Anda di halaman 1dari 10

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Pembelajaran Discovery Learning

a) Pengertian Discovery Learning

Menurut Mariyaningsih (2018) model Discovery Learning mengacu kepada

teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar

tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa

mengorganisasi sendiri. Sedangkan Ma’as Shobirin (2016) mengemukakan metode

Discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran

perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan

Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut

dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut

Discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan

untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.

Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu

konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna,

mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,

membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan

sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan

memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu

pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar
10

pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat

belajar sendiri.

Menurut Ilahi (dalam Rosalina, 2016) Discovery Learning merupakan suatu

model pemecahan masalah yang akan bermanfaat bagi anak didik dalam menghadapi

kehidupannya dikemudian hari. Penerapan model Discovery Learning ini bertujuan

agar siswa mampu memahami materi dengan baik dan pembelajaran lebih terasa

bermakna, sehingga hasil belajar siswa pun akan meningkat. Karena model Discovery

Learning ini dalam prosesnya menggunakan kegiatan dan pengalaman langsung

sehingga akan lebih menarik perhatian anak didik dan memungkinkan pembentukan

konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna, serta kegiatannya menjadi lebih

realistis. Dan melalui model Discovery Learning siswa menjadi lebih dekat dengan

apa yang menjadi sumber belajarnya, rasa percaya diri siswa akan meningkat karena

dia merasa apa yang telah dipahaminya ditemukan oleh dirinya sendiri, kerjasama

dengan temannya pun akan meningkat, serta tentunya menambah pengalaman siswa

(Putrayasa, 2014).

Model Discovery Learning menjadi salah satu alternatif upaya guru dalam

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang mempunyai keunggulan. Adapun

keunggulan dari model Discovery Learning ini, yaitu membantu siswa untuk

memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses

kognitif, membangkitkan gairah belajar siswa, menimbulkan rasa senang pada diri

siswa, meningkatkan rasa ingin tahu serta menumbuhkan rasa percaya diri pada

dirinya. Sedangkan kelemahan model Discovery Learning yaitu tidak cocok untuk

jumlah siswa yang banyak dan membutuhkan waktu yang lama (Meilisa, 2016).
11

b) Langkah-langkah Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Syah dalam Maryaningsih (2018) langkah-langkah atau sintak

pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:

1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsang)

Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan

kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul

keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai dengan mengajukan

pertanyaan, anjuran membaca buku, dan belajar lainnya yang mengarah pada

persiapan pemecahan masalah.

2) Problem statemen (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah-

masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan

dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3) Data collection (Pengumpulan Data)

Tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi

yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara, melakukan uji coba

sendiri untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.

4) Data processing (Pengolahan Data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah

diperoleh siswa melalui wawancara, observasi dan sebagainya. Tahap ini berfungsi

sebagai pembentukan konsep dan generalisasi, sehingga siswa akan mendapatkan


12

pengetahuan baru dari alternatif jawaban yang perlu mendapat pembuktian secara

logis.

5) Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melalakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan

alternatif dan dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

6) Generalization (Menarik Kesimpulan)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian

atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran di atas, dapat penulis simpulkan

bahwa langkah-langkah atau sintaks model discovery learning dilakukan dengan cara

melibatkan siswa ke dalam proses pembelajaran secara langsung, yang dimulai dari

siswa memberikan stimulus atau rangsangan pada siswa, siswa mengidentifikasi

masalah, mengumpulkan dan mengolah data hingga pada tahap menyimpulkan

pembelajaran. Guru hanya mengarahkan peserta didik dalam proses pembelajarannya

membantu siswa dalam kegiatan menyimpulkan hasil pembelajaran supaya lebih

terarah.

2.2 Konsep Sistem Ekskresi Manusia

Konsep sistem ekskresi manusia adalah salah satu konsep yang dipelajari di

kelas VIII semester genap pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada

tingkatan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sistem ekskresi manusia adalah salah
13

satu materi yang membahas mengenai sistem pembuangan zat-zat sisa pada manusia

seperti karbon dioksida, urea, racun dan lainnya. Adapun pokok bahasan pada konsep

sistem ekskresi manusia ini meliputi: struktur dan fungsi sistem ekskresi pada

manusia, gangguan pada system ekskresi manusia, serta upaya untuk mencegah atau

menanggulanginya (Kemendikbud, 2017).

2.3 Proses Belajar dan Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2008) proses belajar adalah tahapan perubahan perilaku

kognitif afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri seseorang. Perubahan

tersebut bersifat positif dalam berorientasi kearah yang maju dari pada keadaan

sebelumnya. Secara umum hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu

faktor-faktor yang ada dalam diri peserta didik dan faktor eksternal yaitu faktor-faktor

yang berada diluar diri peserta didik.

Menurut Endang (Faktor internal peserta didik antara lain:

1. Faktor fisiologi atau jasmani individu baik bersifat bawaan maupun yang

diperoleh dengan melihat, mendengar, struktur tubuh, cacat tubuh dan sebagainya.

2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun turunan, yang meliputi:

faktor potensial (intelegensi dan bakat), faktor aktual (kecakapan nyata dan

prestasi), faktor non intelektual (sikap, minat, kebiasaan, motivasi, kebutuhan,

konsep diri, penyesuaian diri dan emoional dan sebagainya)

3. Faktor kematangan baik fisik maupun psikis.

Yang termasuk faktor eksternal adalah:


14

1) Faktor sosial terdiri atas, faktor lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan

faktor kelompok.

2) Faktor budaya (adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan

sebagainya)

3) Faktor lingkungan fisik (fasilitas rumah, belajar, iklim, dan sebagainya)

4) Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan.

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung atau tidak langsung

dalam memengaruhi hasil belajar yang dicapai seseorang. Karena adanya faktor-

faktor tertentu yang memengaruhi prestasi belajar yaitu motivasi berprestasi,

intelegensi dan kecemasan (Sanjaya, 2006). Oleh karena itu, hasil belajar sangat

berpengaruh terhadap faktor internal dan eksternal untuk meningkatkan halis belajar

siswa.

Berdasarkan faktor internal dan eksternal tersebut hasil belajar seseorang

dapat disimpulkan suatu kemampuan yang diperoleh seseorang setelah melakukan

kegiatan belajar dan pembelajaran serta bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh

seseorang dengan melibatkan aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.

2.4 Aktivitas Siswa

Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam

proses belajar kedua aktivitas itu harus saling berkaitan. Lebih lanjut lagi piaget

menerangkan dalam buku Sardiman bahwa jika seorang anak berfikir tanpa berbuat

sesuatu, berarti anak itu tidak berfikir (Sardiman, 2011). Menurut Hanafiah dkk
15

(2010) menjelaskan bahwa aktivitas belajar dapat memberikan nilai tambah (added

value) bagi siswa, berupa hal-hal berikut ini:

a) Siswa memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar sebagai wujud adanya

motivasi internal untuk belajar sejati.

b) Siswa mencari pengalaman dan langsung mengalami sendiri, yang dapat

memberikan dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral.

c) Siswa belajar dengan menurut minat dan kemampuannya.

d) Menumbuh kembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis di

kalangan siswa.

e) Pembelajaran dilaksanakan secara konkret sehingga dapat menumbuh

kembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan terjadinya

verbalisme.

f) Menumbuh kembangkan sikap kooperatif dikalangan siswa sehingga sekolah

menjadi hidup, sejalan dan serasi dengan kehidupan di masyarakat di sekitarnya.

2.5 Keterlaksanaan Proses Pembelajaran

Keterlaksanaan berasal dari kata dasar laksana, kata terlaksana sendiri dapat

diartikan yang berarti benda yang dipegang dan menjadi tanda khusus suatu area

(Depdiknas, 2005). Dapat dikatakan bahwa kata keterlaksanaan lebih mengarah

kepada proses, bukan merupakan suatu hasil. Menurut Sugihartono (2007)

pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan

sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses

belajar, lingkungan ini dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga
16

meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan

dengan kegiatan siswa. Pembelajaran yang baik adalah proses dalam waktu yang

lama dan dilakukan terus menerus, pembelajaran bertujuan untuk merubah prilaku

agar lebih baik dari sebelumnya dan perubahan prilaku tersebut cenderung permanen.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan keterlaksanaan

pembelajaran adalah proses yang terjadi atau proses timbal balik antara guru dan

siswa dan media belajar untuk mencapai tujuan yang ada dalam kurikulum.

2.6 Respon Siswa dalam Pembelajaran

Seorang guru dapat melihat dan menilai konsep ataupun metode yang

digunakan dalam kegiatan belajar dan mengajar dengan cara mengamati respon yang

ditunjukkan oleh siswa, sehingga respon memiliki peranan penting dalam KBM.

Respon siswa juga dapat mengukur ketertarikan, manfaat yang dirasakan, kendala

yang dihadapi serta harapan siswa dalam model yang digunakan oleh guru tersebut.

Maka beberapa ahli telah mendefinisikan arti dari respon yang memiliki pemaknaan

yang berbeda-beda, berikut pendapat dari beberapa ahli terkait respon siswa dalam

pembelajaran (Kusuma, 2012).

Respons menurut teori J.B. Waston dalam merupakan suatu reaksi objektif

dari individu terhadap situasi sebagai perangsang yang wujudnya dapat bermacam-

macam seperti reflek patella, memukul bola, mengambil makanan, menutup pintu,

dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, respons juga dapat

diartikan sebagai tanggapan; reaksi; jawaban. Tanggapan merupakan salah satu

fungsi kejiwaan yang dapat diperoleh individu setelah pengamatan selesai dilakukan.
17

Senada dengan Baharuddin, Wasty Soemanto (2012) dalam Kusuma, mendefinisikan

tanggapan sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan.

Selanjutnya menurut Ismail Farid dalam Kusuma dan Mimin yang dimaksud dengan

respons siswa adalah tanggapan orang-orang yang sedang belajar termasuk di

dalamnya mengenai pendekatan atau strategi, faktor yang mempengaruhi, serta

potensi yang ingin dicapai dalam belajar.

Respons siswa yang dimaksud di sini adalah tanggapan siswa terhadap

pembelajaran yang telah dilakukan, khususnya model pembelajaran yang digunakan.

Model pembelajaran yang baik dapat memberikan respons positif bagi siswa setelah

mereka mengikuti kegiatan pembelajaran. Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian

ini adalah minimal 85% siswa yang memberi respons positif terdapat jumlah aspek

yang ditanyakan.

2.7 Hasil Penelitian yang relevan

a. Penelitian dari Khoirul Huda (2018) dengan judul ”Peningkatan pemahaman

konsep siswa SMP pada sub materi aasam basa garam dengan penerapan

model Discovery Learning dengan Subjek penelitian yang digunakan adalah

siswa kelas VII A SMP UNESA 2 Surabaya”. Hasil peningkatan pemahaman

konsep siswa terlihat dari gain score ternormalisasi bahwa sebanyak 16 siswa

termasuk dalam kriteria tinggi, 9 siswa dalam kriteria sedang, dan 2 siswa

yang tergolong rendah. Tujuh aspek pemahaman konsep siswa yang yang

diteliti menghasilkan peningkatan dengan kriteria tinggi pada aspek

interpretasi, memberikan contoh, dan menjelaskan sedangkan pada aspek


18

mengklasifikasikan, meringkas, menginferensi, dan membandingkan termasuk

dalam kriteria sedang. Hasil ini menyatakan bahwa pemahaman konsep siswa

pada sub materi asam basa garam mengalami peningkatan.

b. Penelitian dari Rosarina, dkk (2016) dengan judul ”Penerapan Model

Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi

Perubahan Wujud Benda di SDN Gudangkopi. Dalam pelaksanaannya PTK

terdiri dari tiga siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan,

pelaksanaan, observasi, analisis dan refleksi. Berdasarkan hasil temuan dan

pembahasan, dapat direkomendasikan bahwa dengan menerapkan model

discovery learning merupakan suatu alternatif untuk meningkatan hasil belajar

siswa, khususnya pada materi perubahan wujud benda. Peningkatan ini dilihat

dari persentase ketuntasan tiap siklus. Siswa yang dinyatakan tuntas pada

siklus I berdasarkan hasil tes ada 7 siswa (26,92%), siklus II menjadi 17 siswa

(65,38%) dan siklus III 23 siswa (88,46%).

c. Penelitian dari Nursiah (2015) dengan judul ”Meningkatkan Aktivitas dan

Hasil Belajar Konsep Sistem Eksresi Manusia Melalui Model Pembelajaran

Discovery Learning Pada Siswa Kelas VIIIC SMP Negeri 2 Kusan Hilir”.

Hasil penelitiannya yaitu aktivitas siswa mengalami peningkatan pada setiap

siklusnya. Hasil belajar siswa pada hasil penilaian postes mengalami

peningkatan pada setiap siklusnya, pada siklus I sebesar 72,2%, meningkat

pada sisklus II menjadi 96,9%. Keterlaksaan tahapan pembelajaran

menggunakan Discovery Learning pada siklus I.

Anda mungkin juga menyukai