Anda di halaman 1dari 6

Nama : Joni Saputra

NPM : 171000288203003
Prodi : Pendidikan Bahasa Inggris

Tik tak tik tak, pertanda jam 12 malam telah masuk.


Fikiran kosong itu selalu menghantui saya. Teringat
kejadian 1 minggu lalu sebuah kamar hotel
berbintang yang aku lakukan. Aku sudah merasa
menjadi orang yang paling berdosa di dunia. Aku
sudah merasa menjadi orang yang tidak berguna
lagi. Seutas tali, mungkin ini lebih baik itu pikiranku.
Ku ambil sebuah tali pramuka berwarna putih dari
dalam tas ku diiringi air mata berlinang.
Secara perlahan aku buka tas ku untuk
mengeluarkan seutas tali pramuka yang panjangnya
kurang lebih 5 meter. Ini aku lakukan agar hamba
dapat menghilangkan semua noda-noda, dosa-dosa
yang ada di dalam badan. Karena aku tak mau hidup
ini selalu dihantui dosa sepanjang waktu.
Kekurangan ekonomi telah membutakan mata
bathin ku untuk tidak pandang bulu dalam bercinta.
Berawal dari pacaran dekat, hingga pacaran dengan
om-om hebat pun ku sikat.
“Ya tuhan, jika aku melakukan ini aku akan merasa
hidup tenang di alam sana, tidak akan menambah
dosa di dunia lagi.
Ku ikatkan tali pramuka itu di ventilasi pintu
kamartku sekuat mungkin agar bisa menahan
tubuhku yang berat. Sambil berdiri diatas kursi rotan
kesayangan ayah dan ibuku perlahan aku naiki, dan
mulai mengikatkan tali pramuka itu di leherku.
Semuanya isi kepala sedang kosong. Mengakhiri
hidup merupakan konsekuensi dan solusi yang tepat.
Semenjak perceraian orang tuaku sejak 2 tahun yang
lalu, hidupku menjadi kacau. Ibu dan ayah yang aku
sayangi pergi meninggalkan kenangan indah yang
telah beberapa tahun di jalan dan diukir dengan
warna warni kehidupan di keluarga kecil bahagia.
Paras yang seolah mencerminkan kebahagiaan,
Namun jiwa ini telah hancur berkeping-keping.
Memang, dengan usiaku yang baru menginjak 18
tahun tak seharusnya aku mengalami peristiwa yang
teramat pahit. Namun inilah kehidupanku.
Masih membekas dengan jelas diingatkanku yang
terdengar teriakan ayah beberapa kali kepada ibu
”Linda, mulai sekarang kita cerai!!”. Tampak ibu
menangis mendengar perkataan ayah. Disisi lain, aku
hanya bisa terdiam melihat semua kejadian itu terjadi
begitu saja.
Tiba-tiba mereka menghampiriku di balik pintu
kamar dan menyuruhku untuk memilih untuk ikut
ayah atau ibu, Tanpa pikir panjang aku langsung
memutuskan akan ikut dengan ayah. Ibu terlihat
sangat kecewa dengan keputusanku . Namun, ibu tak
bisa melawan dan tak bisa berbuat apa-apa. Mulai
sejak saat itu aku tinggal bersama ayah di sebuah
kontrakan kecil di Ibukota Jakarta. Ayah selalu
melarangku untuk menemui ibu kandungku di
Medan. Itulah awal kebahagiaanku yang mulai
menghilang.
Sayang, sepertinya aku salah memilih ayah sebagai
tujuan hidupku. 3 tahun kemudian ayahku
memutuskan untuk menikah lagi, sebenarnya aku
tidsak setuju. Tapi apa boleh buat, aku tidak ingin
membuat ayah kecewa. Namun, disisi lain akulah
yang kecewa terhadap keputusan ayah. Keadaan
bukannya semakin membaik, justru sebaliknya aku
merasa perhatian kedua orang tuaku semakin
berkurang. Apalagi setelah adik tiriku lahir.
Tidak aku sangka kehidupanku akan seperti ini.
Orang tuaku berpisah disaat aku harus bertarung
demi masa depanku, kejiwaanku mulai tak tenang.
Aku hanya bisa mencetak diri sebagai remaja
pemurung dan penuh beban yang menutupi
semuanya dengan senyum palsu. Tak ada yang bisa
aku jadikan sebagai tempat curhat dan pelampiasan,
kadang mereka tidak sepenuhnya mengerti
keadaanku. Tidak ada yang lebih sempurna,
dibanding kasih sayang orangtua.
Namun setelah sekian lama mencari. Aku akhirnya
menemukan tempat yang pas untuk dijadikan
pelampiasan yaitu dengan cara merokok, meminum
alkohol, dan berpesta. Aku merasa bahagia dengan
semua itu. Semua bebanku berasa menghilang
ketika melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk itu.
Aku tidak takut kedua orang tuaku tahu, karena aku
tahu bahwa ayah dan ibu sama sekali tidak peduli
terhadapku.
Sekarang aku sudah menginjak usia 18 tahun, aku
pun sudah menginjak pendidikan pendidikan di
Universitas. Aku memilih untuk ngekost bersama
temanku di dekat tempat kuliahku. Aku bisa
menghindar dan menjauh dari keluarga baruku. Di
kost-kostan berbulan-bulan aku menjalani kebiasaan
buruk itu.
Keadaanku pun semakin hari semakin memburuk
dan uang saku semakin menipis. Ayahku yang sudah
sibuk dengan keluarga barunya tidak pernah lagi
memikirkanku apalagi untuk mengirimkan uang
jajan. Hutang demi hutang di kampus dan teman-
temanku semakin menumpuk.
Hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang
mahasiswi di kampusku. Sebut saja namanya Rani.
Mungkin karena satu nasib dengannya, dia juga dari
keluarga yang broken home, membuat aku dan dia
menjadi semakin akrab dan kami saling cerita satu
sama lain. Ternyata Rani ini sudah merasakan lebih
duluan pahitnya hidup ini dibanding aku. Dia pun
sekarang bekerja di sebuah diskotik club malam
yang ada di Kota Jakarta sebagai penjual minuman.
Itulan yang dilakukan Rani untuk mencari sesuap nasi
dan membiayai kuliahnya. Pagi sampai sore
kuliahdan malamnya dilanjutkan bekerja. Bahkan
terkadang harus bisa bertahan dari godaan para
hidung belang yang nongkrong di tempatnya
bekerja.
Kami pun sudah menjalin sebuah persahabatan.
Akhirnya aku pun bergfabung dengan Rani untuk
bekerja di Club malam tersebut bukan sebagai
penjual minuman. Mungkin karena dari sekolah aku
pintar menyanyi dan menari, yang selalu
membanggakan sekolahku dulunya. Aku
ditempatkan sebagai penari untuk menghibur para
tamu yang berdatangan. Halal, haram, hantam itu
menjadi tekadku, yang paling aku bisa mendapatkan
uang untuk membiayai hidupku.
Hingga suatu malam karena terlalu banyak minum
aku diajak oleh salah seorang pengusaha ke sebuah
hotel berbintang di Jakarta. Dengan diiming-
imingkannya uang berlipat ganda aku tidak bisa
menolak. Karena memang aku sangat
membutuhkannya. Tanpa disadari aku pun sudah
mencari orang itu selama satu malam. Aku sudah
merasa orang yang paling berdosa, tidak bisa
mempertahankan kehormatanku, aku telah menjual
aqidahku, aku adalah orang yang paling hina di
dunia.

••••••••••••

Air mata ini telah berkaca-kaca meleleh membanjiri


daratan. Sedetik lagi aku akan meninggalkan dunia
yang penuh dengan nostalgia ini.

Anda mungkin juga menyukai