Anda di halaman 1dari 11

Nama : Faradhila Nurullaili

NIM : 200321614899
Offering : P14
Mata Kuliah : Pengembangan Bahan Ajar

Kurikulum dan Sintaks Pembelajaran


Kurikulum Merdeka Belajar
Kurikulum merdeka belajar adalah program kebijakan baru dari Kemendikbud RI
yang dicetuskan oleh Mendikbud Nadiem Makarim.

Tujuan : Transformasi pendidikan melalui kebijakan merdeka belajar merupakan salah


satu langkah untuk mewujudkan SDM Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar
Pancasila. Merdeka belajar ditujukan untuk jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah seperti SMP/SMA/SMK/Sederajat.
Menurut beberapa pendapat (Ainia, 2020; Kurniawan et al., 2020; Noventari, 2020;
Wahdani & Burhanuddin, 2020), dikatakan bahwa konsep merdeka belajar sejalan dengan
cita-cita Ki Hajar Dewantara yang berfokus pada kebebasan untuk belajar secara kreatif
dan mandiri, sehingga mendorong terciptanya karakter jiwa merdeka. Hal ini dikarenakan
siswa dan guru dapat mengeksplorasi pengetahuan dari sekitarnya.
Ada empat pokok kebijakan merdeka belajar yaitu (Ainia, 2020; Ariyana et al.,
2020; Asfiati & Mahdi, 2020; Hasim, 2020; Marisa, 2021; Mustagfiroh, 2020; Nasution,
2020; Saleh, 2020; Savitri, 2020; Sherly et al., 2020; Suntoro & Widoro, 2020; Tohir, 2019;
Vania Sasikirana & Herlambang, 2020; Yusuf & Arfiansyah, 2021).

1) Mengganti USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) menjadi Assesmen


Kompetensi
 Mengganti USBN menjadi Asesmen Kompetensi dimaksudkan untuk
mengembalikan keleluasaan sekolah untuk menentukan kelulusan sesuai dengan
UU Sisdiknas.
 Penilaian kompetensi siswa dilakukan dalam bentuk tes tertulis dan/atau bentuk
penilaian lain yang lebih komprehensif.
 Pergantian USBN menjadi asesmen kompetensi bermanfaat oleh siswa, guru, dan
sekolah. Bagi siswa, berkurangnya tekanan psikologis dan mereka memiliki
kesempatan untuk menunjukkan kompetensinya.
 Bagi guru, penilaian ini membuat mereka merasa merdeka dalam mengajar, menilai
sesuai dengan kebutuhan siswa, dan situasi kelas/sekolahnya. Hal ini bisa terus
mengembangkan kompetensi profesional guru.
 Bagi sekolah, sekolah menjadi lebih merdeka karena asesmen mempunyai nilai
positif dalam proses dan hasil belajar siswa.
2) Mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter
 Mengganti UN menjadi penilaian kompetensi minimum dan Survei Karakter
dimaksudkan untuk mengurangi tekanan pada guru, siswa, dan orang tua, serta
dianggap kurang optimal sebagai alat untuk memperbaiki mutu pendidikan
nasional.
 Asesmen kompetensi mengukur kompetensi bernalar seperti literasi dan numerasi
yang digunakan untuk menyelesaikan masalah personal maupun profesional yang
mengacu pada praktik pada level internasional seperti Programme for International
Student Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS).
 Survei karakter mengukur aspek implementasi nilai Pancasila di sekolah, seperti
aspek karakter (karakter pembelajar dan karakter gotong royong) dan aspek iklim
sekolah (iklim kebinekaan, perilaku bullying, dan kualitas pembelajaran).
Perubahan ini merupakan proses perbaikan mutu pendidikan

3) Perampingan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


 Perampingan RPP dilakukan untuk mengoptimalkan performance guru.
Sebelumnya RPP memiliki terlalu banyak komponen apabila ditulis dapat mencapai
20 halaman bahkan lebih.
 Saat ini RPP cukup 1 halaman yang memuat tiga komponen inti yaitu tujuan
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian.
 Hal ini dimaksudkan untuk penyederhanaan administrasi dan menghemat waktu
guru, sehingga guru dapat merencanakan dan mengevaluasi proses pembelajaran
secara matang.

4) Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi


 Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi dibuat
lebih fleksibel.
 Rancangan peraturan sebelumnya membagi PPDB sistem zonasi menjadi tiga
yaitu jalur zonasi 80%, jalur prestasi 15%, jalur perpindahan 5%.
 Sedangkan rancangan peraturan terbaru menjadi empat yaitu jalur zonasi 50%,
jalur afirmasi 15%, jalur perpindahan 5%, jalur prestasi 0 – 30%.

Sintaks dan Karakteristik PBL dan PJBL


 PBL (Problem Based Learning)
Menurut Arends (2008: 41), PBL adalah pembelajaran yang menyuguhkan
berbagai situasi masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk invetigasi dan penyelidikan.
Sedangkan Sanjaya ( 2009: 214) juga berpendapat bahwa PBL dapat diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Tujuan : PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep-
konsep pada permasalahan baru/nyata. pengintegrasian konsep Higher Order Thinking
Skills (HOTS), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri, dan
keterampilan.
Adapun HOT menurut Sudiarta (2006) berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
a) Kemampuan menyelesaikan masalah-masalah baru yang non-rutin dan tak
terduga
b) Kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas analisis, sintesis, evaluasi secara
sistematis
c) Kemampuan melakukan berbagai prediksi yang bermanfaat terhadap fenomena
alam dan kehidupan secara orisinil, kritis, dan kreatif.

 Sintaks/Langkah PBL
Sintaks/Langkah PBL adalah sebagai berikut. (Kunandar, 2008: 358)

1. Orientasi peserta didik kepada masalah.


Dalam sintaks ini, peserta didik diberi suatu masalah sebagai titik awal untuk
menemukan atau memahami suatu konsep.
2. Mengorganisasikan peserta didik.
Langkah ini membiasakan peserta didik untuk belajar menyelesaikan
permasalahan dalam memahami konsep.
3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
Dengan langkah ini, peserta didik belajar untuk bekerja sama maupun individu
untuk menyelidiki permasalahan dalam rangka memahami konsep.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya serta memamerkannya.
Peserta didik terlatih untuk mengomunikasikan konsep yang telah ditemukan.
5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Langkah ini dapat membiasakan peserta didik untuk melihat kembali hasil
penyelidikan yang telah dilakukan dalam upaya menguatkan pemahaman
konsep yang telah diperoleh.
Dari langkah-langkah PBL tersebut, dapat meningkatkan pemahaman konsep
mahasiswa. Dikarenakan PBL membiasakan mahasiswa untuk melalui proses-proses
pemecahan/penyelesaian masalah agar dapat memahami konsep yang dipelajari.

 Karakteristik PBL
Amir (2009: 22) menyatakan karakteristik PBL sebagai berikut.

1. Masalah digunakan untuk mengawali pembelajaran.


Dengan demikian, peserta didik merasa tertarik dengan konsep yang dipelajari.
2. Masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan
secara mengambang.
Diharapkan peserta didik lebih mudah menerima konsep dan merasa lebih
bermakna, karena masalah yang digunakan dekat dengannya.
3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk.
Hal ini melatih peserta didik untuk mengembangkan konsep yang diperoleh.
4. Masalah membuat peserta didik tertantang untuk mendapatkan
pembelajaran yang baru.
Peserta didik tentu tidak mudah menyerah dalam mempelajari suatu konsep
apabila mendapat masalah yang menantang.
5. Sangat mengutamakan belajar mandiri.
Kemandirian peserta didik dalam belajar tentu membuat mahasiswa aktif dalam
menemukan ataupun memahami konsep.
6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi.
Dengan berbagai macam sumber pengetahuan yang digunakan, maka peserta
didk mudah untuk mempelajari maupun mengembangkan konsep.
7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif.
Karakteristik ini memungkinkan peserta didik untuk mampu memahami konsep
secara berkelompok, serta mengomunikasikannya dengan orang lain.
Dari 7 karakteristik PBL tersebut, sangat dimungkinkan dapat meningkatkan
pemahaman konsep mahasiswa. Dikarenakan PBL melatih mahasiswa untuk
menemukan, mengembangkan, maupun mengaplikasikan konsep yang dimiliki secara
aktif dari berbagai sumber pengetahuan dengan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.

 PjBL (Project Based Learning)


Project Based Learning adalah model pembelajaran yang mengorganisasi
kelas dalam sebuah proyek (Thomas, 2000, hlmn 1).
Menurut NYC Departement of Education (2009), PjBL merupakan strategi
pembelajaran dimana siswa harus membangun pengetahuan konten mereka sendiri
dan mendemonstrasikan pemahaman baru melalui berbagai bentuk representasi
(hlm. 8).
Sedangkan George Lucas Educational Foundation (2005) mendefinisikan
pendekatan pembelajaran yang dinamis di mana siswa secara aktif mengeksplorasi
masalah di dunia nyata, memberikan tantangan, dan memperoleh pengetahuan yang
lebih mendalam.
Berdasarkan beberapa definisi para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa PjBL
adalah model pembelajaran yang terpusat pada siswa untuk membangun dan
mengaplikasikan konsep dari proyek yang dihasilkan dengan mengeksplorasi dan
memecahkan masalah di dunia nyata secara mandiri.
PjBL dan PBL merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator,
dan siswa bekerja dalam kelompok.
Perrenet, et al (dalam Mills dan Treagust, 2003, hlm. 8) mengungkapkan perbedaan PjBL
dan PBL adalah:
1. Proyek yang dikerjakan siswa relatif membutuhkan waktu yang lama untuk selesai
dibanding pelaksanaan PBL.
2. PjBL menekankan pada application pengetahuan, sedangkan pada PBL siswa
ditekankan untuk acquisition pengetahuan.
3. PjBL biasanya memadukan beberapa disiplin ilmu (mata pelajaran), sedangkan PBL
lebih sering pada satu mata pelajaran atau bisa juga beberapa disiplin ilmu.
4. Manajemen waktu dan pengelolaan dalam mendapatkan sumber informasi pada PjBL
jauh lebih penting dibanding pada PBL
5. Self-direction pada PjBL pun lebih menonjol dibanding pada PBL.

 Sintaks/Langkah PiBL
Tahapan PjBL dikembangkan oleh dua ahli, The George Lucas Education
Foundation dan Dopplet. Sintaks PjBL (Kemdikbud, 2014, hlm. 34) yaitu :

Fase 1 : Penentuan pertanyaan mendasar (start with essential question)


Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat
memberi penugasan siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Pertanyaan disusun dengan
mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah
investigasi mendalam. Pertanyaan yang disusun hendaknya tidak mudah untuk dijawab
dan dapat mengarahkan siswa untuk membuat proyek. Pertanyaan seperti itu pada
umumnya bersifat terbuka (divergen), provokatif, menantang, membutuhkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking), dan terkait dengan kehidupan
siswa. Guru berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para siswa.
Fase 2: Menyusun perencanaan proyek (design project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan
demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.
Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan kegiatan yang dapat mendukung
dalam menjawab pertanyaan penting, dengan cara mengintegrasikan berbagai
materi yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk
membantu penyelesaian proyek.
Fase 3: Menyusun jadwal (create schedule)
Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
1. Membuat jadwal untuk menyelesaikan proyek
2. Menentukan waktu akhir penyelesaian proyek
3. Membawa siswa agar merencanakan cara yang baru
4. Membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan
dengan proyek
5. Meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang cara pemilihan
waktu. Jadwal yang telah disepakati harus disetujui bersama agar guru dapat
melakukan monitoring kemajuan belajar dan pengerjaan proyek di luar kelas.
Fase 4: Memantau siswa dan kemajuan proyek (monitoring the students and
progress of project)
Guru bertanggung jawab untuk memantau kegiatan siswa selama
menyelesaikan proyek. Pemantauan dilakukan dengan cara memfasilitasi siswa
pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas
siswa. Agar mempermudah proses pemantauan, dibuat sebuah rubrik yang dapat
merekam keseluruhan kegiatan yang penting.
Fase 5: Penilaian hasil (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian
standar kompetensi, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing
siswa, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai
siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
Fase 6: Evaluasi Pengalaman (evaluation the experience)
Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi
terhadap kegiatan dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi
dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta
untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan
proyek. Guru dan siswa mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki
kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu
temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada
tahap pertama pembelajaran.
Menurut Doppelt (2005), PjBL yang berkaitan dengan kehidupan nyata siswa
memungkinkan pembelajaran sains dan teknologi kepada siswa dari berbagai latar
belakang. Doppelt (2005) dalam hasil penelitiannya lebih menekankan pada Creative
Design Prosess (CDP). CDP ini memilki enam tahapan, yaitu :
Tahap 1: Merancang tujuan (Design Purpose)
Langkah pertama dalam merancang proses adalah menentukan rancangan masalah.
Tiga langkah penting dalam langkah pertama ini adalah :
a. The Problem and The Need, siswa mendeskripsikan alasan yang memotivasi
mereka untuk memilih proyek. Mereka juga menetapkan masalah dan menentukan
kebutuhan untuk mendapatkan solusi masalah.
b. The Target Clientele and Restrictions, siswa mendeskripsikan target clientele dan
menetapkan pembatasan yang mereka ambil dalam pertimbangan.
c. The design goals, siswa menetapkan permintaan kebutuhan yang mereka harapkan.

Tahap 2: Mengajukan pertanyaan/ inquiry (Field of Inquiry)


Langkah kedua dalam proses desain adalah untuk menentukan bidang penyelidikan di
mana masalah berada. Berdasarkan definisi masalah dan tujuan dari langkah pertama.
Siswa harus meneliti dan menganalisis sistem yang ada yang mirip dengan apa
dikembangkan. Langkah pada tahap 2 termasuk dalam:
a. Information Sources
b. Identification of Engineering, Scientific, and Societal Aspects
c. Organization of the Information and its Assessment

Tahap 3: Mengajukan alternatif solusi (Solution Alternatives)


Mempertimbangkan solusi alternatif untuk rancangan masalah. Langkah ini
memungkinkan siswa untuk membuat keputusan berbagai macam kemungkinan atau
ide kreatif yang tak pernah dicoba sebelumnya. Siswa diberikan saran dan petunjuk
dalam:
a. Ideas Documentation
b. Consider All Factors
c. Consequence and Sequel
d. Other People’s View

Tahap 4: Memilih solusi (Choosing the Preferred Solution)


Memilih salah satu solusi alternatif yang dibuat, pilihan dilakukan dengan
mempertimbangkan gagasan yang didokumentasikan dalam tahap mengajukan solusi
alternatif. Solusi yang dipilih mengikuti kriteria:
a. Mempunyai lebih banyak poin positif dan sedikit poin negatif.
b. Berdasarkan banyak faktor dan pandangan yang mungkin
c. Terlihat solusi yang baik di antara solusi yang lain
d. Memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan masalah.
Tahap 5: Melaksanakan kegiatan (Operation Steps)
Merencanakan metode untuk implementasi solusi yang dipilih misalnya jadwal,
ketersediaan bahan, komponen, bahan, alat dan menciptakan prototype.
Tahap 6: Evaluasi (Evaluation)
Tahap evaluasi terjadi pada akhir proses kegiatan, tujuannya untuk refleksi kegiatan
berikutnya

 Karakteristik PjBL
Menurut Thomas, 2000; Kemdikbud, 2014), dikatakan bahwa terdapat lima kriteria
suatu pembelajaran yaitu sentralitas, mengarahkan pertanyaan, penyelidikan
kontruktivisme, otonomi, dan realistis.
1. The project are central, not peripheral to the curriculum
Kriteria ini memiliki dua corollaries.
 Pertama, proyek merupakan kurikulum. Pada PjBL, proyek merupakan inti
strategi mengajar, siswa berkutat dan belajar konsep inti materi melalui proyek.
 Kedua, keterpusatan yang berarti jika siswa belajar sesuatu di luar kurikulum,
maka tidaklah dikategorikan sebagai PjBL.

2. Proyek PjBL difokuskan pada pertanyaan atau problem yang mendorong


siswa mempelajari konsep dan prinsip inti atau pokok dari mata pelajaran
Definisi proyek bagi siswa harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan
antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya. Proyek biasanya
dilakukan dengan pengajuan pertanyaanpertanyaan yang belum bisa dipastikan
jawabannya (ill-defined problem). Proyek dalam PjBL dapat dirancang secara
tematik, atau gabungan topik-topik dari dua atau lebih mata pelajaran.

3. Proyek melibatkan siswa pada penyelidikan konstruktivisme


Sebuah penyelidikan dapat berupa perancangan proses, pengambilan keputusan,
penemuan masalah, pemecahan masalah, penemuan, atau proses pengembangan
model. Aktivitas inti dari proyek harus melibatkan transformasi dan konstruksi dari
pengetahuan (pengetahuan atau keterampilan baru) pada pihak siswa. Jika aktivitas
inti dari proyek tidak merepresentasikan “tingkat kesulitan” bagi siswa, atau dapat
dilakukan dengan penerapan informasi atau keterampilan yang siap dipelajari,
proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan proyek PjBL
yang dimaksud.

4. Project are sudent-driven to some significant degree


Inti proyek bukanlah berpusat pada guru, berupa teks aturan atau sudah dalam
bentuk paket tugas. Misalkan tugas laboratorium dan booklet pembelajaran
bukanlah contoh PjBL. PjBL lebih mengutamakan kemandirian, pilihan, waktu
kerja yang tidak bersifat kaku, dan tanggung jawab siswa daripada proyek
tradisional dan pembelajaran tradisional.

5. Proyek adalah realistis


Karakterisitik proyek memberikan keotentikan pada siswa. Karakteristik ini boleh
jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan siswa, konteks di mana kerja
proyek dilakukan, produk yang dihasilkan, atau kriteria di mana produk-produk atau
unjuk kerja dinilai. PjBL melibatkan tantangan-tantangan kehidupan nyata, berfokus
pada pertanyaan atau masalah autentik (bukan simulatif), dan pemecahannya
berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang sesungguhnya.

Inovasi Bahan Ajar


Inovasi merupakan suatu kata yang berkaitan dengan temuan-temuan baru sebagai
hasil dari proses berpikir seseorang terhadap masalah-masalah yang ada. Kata inovasi
berasal dari Bahasa Latin yaitu, innovation berarti pembaruan arau perubahan (Kusnandi
2017)
Bahan ajar didefinisikan sebagai segala bentuk bahan, baik tertulis maupun tidak
tertulis, yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses
pembelajaran dan menjadi bahan untuk dipelajari oleh peserta didik dalam rangka
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Bahan ajar berisikan seperangkat
materi yang disusun secara sistematis sehingga guru dan peserta didik dapat
menggunakannya dalam proses pembelajaran (Pannen 2001) dalam suasana dan
lingkungan yang nyaman untuk belajar
Menurut Arif dan Napitupulu (1997), ada beberapa prinsip yang mesti dipegang
dalam memilih bahan ajar.
1. Isi bahan aja hendaklah sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Bahan ajar hendaklah sesuai dengan kebutuhan peserta didik, baik dalam bentuk
maupun tingkat kesulitannya
3. Bahan ajar hendaklah baik dalam penyajian faktualnya
4. Bahan ajar hendaklah benar-benar menggambarkan latar belakang dan suasana yang
dihayati oleh peserta didik.
5. Bahan ajar hendaklah mudah dan ekonomis penggunaannya.
6. Bahan ajar hendaklah cocok dengan gaya belajar peserta didik.
7. Lingkungan dimana bahan ajar digunakan harus tepat sesuai dengan jenis media yang
digunakan.
Contoh Inovasi Bahan Ajar :
1. Handout
Handout merupakan bahan pembelajaran yang sangat ringkas, bersumber dari
beberapa literatur yang relevan terhadap kompetensi dasar dan materi pokok yang
diajarkan kepada peserta didik.
2. Modul
Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat
belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru.
3. Lembar Kegiatan Siswa
Lembar kegiatan siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan
oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk atau langkah-langkah
untuk menyelesaikan suatu tugas.

Sementara bahan ajar menurut sifatnya, dibagi menjadi 4 yaitu :


1. Bahan ajar berbasis cetak
Contohnya: Buku famlet, panduan belajar siswa, bahan tutorial, buku kerja siswa, peta,
charts, foto dari majalah atau koran, dan sebagainya.

2. Bahan ajar berbasis teknologi


Contohnya: Audio Cassette, siaran radio, slide, filmstrips, film, video cassetes, siaran
televisi, video interaktif, tutorial, dam multi media.

3. Bahan ajar yang digunakan untuk praktek / proyek


Contohnya: kits sains, lembar observasi, lembar wawancara

4. Bahan ajar yang digunakan untuk kepeluan interaksi antar manusia


Contohnya : telepon, handphone, video conferencing, dan lain sebagainya
DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. Taufiq. (2009). Inovasi pendidikan melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Arends, Richard I. 2008. Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arif, Zainudin, dan w.p. napitupulu. (1997). Pedoman baru menyusun bahan ajar. Jakarta:grasindo.
Doppelt, Y. (2005). Assessment of project based learning in a mechatronics context. Journal of
Technology Education. Vol 16 no.2: 7-24
George Lucas Educational Foundation. (2005). Instructional module project based learning.
[Online].Diakses dari http://www.edutopia.org/modules/ pbl/project-based-learning
Kemdikbud. (2014). Materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013 tahun ajaran 2014/2015:
Mata pelajaran IPA SMP/MTs. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kunandar. (2008). Guru profesional implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kusnandi. (2017). Model Inovasi Pendidikan Dengan Strategi Implementasi Konsep “Dare To Be
Different.Jurnal Wahana Pendidikan Vol.4 No. 1 Januari, 135.
NYC Departement of Education (2009). Project Based Learning: Inspiring Middle School Student
to Engage in Deep and Active Learning. New York : Division of Teaching and Learning
Office
Pannen, Paulina, dkk. 2001. Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Sudiarta, P. (2006). Pengembangan model pembelajaran berorientasi pemecahan masalah
openended berbantuan LKM untuk meningkatkan pemahaman konsep dan hasil belajar
mahasiswa matakuliah pengantar dasar Matematika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran
UNDIKSHA 39 Nomor 2, April 2006. Singaraja: UNDIKSHA
Thomas, J.W. (2000). A Review of Research on Project Based Learning. California : The Autodesk
Foundation.

Anda mungkin juga menyukai