Pendekatan pembelajaran adalah suatu hal yang termasuk sangat penting dalam proses
belajar mengajar, keefektifan proses belajar mengajar dapat terelaisasi melalui ketepatan
pemilihan pendekatan. Banyak para ahli pendidikan yang mendefensikan pendekatan
pembelajaran, diantaranya menurut pendapat Wahjoedi (1999:121) bahwa, “pendekatan
pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku siswa agar ia dapat aktif
melakukan tugas belajar sehingga dapat memperoleh hasil belajar secara optimal”.
Kemudian menurut Syaifuddin Sagala (2005: 68) bahwa, “Pendekatan pembelajaran
merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional
untuk suatu satuan instruksional tertentu”.
Menurut Suherman (1993:220) mengemukakan pendekatan dalam pembelajaran adalah
suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian
tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran
itu, umum atau khusus.
Menurut sanjaya (2008:127) Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan
strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran
ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif. Berdasarkan
pandangan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran dapat diartikan
sebagai pemikiran awal tentang jalan atau cara mendekati sesuatu yang gunanya untuk
mencapai tujuan pembelajaran , yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
PENDEKATAN
PEMBELAJARAN
Berpusat Pada siswa Berpusat Pada Guru
(student centered (teacher centered
approach) approach).
Siswa : 3 + 3
Guru : Betul.
Selain 3 + 3, arti dari ialah
Siswa : 2 + 2 + 2
Guru : Betul, Bapak ingin menggunakan perkalian. Coba siapa yang dapat, tolong maju
ke depan dan tulis di papan tulis soal di atas dengan menggunakan perkalian.
Siswa C : 2 x 3
Guru : Coba perhatikan apakah jawaban C itu benar?
Siswa A : salah
Guru : semestinya apa jawababnnya?
Siswa A : 3 x 2
Guru : Mengapa ?
Siswa A : Sebab ada tiga himpunan yang banyaknya anggota dua-dua
Guru : Betul sekali. Jadi ingat, guru sambil melihat ke siswa C bahwa karena ada tiga
buah himpunan, setiap himpunan mempunyai dua anggota, maka
artinya 3 x 2 bukan 2 x 3
4.2.1.2 Karakteristik dan Komponen Pendekatan Kontekstual
Dunia Nyata
Matematisasi Matematsasi
Dalam aplikasi dan Refleksi
Abstraksi
dan
Formalisasi
Hal yang perlu ditekankan dari karakteristik pendekatan matematika realistik di atas
adalah bahwa pembelajaran matematika realistik termasuk “cara belajar siswa aktif” karena
pembelajaran matematika dilakukan melalui ”belajar dengan mengajarkan. Selanjunya
pendekatan matemtaika relistik juga termasuk pembelajaran yang berpusat pada siswa karena
mereka memecahkan masalah dari dunia mereka sesuai dengan potensi mereka, sedangkan guru
hanya berperan sebagai fasilitator, sedemikian sehingga pembelajarannya bePendekatan
Matematika Realistiktode penemuan terbimbing dan kontekstual karena siswa dikondisikan
untuk menemukan atau menemukan kembali konsep dan prinsip matematika dan titik awal
pembelajaran matematika adalah masalah kontekstual, yaitu masalah yang diambil dari dunia
siswa.
Dikemukakan oleh Sutarto Hadi (2003: 2) bahwa teori pendekatan matematika realistik
sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran
kontekstual (CTL). Namun baik konstruktivisme maupun pembelajaran kontekstual mewakili
teori belajar secara umum, sedangkan pendekatan matematika realistik suatu teori pembelajaran
yang dikembangkan khusus untuk matematika. Juga telah disebutkan terdahulu, bahwa konsep
matematika realistik ini sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman
siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. Lebih lanjut berkaitan dengan
konsepsi pendekatan matematika realistik ini, Sutarto Hadi mengemukakan beberapa konsepsi
pendekatan matematika realistik tentang siswa, guru dan pembelajaran yang mempertegas bahwa
pendekatan matematika realistik sejalan dengan paradigma baru pendidikan, sehingga
pendekatan matematika realistik pantas untuk dikembangkan di Indonesia.
Konsepsi pendekatan matematika realistik tentang siswa adalah siswa memiliki
seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar
selanjutnya, siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk
dirinya sendiri, Pembentukan pengetahuan tersebut merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan, kemudian
pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam
pengalaman.
Kemudian konsepsi pendekatan matematika realistik tentang guru adalah guru hanya
sebagai fasilitator dalam pembelajaran, guru harus mampu membangun pembelajaran yang
interaktif, Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat pada
proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam
menafsirkan persoalan riil, dan Guru tidak terpancang pada materi yang ada didalam
kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial.
Konsepsi pendekatan matematika realistik tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-
aspek (1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’riil’ bagi siswa sesuai
dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam
pembelajaran secara bermakna. (2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut; (3) Siswa mengembangkan atau
menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang
diajukan; (4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan
alasan terhadap jawaban yang diberikannya, sangat memahami atas jawaban temannya (siswa
lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif
penyelesaian yang lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau
terhadap hasil pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik, interaksi sebagai salah satu
prinsip utama juga merupakan bagian utama yang turut mendorong terbentuknya refleksi.
Interaksi yang berlangsung dengan baik, akan melahirkan suatu learning community yang
memberikan peluang bagi berlangsungnya pembelajaran yang mampu meningkatkan level
pengetahuan siswa. Refleksi merupakan suatu upaya, atau suatu aktivitas memberi peluang pada
individu untuk mengungkapkan tentang apa yang sudah dan sedang dikerjakan. Apakah yang
dikerjakan itu sesuai dengan apa yang dipikirkan? Menurut C-Stars University of Washington
mengemukakan bahwa refleksi merupakan cerminan dari: bagaimana kita berpikir tentang apa
yang telah kita lakukan, melakukan review serta merespon terhadap peristiwa tertentu, aktivitas
tertentu serta pengalaman, mencatat apa yang telah kita pelajari termasuk ide-ide baru maupun
apa yang kita rasakan. Refleksi dapat muncul dalam bentuk jurnal, diskusi, serta karya seni. Bagi
guru, mendapatkan informasi tentang apa yang siswa pelajari dan bagaimana siswa
mempelajarinya. Di samping itu, guru dapat melakukan perbaikan dalam perencanaan dan
pembelajaran pada kesempatan-kesempatan berikutnya atau waktu yang akan datang. Sedangkan
bagi siswa, meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa, di samping itu juga sama
halnya seperti yang dilakukan guru.
Dalam pendekatan open-ended siswa berperan sebagai pusat dalam proses pembelajaran,
sehingga pengetahuan dikonsktruksi oleh siswa sendiri. Untuk itu dalam pelaksanaannya
pendekatan ini mensyaratkan siswa untuk aktif belajar, baik dalam kelompok besar atau
kelompok kecil. Pembelajaran dengan pendekatan open-ended menyajikan suatu permasalahan
yang memiliki beragam penyelesaian/metode penyelesaiannya (Shimada, 1997: 10; Berenson,
1995: 183). Pendekatan ini memberikan keleluasaan bagi siswa untuk mengemukakan jawaban.
Dengan demikian, siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman
menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Dengan diberikan
kesempatan seperti ini, cara belajar siswa dapat terlatih dengan baik. Selain itu dengan
penggunaan berbagai macam persoalan terbuka, pendekatan ini dapat meningkatkan kapasitas
matematika siswa yang lebih fleksibel (Hashimoto dalam Silver,1997).
Dengan pemberian suatu situasi permasalahan yang penyelesaiannya tidak hanya dapat
disajikan dengan satu cara, siswa memperoleh pengalaman dalam menemukan hal baru, yaitu
dengan cara mengkombinasikan semua pengetahuan, keterampilan, dan cara berpikir matematik
yang telah dimiliki siswa dari pelajaran sebelumnya. Selanjutnya siswa-siswa menganalisis
permasalahan-permasalahan dan metode pemecahan masalah melalui suatu proses pemecahan
masalah dengan satu cara dan kemudian mendiskusikan dan mengevaluasi variasi dari metode
penyelesaian yang dapat dikembangkan dan disajikan oleh teman sekelas. Pada satu versi dari
pendekatan open-ended, penemuan masalah juga memainkan peran yang amat penting sebagai
permasalahan yang ditemukan oleh siswa yang saling berkaitan tetapi berbeda dari permasalahan
yang telah diselesaikan pada waktu yang lalu (Hashimoto, 1987). Penggunaan permasalahan
yang memungkinkan siswa untuk memunculkan penyelesaian yang beragam merupakan kunci
istimewa dalam pembelajaran matematika yang terkait dengan pengembangan representasi dan
fleksibilitas strategi siswa.
1) Mencari hubungan: Siswa-siswa diberi pertanyaan untuk menemukan suatu aturan matematis
atau relasi/hubungan.
2) Klasifikasi: Siswa-siswa diberi pertanyaan untuk mengklasifikasi berdasarkan karakteristik-
karakteristik yang berbeda yang membuat mereka memformulasikan konsep-konsep
matematis.
3) Pengukuran: Siswa-siswa diberi pertanyaan untuk menemukan ukuran numeris berkaitan
dengan fenomena yang diberikan. Permasalahan seperti ini menuntut siswa mengaplikasikan
pengetahuan matematis dan keterampilan yang mereka miliki untuk menyelesaikan
permasalahan ini.
Menurut Sawada (dalam Suherman dkk, 2003: 129-130) ada beberapa cara untuk
mengkonstruksi permasalahan yaitu:
1) Siapkan permasalahan melalui sebuah situasi fisik yang nyata dan memuat beberapa variabel
sedemikian hingga relasi matematis dapat diamati siswa.
2) Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan
hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam permasalahan ini.
3) Sajikan bentuk-bentuk atau bangun geometri sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
4) Sajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
5) Berikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa dapat
mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
6) Berikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat membuat generalisasi dari
pekerjaannya.
Menurut Nohda (2000) tujuan pembelajaran open-ended adalah untuk membantu
meningkatkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa melalui problem solving secara
simultan. Dengan kata lain kegiatan kreatif dan pola pikir matematis siswa harus ditingkatkan
semaksimal mungkin sesuai kemampuan tiap siswa. Aktivitas kelas yang penuh ide-ide
matematis pada akhirnya akan memacu kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Selain itu,
pendekatan open-ended dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam proses
pengajaran matematika. Dengan demikian, siswa memahami bahwa proses dalam penyelesaian
masalah berperan sama pentingnya seperti hasil akhir dari pemecahan masalah itu. Berdasarkan
uraian di atas, terlihat dengan jelas bahwa pendekatan open ended terkait erat dengan pemecahan
masalah.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran dengan pendekatan open-ended, terlihat bahwa
terdapat beberapa kelebihan dalam pendekatan ini sebagaimana dikemukakan oleh Sawada
(dalam Becker dan Shimada, 1997: 23-24) yaitu:
1) Siswa-siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan lebih sering
menyampaikan ide-idenya.
2) Siswa-siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan
keterampilan matematisnya secara menyeluruh.
3) Siswa-siswa secara tidak langsung akan termotivasi untuk memberikan bukti-bukti dan
penjelasan.
4) Siswa-siswa yang berkemampuan rendah pun dapat merespon permasalahan dengan
berbagai cara mereka sendiri.
5) Siswa menjadi kaya akan pengalaman dalam menemukan dan menerima pengakuan dari
siswa-siswa lainnya.
Menurut Sawada (dalam Becker dan Shimada, 1997: 32-33), untuk mengembangkan
rencana pembelajaran dengan pendekatan ini, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Tuliskan semua respon yang diharapkan muncul dari siswa (berupa jawaban yang
beragam atas permasalahan yang diajukan oleh guru).
2) Tujuan permasalahan yang diajukan oleh guru kepada siswa, harus jelas.
3) Sajikan permasalahan semenarik mungkin.
4) Lengkapi prinsip “posing problem” sehingga siswa memahami dengan mudah maksud
dari permasalahan itu.
5) Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengeksplorasi jawaban.
Berdasarkan uraian tentang pembelajaran open-ended, Adapun langkah-langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut.
Pendahuluan
Guru memberikan pendahuluan tentang materi pelajaran disertai dengan penjelasan tentang
kegunaan konsep yang akan diajarkan dalam masalah kehidupan sehari-hari.
Kegiatan inti
a. Diawali dengan guru memberikan soal open-ended yang berkaitan dengan materi
yang akan diajarkan.
b. Guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal tersebut secara berkelompok.
c. Solusi dibahas bersama-sama, guru meminta salah seorang siswa sebagai wakil
dari suatu kelompok untuk mengerjakannya di depan kelas dengan bimbingan guru.
d. Soal diselesaikan dan dikembangkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh guru maupun siswa untuk memberikan pemahaman mengenai konsep
yang diajarkan.
e. Dalam proses tanya jawab, guru mendorong siswa agar dapat memberikan
jawaban dan kesimpulan penting tentang konsep yang diajarkan.
f. Guru memberikan soal-soal lain yang berkaitan dengan materi pelajaran dan
siswa diminta mengerjakannya baik secara individu maupun secara berkelompok.
3. Penutup
a. Guru mengingatkan kembali tentang konsep-konsep inti
dalam materi yang diberikan.
b. Guru memberi informasi apa yang akan dipelajari pada
pertemuan berikutnya dan menyampaikan bahwa pada pertemuan selanjutnya akan selalu
diberikan soal-soal untuk dikerjakan bersama-sama dan salah seorang siswa akan tampil ke
depan kelas. Untuk itu setiap siswa harus mempersiapkan dirinya.
c. Guru memberi soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah
secara individual.