Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA


AUDIO VISUAL TERHADAP KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA

OLEH
NAMA : BAIQ ARUM KUSUMAYATI
NIM : E1Q016009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tujuan utama pendidikan dan pembelajaran di sekolah adalah membangun


kemampuan dan keterampilan peserta didik. Pendidikan dan pembelajaran berkesan
asal-asalan dan mubasir, jika siswa tidak memiliki kemampuan dan keterampilan apa
pun, padahal telah dididik dan mengikuti pembelajaran sekian tahun di sekolah.
Sementara itu, kemampuan dan keterampilan terbentuk oleh beberapa aspek internal
siswa. Keterampilan itu sendiri terbentuk dari berbagai kemampuan.
Secara umum dalam dunia pendidikan, guru tidak boleh memandang
pembelajaran sekedar sebagai prosedur menuntaskan materi mata pelajaran. Guru juga
tidak boleh memandang pembelajaran hanya sebagai perwujudan tugasnya mentransfer
ilmu, yang diimbalkan dengan gaji guru. Guru harus menyadari bahwa pembelajaran
adalah proses pembangunan skill dalam diri siswa dan pembelajaran adalah latihan
berpikir dan bertindak untuk menyelesaikan suatu masalah. Pembelajaran tidak sekedar
mengikuti contoh prosedur kerja, tetapi pembelajaran adalah latihan mengeluarkan
pikiran, sedangkan contoh hanyalah sebagai suatu bahan studi perbandingan. Guru
tidak boleh sekedar menuntut siswa untuk menghafal konsep-konsep yang diberikan,
dengan orientasi materi pelajaran cepat dituntaskan. Penumpukan informasi/konsep
pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali
jika hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu
arah (siswa dipasifkan, sekedar menerima dan mencatat cara penyelesaian suatu
masalah). Jika guru hanya sekedar mengejar ketuntasan materi, sekedar menjalankan
tugas, maka siswa tidak sedang belajar mengembangkan diri, tetapi siwa dipaksakan
menampung warisan pengetahuan dan dipaksakan mengikuti bagaimana cara kerja
sang guru.
Berdasarkan analisis PISA tahun 2015 bahwa kemampuan sains siswa
Indonesia masih di bawah rata-rata 493. Hal ini dibuktikan bahwa Indonesia
menduduki peringkat 9 terbawah dengan memperoleh skor 403 di bidang
sains,sedangkan yang menduduki peringkat pertama adalah Singapura dengan
memperoleh skor 556 dari 70 negara (Gurria, 2015:4). Menurut Parmin (2016) siswa
didorong secara individu maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan
menemukan konsep. Anwar et al (2012) menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran
di sekolah masih menekankan pada perubahan kemampuan berpikir pada tingkat dasar,
belum memaksimalkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Padahal kemampuan
berpikir tingkat tinggi dapat mempengaruhi perubahan pola pikir siswa. Salah satu
kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
ialah kemampuan berpikir kritis.

Menurut Asgharheidari & Tahriri (2015) kemampuan berpikir kritis (Critical


Thinking Skill) merupakan masalah yang sangat penting dalam pendidikan saat ini,
banyak guru yang tertarik untuk mengembangkan dan mendorong pemikiran kritis di
dalam kelas. Berdasarkan hasil observasi di SMAN 1 Gerung, kemampuan berpikir
kritis siswa masih rendah. Sebagian besar siswa masih lemah dalam menyelesaikan
permasalahan dalam materi fisika yang diberikan oleh guru pada aspek stategi dan
taktik. Hal ini dibuktikan dengan nilai Ulangan Tengah Semester yang dicapai sekitar
65% siswa mencapai kriteria ketuntasanminimal yang ditetapkan oleh sekolah dan 35%
siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Sesuai Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), maka setiap siswa harus mampu mencapai nilai yang ditetapkan
sekolah sebagai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Model pembelajaran yang bisa menyajikan permasalahan untuk mengasah


kemampuan berpikir kritis siswa salah satunya adalah model Problem Based Learning
(PBL). Menurut Trianto (2007: 67) model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada permasalahan yang
membutuhkan penyelesaian nyata. Problem Based Learning (PBL) mampu
meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Pelaksanaan model PBL dalam
pembelajaran tentunya juga membutuhkan media yang sesuai agar pembelajaran lebih
menarik. Arsyad (2013:2) menambahkan bahwa media merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada
umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya. Salah satu contoh
media yang dapat digunakan dalam pembelajaran yaitu audio visual.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka


peneliti melakukan penelitian dengan topik “Pengaruh Model PBL Berbantuan
Media Audio Visual Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Karakter Peduli
Lingkungan Siswa pada Materi Bahan Kimia dalam Kehidupan”. Jika model PBL
berbantuan media audio visual ini diterapkan dalam pembelajaran, maka siswa
dapat terlatih dan membiasakan diri berpikir kritis.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian yaitu:

1.2.1 Apakah model PBL berbantuan media audio visual berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa?
1.2.2 Seberapa besar pengaruh model PBL berbantuan media audio visual terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1.3.1 Menganalisis pengaruh model PBL berbantuan media audio visual terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa.
1.3.2 Menganalisis seberapa besar pengaruh model PBL berbantuasn media audio visual
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
menerapkan proses kegiatan pembelajaran yang efektif dan inovatif untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan.
1.4.2 Bagi Siswa
Menjadi bekal bagi mereka dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam
kehidupan dan dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran dengan model PBL
berbantuan media audio visual akan mengembangkan berpikir kritis siswa sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
1.4.3 Bagi Guru
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi
dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai, efektif dan efisien dalam kegiatan
belajar mengajar fisika sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
siswa. Guru akan lebih terampil dalam membaca kondisi siswa sehingga dapat
mengevaluasi pembelajaran yang telah diberikan.
1.4.4 Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan masukan untuk melakukan
pembinan terhadap guru dan upaya meningkatkan profesionalisme guru di dalam
melakukan suatu proses kegiatan belajar mengajar. Memberikan sumbangan yang
baik bagi sekolah dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu sekolah.

1.5 BATASAN MASALAH


Batasan masalah bertujuan untuk menghindari luasnya ruang lingkup
penelitian. Batasan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Penelitian ini akan dilakukan pada peserta didik kelas X-MIPA semester genap di
SMAN 1 Gerung tahun pelajaran 2018/2019.
1.5.2 Materi pokok yang akan diajarkan yaitu Fluida Dinamis dengan indikator 3.4
menerapkan prinsip fluida dinamis dalam teknologi dan 4.4 membuat dan Membuat
dan menguji proyek sederhana yang menerapkan prinsip dinamika fluida dan makna
fisisnya
1.5.3 Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
indikator kemampuan berpikir kritis dari Facione yaitu kemampuan interpretasi,
analisis, evaluasi, inferensi dan eksplanasi.

1.6 DEFINISI OPERASIONAL


Definisi operasional variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.6.1 Problem Based Learning (PBL)

Problem Based Learning (PBL) merupakan model yang sering


digunakan dalam proses pembelajaran. Menurut Zamzam (2016) problem based
learning adalah metode pembelajaran dimana materi pembelajaran yang
disajikan berupa masalah sehingga melatih untuk berpikir kritis dalam
menyelesaikan masalah. Jika hal itu diterapkan memungkinkan siswa memahami
konsep bukan sekedar menghafal konsep . Pernyataan ini didukung Rachmawati
et al (2015) bahwa model PBL sangat baik untuk diterapkan dalam pembelajaran
membuat mereka berlatih berpikir kritis

1.6.2 Media Audio Visual

Haryoko (2009) mengatakan bahwa media audio visual merupakan


media untuk menyampaikan informasi yang memiliki karakteristik (suara) dan
visual (gambar). Dalam penelitian ini media audio visual yang dibuat berupa
video yang berisi mengenai fenomena di sekitar kita yang berhubungan dengan
materi bahan fluida dinamis. 3. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
1.6.3 Berfikir Kritis

Berpikir kritis merupakan berpikir secara terarah dan jelas dala m


menyelesaikan permasalahan. Berpikir kritis diperlukan dalam pembelajaran
fisika termasuk materi fluida dinamis. Dalam penelitian ini siswa mampu
menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari- hari dan
mampu berpikir kritis dalam menemukan konsep melalui proses pembelajaran.
Jadi, seperti yang diutarakan Bahr (2010) bahwa kemampuan berpikir kritis
berkaitan dengan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi
kemudian membuat penilaian tentang mereka. Aspek keterampilan berpikir
kritis siswa dalam penelitian ini berpedoman pada pendapat Ennis, yaitu
memberi penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun
keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (inference), membuat
penjelasan lebih lanjut (advance clarification), strategi dan taktik.
Keterampilan berpikir kritis siswa diketahui menggunakan metode tes.
Metode tes dilakukan di awal dan akhir pembelajaran melalui pretest dan
posttes.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Problem Based Learning (PBL)

Salah satu model yang banyak diadopsi untuk menunjang pendekatan


pembelajaran dan yang memberdayakan pemelajar adalah model Problem Base
Learning. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) atau lebih dikenal
dengan model pembelajaran berbasis masalah dipandang relevan untuk menghadirkan
suasana nyata di dalam proses pembelajaran. Menurut Sudarmin (2015:48), Problem
Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Hal ini mampu membiasakan
siswa untuk berpikir terlebih dahulu sebelum memecahkan masalah, bukan menerima
penjelasan kemudian berpikir (Ristiasari et al., 2014). Dalam PBL, siswa bekerja
bersama-sama sebagai sebuah kelompok untuk mencari tahu pemecahan masalah dan
yang paling penting mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk
memecahkan masalah dan membuat keputusan (Haji, et al., 2015 ). Pernyataan ini
didukung oleh Adiga & Sachidananda (2015) yang menyatakan bahwa PBL merupakan
pendekatan pembelajaran yang benar-benar membantu siswa untuk terlibat dengan
dunia nyata. Berdasarkan uraian tersebut, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan
model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh siswa ataupun
guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang sesuatu yang telah
diketahuinya untuk memecahkan masalah itu (Putra, 2013:73).

Model pembelajaran PBL dapat dibedakan dengan model-model pembelajaran


yang lain dengan melihat karakteristik dari setiap model pembelajaran. Karakteristik
yang tercakup dalam model PBL menurut Putra (2013:22) yaitu:

1. Belajar dimulai dengan satu masalah

2. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa

3. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu

4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan
menjalankan secara langsung proses belajar

5. Menggunakan kelompok kecil; serta

6. Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah dipelajari dalam bentuk

produk atau kinerja


Selain karakteristik pada model PBL, menurut Amir (2008:12) terdapat pula ciri-ciri
dari PBL, yaitu:

1. Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah.

2. Biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata

3. Siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan melaporkan solusi

dari masalah, sementara pendidik lebih banyak memfasilitasi.

Menurut Amir (2008:27) Problem Based Learning ini juga mempunyai berbagai
manfaat diantaranya:

1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar.

2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan.

3. Mendorong untuk berpikir.

4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial.

5. Membangun kecakapan belajar (life-long learning skill).

6. Memotivasi pemelajar

Secara umum,menurut Putra (2013:74) tujuan pembelajaran dengan model PBL adalah
sebagai berikut:

1. Membantu siswa mengembangakan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, serta


kemampuan intelektual.

2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan siswa dalam pengalaman
nyata atau simulasi.

Secara garis besar berdasarkan karakteristik, ciri-ciri, manfaat dan dari model
PBL layak digunakan dengan pembelajaran berpusat pada siswa untuk menerapkan
ilmu dan pengetahuan yang diperoleh yang diaktualisasikan dalam memecahkan
permasalahan di dunia nyata sehingga mendorong untuk berpikir. Adapun langkah
langkah pembelajaran PBL menurut Putra (2013: 79) disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Langkah-langkah (sintaks) pembelajaran PBL Tahap Langkah-


langkah Kegiatan Guru

Tahap Langkah-langkah Kegiatan Guru


1 Orientasi masalah 1) Menginformasikan tujuan pembelajaran

2) Menciptakan lingkungan kelas yang


memungkinkan terjadi pertukaran ide yang
terbuka
3) Mengarahkan kepada pertanyaan atau masalah

4) Mendorong siswa mengekspresikan ide-ide


secara terbuka
1 Mengorganisasi 5) Membantu siswa dalam menemukan konsep
siswa untuk belajar berdasarkan masalah
6) Mendorong keterbukaan, proses-proses
demokrasi, dan cara belajar siswa aktif
7) Menguji pemahaman siswa atas konsep yang
2 Membantu ditemukan
menyelidiki 8) Memberi kemudahan pengerjaan siswa dalam
secara mandiri atau mengerjakan/menyelesaikan masalah
kelompok 9) Mendorong kerjasama dan penyelesaian tugas-
tugas
10) Mendorong dialog dan diskusi dengan teman

11) Membantu siswa mendefinisikan dan


mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
berkaitan dengan masalah
3 Mengembangkan 12) Membantu siswa merumuskan hipotesis
dan menyajikan 13) Membantu siswa dalam memberikan solusi
hasil karya
14) Membimbing siswa dalam mengerjakan Lembar

4 Menganalisis dan Diskusi Siswa (LDS)

mengevaluasi 15) Membimbing siswa dalam menyajikan hasil kerja

hasil pemecahan
16) Membantu siswa mengkaji ulang hasil
masalah
pemecahan masalah
17) Memotivasi siswa agar terlibat dalam pemecahan
18) Mengevaluasi mater
2.2 Media Audio Visual

2.2.1 Pengertian Media

Kata media menurut Arsyad (2004:3) berasal dari bahasa latin medius yang
secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Taufiq et al (2014)
menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran. Sedangkan, media yang digunakan untuk
memperlancar komunikasi dalam proses pembelajaran sering diistilahkan media
pembelajaran (Haryoko, 2009). Menurut Aqib (2013) media pembelajaran
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan
merangsang terjadinya proses belajar pada siswa. Makna media pembelajaran lebih
luas dari: alat peraga, alat bantu mengajar, media audio visual. Dalam pengertian
ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio,
film, slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran
(Taufiq et al., 2014). Hal ini disebabkan karena media sangat berperan penting di
dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media
adalah sebagai perantara yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari isi
materi pengajaran sehingga komunikasi dalam proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar.

2.2.2 Karakteristik Media

Menurut Arsyad (2013:79) salah satu ciri media pembelajaran adalah bahwa
media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu
siswa, berupa pesan sederhana dan bisa pula pesan yang amat kompleks. Sadiman
(2010:17) mengemukakan bahwa secara umum media dalam pendidikan
mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk
kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, misalnya:

a. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat
rekaman film atau video

b. Konsep yang terlalu luas (gempa bumi, tsunami, dan lain-lain) dapat
divisualisasikan dalam bentuk film, gambar, dan lain-lain

3) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan
ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan
bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri.masalah ini dapat diatasi dengan
media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam:

a. Memberikan perangsang yang sama

b. Mempersamakan pengalaman

c. Menimbulkan persepsi yang sama

4) Penggunaan media secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak
didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:

a. Menimbulkan kegairahan belajar.

b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan


lingkungan dan kenyataan.

c. Memungkinkan siswa belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan


minatnya.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan karakteristik media pembelajaran


yang layak digunakan dalam proses pembelajaran yaitu dapat menumbuhkan
minat dan motivasi belajar siswa, memperjelas hal-hal yang abstrak dan
memberikan gambaran yang lebih realistik serta memiliki fungsi yang jelas
sebagai penyampaian informasi dari isi materi pembelajaran.

2.2.3 Media Audio Visual

Salah satu media pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa


adalah media audio visual. Menurut Ariwibowo & Parmin (2015) media audio
visual merupakan gabungan yang terdiri atas 2 media yaitu media audio dan
media visual. Media audio visual di bagi menjadi dua yaitu: a) Audio visual
diam, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti suara
(sound slide), film bingkai suara, dan cetak suara; b) Audio visual gerak, yaitu
media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti
film suara dan Video cassete (Haryoko, 2009). Penggunaan media audio visual
dalam pembelajaran membuat guru sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran di kelas. Sehingga membuat siswa berperan aktif dan
memberikan kemudahan bagi siswa dalam proses belajar.

Menurut Haryoko (2009) menunjukkan bahwa media audio visual dapat


mengoptimalkan proses pembelajaran, dikarenakan beberapa aspek antara lain
:
a. mudah dikemas dalam proses pembelajaran;

b. lebih menarik untuk pembelajaran;

c. dapat di-edit (diperbaiki) setiap saat.

2.3 Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Menurut Ennis (1985) berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal dan bersifat
reflektif yang difokuskan dalam hal memutuskan apa yang harus dipercaya atau
dilakukan. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang melibatkan
proses kognitif, analisis, rasional, logis, dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif
terhadap permasalahan (Ningsih et al., 2012). Aspek keterampilan berpikir kritis dibagi
menjadi lima aspek (Ennis,2011) yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun
keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut serta mengatur
strategi dan taktik.

Seseorang dianggap memiliki kemampuan berpikir kritis bila memenuhi aspek-


aspek tertentu yang berdasarkan tahap penelitian. Melalui aspek tersebut kita dapat
menilai tingkat berpikir kritis seseorang. Menurut Ennis (2011) menyebutkan beberapa
aspek keterampilan berpikir kritis yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Aspek Keterampilan Berpikir Kritis

No. Aspek Indikator


1. Keterampilan 1) Memfokuskan pertanyaan
memberikan penjelasan 2) Menganalisis pertanyaan
sederhana
3) Bertanya dan menjawab tentang suatu
tantangan atau penjelasan
2. Membangun 4) Mempertimbangkan keakuratan sumber
keterampilan dasar
5) Mengamati dan mempertimbangkan
laporan hasil observasi
3. Menyimpulkan 6) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil
deduksi
7) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil
induksi
8) Membuat dan menentukan nilai
pertimbangan
4. Memberikan penjelasan 9) Mendefinisikan istilah
lanjut 10) Mengidentifikasikan asumsi
5. Mengatur strategi 11) Memutuskan suatu tindakan
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Ho : Terdapat pengaruh model problem based learning berbantuan media audio
visual terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Ha : Terdapat pengaruh model problem based learning berbantuan media audio
visual terhadap kemampuan berfikir kritis siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
Beberapa sub penting dalam bab ini antara lain: jenis penelitian, desain penelitian,
waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, tahap penelitian,
instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian quasi experimental. Pada
kuasi eksperimen peneliti tidak selalu dapat melakukan pemilihan subjek secara random.
Dalam penetapan random, peneliti tidak memungkinkan memilih dan memilah subjek
sesuai dengan rencananya. Akan tetapi, peneliti terpaksa harus menerima kelas atau
kelompok subjek yang sudah ditentukan oleh sekolah, sesuai dengan kebijakan sekolah
(Setyosari, 2016)

3.2 Variabel Penelitian


Setyosari (2016), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi
objek pengamatan dalam penelitian. Pada penelitian ini melibatkan variabel bebas,
variabel terikat, dan variabel kontrol. Pengertian ketiga variabel tersebut menurut
Setyosari (2016) adalah sebagai berikut:
3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi
yaitu faktor-faktor yang diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk
menentukan hubungan antara fenomena yang diamati. Pada penelitian ini, yang
menjadi variabel bebas adalah model pemecahan masalah dua putaran yang
diterapkan pada kelompok eksperimen.

3.2.2 Variabel Terikat


Variabel terikat adalah variabel sebagai akibat dari adanya variabel bebas.
Pada penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan berpikir kritis
fisika peserta didik kelas X di SMAN 2 Aikmel.

3.2.3. Variabel Kontrol


Variabel kontrol adalah variabel yang diusahakan untuk dinetralisir oleh
peneliti. Pada penelitian ini, yang menjadi variabel kontrol adalah materi ajar,
tujuan pembelajaran, guru yang mengajar, instrumen yang digunakan, alokasi
waktu, dan cara penilaian untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.3 Desain Penelitian
Desain penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah non equivalen atau
disebut juga untread control group design with pretest-and posttes. Dalam rancangan
penelitian ini, subjek penelitian tidak dipilih secara acak untuk dilibatkan dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, kedua
kelas ini diberikan tes awal untuk menyiapakan peserta didik dan mengetahui kemampuan
berpikir kritis peserta didik. Setelah itu, pada kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan
menerapkan model pemecahan masalah dua putaran, sedangkan kelas kontrol dilakukan
proses pembelajaran secara konvensional. Di akhir kegiatan penelitian, pada kedua kelas
tersebut peserta didik diberikan tes akhir untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir
kritis. Gambaran penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain Penelitian dengan non equivalen
Kelas Tes Awal Perlakuan Tes Akhir
Eksperimen O1 X O2
Kontrol 03 - O4
(Diadaptasi dari Setyosari, 2016)
Keterangan:
O1 = Kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan,
O2 = Kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan,
03 = Kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan,
O4 = Kelas kontrol setelah diberikan perlakuan,
X = Model pemecahan masalah dua putaran
- = Metode pembelajaran Direct Instruction (DI)

3.4 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dimulai dari ditetapkan judul proposal pada bulan September 2019.
Pengambilan data penelitian pada bulan Oktober 2019 di SMAN 1 Gerung.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


1.5.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X MIPA SMAN 1 Gerung
tahun pelajaran 2019/2020. Jumlah peserta didik di kelas X MIA SMAN 1 Gerung
adalah 128 peserta didik yang terbagi dalam 4 kelas yang tiap kelasnya terdiri dari
32 peserta didik.

1.5.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Teknik pengambilan sampel menggunakan
teknik purposive sampling, karena pengambilan anggota sampel dipilih oleh peneliti
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Pertimbangan yang dijadikan
acuan oleh peneliti adalah Siswa memperoleh materi pelajaran fisika yang sama,
buku yang digunakan siswa sama, siswa diampuh oleh guru yang sama dan siswa
diajar dengan alokasi jam pelajaran yang sama. Sampel pada penelitian ini yaitu
kelas X MIPA 2 sebagai kelas eksperimen dan X MIPA 3 sebagai kelas kontrol.
Masing-masing kelas terdiri dari 32 peserta didik.

3.6 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini secara garis besar
terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
Penjabaran dari ketiga tahap tersebut, antara lain:
3.6.1 Tahap Persiapan
Peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan pada saat penelitian,
di antaranya sebagai berikut:
a. Pengajuan dan penetapan judul proposal penelitian.
b. Menyiapkan surat izin observasi.
c. Melakukan observasi lapangan ke SMAN 1 Gerung untuk mendapatkan data
awal dan menentukan materi pokok yang diajarkan.
d. Menyusun proposal penelitian
e. Membuat instrumen penelitian berupa silabus, RPP, bahan ajar, LKPD, kisi-kisi
instrumen tes kemampuan berpikir kritis, dan rubrik penilaian.
f. Melaksanakan ujian proposal penelitian.
g. Revisi proposal penelitian.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan surat izin penelitian
b. Melakukan uji instrument di SMAN 1 Gerung pada kelas XI
c. Menganalisis hasil uji instrumen yaitu dengan menghitung validitas,
reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal untuk instrumen tes.
d. Menentukan instrumen tes yang digunakan pada tes awal dan tes akhir
dengan mempertimbangkan hasil analisis uji instrumen.
e. Mengelompokkan sampel penelitian menjadi kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
f. Melakukan tes awal (pre-test) berupa tes kemampuan berpikir kritis
kepada kelas eksperimen dan kontrol
g. Memberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen dengan model pemecahan
masalah dua putaran sedangkan kelas kontrol dilakukan pembelajaran
konvensional.
h. Memberikan tes akhir (post-test) berupa tes kemampuan berpikir kritis
kepada kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui kemampuan berpikir
kritis fisika peserta didik.
3.6.3 Tahap Akhir
Langkah-langkah yang ditempuh sebagai tahap akhir penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Menganalisis data tes awal, tes akhir, dan menguji hipotesis penelitian.
b. Melakukan konsultasi penganalisisan data dan hasil uji hipotesis kepada
dosen pembimbing.
c. Menarik kesimpulan dan saran.
d. Menyusun laporan penelitian.
e. Menyusun artikel ilmiah hasil penelitian.
f. Mengkonsultasikan artikel ilmiah hasil penelitian kepada dosen pembimbing.
g. Mengumpulkan skripsi pada dosen pembimbing, penguji dan perpustakaan
kampus.
3.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir krtis peserta
didik yakni instrumen tes. Sahidu (2016) mendefinisikan “instrumen tes adalah
seperangkat alat yang dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi
pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya”. Tes yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tes uraian yang di dasarkan pada indikator-indikator berpikir kritis Facione.
Sebuah tes dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes,
yaitu memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktibilitas, dan ekonomis. Penjelasan
lebih lanjut mengenai uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda soal
sebagai berikut.

a. Uji Validitas Item Soal


Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian yang
dirancang layak digunakan untuk penelitian atau tidak. Teknik yang digunakan untuk
mengukur validitas instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
rumus korelasi product moment angka kasar yang ditunjukkan oleh persamaan 3.1.

𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑋𝑌 =
(3.1)
√{(𝑁 ∑ 𝑋2 ) − (∑ 𝑋)2 } {(𝑁 ∑ 𝑌2 ) − (∑ 𝑋)2 }

Keterangan:
𝑟𝑋𝑌 = koefisian korelasi antara variabel X dan Y
N = jumlah peserta didik
∑X = jumlah nilai variabel X
∑Y = jumlah nilai variabel Y
∑XY = jumlah nilai perkalian X dan Y
(∑X)2 = jumlah variabel X dikuadratkan
∑X2 = jumlah kuadrat variabel X
(∑Y)2 = jumlah variabel Y dikuadratkan
∑Y2 = jumlah kuadrat variabel Y
(Sundayana, 2016)
Nilai 𝑟𝑥𝑦 kemudian dikonsultasikan dengan tabel ” 𝑟 ” product moment dengan
taraf signifikan 5 % dan terdapat. Ada 2 kriteria yang terjadi yaitu jika rXY ≥ rtabel,
maka item dikatakan valid dan jika 𝑟𝑋𝑌 < rtabel ,, maka item dikatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas Soal


Reliabilitas menunjuk hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya
diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu
yang berlainan dan temapat yang berbeda pula. Pengujian reliabilitas instrumen pada
peneitian ini, peneliti menggunakan rumus cronbach’s alpha (a) karena tipe soal uraian
(Sandayana,2016).
𝑛 Ʃ𝑠𝑖 2
𝑟11 = ( ) (1 − ) (3.2)
𝑛−1 𝑠𝑡 2

Keterangan:
𝑟11 : Reliabilitas instrumen
𝑛 : Banyaknya butir pertanyaan
Ʃ𝑠𝑖 2 : Jumlah varian item
𝑠𝑡 2 : Varian total

Nilai 𝑟11kemudian dikonsultasikan dengan tabel product moment dengan taraf signifikan 5%.
Ada 2 kriteria hasil yang diperoleh sebagai berikut:
a. Jika r11 ≥ rtabel , maka soal dikatakan reliable.
b. Jika r11 ≤ rtabel , maka soal dikatakan tidak reliabel

c. Taraf Kesukaran Soal


Tingkat kesukaran adalah keberadaan suatu butir soal apakah dipandang sukar, sedang,
atau mudah dalam mengerjakannya. Menurut Sundayana (2016), rumusan yang dapat
digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran soal uraian adalah sebagai berikut:
𝑆𝐴 + 𝑆𝐵
𝑇𝐾 = (3.3)
𝐼𝐴 + 𝐼𝐵

Keterangan:
TK = tingkat kesukaran
SA = jumlah skor kelas atas
SB = jumlah skor kelas bawah
IA = jumlah skor ideal kelompok atas
IB = jumlah skor ideal kelompok bawah

Klasifikasi krtieria untuk tingkat kesukaran dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal
Rentang nilai Kriteria
TK = 0,00 Terlalu Sukar
0,00< TK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang/cukup
0,70 < TK ≤ 1,00 Mudah
TK = 1,00 Terlalu mudah
(Sumber: Sandayana, 2016)

d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal menurut Sundayana (2016) adalah kemampuan suatu soal untuk
dapat membedakan anatara siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.
Rumusan yang dapat digunakan untuk menghitung daya pembeda soal uraian adalah sebagai
berikut.
𝑆𝐴 − 𝑆𝐵
𝐷𝑃 =
𝐼𝐴 (3.4)

Keterangan:
DP = daya pembeda
SA = jumlah skor kelompok atas
SB = jumlah skor kelompok bawah
IA = jumlah skor ideal kelompok atas
Setelah tingkat daya pembeda didapatkan, lalu mengklasifikasi nilai tersebut ke dalam
beberapa kriteria. Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda Soal
Rentang nilai Kriteria
DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

(Sumber: Sandayana, 2016)


3.8 Teknik Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini diperoleh melalui proses pembelajaran yaitu kemampuan
berpikir kritis, yang dikur melalui tes awal dan akhir yaitu tes kemampuan berpikir kritis fisika
peserta didik. Kemampuan berpikir kritis peserta diidk dibedakan menjadi 5 kategori (Karim,
2015) yaitu sebagai berikut
Tabel 3.4 Pedoman kategori berpikir kritis
Skala perolehan Kategori
81,25 < x ≤ 100 Sangat tinggi
71,50 < x ≤ 81,2 Tinggi
62,50 < x ≤ 71,50 Sedang
43,75 < x ≤ 62,50 Rendah
0 < x ≤ 43,75 Sangat rendah
(Sumber: Karim, 2015)
3.9 Analisis Data Penelitian
Data yang telah diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir krtis fisika peserta
didik, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, uji
hipotesis.
a. Uji Prasyarat Analisis Data
Data sebelum diuji hipotesis terlebih dahulu diuji normalitas dan
homogenitasnya, sehingga dapat dilakukan uji hipotesis.
b. Uji Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data tes akhir terdistribusi
normal atau tidak. Uji normalitas dicari dengan menggunakan rumus chi-kuadrat
sebagai berikut.
𝑘 2
(𝑓𝑜 − 𝑓ℎ )
𝜒2 =∑ (3.5)
𝑓ℎ
𝑖=1

(Sugiyono, 2011).

Keterangan:
f0 = frekuensi hasil pengamatan
fh = frekuensi harapan berdasarkan frekuensi kurva normal teoritis

Suatu data terdistribusi normal jika𝜒2 hitung ≤ 𝜒2 tabel dan tidak terdistribusi normal jika

𝜒2 hitung > 𝜒2 tabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajat kebebasan, dk = k-1, dimana k
menyatakan jumlah kelas interval.

1. Uji Homogenitas Data


Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui homogen atau tidaknya kedua kelas
kelas eksperimen. Uji homogenitas juga bertujuan untuk menentukan jenis uji t yang
digunakan untuk menguji hipotesis. Sebelum diberikan perlakuan maka terlebih dahulu
akan dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Bartlet (Riduwan. 2008):
𝜒2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = ln 10 {𝐵 − ∑(𝑛𝑖 − 1) log 𝑺𝟐 } (3.6)

Data akan homogen jika 𝜒2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝜒2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan 5 % dengan Ftabel= (n1-1)(n2-

1). Sebaliknya jika 𝜒2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝜒2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka data tidak homogen.

b. Uji Hipotesis
Uji hipotesis berfungsi untuk mengetahui pengaruh dari pemberian perlakuan dengan
menerapkan model pemecahan masalah dua putaran terhadap kemampuan berpikir kritis fisika
peserta didik pada kelas eksperimen. Uji hipotesisi yang digunakan pada penelitian ini yaitu
uji t jenis uji t sampel independen. Uji-t untuk sampel independen merupakan prosedur untuk
menguji signifikasi perbedaan rata-rata (mean) data dua sampel yang tidak berkorelasi
(berhubungan). Ada dua persamaan uji t yang dapat digunakan untuk menguji hipotesisi
komparatif dua sampel independen yaitu:
1. Separated varians:
̅̅̅̅
𝑋1 −𝑋̅2
t=
𝑠 𝑠2 2
√ 1+ 2
𝑛1 𝑛2

2. Polled varians
̅̅̅̅
𝑋1 −𝑋̅2
t=
(𝑛 −𝑛 )𝑆2 +(𝑛1 −1)𝑆2
2( 1 + 1 )
√ 1 2 1
𝑛1 +𝑛2 −2 𝑛1 𝑛2

Keterangan
̅̅̅1= rata-rata sampel 1 (kelas eksperimen)
𝑋
𝑋̅2= rata-rata sampel 2 (kelas kontrol)
𝑆12 = varian sampel 1
𝑆22 = varians sampel 2
𝑛1 = jumlah sampel 1
𝑛2 = jumlah sampel 2
(Sumber: Sugiyono,2010)

Petunjuk untuk memilih rumus uji t yaitu:


a. Bila jumlah anggota subyek 𝑛1 =𝑛2 dan varian homogen maka dapat digunakan rumus
t-test baik separated varians maupun polled varians. Untuk melihat
harga𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 digunakan derajat kebebasan atau dk= 𝑛1 +𝑛2 -2. Bila data yang diperoleh
oleh peneliti memenuhi kritera ini, maka peneliti menggunakan rumus separated
varians.
b. Bila 𝑛1 ≠ 𝑛2 dan varian homogen maka dapat digunakan rumus t-test dengan polled
varian. Derajat kebebasan atau dk= 𝑛1 +𝑛2 -2.
c. Bila 𝑛1 =𝑛2 dan varian tidak homogen maka dapat digunakan rumus t-test dengan
separated varian dan polled varian, dengan dk= 𝑛1 -1 atau 𝑛2 − 1 bukan dk=
𝑛1 +𝑛2 − 2.
d. Bila 𝑛1 ≠ 𝑛2 dan varian tidak homogen maka dapat digunakan rumus separated
varian. Harga t sebagai pengganti harga t tabel dihitung dari selisih harga t tabel
dengan dk = 𝑛1 − 1 dan dk = 𝑛2 − 1, dibagi dua dan kemudian ditambah dengan
harga t yang terkecil.
Nilai t hasil perhitugan selanjutnya dibandingkan dengan nilai𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan
5%. Jika:
t hitung > t tabel , maka Ha diterima dan Ho ditolak

t hitung ≤ t tabel , maka Ho diterima dan Ha ditolak


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. 2015. Metodologi Penelitian Kuantitatif: untuk Ekonomi, Manajemen,


Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Yogyakarta: Aswaja Press Indo.

Adinda, A. 2016. “Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal Logaritma. 4(1),
125-138.

Arsyad, A. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Arini, W & Juliadi, F. 2018. Analisis kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran fisika
untuk pokok bahasan vector siswa kelas X SMAN 4 Lubuklinggau, Sumatra utara.
Berkala fisika Indonesia, (10)(1),1-11.

Asgharheidari, F & Abdorreza, T. 2015. A Survey of EFL Teachers’ Attitudes towards


Critical Thinking Instruction. Journal of Language Teaching and Research. 6(2):
388-396

Djamarah, S. B. & Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Facione, P. A. 2011. Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Milbrae: California
Academic Press (pp 1-27).
Haryani, D. 2011. Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah untuk
Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta didik. Yogyakarta:
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Penerapan MIPA.
Huda, M. 2014. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogykarta: Pustaka Pelajar.
Karim, K & Normaya, N. 2015. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran
Matematika Dengan Menggunakan Model Jucama di Sekolah Menengah Pertama.
Edumat jurnal Pendidikan Matematika, (3)(1), 92-104.
Latifa, B. R. A., Verawati, N. N. S. P., & Harjono, A. 2017. Pengaruh Model Learning Cycle
5E (Engage, Explore, Explain, Elaboration, & Evaluate) Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas X MAN 1 Mataram. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Teknologi, 3(1), 61-67.
Ngalimun. 2012. Strategi Pembelajaran dilengkapi dengan 65 model pembelajaran.
Banjarmasin: Aswaja persindo.
Oktaviani, S. 2016. Pengaruh Kemampuan Berfikir Kritis pada Penggunaan LKS Discovery
Learning terhadap Hasil Belajar. Jurnal Pembelajaran Fisika, (4)(4), 61-70.
Pramana, I. K. A. I., Suharta, I. G. P., & Parwati, N. N. 2014. Penerapan Model Double Loop
Problem Solving (DLPS) dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Peserta didik SMP. Jurnal Jurusan Pendidikan Matematika, 2(1).
Fatmala, P., Dwijananti, B. & Astuti, A .2016. Penerapan model double loop problem solving
menggunakan detektor geiger muller untuk meningkatkan hasil belajar kognitif. Unnes
Science Education Journal, (5) (3).
Riduwan. 2008. Dasar-Dasar Statistik. Bandung. Alfabeta.

Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sahidu, H. 2016. Evaluasi Pembelajaran Fisika.Mataram: Arga Puji Press.


. Pengembangan Program Pembelajaran Fisika. Mataram: FKIP UNRAM.

Sanjaya, W. 2012. Strategi pembelajaran teori dan praktek pengembangan Kurikulum


Tingkat Kesatuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenada Media Group.

Setyosari, P. 2016. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Prenadamedia


Group.
Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media
Stobaugh, R. 2013. Assesing Critical Thinking in Middle and High Schools: Meeting the
Common Core. New York: Routledge.
Sugiyono. 2010. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Sundayana, R. 2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Trisnowati, E & Firdaus, F. 2017. Kegiatan Laboratorium Fisika dengan Pendekatan Problem
Solving untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep
Siswa SMA. Jurnal Pena Sain, (4)(2).
Zamroni & Mahfudz. 2009. Panduan Teknis Pembelajaran Yang Mengembangkan Critical
Thinking. Jakarta. Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai