Anda di halaman 1dari 14

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA

MATERI PANGKAT TAK SEBENARNYA DI KELAS IX

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan belajar


mengajar banyak faktor yang memegang peran penting antara lain guru
dan siswa sebagai pelakunya, proses belajar mengajarnya itu sendiri,
fasilitas pendukung yang tersedia, lingkungan tempat berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar tersebut dan lain sebagainya. Begitu
banyaknya faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan
belajar mengajar, sehingga masalah-masalah pun sering terjadi dalam
pembelajaran matematika. Dari berbagai penelitian tentang matematika
yang telah dilakukan, menyebutkan bahwa masalah yang sering muncul
adalah rendahnya kemampuan siswa dalam mempelajari matematika.
Salah satu penyebabnya adalahumumnya pembelajaran masih terpusat
pada guru (teacher center) dan kurangnya perhatian terhadap
kemampuan siswa . Padahal pembelajaran matematika merupakan
usaha membantu siswa mengkontruksi pengetahuan melalui proses
(Marpaung: 2006). Proses tersebut dimulai dari pengalaman,
sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki.

Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik


perhatian siswa apabila menggunakan metode atau model pembelajaran
yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan
materi pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaraan matematika
harus didasarkan atas karakteristik matematika dan siswa itu sendiri.
Menurut Fruedenthal, “…. mathematics as a human activity.
Educationshould give students the “guided” opportunity to“ re-
invent” mathematics by doingit”. Ini sesuai dengan pilar-pilar belajar
yang ada dalam kurikulum pendidikan kita. Salah satu pilar belajar
adalah “belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui
proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan”
(lampiran Permendiknas No. 22 tahun 2006).

Selain itu, untuk menumbuh kembangkan bakat dan minat siswa


maka kemampuan guru dalam memilih metode atau model-model
sangatlah penting. Model pembelajaran dengan teacher oriented
hendaknya dikurangi porsinya, dan mulai menggunakan model yang
berdasarkanstudent oriented. Dalam merancang proses pembelajaran di
kelas, materi pelajaran harus diolah dan diarahkan kedalam bentuk
pemberian kesempatan pada siswa untuk melakukan penyelidikan,
penemuan, atau menghasilkan sendiri kesimpulan atau konsep yang
dipelajari. Sehingga dengan terbangunnya konsep-konsep ini berarti
dalam pemerosesannya, terjadi pengaitan pengalaman sebelumnya
dengan informasi baru sehingga yang terbangun suatu jaringan
konsep yang mendasarkan pada pengetahuan yang telah dimiliki
siswa. Dengan demikian secara psikologis siswa akan merasakan
bahwa matematika bisa dipelajari oleh semua orang, dan rasa enggan
atau takut terhadap matematika bisa teratasi. Untuk itulah penulis
memilih metode penemuan terbimbing.Karena denganmetode penemuan
terbimbing, siswa leluasa untuk menyelidiki serta mengambil kesimpulan
terhadap permasalahan yang dihadapinya. Siswa juga bebas menerka dan
mencoba-coba, sedangkan guru berperan membantu siswa agar
mempergunakan ide, konsep serta keterampilan yang mereka miliki
untuk menemukan pengetahuan yang baru.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah “BagaimanaPenerapan metode penemuan terbimbing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pangkat tak sebenarnya di
kelas IX”.
3. Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana
penerapan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada materi pangkat tak sebenarnya di kelas IX.

B. PEMBAHASAN
1. Metode Penemuan Terbimbing
Penggunaan metode yang sesuai dalam proses pembelajaran
merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi pencapaian tujuan
pembelajaran. Pemilihan metode yang tepat juga dapat membantu guru
untuk dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana
pembelajaran yang telah disusun. Menurut Wina Senjaya (Sudrajat,
2008) metode adalah “a way in achieving something”. Jadi, metode
pembelajarandapat pula dimaknai sebagai cara yang digunakan untuk
melaksanakan dan mewujudkan rencana yang telah disusun ke dalam
bentuk kegiatan yang nyata dan praktis guna mencapai tujuan
pembelajaran.

Hingga saat ini tidak ada satupun metode pembelajaran yang


terbaik yang dapat digunakan dalam setiap materi pembelajaran, olehnya
guru selalu dituntut untuk menggunakan metode pembelajaran yang
bervariasi dalam proses pembelajarannya. Melaksanakan proses
pembelajaran sebaiknya menggunakan suatu metode yang lebih
melibatkan siswa secara aktif sehingga dapat membuat siswa lebih
paham terhadap materi pelajaran dan bukan sekedar menerima informasi
dari guru untuk dihafal. Hal ini didukung oleh pendapat Hudojo
(Nurdianta, 2004: 11) bahwa “dalam belajar matematika siswa sendirilah
yang harus secara aktif membangun pengetahuan mereka”.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa
secara aktif adalah metode penemuan. Menurut Jerome Bruner
(Markaban, 2006: 9) “belajar dengan penemuan adalah belajar untuk
menemukan, di mana seorang siswa dihadapkandengan suatu masalah
atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan
pemecahan”. Metode penemuan merupakan salah satu cara atau teknik
pembelajaran yang dalam pelaksanaannya siswa diarahkan untuk
menemukan informasi dari bahan ajar yang dipelajarinya. “Metode
penemuan merupakan suatu cara untuk manyampaikan ide/gagasan lewat
proses menemukan” Hudojo (Nurdianta, 2004: 11).

Metode penemuan yang dalam pelaksanaannya tidak diikuti oleh


bimbingan dan arahan guru disebut sebagai metode penemuan murni.
Dalam metode penemuan murni, oleh Maier (Markaban, 2006: 9)
disebutnya sebagai “heuristik“, apa yang hendak ditemukan, jalan atau
proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri. Metode penemuan
murni dianggap kurang tepat karena pada umumnya sebagian besar siswa
masih memerlukan konsep dasar untuk dapat menemukan sesuatu. Selain
itu, penemuan tanpa bimbingan dapat menghabiskan waktu yang relatif
lama dalam pelaksanaannya atau bahkan siswa tidak dapat melakukan
apa-apa karena tidak tahu dengan jalannya penemuan.

Mengingat hal tersebut, diperlukan peranan seorang guru yang


dapat membimbing dan memandu siswa dalam proses
penemuannya.Metode pembelajaran dengan penemuan yang dipandu
oleh guru dapat melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru.
Dalam pelaksanaanya, siswa diarahkan untuk mencari kesimpulan yang
diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Tujuan
dari adanya dialog adalah agar guru dan siswa dapat saling
mempengaruhi berpikir masing-masing. Guru dapat memancing siswa
dalam berpikir yaitu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terfokus
yang memungkinkan siswa untuk memahami dan membangun suatu
konsep dan aturan-aturan, sehingga siswa dapat belajar menemukan
sesuatu untuk memecahkan masalah (Markaban, 2006: 11).

Peranan guru dalam penemuan terbimbing biasanya diungkapkan


dalam lembar kerja penemuan terbimbing. Lembar kerja ini umumnya
digunakan untuk memberikan bimbingan kepada siswa dalam
menemukan konsep terutama prinsip. Seberapa jauh siswa dibimbing
dalam lembar kerja tersebut, tergantung pada kemampuannya dan materi
yang sedang dipelajari. Hal ini didukung oleh pendapat Krismanto (2003:
5) bahwa “seberapa banyak dan seberapa dalam tingkat pemikiran yang
harus digunakan untuk isian atau jawaban siswa tergantung dari keadaan
kelas secara umum atau tergantung dari tingkat kemampuan siswa yang
akan mengerjakannya”.

Dengan metode penemuan terbimbing, siswa dipertemukan dalam


situasi di mana siswa leluasa untuk menyelidiki serta mengambil
kesimpulan terhadap permasalahan yang dihadapinya. Siswa juga bebas
menerka dan mencoba-coba, sedangkan guru berperan sebagai penunjuk
jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep serta
keterampilan yang mereka miliki untuk menemukan pengetahuan yang
baru. Pengetahuan baru yang diperoleh siswa akan bertahan lama karena
siswa dilibatkan langsung dalam proses penemuannya, yaitu dengan
mengkonstruksi sendiri pemahaman dan pengetahuannya (Widdiharto,
2004: 5).

Pentingnya menerapkan pembelajaran dengan metode penemuan


terbimbing adalah mengupayakan proses pembelajaran lebih dirasakan
atau disadari oleh siswa, sebab pada dasarnya siswalah yang difokuskan
untuk sadar dalam belajar melalui bimbingan guru. Hal ini sesuai dengan
prinsip belajar yakni belajar sambil bekerja yang diungkapkan Usman
dan Setiawati (Nurdianta, 2004: 12) yaitu:
Pada hakekatnya siswa senang bila belajar sambil bekerja atau
melakukan aktivitas. Mereka akan merasa senang punya harga diri bila
diberi kesempatan untuk berbuat atau melakukan sesuatu. Bekerja adalah
tuntunan pernyataan dari anak. Oleh karena itu, mereka perlu diberi
kesempatan untuk melakukan kegiatan nyata yang melibatkan otot dan
pikirannya dengan demikian kegiatan belajar mencari dan menemukan
sendiri akan tertanam dalam diri anak akan terus berkesan dan tidak akan
terlupakan.

Pembelajaranpenemuan terbimbing adalah pembelajaran yang


dikembangkan menurut pandangan kognitif tentang pembelajaran serta
prinsip-prinsip konstruktivis. Siswa dilatih dan didorong untuk belajar
secara mandiri dengan memanfaatkan pengetahuan yang ada pada
dirinya. Belajar berpusat pada siswa sedangkan guru hanya berperan
membantu siswa dalam menemukan fakta, konsep serta prinsip, dan
bukan memberikan ceramah ataupun mengendalikan seluruh kegiatan
dalam kelas (Holil, 2008).

Agar pelaksanaan metode penemuan terbimbing dapat berjalan


dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru
matematika adalah sebagai berikut:

Pertama: Perumusan Masalah

Dengan data secukupnya, guru merumuskan masalah yang akan


diberikan kepada siswa. Perumusan yang dilakukan harus jelas dengan
menghindari pernyataan-pernyataan yang dapat mengakibatkan
kesalahan penafsiran bagi para siswa sehingga arah yang ditempuh siswa
tidak salah.

Kedua: Pemrosesan Data

Siswa menyusun, memproses, mengorganisir dan menganalisis data yang


diperoleh dari guru. Guru dapat memberikan bimbingan sejauh yang
diperlukan saja agar siswa dapat melangkah ke arah yang hendak dituju,
melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS.

Ketiga: Penyusunan Dugaan Sementara (Konjektur)

Siswa menyusun dugaan sementara atau prakiraan dari hasil analisis yang
dilakukan.

Keempat: Pemeriksaan Dugaan Sementara

Guru memeriksa dugaan sementara yang telah dibuat oleh siswa. Hal ini
penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa,
sehingga menuju arah yang hendak dicapai.

Kelima: Verbalisasi Dugaan Sementara

Setelah diperoleh kepastian tentang kebenaran dugaan sementara siswa,


maka verbalisasi dugaan sementara tersebut diserahkan juga kepada
siswa untuk menyusunnya.

Keenam: Umpan Balik (Feed Back)

Guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa


apakah hasil penemuan yang dilakukan siswa itu benar

Widdiharto (2004: 5).

Carin (Holil, 2008) mengemukakan beberapa petunjuk yang perlu


diperhatikan guru dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran
penemuan terbimbing yaitu: (1) menentukan tujuan yang akan dipelajari
oleh siswa, (2) memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan,
(3) menentukan lembar pengamatan untuk siswa, (4) menyiapkan alat
dan bahan secara lengkap, (5) menentukan dengan cermat apakah siswa
akan bekerja secara individu atau secara kelompok yang terdiri dari 2,3
atau 4 siswa, dan (6) mencoba kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa.
Lebih lanjut Carin (Holil, 2008) menjelaskan bahwa untuk
mencapai tujuan di atas, guru perlu melakukan beberapa hal yang dapat
membantu kelancaran proses pembelajaran dengan penemuan
terbimbing, di antaranya adalah guru memberikan bantuan agar siswa
dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan serta memeriksa bahwa
semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur yang harus dilakukan.
Sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan, guru perlu menjelaskan pada
siswa tentang cara bekerja yang aman, hingga pada proses pembelajaran
dimulai, guru mengamati setiap siswa selama mereka melakukan
kegiatan. Jika pada pembelajaran menggunakan alat dan bahan, maka
guru memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan
alat dan bahan yang digunakan. Yang terakhir, guru melakukan diskusi
tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

Marzano (Markaban, 2006: 16) meyakini bahwa penerapan metode


penemuan terbimbing dalam pembelajaran dapat memberikan beberapa
keuntungan bagi siswa yaitu, siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran yang disajikan, menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap
inquiry (mencari-temukan), mendukung kemampuan problem solving
siswa, memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan
guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, serta materi yang dipelajari dapat
mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas
karena siswa dilibatkan dalam proses menemukan.

Carin (Holil,2008) menyatakan bahwa “beberapa keuntungan


pembelajaran penemuan terbimbing yaitu siswa belajar bagaimana belajar
(learn how to learn), belajar menghargai diri sendiri, memotivasi diri dan
lebih mudah untuk mentransfer, memperkecil atau menghindari menghafal
dan siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri”.
Selain beberapa keuntungan yang diperoleh dari penerapan
pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, terdapat juga
beberapa kekurangan yang dimilikinya yakni, untuk materi tertentu, waktu
yang tersita lebih lama, tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran
dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah
mengerti dengan metode ceramah, tidak semua topik cocok disampaikan
dengan metode ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan
prinsip dapat dikembangkan dengan metode penemuan terbimbing
(Widdiharto, 2004: 7).

2. Teori yang Mendukung Metode Penemuan Terbimbing


Pembelajaranpenemuan terbimbing adalah pembelajaran yang
dikembangkan menurut pandangan kognitif tentang pembelajaran serta
prinsip-prinsip konstruktivis. Adapun teori-teori pendukungnya antara
lain; (1) teori belajar kognitif, dan (2) teori belajar revolusi sosiokultural.

1) Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang lebih


mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. Menurut teori
ini, belajar adalah aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang
sangat kompleks dan mengakibatkan perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai perilaku yang
nampak (Jaeng, 2006: 24).

Faham konstruktivisme merupakan suatu aliran filsafat yang


berkembang dalam psikologi yang didasari oleh teori belajar kognitif.
Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh
anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Soedjadi (Jaeng, 2006: 24) menyatakan bahwa ”konstruktivisme
memiliki ciri penting dalam proses mengajar berupa penekanan
kepada ‘pebelajar harus menemukan sendiri’ konsep yang perlu
diketahui”.
Pandangan konstruktivisme tentang pembelajaran, menyatakan
bahwa “para pebelajar diberi kesempatan agar mereka menggunakan
strateginya sendiri dalam belajar secara sadar dan pembelajar
membimbing pebelajar ketingkat pengetahuan yang lebih tinggi”
Slavin (Jaeng, 2006: 24). Sejalan dengan itu, Piaget (Jaeng, 2006:24)
menyatakan bahwa “anak membangun sendiri skemanya dan
membangun konsep melalui pengalamannya, pebelajar berusaha
memecahkan permasalahan-permasalahn yang dihadapi sendiri”.
Dalam pembelajaran, Slavin (Jaeng, 2006: 24) menyarankan agar
pebelajar secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu
memecahkan masalah. Penekanan dari pembelajaran kelompok
tersebut terletak pada interaksi sosial, penggunaan kelompok-
kelompok yang sederajat dan beranggotakan heterogen.

2) Teori Belajar Revolusi Sosiokultural

Asumsi dasar teori belajar revolusi sosiokultural adalah bahwa


setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam
dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ditata dalam bentuk struktur
kognitif. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan baik bila
materi pelajaran yang baru beradaptasi secara tepat dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki oleh pebelajar. Proses belajar yang
dimaksudkan dalam teori ini adalah proses pembentukkan
pengetahuan yang harus dilakukan oleh pebelajar dengan melakukan
kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna
tentang objek atau hal-hal yang dipelajari.

Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu


tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh pebelajar, melainkan
melalui interaksi dalam jaringan sosial, yang dibentuk baik dalam
budaya kelas maupun di luar kelas. Dengan demikian, proses belajar
adalah kegiatan mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara
bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya (Jaeng,
2006: 26).

Dalam teori belajar revolusi sosiokultural ini, Bruner (Jaeng,


2006: 26) memperkenalkan belajar menemukan (discovery learning)
yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif dan prinsip
konstruktivis. Di dalam belajar menemukan, pebelajar didorong untuk
belajar sendiri secara mandiri. Pebelajar belajar melalui keterlibatan
secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam
memecahkan masalah, dan pembelajar mendorong pebelajar untuk
mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang
memungkinkan pebelajar menemukan prinsip-prinsip untuk dirinya
sendiri.

Pembelajaran dengan menemukan ini membangkitkan


keingintahuan pebelajar, memotivasi pebelajar untuk bekerja sampai
menemukan jawabannya. Pebelajar belajar memecahkan masalah
secara mandiri dengan keterampilan berpikir, karena mereka harus
menganalisis dan memanipulasi informasi. Menurut Bruner (Jaeng,
2006: 35) “dalam pembelajaran, pebelajar belajar melalui keterlibatan
aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan
masalah dan pembelajar berfungsi sebagai motivator bagi pebelajar
dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka
menemukan dan memecahkan masalah”.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, diketahui bahwa teori


belajar kognitif dan teori belajar revolusi sosiokultural memiliki
kesamaan yaitu menekankan pada keaktifan siswa dalam
pembelajaran, serta membangun atau menyusun sendiri pengetahuan
mereka dan menekankan pada interaksi sosial dalam kelompok-
kelompok belajar yang sederajat dan heterogen.
C. PENUTUP
Kesimpulan

1. Metode pembelajaran penemuan terbimbing dapat mendorong siswa


untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan
prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan.
2. Penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah
satu alternatif untuk melatih siswa membangun sendiri pengetahuannya,
sehingga materi yang yang dipelajari akan lebih dipahami dan tidak
mudah dilupakan.
3. Langkah-langkah dalam metode penemuan terbimbingan:
 Perumusan Masalah
 Pemrosesan Data
 Penyusunan Dugaan Sementara (Konjektur)
 Pemeriksaan Dugaan Sementara
 Verbalisasi Dugaan Sementara
 Umpan Balik (Feed Back)

SARAN

1. Dalam penerapan metode pembelajaran penemuan terbimbing


dibutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif.
2. Pada proses pembelajaran, guru hendaknya dapat menjadikan metode
pembelajaran penemuan terbimbing sebagai alternatif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa
Daftar Pustaka

Hamid,Faega.2009.Penerapan Metode Pembelajaran dengan Penemuan


Terbimbing Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII Program
Bahasa Ma Alkhairaat Palu Pada Materi Barisan dan Deret. Skripsi tidak
diterbitkan. Palu: FKIP UNTAD

Holil, Anwar. 2008. Pembelajaran Penemuan Terbimbing. (Online)


(http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/tahapan-pembelajaran-
penemuan.html diakses, 10 Oktober 2009)

Jaeng, Maxinus. 2006. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Palu: UNTAD

Markaban, 2006. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan


Penemuan Terbimbing. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Marpaung,Y,2006, Pembelajaran dengan model PMRI, Makalah Seminar dan


Lokakarya, Yogyakarta, PPPG Matematika

Nurdianta, I Made. 2004. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Untuk


Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas IIIA SLTP Negeri 15 Palu dalam
Belajar Garis Singgung Lingkaran. Skripsi tidak diterbitkan. Palu: FKIP
UNTAD

Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik,


Taktik, dan Model Pembelajaran. (online)
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/12/pengertian-pendekatan-
strategi-metode-teknik-taktik-dan-model-pembelajaran/, diakses 10
Oktober 2009)

Widdiharto, Rahcmadi. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP.


Yogyakarta: PPPG Matematika

Anda mungkin juga menyukai