TINJAUAN PUSTAKA
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik (Suardi, 2015).
Beberapa cirri penting problem based learning sebagai berikut (Brooks & Martin,
1993):
Lembar Kerja Peserta Didik atau LKPD merupakan nama lain dari Lembar Kerja
Siswa atau LKS. Penggunaan kata LKPD disesuaikan dengan kurikulum 2013 yang
berlaku saat ini. Dalam kurikulum 2013 revisi 2016, penyebutan kata “siswa” telah
diganti menjadi “peserta didik”. Lembar kerja peserta didik atau LKPD ini merupakan
sarana kegiatan pembelajaran yang dapat membantu mempermudah pemahaman
terhadap materi yang dipelajari (Marisa Indriani, 2018).
LKPD bukanlah perangkat yang baru bagi para pendidik dalam proses
pembelajaran. LKPD yang banyak beredar di sekolah-sekolah hanya berisi ringkasan
materi dan berisi latihan-latihan soal yang disusun dan dirancang oleh beberapa penerbit
saja. LKPD ini tidak melatih peserta didik dalam proses pendekatan ilmiah karena hanya
berisi kumpulan soal-soal yang harus dijawab dan tidak menemukan konsep dari materi.
Hal ini juga akan membebani para pendidik untuk mengo-reksi hasil dari pekerjaan
peserta didik. LKPD yang baik seharusnya dapat dibuat oleh para pendidik. Lestari
Majid (2013) menyarakankan agar LKPD sebaiknya dirancang oleh guru yang
disesuaikan dengan pokok bahasan dan tujuan pembelajarannya (Eka Sari, 2016 ).
Untuk menyusun LKPD, pendidik dapat mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
Selama ini, penggunaan LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) merupakan salah satu
cara yang membantu peserta didik untuk lebih aktif mengkonstruk pengetahuannya
sesuai tuntutan dalam kurikulum 2013 tersebut. Menurut Prastowo (2014), LKPD adalah
bahan ajar yang dapat mengurangi paradigma teacher centered menjadi student centered
sehingga peserta didik akan lebih aktif.
Selain itu, penggunaan LKPD sangat besar peranannya dalam proses pembelajaran.
Menurut Prastowo (2014), LKPD berperan sebagai bahan ajar yang lebih mengaktifkan
peserta didik, mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan,
sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya akan tugas untuk berlatih. Dengan demikian,
LKPD secara garis besar berperan memudahkan dan mengarahkan pelaksanaan proses
pembelajaran kepada peserta didik (Widy Anggraini, 2016).
Menurut Mc.Neill dan Krajcik (2006) dalam (Pritasari et al., 2016) menyatakan
bahwa memuat tiga aspek meliputi claim, evidence, dan reasoning. Claim merupakan
pernyataan yang menjawab permasalahan. Evidence merupakan data ilmiah yang
mendukung suatu pernyataan. Reasoning merupakan suatu alasan atau pembenaran
yang menghubungkan pernyataan dengan bukti.
Kimia merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sangat penting karena
berkaitan dengan fenomena alam dan apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Ilmu kimia
memiliki beberapa karakteristik, salah satumya (a) ilmu yang mencari jawaban atas
pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan
komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat, (b) ilmu yang
awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif), namun pada
perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori
(deduktif). Dalam pembelajarannya kimia melibatkan tiga tingkat representasi, yaitu
makroskopik, simbolik, dan mikroskopik (Tuysuz et al, 2011:452). Pada tingkat
makroskopik kimia berkaitan dengan pengamatan secara langsung. Pada tingkat
simbolik kimia berkaitan dengan simbol, rumus, mekanisme reaksi. Pada tingkat
mikroskopik, kimia berkaitan dengan proses-proses kimia (Tuysuz et al, 2011:452).
Kozma dan Russel (1997:952) mengemukakan bahwa sebagian besar konsep kimia
berada pada tingkat molekuler yang tidak dapat dipahami oleh pemikiran siswa secara
langsung. Lebih lanjut Kozma dan Russel (1997:952) mengemukakan bahwa siswa
mengalami kesulitan dalam memahami berbagai simbol dalam kimia. Hal inilah yang
menyebabkan siswa sulit memahami pelajaran kimia, bahkan dianggap sebagai
pelajaran yang membosankan dan kurang menarik oleh sebagian siswa.
Salah satu materi yang sulit bagi siswa adalah redoks. Beberapa konsep yang
harus dipelajari siswa pada materi redoks, meliputi (1) perkembangan konsep reaksi
reduksi dan oksidasi, (2) konsep bilangan oksidasi, (3) reduktor dan oksidator, (4) reaksi
autoredoks, dan (5) penerapan reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari. Dari konsep-
konsep yang dipelajari pada materi redoks ini terdapat beberapa karakteristik,
diantaranya adalah keterkaitan antar konsep dan adanya perhitungan matematika yang
sederhana. Keterkaitan antar konsep ini dapat ditunjukkan dengan adanya hubungan
konsep materi redoks dengan konsep-konsep sebelumnya. Sebagai contoh pada materi
perkembangan konsep reduksi dan oksidasi berdasarkan pelepasan dan penerimaan
elektron dan perubahan bilangan oksidasi, berkaitan dengan materi sistem periodik
unsur, konfigurasi elektron, dan ikatan kimia (Erma Yulianingtyas, 2017 ).
Materi pelajaran kimia merupakan salah satu rumpun Ilmu Pengetahuan Alam
yang menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
kimia menekankan pada cara siswa menguasai konsep-konsep dan bukan menghafal
fakta satu sama lain. Konsep-konsep kimia mempunyai tingkat generalisasi dan
abstraksi tinggi yang menyebabkan siswa dapat mengalami kesukaran dalam
penguasaan konsep (Karima dan Supardi, 2014). Siswa cenderung lebih memilih untuk
menghafal daripada memahami konsep-konsep kimia tersebut. Hal tersebut menjadi
tidak efektif karena kimia bukanlah untuk dihafalkan melainkan untuk dipahami.
Barke et al. (2009) menyebutkan bahwa salah satu konsep kimia yang sering
dipahami secara miskonsepsi oleh siswa adalah konsep reaksi oksidasi reduksi. Hastuti,
Suyono dan Poedjiastoeti (2014) dalam penelitiannya melaporkan bahwa siswa masih
mengalami miskonsepsi pada materi reaksi redoks sebesar 43%. Kegagalan siswa dalam
memahami konsep disebabkan karena siswa mengkonstruksi pemahamannya secara
tidak utuh. Reaksi redoks dianggap sebagai materi yang sulit dan membingungkan oleh
sebagian siswa. Salah satu penyebab kesulitan siswa tersebut adalah karakteristik materi
yang bersifat abstrak atau berada pada tingkat submikroskopik. Faktor kesulitan lainnya
adalah kurangnya minat dan perhatian siswa ketika proses pembelajaran berlangsung,
kurangnya kesiapan siswa dalam menerima konsep baru, dan kurangnya penekanan
pada konsep-konsep prasyarat (Dwi Andrianie, 2018).
Menurut Pratikno dan Syarief (2014) konsep reaksi oksidasi reduksi menjelaskan
kemampuan menentukan zat yang bertindak sebagai oksidator atau reduktor.
Selanjutnya, Antrakusuma, dkk. (2015) menjelaskan konsep reaksi reduksi oksidasi
meliputi juga transfer elektron, proses pelepasan dan penerimaan elektron. Berdasarkan
cakupan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk memahami konsep reaksi redoks
diperlukan pemahaman konsep yang kuat dan Abdurrahman dan Soegiarto (2014)
menambahkan harus memiliki kemampuan operasi matematika sederhana, untuk
mengetahui dan memahami konsep tersebut juga harus didukung oleh sumber belajar
yang efektif (Resi Salyani, 2018).
Reaksi redoks merupakan suatu konsep dalam ilmu kimia, di SMA pengenalan
reaksi redoks dipelajari di kelas X semester 2 tanpa penyetaraan reaksi tersebut,
kemudian dilanjutkan dengan penyetaraan reaksi secara mendalam di kelas XII semester
1. Reaksi oksidasi reduksi merupakan gabungan dari dua reaksi yaitu reaksi oksidasi
dan reaksi reduksi. Pada awalnya istilah oksidasi diterapkan pada reaksi suatu senyawa
yang bergabung dengan oksigen, sedangkan istilah reduksi digunakan untuk
menggambarkan reaksi bahwa oksigen diambil dari suatu senyawa atau dengan kata lain
peristiwa pelepasan oksigen.
Setelah ilmu kimia terus berkembang maka dapat diketahui banyak reaksi yang
terjadi tanpa melibatkan oksigen, misalnya tembaga (Cu) tidak hanya dapat bereaksi
dengan oksigen (O2), tetapi juga dapat bereaksi dengan Cl2 namun memiliki persamaan
dengan reaksi antara Cu dan O2 yaitu molekul O2 atau Cl2 menerima elektron dari Cu,
sehingga fakta tersebut menjadi dasar pengembangan konsep redoks, jadi berdasarkan
konsep tersebut reduksi adalah reaksi penerimaan elektron sedangkan oksidasi adalah
reaksi pelepasan elektron.
Untuk menjelaskan masalah di atas para ahli kimia mengemukakan konsep redoks
berdasarkan bilangan oksidasi (biloks). Setiap atom mempuyai muatan yang disebut
bilangan oksidasi, yaitu angka yang menyatakan banyaknya elektron yang telah
dilepaskan atau diterima oleh suatu atom dalam suatu senyawa. Biloks diberi tanda
positif (+) jika atom tersebut melepaskan elektron, dan diberi tanda negatif (-) jika atom
tersebut menerima elektron.
Pada reaksi redoks ada unsur yang bertindak sebagai reduktor, dan ada unsur yang
bertindak sebagai oksidator. Reduktor adalah zat yang mengalami oksidasi, sedangkan
oksidator adalah zat yang mengalami reduksi. Pada reaksi redoks ada juga istilah reaksi
autoredoks, yaitu reaksi redoks dengan satu jenis unsur yang bilangan oksidasinya
berubah mengalami oksidasi dan reduksi sekaligus.
Reaksi redoks merupakan reaksi penting dalam kimia, biokimia, dan industri.
Pembakaran batu bara, gas alam, bensin, pengolahan logam besi dan alumunium dari
bijih oksidanya, produksi bahan kimia seperti asam sulfat dari sulfur, udara, air, bahkan
tubuh manusia memetabolisme gula melalui reaksi redoks untuk memperoleh energi.
Dengan semakin berkembangnya ilmu kimia dewasa ini, konsep reaksi redoks
juga dapat digunakan untuk memecahkan masalah lingkungan, seperti pada daur ulang
perak dan pada energi alternatif tenaga fuel cell yang tidak berpolusi (Zulkifli, 2010 ).
Pembelajaran Kimia
Redoks
X IPA 2 Madrasah Aliyah Laboratoium Jambi
Hasil Observasi
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penerapan Model Pembelajaran PBL berbantuan LKPD berbasis
Argumentasi pada Materi Redoks
2.7 Hipotesis Tindakan
“Kemampuan argumentasi belajar siswa kelas X IPA 2 di Madrasah Aliyah
Laboratorium Kota Jambi akan meningkat dengan menggunakan model model PBL
berbantuan media LKPD berbasis argumentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Andrianie, S., Sri Wardani 2018. Representasi Kimia Untuk Mereduksi
Miskonsepsi Siswa Pada Materi Redoks Melalui Penerapan Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Berbantuan Lks. Chemistry In Education Vol. 7, No 2, 69-
76.
Eka Sari, S., Asrial 2016 Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (Lkpd)
Berbasis Karakter Pada Mata Pelajaran Kimia Sma Edu-Sains Vol. 5, No. 2, 8-
17.
Erma Yulianingtyas, E. B., Siti Marfuah 2017 Pengaruh Penggunaan Jurnal Belajar
Dalam Model Pembelajaran Learning Cycle 6e Terhadap Kesadaran
Metakognitif Siswa Sman 8 Malang Pada Materi Redoks Jurnal Pendidikan,
Vol. 2, No. 5, 724—730
Giena Sri Restu Kumala, I. N., Ina Setiawati 2017. Bernalar Dan Argumentasi Melalui
Problem Based Learning. Vol. 9, No 2.
Marisa Indriani, C. N., Sujinal Arifin 2018. Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik
(Lkpd) Berbasis Inkuiri Terbimbing Pada Materi Transformasi Geometri.
Penelitian Pengembangan, 165-180.
Prastowo, A. 2015. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Rpp) Tematik
Terpadu Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta, Kencana.