OLEH
NAMA : BAIQ ARUM KUSUMAYATI
NIM : E1Q016009
1.2.1 Apakah model PBL berbantuan media audio visual berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa?
1.2.2 Seberapa besar pengaruh model PBL berbantuan media audio visual terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa?
4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan
menjalankan secara langsung proses belajar
Menurut Amir (2008:27) Problem Based Learning ini juga mempunyai berbagai
manfaat diantaranya:
6. Memotivasi pemelajar
Secara umum,menurut Putra (2013:74) tujuan pembelajaran dengan model PBL adalah
sebagai berikut:
2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman
nyata atau simulasi.
Secara garis besar berdasarkan karakteristik, ciri-ciri, manfaat dan dari model
PBL layak digunakan dengan pembelajaran berpusat pada siswa untuk menerapkan
ilmu dan pengetahuan yang diperoleh yang diaktualisasikan dalam memecahkan
permasalahan di dunia nyata sehingga mendorong untuk berpikir. Adapun langkah
langkah pembelajaran PBL menurut Putra (2013: 79) disajikan pada Tabel 2.1.
hasil pemecahan
16) Membantu siswa mengkaji ulang hasil
masalah
pemecahan masalah
17) Memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan
18) Mengevaluasi mater
2.2 Media Audio Visual
Kata media menurut Arsyad (2004:3) berasal dari bahasa latin medius yang
secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Taufiq et al (2014)
menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran. Sedangkan, media yang digunakan untuk
memperlancar komunikasi dalam proses pembelajaran sering diistilahkan media
pembelajaran (Haryoko, 2009). Menurut Aqib (2013) media pembelajaran
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan
merangsang terjadinya proses belajar pada siswa. Makna media pembelajaran lebih
luas dari: alat peraga, alat bantu mengajar, media audio visual. Dalam pengertian
ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio,
film, slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran
(Taufiq et al., 2014). Hal ini disebabkan karena media sangat berperan penting di
dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media
adalah sebagai perantara yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari isi
materi pengajaran sehingga komunikasi dalam proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar.
Menurut Arsyad (2013:79) salah satu ciri media pembelajaran adalah bahwa
media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu
siswa, berupa pesan sederhana dan bisa pula pesan yang amat kompleks. Sadiman
(2010:17) mengemukakan bahwa secara umum media dalam pendidikan
mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk
kata-kata tertulis atau lisan belaka).
a. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat
rekaman film atau video
b. Konsep yang terlalu luas (gempa bumi, tsunami, dan lain-lain) dapat
divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dan lain-lain
3) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan
ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan
bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri.masalah ini dapat diatasi dengan
media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam:
b. Mempersamakan pengalaman
4) Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak
didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
Menurut Ennis (1985) berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal dan bersifat
reflektif yang difokuskan dalam hal memutuskan apa yang harus dipercaya atau
dilakukan. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang melibatkan
proses kognitif, analisis, rasional, logis, dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif
terhadap permasalahan (Ningsih et al., 2012). Aspek keterampilan berpikir kritis dibagi
menjadi lima aspek (Ennis,2011) yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun
keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut serta mengatur
strategi dan taktik.
1.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling, karena pengambilan anggota sampel dipilih oleh peneliti
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Pertimbangan yang dijadikan
acuan oleh peneliti adalah Siswa memperoleh materi pelajaran fisika yang sama,
buku yang digunakan siswa sama, siswa diampuh oleh guru yang sama dan siswa
diajar dengan alokasi jam pelajaran yang sama. Sampel pada penelitian ini yaitu
kelas X MIPA 2 sebagai kelas eksperimen dan X MIPA 3 sebagai kelas kontrol.
Masing-masing kelas terdiri dari 32 peserta didik.
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑋𝑌 =
(3.1)
√{(𝑁 ∑ 𝑋2 ) − (∑ 𝑋)2 } {(𝑁 ∑ 𝑌2 ) − (∑ 𝑋)2 }
Keterangan:
𝑟𝑋𝑌 = koefisian korelasi antara variabel X dan Y
N = jumlah peserta didik
∑X = jumlah nilai variabel X
∑Y = jumlah nilai variabel Y
∑XY = jumlah nilai perkalian X dan Y
(∑X)2 = jumlah variabel X dikuadratkan
∑X2 = jumlah kuadrat variabel X
(∑Y)2 = jumlah variabel Y dikuadratkan
∑Y2 = jumlah kuadrat variabel Y
(Sundayana, 2016)
Nilai 𝑟𝑥𝑦 kemudian dikonsultasikan dengan tabel ” 𝑟 ” product moment dengan
taraf signifikan 5 % dan terdapat. Ada 2 kriteria yang terjadi yaitu jika rXY ≥ rtabel,
maka item dikatakan valid dan jika 𝑟𝑋𝑌 < rtabel ,, maka item dikatakan tidak valid.
Keterangan:
𝑟11 : Reliabilitas instrumen
𝑛 : Banyaknya butir pertanyaan
Ʃ𝑠𝑖 2 : Jumlah varian item
𝑠𝑡 2 : Varian total
Nilai 𝑟11kemudian dikonsultasikan dengan tabel product moment dengan taraf signifikan 5%.
Ada 2 kriteria hasil yang diperoleh sebagai berikut:
a. Jika r11 ≥ rtabel , maka soal dikatakan reliable.
b. Jika r11 ≤ rtabel , maka soal dikatakan tidak reliabel
Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
SA = jumlah skor kelas atas
SB = jumlah skor kelas bawah
IA = jumlah skor ideal kelompok atas
IB = jumlah skor ideal kelompok bawah
Klasifikasi krtieria untuk tingkat kesukaran dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal
Rentang nilai Kriteria
TK = 0,00 Terlalu Sukar
0,00< TK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang/cukup
0,70 < TK ≤ 1,00 Mudah
TK = 1,00 Terlalu mudah
(Sumber: Sandayana, 2016)
d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal menurut Sundayana (2016) adalah kemampuan suatu soal untuk
dapat membedakan anatara siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.
Rumusan yang dapat digunakan untuk menghitung daya pembeda soal uraian adalah sebagai
berikut.
𝑆𝐴 − 𝑆𝐵
𝐷𝑃 =
𝐼𝐴 (3.4)
Keterangan:
DP = daya pembeda
SA = jumlah skor kelompok atas
SB = jumlah skor kelompok bawah
IA = jumlah skor ideal kelompok atas
Setelah tingkat daya pembeda didapatkan, lalu mengklasifikasi nilai tersebut ke dalam
beberapa kriteria. Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda Soal
Rentang nilai Kriteria
DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik
(Sugiyono, 2011).
Keterangan:
f0 = frekuensi hasil pengamatan
fh = frekuensi harapan berdasarkan frekuensi kurva normal teoritis
Suatu data terdistribusi normal jika𝜒2 hitung ≤ 𝜒2 tabel dan tidak terdistribusi normal jika
𝜒2 hitung > 𝜒2 tabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan, dk = k-1, dimana k
menyatakan jumlah kelas interval.
Data akan homogen jika 𝜒2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝜒2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan 5 % dengan Ftabel= (n1-1)(n2-
1). Sebaliknya jika 𝜒2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝜒2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka data tidak homogen.
b. Uji Hipotesis
Uji hipotesis berfungsi untuk mengetahui pengaruh dari pemberian perlakuan dengan
menerapkan model pemecahan masalah dua putaran terhadap kemampuan berpikir kritis fisika
peserta didik pada kelas eksperimen. Uji hipotesisi yang digunakan pada penelitian ini yaitu
uji t jenis uji t sampel independen. Uji-t untuk sampel independen merupakan prosedur untuk
menguji signifikasi perbedaan rata-rata (mean) data dua sampel yang tidak berkorelasi
(berhubungan). Ada dua persamaan uji t yang dapat digunakan untuk menguji hipotesisi
komparatif dua sampel independen yaitu:
1. Separated varians:
̅̅̅̅
𝑋1 −𝑋̅2
t=
𝑠 𝑠2 2
√ 1+ 2
𝑛1 𝑛2
2. Polled varians
̅̅̅̅
𝑋1 −𝑋̅2
t=
(𝑛 −𝑛 )𝑆2 +(𝑛1 −1)𝑆2
2( 1 + 1 )
√ 1 2 1
𝑛1 +𝑛2 −2 𝑛1 𝑛2
Keterangan
̅̅̅1= rata-rata sampel 1 (kelas eksperimen)
𝑋
𝑋̅2= rata-rata sampel 2 (kelas kontrol)
𝑆12 = varian sampel 1
𝑆22 = varians sampel 2
𝑛1 = jumlah sampel 1
𝑛2 = jumlah sampel 2
(Sumber: Sugiyono,2010)
Adinda, A. 2016. “Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal Logaritma. 4(1),
125-138.
Arini, W & Juliadi, F. 2018. Analisis kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran fisika
untuk pokok bahasan vector siswa kelas X SMAN 4 Lubuklinggau, Sumatra utara.
Berkala fisika Indonesia, (10)(1),1-11.
Djamarah, S. B. & Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Facione, P. A. 2011. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Milbrae: California
Academic Press (pp 1-27).
Haryani, D. 2011. Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk
Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta didik. Yogyakarta:
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Penerapan MIPA.
Huda, M. 2014. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogykarta: Pustaka Pelajar.
Karim, K & Normaya, N. 2015. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran
Matematika Dengan Menggunakan Model Jucama di Sekolah Menengah Pertama.
Edumat jurnal Pendidikan Matematika, (3)(1), 92-104.
Latifa, B. R. A., Verawati, N. N. S. P., & Harjono, A. 2017. Pengaruh Model Learning Cycle
5E (Engage, Explore, Explain, Elaboration, & Evaluate) Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas X MAN 1 Mataram. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Teknologi, 3(1), 61-67.
Ngalimun. 2012. Strategi Pembelajaran dilengkapi dengan 65 model pembelajaran.
Banjarmasin: Aswaja persindo.
Oktaviani, S. 2016. Pengaruh Kemampuan Berfikir Kritis pada Penggunaan LKS Discovery
Learning terhadap Hasil Belajar. Jurnal Pembelajaran Fisika, (4)(4), 61-70.
Pramana, I. K. A. I., Suharta, I. G. P., & Parwati, N. N. 2014. Penerapan Model Double Loop
Problem Solving (DLPS) dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Peserta didik SMP. Jurnal Jurusan Pendidikan Matematika, 2(1).
Fatmala, P., Dwijananti, B. & Astuti, A .2016. Penerapan model double loop problem solving
menggunakan detektor geiger muller untuk meningkatkan hasil belajar kognitif. Unnes
Science Education Journal, (5) (3).
Riduwan. 2008. Dasar-Dasar Statistik. Bandung. Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Sundayana, R. 2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Trisnowati, E & Firdaus, F. 2017. Kegiatan Laboratorium Fisika dengan Pendekatan Problem
Solving untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep
Siswa SMA. Jurnal Pena Sain, (4)(2).
Zamroni & Mahfudz. 2009. Panduan Teknis Pembelajaran Yang Mengembangkan Critical
Thinking. Jakarta. Depdiknas.