Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis


2.1.1. Hakikat Belajar Mengajar dan Pembelajaran
Menurut Sudjana, (1989) bahwa “belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain”. Dua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan.
Belajar mengajar selaku suatu sistem instruksional mengacu kepada pengertian sebagai
seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan interaksi
guru dengan siswa sebagai makna utama proses pengajaran memegang peranan penting untuk
mencapai tujuan pengajaran yang efektif.
Menurut sanjaya, (2008) :belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan tingkah laku
yang melalui pengalaman.” Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman
tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh melalui aktivitas
sendiri dan pada situasi yang sebenarnya, sedangkan pengalaman tidak langsung adalah
pengalaman yang diperoleh tanpa melakukan aktivitas sendiri maupun pada situasi yang
sebenarnya. Pengalaman tidak langsung dapat diperoleh dengan perantaraan media, seperti alat
peraga.
Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan dimana
ada subjek yang memberi dan ada subjek yang menerima. Djamarah dan Zain mengatakan
bahwa “Mengajar adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang
ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan
proses belajar” (Djamarah dan Zain, 1996). Dengan kata lain bahwa dalam mengajar ada dua hal
yang saling terlibat yaitu guru dan siswa, dimana guru memberikan pengetahuan atau
pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Dalam hal itu baik murid maupun pengajar
harus mengerti bahan yang akan dibicarakan. Dengan kata lain dalam kegiatan mengajar itu
harus terjadi suatu proses belajar.
Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru, sedangkan
belajar dilakukan oleh siswa.
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas
berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang
baik terhadap materi pelajaran.
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya
sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami
berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan
perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Setiap kegiatan belajar mengajar memiliki
tujuan, yaitu sasaran atau cita-cita yang hendak dicapai berupa pembentukan pengetahuan, sikap
dan ketrampilan siswa (Roestiyah, 1982).

2.1.2. Hasil Belajar


Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil
yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan satu paket pembelajaran tertentu. Hasil belajar siswa
dapat diketahui setelah mengikuti pelajaran. Berdasarkan hasil belajar tersebut didapat informasi
tentang seberapa besar penguasaan siswa terhadap materi yang telah diberikan, yang dapat ditulis
dalam bentuk angka atau nilai. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa terhadap
materi yang telah diajarkan dapat dilihat dari hasil tes yang diberikan kepada siswa setelah
mendapat pengalaman.
Tolak ukur dari tinggi rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari tinggi rendahnya
hasil belajar siswa. Kualitas proses hasil belajar mengajar dan mutu hasil belajar adalah indikator
keberhasilan pelaksanaan sistem kurikulum pendidikan. Menurut Sudjana, Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Sedangkan, Harahap memberi batasan bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang
perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang
disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Jadi hasil belajar siswa untuk bidang studi kimia adalah gambaran penguasaan siswa
terhadap materi yang diberikan dalam bidang studi kimia. Sehingga dari beberapa pengertian di
atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari kegiatan
belajar mengajar.

2.1.3. Model pembelajaran


Model pembelajaran adalah suatu pola perencanaan yang dapat digunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Model pembelajaran bertujuan menciptakan suatu
pembelajaran yang efektif sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Menurut
Nasution, “Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola pendekatan yang digunakan
untuk mendesain pengajaran dan mengandung strategi mengajar, yang digunakan untuk
mencapai tujuan belajar yang diinginkan”. Pada strategi mengajar terdapat strategi insrtuksional,
ketrampilan mengajukan pertanyaan, mengkomunikasikan pengarahan, menstruktur jawaban
siswa,dll. dalam strategi mengajar guru juga menerapkan sejumlah strategi mengajar dan
menerapkan berbagai teknik mengajar atau insrtuksional, seperti bagaimana menata kelas,
mengelompokkan siswa, dan menerapkan berbagai macam pendekatan dalam penggunaan alat
pengajaran (Nasution, 1994).
Banyak model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan hasil penelitian dan
percobaan atas praktek-praktek pengajaran secara luas. Model pembelajaran yang diperkenalkan
saat ini paling tidak didasarkan atas tiga hal, pertama atas pengalaman praktek, kedua didasarkan
atas telaah teori-teori tertentu dan ketiga atas hasil-hasil penelitian.

2.1.4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


Dewasa ini, model pembelajaran ini mulai diangkat sebeb ditinjau secara umum
pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang
autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan
penyelidikan dan inkuiri (Trianto, 2009).
Menurut Ratumanan dalam Trianto (2009), pengajaran berdasarkan masalah merupakan
pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pemebelajaran ini
membantu siswa untuk memperoleh informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun
pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
PBL adalah sebuah pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem)
dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu (knowledge)
baru. Dengan demikian masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar siswa dapat belajar
sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya (Suyatno,2008). Problem Based Leraning (PBL)
berfokus kepada identifikasi permasalahan serta penyusunan kerangka analisis dan pemecahan.
Metode ini dilakuakan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, banyak kerja sama dan
interaksi, mendiskusikan hal-hal yang tidak atau kurang dipahami serta berbagi peran untuk
melaksanakan tugas dan saling melaporkan. Menurut Suradijono, PBL adalah metode belajar
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru (Warmada,2004). Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
merupakan slah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif
kepada siswa.
Pembelajaran berbasis masalah secara khusus melibatkan siswa bekerja pada masalah
dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima orang dengan bantuan asisten sebagai
tutor/fasilitator. Masalah disiapkan sebagai konteks pembelajaran baru. Analisis dan
penyelesaian terhadap masalah itu menghasilkan problem pengetahuan dan ketrampilan
pemecahan masalah. Permasalahan dihadapkan sebelum semua pengetahuan relevan diperoleh
dan tidak hanya setelah membaca teks atau mendengar ceramah tentang materi subjek yang
melatarbelakangi masalah tersebut. Hal inilah yang membedakan antara PBL dengan metode
yang berorientasi masalah lainnya (Pasek,2008).

Tutor berfungsi sebagai pelatih kelompok yang menyediakan bantuan agar interaksi
siswa menjadi produktif dan membantu siswa mengidentifikasi pengetahuan yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah. Hasil dari proses pemecahan masalah itu adalah siswa membangun
pertanyaan-pertanyaan (isu pembelajaran) tentang jenis pengetahuan apa yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah. Setelah itu, siswa melakukan penelitian pada isu-isu pembelajaran yang
telah diidentifikasi dengan menggunakan berbagai sumber. Untuk ini siswa disediakan waktu
yang cukup untuk belajar mandiri. Proses PBL akan menjadi lengkap bila siswa melaporkan
hasil penelitiannya (apa yang dipelajari) pada pertemuan berikutnya. Tujuan pertama dari
paparan ini adalah untuk menunjukan hubungan antara pengetahuan baru yang diperoleh dengan
masalah yang ada di tangan siswa. Fokus yang kedua adalah untuk bergerak pada tahap
pemahaman yang lebih umum, membuat kemungkinan transfer pengetahuan baru. Setelah
melengkapi siklus pemecahan masalah ini, siswa akan memulai menganalisis masalah baru,
kemudian diikuti lagi oleh prosedur analisis-penelitian-laporan.
Menurut Barrows and Tamblyn: terdapat beberapa karakteristik PBL (Warmada,2004)
diantaranya yaitu :
1. Kompleks, dalam mengorganisaikan fokus pembelajaran tidak ada satu jawaban yang
“benar” seperti keadaan nyata dalam kehidupan.
2. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi
kesenjangan dalam pembelajaran, dan mengembangkan pemecahan yang mungkin.
3. Siswa mengumpulkan informasi baru melalui pembelajaran yang diarahkannya sendiri
(self-directed learning)
4. Guru hanya sebagai fasilitator
5. Permasalahan diserahkan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dalam
profesinya.
Problem Based Learning dirancang dengan beberapa sasaran yang penting untuk membatu para
siswa dalam hal:
1. Membangun satu basis pengetahuan yang fleksibel dan luas
2. Mengembangkan strategi pemecahan masalah yang efektif
3. Mengembangkan, mengarahkan pembelajaran yang bermakna
4. Mengefektifkan kolaborasi
5. Memunculkan motivasi intrinsik untuk belajar

2.1.5. Langkah-Langkah Dalam Problem Based Learning (PBL)


Dalam pelaksanaan PBL sebagai salah satu model pembelajaran yang diterapkan pada
proses pembelajaran, ada beberapa langkah-langkah yang harus dilaksanakan yaitu :
1. Konsep Dasar (Basic Concept)
Jika dipandang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk,referensi, atau
link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar siswa
lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran mendapatkan peta yang akurat tentang arah dan
tujuan pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan siswa mendapatkan kunci
utama materi pelajaran sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh siswa seperti yang bisa
jika siswa mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan
dalam bentuk garis besar saja sehingga sisw adapat mengembangkan secara mandiri dan
mendalam.
2. Pendefenisian Masalah (defening the problem)
Langkah kedua dari metode lima langkah Pbl adalah pendefinisian masalah. Dalam
langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dalam kelompoknya, siswa
melakukan berbagai kegiatan. Pertama brainstorming. Brainstorming ini dilaksanakan dengan
cara semua anggota kelompok mengungkapkan ide, tanggapan, terhadap skenario secara bebas
sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap anggota kelompok
memiliki hak sama dalam memberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta
mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja.

Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam skenario
tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan artinya.
Jika ada siswa yang mengetahui artunya, segera menjelaskan kepada teman-teman yang lain. Jika
ada yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan
kelompok. Selanjutnya jika ada yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis
sebagai isu dalam permasalahan kelompok.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus. Ketiga
menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari
referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-
pilihan yang dipilih siswa. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator disinggung oleh siswa,
fasilitator mengusulkan dengan memberikan alasannya.
Pada akhir langkah ini siswa diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja
yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui dan pengetahuan apa saja yang
diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap siswa mengikuti langkah ini maka
pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya masing-masing siswa mencari berbagai sumber yang dapat
memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud bisa dalam bentuk artikel
tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang relevan.
Tahap investigasi memiliki tujuan utama yaitu:
1. Agar siswa mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan
permasalahan yang telah didiskusikan di kelas,
2. Informasi yang dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan
informasi tersebut haruslah relevan dan dpat dipahami.
Di luar pertemuan dengan fasilitator, siswa bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan
berbagai kegiatan.
Dalam pertemuan tersebut siswa akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan
pengetahuan telah mereka bangun.
Siswa juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan sehingga anggota kelompok lain
dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.
Proses pelaksanaan pembelajaran mandiri dapat dimulai seleksi alternatif dan pembagian
tugas sudah dilakukan. Setiap siswa melakukan pendalaman materi sesuai dengan tugas dalam
kelompok masing-masing. Pendalaman materi dapat dilakukan melalui referensi atau percobaan.
4. Pertukaran Pengetahuan (excange Knowledge)
Setelah mendapat sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah
pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya siswa berdiskusi dalam
kelompoknya untuk mengklarifikasi hasil pencapaiannya dan merumuskan solusi dari
permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara siswa
berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
5. Penilaian (assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan
(skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh
kegiatan pembelajaran yang dilakuakan dengan ujian akhir semester, ujian tengah semester, kuis,
PR, dokumen, da laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill yaitu keaktifan
dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran.
Menurut Arends, terdapat lima phase dalam sintaks model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning), yaitu dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan
situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa, lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah
Phase Kegiatan

Phase Orientasi siswa kepada Guru menjelaskan tujuan


1 masalah pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, memotivasi siswa
terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah.

Phase Mengorganisasikan Guru membantu siswa


2 siswa untuk belajar mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah
tersebut.

Phase Membimbing Guru mendorong siswa untuk


3 penyelidikan individu mengumpulkan informasi yang
maupun kelompok sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah

Phase Menghubungkan dan Guru membantu siswa dalam


4 menyajikan hasil karya merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan, model
dan membantu mereka untuk berbagi
tugas dengan temannya.

Phase Menganalisis dan Guru membantu siswa untuk


5 mengevaluasi proses melakukan refleksi atau evaluasi
pemecahan masalah terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.

2.1.6. Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah


Sebelum melaksanakan proses belajar dengan metode PBL perlu dilakukan persiapan
yang intensif.
Dalam pembelajaran dengan metode PBL ada tiga komponen yang bekerja yaitu:
1. Institusi (sekolah)
2. Guru
3. Siswa
Ketiga komponen ini bekerja sesuai pesan atau tugas masing-masing untuk mendapatkan
capaian pelajaran dalam pokok bahasan dengan PBL secara optimal.
1. Institusi
Institusi dalam hal ini adalah sekolah atau satuan pendidikan. Institusi ini akan
mendukung pelaksanaan pembelajaran PBL antara lain dengan cara:
 Mempersiapkan sarana pendukung proses belajar mengajar, termasuk ruang kelas,
perpustakaan dan alat-alat laboratorium
 Mencatat kehadiran siswa dalam proses belajar mengajar sehingga informasinya
dapat digunakan dalam evaluasi pelaksanaan proses belajar mengajar
 Mempersiapkan guru/fasilitaor pengganti apabila guru yang ditunjuk berhalangan
hadir.
2. Guru
Dalam pembelajaran berbasis masalah peran guru adalah sebagai fasilitaor proses
belajar mengajar dan membangun komunitas pembelajaran.
Peran guru dalam proses belajar mengajar:
 Mempersiapkan skenario pembelajaran yang akan dibahas pada tiap sesi disesuaikan
dengan cakupan materi pada tiap-tiap pokok bahasan.
 Mempersiapkan materi pada setiap pokok bahasan dan memberikan beberapa
sumber referensi lain.
 Sebagai fasilitator.
Guru mendorong para siswa untuk mengeksplorasi pengetahuan yang telah mereka miliki
dan menentukan pengetahuan yang diperlukan selanjutnya.
Guru umumnya diharapkan untuk menahan diri tidak memberikan informasi, sebaliknya
mendorong dilakukannya diskusi dan pembelajaran antar siswa. Beberapa cara yang dapat
dilakukan adalah:
 Melakukan klarifikasi, misalnya terhadap perspektif yang muncul dalam diskusi.
 Mendorong pemikiran yang divergen, misalnya adakah kemungkinan solusi yang
lain.
 Meletakkan permasalahan yang divergen, misalnya adakah isu yang dibahas
mengingatkan guru ada berbagai informasi yang telah teridentifikasi sebelumnya.
 Membuat urutan prioritas, misalnya apakah berbagai informasi yang telah
teridentifikasi dapat diurutkan sesuai relevansinya terhadap permasalahan.
 Memoderasi diskusi, misalnya apakah ada kemajuan dalam diskusi, kalau tidak
identifikasi apa saja yang salah dan mengembalikan diskusi pada tujuan semula.
 Sebagai evaluator
Walaupun peran guru tidak lagi dominan dalam dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar dengan PBL, namun guru tetap bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan
pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk itu secara berkelanjutan guru perlu
mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan melakukan perbaikan jika segera diperlukan.

3. Siswa
Peran siswa secara umum dalam proses belajar mengajar ber-PBL adalah:
 Siswa mempersiapkan diri untuk belajar dan bekerja secara kelompok.
 Berperan aktif dalam proses belajar mengajar.
 Mengikuti dan menghadiri keseluruhan kegiatan proses belajar mengajar.
 Menyelesaikan masalah.
 Melakukan diskusi dalam kelompoknya.
Adapun keuntungan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :
1. Cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa.
3. Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami
masalah dalam kehidupan nyata.
5. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Lebih menyenangkan dan disukai siswa serta mengembangkan minat untuk belajar.
7. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan untuk menyesuaikan
pengetahuan baru.
8. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam dunia nyata.
(Sanjaya, 2007)

2.1.7. Media Pengajaran Dalam Proses Belajar Mengajar


Pada hakekatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi yang harus
diciptakan melalui kegiatan penyampaian dan tukar menukar pesan melalui informasi oleh setiap
tanaga pengajar dan peserta didik. Pesan atau informasi dapat berupa pengetahuan keahlian
(skill), ide, pengalaman, dan sebagainya.Untuk memperlancar proses komunikasi digunakan
sarana yang membantu komunikasi yang disebut sebagai media.
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari medium yang
secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media adalah perantara atau pengantar pesan
dari pengirim atau penerima pesan (Sardiman,dkk, 2003:10).
Sedangkan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran,
perangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat, dan kemampuan siswa sehingga dapat
mendorong proses belajar mengajar disebut sebagai media pengajaran (Ibrahim dan Syaodih,
2003:10).
Menurut Harjanto, “Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling penting
menonjol yakni metode mengajar dan media pendidikan sebagai alat bantu mengajar” (Harjanto,
2008). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kedudukan media dan metode sebagai alat
bantu mengajar adalah sangat penting guna mewujudkan lingkungan belajar yang diharapkan.

Klasifikasi Media Pengajaran


Menurut Ibrahim dan Syaodih (2003:115) media pengajaran dapat digolongkan dalam
tiga kelompok yaitu:
1. Media cetak, seperti buku, majalah, panplet, dan modul.
2. Media elektronik, yang lazim dipilih dan digunakan dalam pengajaran yaitu:
perangkat slide, film bingkai, film strip, rekaman, OHP, video tape.
3. Realita (objek nyata atau benda sesungguhnya).
Menurut Leshin, pollck dan Reigeluth, media diklasifikasikan ke dalam 5 kelompok yaitu
:
1. Media berbasis manusia, seperti: guru, instruktur, tutor, main peran, kegiatan kelompok.
2. Media berbasis cetak, seperti: buku penuntun, buku latihan, dan lain-lain
3. Media berbasis visual, seperti: buku, alat bantu kerja, chart, grafik, peta, gambar,
transparansi.
4. Media berbasis audiovisual, seperti: video, film, program slide tape, televisi.
5. Media berbasis komputer, seperti: pengajaran dengan bantuan komputer.(Arsyad,2000)

Kegunaan Media Pengajaran


Kegunaan media pengajaran secara umum menurut Sadiman,dkk, adalah sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-
kata tertulis atau lisan belaka)
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra, seperti:
a. Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan gambar, film bingkai atau model.
b. Objek yang terlalu kecil dibantu dengan proyektor mikro, film dan gambar.
3. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan
lingkungan kenyataan
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya
4. Dengan sifat yang unik pada tiap diri siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama
untuk siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semua diatasi
sendiri. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuan
dalam:
a. Memberikan perangsangan yang sama
b. Mempersamakan pengalaman
c. Menimbulkan persepsi yang sama.

Kriteria Pemilihan Media


Arsyad (200:72) menjelaskan bahwa criteria pemilihan media bersumber dari konsep
bahwa media merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan.
Untuk itu ada beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media antara lain adalah:
1. Sesuai dengan tujuan yang dicapai.
2. Tepat untuk mendukung peljaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau
generalisasi.
3. Praktis, luwes, dan bertahap.
4. Guru terampil menggunakannya.

2.1.7.1. Media Peta Konsep


Penggunaan media peta konsep di didalam pendidikan sudah dilakukan sejak tahun 1997,
yaitu dalam pelajaran biologi, dan sejak itu media peta konsep berkembang dan telah digunakan
dalam setiap pembelajaran sains. Media peta konsep pada dasarnya adalah suatu teknik
mengorganisasi atau menyusun informasi yang menujukkan keterkaitan antara satu konsep
lainnya.
Menurut Rusmansyah, istilah peta konsep pertama kali diperkenalkan oleh Novak dan
Gowin pada tahun 1985 dan merupakan suatu alat yang efektif untuk menghadirkan secara visual
hirarki generalisasi-generalisasi, untuk mengekspresikan keterkaitan proporsi dalam sistem
konsep-konsep yang saling berhubungan. Novak dan Gowin mengklaim bahwa pemetaan konsep
akan membantu para siswa membangun kebermaknaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
baru dan lebih kuat pada suatu bidang study. Berdasarkan alasan inilah peta konsep selalu
dipakai dan digunakan dalam berbagai bidang studi untuk mempelajari suatu pokok bahasan,
termasuk pada bidang studi kimia.
Pada kenyataannya, penyusun peta konsep melalui hubungan antara konsep-konsep
dalam bentuk proporsi, dapat menolong guru mengetahui konsep apa yang dimiliki dan tingkat
penguasaan siswa terhadap konsep tersebut, sehingga memberikan semangat belajar yang
tinggipada siswa.
Penyusunan ini dilakukan secara hirarki mulai dari konsep-konsep yang semakin khusus
(Fajaroh,dkk, 2001:60). Selain sebagai alat bantu mengajar, peta konsep dapat juga dijadikan
sebagai alat evaluasi untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi pelajaran sebelum dan
sesudah diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara menugasi siswa membuat sendiri peta konsep
tersebut.
Adapun ciri-ciri dari peta konsep ini berdasarkan pendapat Dahar (1989:125-126)
adalah :
1. Peta konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-
proposisi suatu bidang studi, apakah itu fisika, kimia, biologi, matematika, dll.
2. Peta konsep merupakan suatu gambaran dua dimensi dari suatu bidang tertentu atau
bagian dari bidang studi.
3. Konsep yang paling inklusif terdapat pada puncak peta, lalu menurun hingga
konsep-konsep yang lebih khusus dan contoh-contoh.
4. Bila dua atau lebih konsep digambarkan dibawah suatu konsep yang lebih inklusif
terbentuklah hirarki dalam peta konsep.

Manfaat Peta Konsep


Manfaat peta konsep menurut Novak (dalam Dahar, 1989:129) sebagai berikut :
1) Mengetahui konsep-konsep yang telah dikuasai siswa.
2) Mempelajari cara belajar siswa.
3) Mengungkapkan konsepsi siswa, kesalahan konsep yang dilakukan siswa dapat dideteksi
dengan menelusuri peta konsep yang dibuat siswa.
4) Sebagai alat evaluasi siswa setelah mempelajari suatu materi pelajaran.
Menurut Fajaroh, dkk (2001:62) walaupun peta konsep sangat penting dalam pengajaran,
khususnya kimia, tetapi dalam penerapannya masih dirasakan adanya kesulitan-kesulitan yang
patut menjadi perhatian dan memerlukan usaha keras untuk mengatasinya. Kesulitan-kesulitan
tersebut antara lain :
1. Masih adanya masalah bagaimana menggunakan cara ini secara efektif.
2. Masih ada kesulitan untuk meyakinkan siswa agar menerima strategi penggunaan media
ini.
3. Peta konsep yang kompleks malah kadang membingungkan siswa.
4. Mengevaluasi dengan peta konsep membutuhkan waktu yang relative lama
.
2.1.7.2. Media Audiovisual
Pengertian audiovisual berasal dari kata “audible” artinya didengar dan “visible” yang
berarti dapat dilihat. Jadi, media audiovisual adalah media yang terdiri dari proses pendengaran/
mendengarkan sekaligus dengan penglihatan. Media audiovisual dapat menyampaikan informasi
dengan cara yang lebih konkrit atau lebih nyata daripada yang disampaikan melalui kata-kata.
Ketika kita melihat sesuatu yang kita butuhkan, kita akan tertarik dan akan timbul suatu
dorongan untuk mengetahui lebih banyak, dorongan ini adalah dasar bagi pemindahan suatu ide
yang ada dalam pikiran itu untuk dapat menghasilkan ide-ide yang lebih cemerlang. Media
audiovisual memberi motivasi serta membangkitkan keinginan untuk mengetahui dan
menyelidiki, yang akhirnya menjurus kepada pengertian lebih baik.
Video
Video adalah media yang menyampaikan pesan-pesan pembelajaran secara audiovisual
yang menampilkan gerak bersama-sama dengan suara. Menurut Arsyad, sebagai media
pendidikan, video mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
1. Video dapat menyajikan berbagai jenis bahan audiovisual termasuk gambar-gambar, film,
objek, dan drama
2. Video bisa menyajikan model dan contoh-contoh yang baik bagi siswa
3. Dapat membawa dunia nyata kerumah dan kelas-kelas, seperti orang, tempat-tempat dan
peristiwa-peristiwa, melalui penyiaran langsung atau rekaman.
4. Video dapat menyajikan program-program yang dapat dipahami oleh siswa dengan usia
dan tingkatan pendidikan yang berbeda-beda
5. Video dapat menyajikan visual dan suara yang amat sulit diperoleh pada dunia nyata
misalnya ekspresi wajah
6. Video dapat menghemat waktu, guru, dan siswa, misalnya dengan merekam siaran
pelajaran yang disajikan dapat diputar ulang jika diperlukan tanpa harus melakukan
proses itu lagi.
Beberapa kelemahan/ keterbatasan media video, antara lain adalah :
1. Sifat komunikasi hanya satu arah
2. Program diluar kontrol guru
3. Tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan, karena gambar-
gambar bergerak terus.
4. Objek tidak ditampilkan secara langsung, melainkan hanya melalui layar.
(Sadiman,dkk.1984).

2.1.8. Sistem Koloid


2.1.8.1. Pengertian Koloid
Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan
suspensi. Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium
pendispersi.
Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk
mendispersikan disebut medium pendispersi.
Beberapa perbedaan antara larutan sejati, sistem koloid dan suspensi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.2. Perbedaan antara Larutan, Koloid, dan Suspensi
Aspek yang Sistem dispersi
dibedakan
Larutan sejati Koloid Suspensi

Bentuk campuran Homogen Homogen Heterogen

Bentuk dispersi Dispersi molekul Dispersi padatan Dispersi padatan

Penulisan X(aq) X(s) X(s)

Fasa Tetap homogen Heterogen Heterogen

Penyaringan Tidak dapat Tidak dapat Dapat disaring


disaring dengan disaring dengan dengan kertas
kertas saring kertas saring saring biasa
maupun saringan biasa, tapi dapat
permeable disaring dengan
saringan
permeable
Pemeriksaan Tidak dapat Dapat diamati Dapat diamati
diamati dengan dengan dengan
microscope biasa, microscope ultra microscope biasa
tapi teramati
dengan
microscope
elektron

Ukuran partikel < 1nm 1nm-100nm >100nm

(Sumber : www.geocities.com/davinpratama/lapkim/koloid.doc)

2.1.8.2. Jenis-jenis Koloid


Penggolongan sistem koloid didasarkan pada jenis fase pendispersi (pelarut) dan medium
terdispersi (terlarut), antara lain, yaitu:
1. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol.
Jika zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol padat : debu
buangan knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Contoh
aerosol cair: hairspray dan obat semprot. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan
pendorong (propelan aerosol). Contoh propelan aerosol yang banyak digunakan yaitu CFC dan
CO2.
2. Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Contoh sol :
putih telur, air lumpur, tinta, cat, dan lain-lain. Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi
dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol padat : perunggu, kuningan, permata.

3. Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Sedangkan
sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat disebut emulsi padat dan sistem
koloid dari zat cair terdispersi dalam gas disebut emulsi gas. Syarat terjadinya emulsi yaitu kedua
zat cair tidak saling melarutkan.
Emulsi digolongkan kedalam dua bagian yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi
emulsi air dalam minyak. Contoh emulsi minyak dalam air: santan, susu, lateks. Contoh emulsi
air dalam minyak : mayonaise, minyak ikan, minyak bumi. Contoh emulsi padat: jelly, mutiara
Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Misalnya sabun dicampurkan
kedalam campuran minyak dan air, maka akan diperoleh campuran stabil yang disebut emulsi

4. Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih, sedangkan sistem
koloid dari gas yang terdispersi dalam zat padat disebut buih padat.

5. Gel
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat dan bersifat setengah kaku
disebut gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorbsi medium
dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat. Contoh gel : agar-agar, semir sepatu,
mutiara, mentega.
Campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid tetapi suatu larutan sebab semua gas
bercampur baik secara homogen dalam segala perbandingan.

Tabel 2.3. Klasifikasi Sistem Dispersi Koloid


No Fase Medium Nama Contoh
Terdispersi Pendispersi Koloid

1. Gas Cair Busa/buih Buih sabun, krim kocok

2. Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa

3. Cair Gas Aerosol Awan, kabut

4. Cair Cair Emulsi Susu, santan

5. Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega,mutiara


6. Padat Gas Aerosol padat Asap, debu

7. Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta

8. Padat padat Sol padat Kaca berwarna, paduan


logam

(Sumber : www.geocities.com/davinpratama/lapkim/koloid.doc)

2.1.8.3. Sifat-Sifat Koloid


Efek tyndall
Efek tyndall adalah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel
koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini
ditemukan oleh john Tyndall (1820-1893). Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu
larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak
akan menghambat cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu
terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel relatif besar untuk dapat
menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikel relatif kecil
sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel
koloid memiliki muatan. Pergerakkan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut
elektroforesis.
Apabila kedalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektroda kemudian dihubungkan dengan
sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektroda bergantung pada
jenis muatanya.

Gerak Brown
Gerak brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi
tidak menentu (gerak acak tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra,
maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag.
Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak brown. Gerakan ini terjadi karena benturan molekul-
molekul zat pendispersi pada partikel-partikel koloid.
Adsorbsi
Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada
permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Beberapa partikel
koloid mempunyai sifat adsorbsi terhadap partikel atau ion senyawa lain. Penyerapan terhadap
ion positif atau ion negatif dari partikel koloid menyebabkan koloid bermuatan. Partikel koloid
mempunyai permukaan yang relatif luas, sehingga koloid juga mempunyai daya adsorbsi yang
besar. Dalam kehidupan sehari-hari sifat adsorbsi partikel digunakan untuk pemutihan gula pasir,
menjernihkan air,dll.

Koagulasi Koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan
terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi
secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti
penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.

Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari
proses koagulasi.

Dialisis
Dialisis adalah pemisahan koloid dari ion-ion penggangu. Pemisahan tersebut dilakukan
dengan cara menggantikan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran
semipermeable yang berfungsi sebagai penyaring. Memberan semipermeable ini dapat dilewati
cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.

Koloid Liofil dan Koloid Liofob


Koloid ini terjadi pada sol. Sol liofil adalah koloid yang fase terdispersinya suka (dapat
mengikat) pada cairan (fase pendispersinya). Sol liofob adalah koloid yang fase terdispersinya
tidak suka pada cairan (fase pendispersinya) pada koloid liofil pengikatan medium
pendispersinya disebabkan oleh gaya tarik menarik (berupa gaya elektrostatik) pada setiap ujung
gugus molekul terdispersi. Sol liofob/hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan
elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaitu koloid liofil.
Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob :
 Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid dimana terdapat gaya tarik-menarik yang cukup
besar antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh: dispersi kanji, sabun,
deterjen
 Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid dimana gaya tarik-menarik yang lemah
atau bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium pendispersinya.
Contoh : dispersi emas, belerang dalam air.

Tabel 2.4. Perbedaan Antara Koloid Liofil dan Koloid Liofob


Sifat-sifat Koloid liofil Koloid liofob

Pembuatan Dapat dibuat langsung Tidak dapat dibuat


dengan mencampurkan langsung dengan
fase terdispersi dengan mencampurkan fase
medium terdispersinya terdispersi dengan
medium terdispersinya

Muatan partikel Mempunyai muatan yang Mempunyai muatan


kecil atau tidak positif atau negatif
bermuatan

Adsorpsi medium Partikel-partikel sol liofil Partikel-partikel sol


pendispersi mengadsorbsi medium liofob tidak
pendispersinya. Terdapat mengadsorbsi medium
proses solvasi/hidrasi, pendispersinya. Muatan
yaitu terbentuknya partikel diperoleh dari
lapisan medium adsorbsi partikel-partikel
pendispersi yang ion yang bermuatan
teradsorbsi di sekeliling listrik
partikel sehingga
menyebabkan partikel sol
liofil tidak saling
bergabung

Viskositas (kekentalan) Viskositas sol liofil > Viskositas sol liofob


viskositas medium hampir sama dengan
pendispersi viskositas medium
pendispersi

Penggumpalan Tidak mudah Mudah menggumpal


menggumpal dengan dengan penambahan
penambahan elektrolit elektrolit karena
mempunyai muatan

Sifat reversibel Reversibel, artinya fase Irreversibel artinya sol


terdispersi sol liofil dapat liofob telah menggumpal
dipisahkan tidak dapat diubah
menjadi sol

Efek tyndall Memberikan efek tyndall Memberikan efek tyndall


yang lemah yang jelas

Migrasi dalam medan Dapat bermigrasi ke Akan bergerak ke anode


listrik anode, katode, atau tidak atau katode, tergantung
sama sekali jenis muatan partikel.

(Sumber : www.sistemkoloid.tripod.com)

2.1.8.4. Pembuatan Koloid


Ukuran partikel koloid berada di antara partikel larutan dan suspensi, karena itu cara
pembuatannya dapat dilakukan dengan memperbesar partikel larutan atau memperkecil partikel
suspensi. Terdapat dua metode dasar dalam pembuatan sistem koloid sol, yaitu :
 Metode kondensasi
Merupakan metode bergabungnya partikel-partikel kecil larutan sejati yang membentuk
partikel-partikel berukuran koloid
 Metode dispersi
merupakan metode dipecahnya partikel-partikel besar sehingga menjadi partikel-partikel
berukuran koloid
Metode kondensasi
Metode dimana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk partikel-partikel
berukuran koloid. Pembuatan koloid sol dengan metode ini pada umumnya dilakukan dengan
cara kimia.
a. Dekomposisi Rangkap
Misalnya :
 Sol As2S3 dibuat dengan gaya mengalirkan H2S dengan perlahan-lahan melalui
larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang:
As2O3(aq) + 3H2S As2S3(koloid) + 3H2O(l)
(Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaanya menyerap ion S2-)
 Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 encer dan larutan HCl
encer:
AgNO3(aq) + HCl(aq) AgCl(koloid) + HNO3(aq)
b. Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.
Misalnya :
 Sol Fe(OH)3 dapat dibuat dengan hidrolisis larutan FeCl3 dengan memanaskan
larutan FeCl3 atau reaksi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih:
FeCl3(aq) + 3H2O(l) Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)
 Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih:
AlCl3(aq) + 3H2O(l) Al(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)
c. Reaksi Oksidasi Reduksi (Redoks)
Misalnya :
 Sol emas atau sol Au dapat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya dengan
melarutkan AuCl3 dalam pereduksi organic formaldehida HCOH :
2AuCl3(aq) + HCOH(aq) + 3H2O(l) 2Au(s)+ HCOOH(aq) + 6HCl(aq)
 Sol belerang dapat dibuat dengan mereduksi SO2 yang terlarut dalam air dengan
mengalirinya H2S :
2 H2S(g) + SO2(aq) 3S(g) + 2H2O(l)

Metode Dispersi
Metode ini melibatkan pemecahan partikel-partikel kasar menjadi berukuran koloid yang
kemudian akan didispersikan dalam medium pendispersinya. Ada 3 cara dalam metode ini,
yaitu :
 Cara mekanik (penggerusan)
Cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan proses
penggilingan untuk dapat membentuk partikel-partikel berukuran koloid
 Cara busur bredig
Cara ini khusus untuk membuat sol logam dengan cara dispersi. Dua kawat logam yang
berfungsi sebagai elektroda dicelupkan ke dalam air, kemudian diberi loncatan listrik,
sebagian logam akan mendebu ke dalam air dalam bentuk partikel koloid.
 Cara pemecahan
Partikel endapan dipecah dan dihaluskan menjadi partikel koloid dengan menambahkan
suatu elektrosit yang mengandung ion sejenis. Contoh sol Fe(OH) 3 dapat dibuat dengan
menambahkan FeCl3.
2.2. Kerangka Konseptual
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi itu adalah
hasil belajar atau akibat yang timbul setelah adanya proses belajar.
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal yaitu sesuai dengan yang diharapkan
maka perlu dilakukan inovasi dalam pembelajaran. Inovasi pembelajaran yang dilakukan dalam
hal ini adalah dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning yang didukung
penggunaan media.
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap yang berhubungan
dengan masalah tersebut dan memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. Aspek penting
dalam PBL adalah bahwa pembelajaran dimulai dengan permasalahan dan permasalahan tersebut
akan menentukan arah pembelajaran. Dalam penelitian ini pelaksanaan pemebelajaran ini
didukung oleh media peta konsep dan audiovisual (video).
Dengan penggunaan media tersebut akan memberikan pengalaman konkret dan menambah
gairah dan motivasi siswa untuk belajar. Dengan pembelajaran PBL yang didukung oleh media
peta konsep ataupun audiovisual diharapkan dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa,
karena model pembelajaran ini berakar dari masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari
masalah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka punya sebelumnya (Prior
Knowledge). Dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru. Dan
hal ini akan memberikan keadaan belajar aktif kepada siswa. Apalagi pelaksanaan PBL ini
didukung oleh media yang dapat menambah gairah dan motivasi siswa untuk belajar.
Dengan demikian model pembelajaran PBL diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa khususnya pada pokok bahasan sistem koloid. Penerapan model pembelajaran yang
didukung penggunaan media maupun metode pembelajaran yang tepat oleh guru akan dapat
menjadikan kegiatan pembelajaran semakin menarik sehingga anak didik akan termotivasi untuk
belajar.
Untuk itu dalam penelitian ini akan dilihat hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Problem Based Learning yang didukung media peta konsep dan audiovisual
(video) pada pokok bahasan sistem koloid di kelas XI SMA

2.3. Hipotesis Penelitian


2.3.1. Hipotesis Verbal
Ho : Hasil belajar siswa yang menggunakan media Video melalui model pembelajaran
PBL tidak lebih tinggi sama dengan secara signifikan dibandingkan dengan hasil
belajar siswa yang menggunakan media Peta Konsep pada pokok bahasan Sistem
Koloid.
Ha : Hasil belajar siswa yang menggunakan media Video melalui model pembelajaran
PBL lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang
menggunakan media Peta Konsep pada pokok bahasan Sistem Koloid.
2.3.2. Hipotesis Statistik
Ho : 1 ≤ 2
Ha : 1 > 2
Keterangan :
1 : Rata-rata hasil belajar kimia siswa setelah diberikan pengajaran dengan model
pembelajaran problem based learning yang didukung media
audiovisual(video).
2 : Rata-rata hasil belajar kimia siswa setelah diberikan pengajaran dengan model
pembelajaran problem based learning yang didukung media peta konsep.

Anda mungkin juga menyukai