduga, semuanya berjalan seperti biasa, pukul 2.00 subuh, Mba Sum dan lainnya membuat kejutan buat ku, dan seperti biasa juga tanpa kakak dan kedua orang tua ku. Kami mengadakan pesta ulang tahunku di taman belakang rumah ku. Setelah pesta nya selesai, aku melanjutkan tidurku walaupun dengan waktu yang singkat. Keesokkan harinya, aku menghidupkan televisi dan menonton berita pagi untuk mengetahui perkembangan dunia saat ini. Tiba- tiba, aku mendengar jikalau Pesawat Garuda tujuan Jakarta yang berangkat dari London mengalami kecelakaan parah, dikabarkan jika tidak ada seorang pun yang selamat akibat kecelakaan tersebut. Tiba- tiba aku mendengar ada seorang laki- laki yang memanggilku dari luar, suaranya terdengar sangat mirip dengan kakak ku. Aku pun berlari keluar dan melihat siapa yang memanggil- manggil ku, ternyata benar dugaanku, laki- laki itu adalah kakak ku. Dia pulang dengan nafas terengah engah untuk menyampaikan sebuah berita yang sangat tidak ingin ku dengar.

Tama sebenarnya ibu dan ayah mau merayakan ulang tahun mu di Jakarta. Tapi.. ucap Kama kakak ku sambil menangis. Tapi apa kak? tanya ku.

Tapi mereka mereka meninggal dek akibat kecelakaan pesawat jawab Tama. Apa? aku pun terkejut dan jatuh pingsan. Aku tidak tahu lagi apa yang terjadi setelah aku jatuh pingsan. Aku terbangun dari ke tidak sadaranku dan aku hanya melihat atap- atap rumah sambil meneteskan butiran- butiran air mata. Aku pun mendengar orang- orang membaca Yasin di luar, aku menapakkan kaki ku ke lantai dan keluar dari kamar ku. Aku melihat orang- orang berpakaian hitam membaca Surah Yasin untuk ayah dan ibuku. Aku tidak bisa menahan kesedihan ini, setiap hari aku menangis, karena kerinduan ku yang amat besar kepada orang tua ku. Setelah lama aku bersedih aku pun menyadari, jika bersedih tidak akan merubah apapun dalam hidup kita, kita harus berusaha untuk bangkit. Setelah 7 hari aku tidak masuk sekolah, akhirnya aku pun masuk kembali ke sekolah, tapi aku tidak seperti biasanya. Aku yang dulu orangnya pemurung tapi tidak sepemurung sekarang. Aku yang sekarang pendiam. Teman- teman ku selalu mencoba untuk menghibur ku, tetapi semua itu percuma, tidak ada seorang pun yang bisa membuatku tersenyum seperti dulu lagi. Hari demi hari kulalui dengan kehidupan yang begitu- begitu saja. Senyuman tidak pernah muncul lagi, bahkan nilai-nilaiku menurun drastis. Aku pun terpikirkan dengan pergaulan diluar yang mungkin dapat memunculkan senyuman di wajahku. Malam itu, aku keluar dari rumah dengan mengendarai mobil, aku ingin merasakan pergaulan di kota metropolitan ini. Aku pun tiba di sebuah bar yang berlokasi di pusat dari kota metropolitan tersebut. Sebelum masuk ke dalam bar, aroma- aroma alkohol sudah menusuk paru- paru ku. Di pintu bar, semua barang- barang ku dipersiksa oleh penjaga bar tersebut dan setelah itu aku pun masuk dengan perasaan yang campur aduk, mungkin ini karena pertama kalinya aku masuk ke dalam tempat yang seperti ini. Aku duduk di sudut kanan bar tersebut. Tiba- tiba ada dua orang laki- laki datang menghampiri ku. Mereka pun mengajak ku berkenalan. Setelah kami saling mengenal satu sama lain, kami pun membicarakan tentang diri kami masing masing. Aku pikir, mereka berdua adalah orang yang baik. Sedang asik- asiknya berbicara, tiba- tiba satu dari mereka, yaitu Odi teman baru ku itu mengeluarkan sesuatu dari kantong sakunya. Kama, apakah kau mau ini? Tanya Odi dengan nada yang meyakinkan. Apa itu? Tanya ku balik. Ini adalah obat yang dapat menghilangkan setres mu. Jawab Odi. Apakah benar obat ini dapat menghilangkan setres ku? Tanya ku lagi. Tentu. Ini, coba. Jawab Odi sambil melemparkan benda itu kepada ku. Bagaimana cara memakainya? tanya ku. Mudah, itu tinggal dihisap saja Jawabnya. Aku pun memakai obat tersebut dengan mengisapnya. Ternyata rasanya enak, dan aku pun mulai menyukainya. Aku selalu menginginkan obat itu, entah kenapa obat itu membuat ku kecanduan untuk memakainya. Tubuh ku mulai tidak bisa di kontrol lagi karena aku

terlalu banyak memaikai obat tersebut, tetapi karena obat tersebut aku dapat tersenyum kemabali tapi, senyum ku yang sekarang ini berbeda. Kehidupan ku pun semakin memburuk. Nilai ku di sekolah semakin turun dan pergaulan ku semakin bebas di tengah kota metropolitan tersebut. Aku menjadi orang yang pasif karena obat itu, dan akhirnya aku tahu jikalau obat itu adalah opium. Opium adalah salah satu jenis narkoba yang dapat membuat penggunanya kecanduan, pantas aku selalu menginginkan obat itu. Aku berusaha untuk mengatasi hasrat ku untuk menghisap obat itu, tetapi semua itu sangat susah. Akhirnya hawa nafsu pun menguasai ku dan akhirnya aku pun ternggelam di telan arus pergaulan kota tersebut. Tidak ada belaian kasih sayang yang ku dapatkan sampai saat ini. Memang benar narkoba itu perusak. Aku harap, jika aku bisa kembali normal aku akan membuat orangorang di sekitarku bebas dari yang namanya narkoba dan pergaulan bebas.

Anda mungkin juga menyukai