BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu cara untuk mendapatkan pendidikan adalah melakukan proses pembelajaran di
sekolah. Proses pembelajaran adalah proses menstransfer nilai yang yang diciptakan oleh
pendidik dan dirancang untuk peserta didik guna melaksanakan aktivitas belajar (Yuwono,
2010). Dalam proses pembelajaran guru mengambil peranan besar dalam menentukan
kesuksesan pembelajaran yang dilaksanan. Berbagai pendekatan, metode, teknik dan strategi
pembelajaran dilakukan seorang pendidik demi mencapai membelajaran yang dinginkan.
Keberhasilan suatu pendidik dengan indicator keberhasilan peserta didik dalam proses belajar,
proses belajar tidaknya hanya dititik beratkan pada kognitif saja tapi juga sikap dan tingkah laku
sutu perserta didik menjadi suatu yang peting untuk dikembangkan. Dalam proses pembelajaran
peserta didik diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang diberikan kepada guru, hal ini
bertujuan agar peserta didik mampu berpikir logis dan kritis atas masalah yang mereka terima
sehingga akan tumbuh sikap dewasa dalam mengambil keputusan dari suatu masalah. Pemberian
masalah dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan metode pembelajaran berbasis masalah
1
2
(Problem bise Learning), diharapkan dengan siswa mampu terbisa untuk mengambil sikap
masalah yang ada disekitar mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari paparan latar belakang masalah dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pembelajaran berbasis masalah (Problem Bised Learning)?
2. Apa pengaruh metode learning terhadap sikap dan tingkah laki siswa?
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan malakah ini adalah sebai salah satu tugas martikulasi kuliah
PascaSarjana jurusan pendidikan Matematika Universitas Agung Tirtayasa (UNTIRTA) Serang.
D. MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan makalah pembelajar bebasis masalah ini adalah tambahan
pengetahuan bagi penulis dan bisa menjadi rujukan ilmu untuk awal kuliah pasca sarjana
Pendidikan Matematika Universitas Ageng Tirtayasa (UNTIRTA)
3
BAB II
LANDASAN TEORI
B. MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dan mengorganisasikan penglaman belajar untuk mencapai tuan belajar. Berikut
diberikan empat model pembelajaran yang memiliki kecendrungan berdasarkan paradigm
konstruktivistik, yaitu : model reasoning and problem solving, model inquiry training, model
problem based instruction, dan model pembelajaran perubahan konseptual,
Model Reasoning and problem solving, merupakan keterampilan utama yang harus
dimiliki siswa ketika mereka meinggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan
aktivitas di dunia nyata. Model reasoning and problem solving memliki lima langkah
pembelajaran
1) Membaca dan berpikir
2) Mengeksplorasi dan merencanakan
3) Menseleksi strategi
4) Menemukan jawaban
5) Refleksi dan peluasan.
Model Inquiry Training, Untuk model ini, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan
bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia
mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses
4
asimilasi, dan (3) merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan
mengakomodasikan pengetahuan baru. Model ini memiliki enam langkah pembelajaran.
1) Sajian masalah konseptual dan konsektual
2) Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalh tersebut.
3) Konfrontasi sangakaan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-
contoh tandingan.
4) Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah
5) Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontektual
6) Konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan
pengetahuan secara bermakna (Santyasa, 2007).
C. TEORI BELAJAR
Teori tentantang belajar berkembang dari satu teori ke teori berikutnya, yang mengacu
pada hakekat belajar. Dalam pembahasan ini tiga teori pembeljaran saja yang akan dibahas
secara singkat yaitu teori belajar aliran behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme.
Aliran ini disebut dengan behaviorisme karena sangat menekankan kepada perlunya
prilaku (behavior). Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu : 1. Mengutamakan bagian
terkecil atau unsur-unsur, 2. Bersifat mekanisme, menekankan peran lingkungan, 4.
Mementingkan pembentukan respon, dan 5. Menekankan pentingnya latihan (Suyono &
Hariyanto 2016). Arah perubahan tingkah laku setiap manusia melalui proses belajar sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, baik itu lingkungan internal ataupun eksternal. Perubahan ini
terjadi karena ada hubungan antara rangsangan (stimulus) dengan perilaku reaktif (respon).
Secara umum hal penting dalam teori belajar behaviorisme meliputi : pentinya factor lingkungan,
menekankan pada tingkah laku yang kasat mata, sifatnya mekanis serta ,melihat masa lalu.
Secara umum konsep belajar menurut behaviorisme dapat dinyatakan dengan gambaan
sederahana seperti berikut
Prilaku pribadi Pengalaman, Prilaku/pribadi
sebelum belajar praktik, latihan sudah belajar (post-
(pre- learning) (learning learning)
experience)
6
atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan
tersebut.
c. The Law of Readiness (Hukum Kesiapan). Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan
membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan
bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit,
maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas
dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus
dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Prinsip-prinsip utama
teorinya : Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi
reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor. Dalam
mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau
yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma) . Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu
yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena
pandangan ini Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati. Proses belajar baru terjadi setelah
keseimbangan biologis terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan
adaptasi biologis organism.
Belajar tidak lah hanya mengandalkan stimulus dan respon, akan tetapi belajar perlu juga
di dasarkan pada kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi di mana prilaku itu
terjadi. Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa
meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan interaksi
antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayatnya. Teori-teori
belajar kognitivisme dilandasi dari teori-teori berikut :
a. Teori Belajar Kognivitisme Menurut Piaget
Proses belajar terjadi menurut pola tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan
umur siswa. Secara garis besar skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya dibagi
menjadi empat periode utama atau tahapan-tahapan sebagai berikut :
Asimilasi, dari sudut pandang biologi adalah integrasi unsur-unsur eksternal terhadap
struktur yang sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif meliputi objek eksternal
yang disintesiskan untuk menjadi struktur internal.
Proses belajar lebih ditentukan oleh karena cara kita mengatur materi pelajaran dan
bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
Enaktif (aktivitas), seorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap
suatu objek. Dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan keterampilan dan
pengetahuan motorik seperti meraba, memegang, mencengkeram, menyentuh, menggigit
dan sebagainya. Anak-anak harus diberi kesempatan bermain dengan berbagai bahan/alat
pembelajaran tertentu agar dapat memahami bahan/alat itu bekerja.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan baru Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
mempelajari sesuatu itu tidak dapat diwakilkan dan tidak dapat diborongkan kepada orang
lain.
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan
yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses mengkonstruksi,
sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah
ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi
untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses
asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman
luar dengan struktur dalamnya.
Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi
perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan
dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik
melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang
mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
13
Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-tugas yang
belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan terdekat
mereka (Wersch,1985), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya.
Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah
perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri akan dapat mereka
selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.
14
BAB III
PEMBAHASAN
mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga
dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat.
Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang
diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan
di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap
investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi
dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah
didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu
dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah
pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi
dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari
permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara
peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),
kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang
mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester
(UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap
kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software,
hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian
Mereka juga sudah mampu menarik kesimpulan, menafsirkan, dan mengembangkan hipotesis.
Adapun kelebihan model pemebelajaran problem based learning adalah sebagai berikut:
Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang
belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang
dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat
semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik
berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan
Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Dengan pembelajaram model Problem Based learning siswa akan terasah untuk terbiasa
memecahkan masalah mereka dari hal yang sederhana sampai hal yang komplek di dalam
kehiduapan nyata meraka. Model pembelajaran problem based learning juga bisa sebagi sarana
melatih otak siswa untuk berpikiran secara kritis untuk segala hal yang mereka hadapi, shingga
ketika dihadapkan dalam suatu masalh siswa mampu berpikir mencari jalan terbaik untuk
mememcahkan masalah yang mereka hadapi.
17
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan paparan teori dan pembahasan dapat dikatakan bahwa belajar adalah proses
untuk mencari pengetahuan yang baru. Proses belajar dapat dilakukan secara formal dan non
formal. Belajar adalah proses yang sangat panjang, mulai dari lahir sampai tiada. Dalam teori
belajar piaget menjelaskan bahwa usia berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang akan
diterima. Model problem based learning merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Model
problem based learning hanya bisa diterapkan pada siswa yang memasuki periode operasional
formal yaitu usia 11 tahun ke atas. Di mana dalam model problem based learning menuntut anak
untuk berpikir kritis, mengemukan pemdapat dan mampu memecahkan masalah yang diberikan
oleh guru. Ketika siswa terbiasa bersifat kritis akan suatu masalah maka akan terbangun pondasi
pada siswa untuk berpikiran logis dalam menykapai masalah dalam dunia nyata.
B. SARAN
Dalam proses pembelajaran gunakanlah model pembelajaran yang sesuai dengan fisiologi
anak didik dan usianya. Karena setiap model pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan.
.
18
DAFTAR PUSTAKA
Suyono & Hariyanto. 2016. Belajar dan pembelajaran Teori dan Konsep dasar edisi keenam.
Bandung :Rosda
Yuwono, A. (2010). Profil Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika ditinjau dari
Tipe Kepribadian. Tesis: Universitas Sebelas Maret.