Anda di halaman 1dari 39

GAMBARAN BEBAN KOGNITIF MAHASISWA PADA

PEMBELAJARAN ONLINE DI UNIVERSITAS JAYABAYA


FAKULTAS PSIKOLOGI

SKRIPSI

Disusun Sebagai Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Pada Fakultas Psikologi Universitas Jayabaya

Disusun Oleh:

Fitri Azizah
2017380150009

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS JAYABAYA

JAKARTA

2021
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...........................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................7

1.3. Tujuan Peneliti...........................................................................................8

1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................................8

1.4.1. Manfaat Teoritis..............................................................................8

1.4.2. Manfaat Praktis................................................................................8

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Beban Kognitif...........................................................................................9

2.1.1. Definisi Beban Kognitif..................................................................9

2.1.2. Katagori Teori Beban Kognitif........................................................10

2.1.3. Efek Teori Beban Kognitif..............................................................16

2.1.4. Beban Kognitif Dalam Pembelajaran Online..................................18

2.1.5. Dimensi Beban kognitif...................................................................19

2.2. Pembelajaran Berbasis Online...................................................................21

2.2.1. Definisi Pembelajaran Berbasis Online...........................................21

2.2.2. Model Pembelajaran Online............................................................24

ii
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian................................................................................28

3.2. Identifikasi Variabel Penelitian.................................................................28

3.3. Definisi Konseptual...................................................................................29

3.4. Definisi Operasional..................................................................................29

3.5. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................30

3.6. Teknik Pengumpulan Data........................................................................31

3.7. Teknik Pengujian Alat Ukur......................................................................32

3.8. Metode Korelasi ........................................................................................36

3.8.1. Gambaran Kuantitatif Beban Kognitif............................................37

DAFTRA PUSTAKA......................................................................................38

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan, dan kualitas

pendidikan juga sangat menentukan kualitas hidup dalam suatu negara, terutama

dalam peningkatan potensi sumber daya manusia. Ekosistem dalam proses

pembelajaran tidak hanya menyimak atau membaca, tetapi juga menuntut

mahasiswa untuk menunjukan antusiasme dalam proses pembelajaran. Selain itu,

lebih mudah untuk mengamati secara langsung isi dari ekosistem tersebut,

sehingga mahasiswa lebih mudah dalam mengaplikasikanya. Situasi sebenarnya

jika hanya menjelaskan tanpa media pembelajaran yang berkaitan dengan materi

akan menyulitkan mahasiswa untuk memahami dan hanya mengingat konsepnya.

Sejak World Health Organization (WHO) menetapkan wabah COVID-19

sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) pada tanggal

30 Januari 2020, dan kasus ini semakin menyebar secara cepat hingga WHO

menetapkan COVID-19 sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020, maka

hampir di seluruh belahan dunia memberlakukan pembelajaran online, untuk

menghambat penyebaran virus Covid-19.

Pembelajaran online adalah istilah luas yang digunakan untuk

menggambarkan berbagai bentuk pembelajaran menggunakan komputer.

Pembelajaran online berlangsung pada komputer yang terhubung ke internet,

mahasiswa dan dosen dipisahkan oleh lokasi, dan mahasiswa belajar pada waktu
yang berbeda (Simonson et. al., 2006), sehingga menempatkan tanggung jawab

yang lebih banyak pada guru untuk memastikan dukungan yang memadai kepada

mahasiswa dalam berbagai cara terutama bagi mereka yang tidak berpengalaman

dalam menggunakan teknologi (Clark et. al., 2005). Efektivitas pembelajaran

jarak jauh dengan fasilitas e-learning terkait pula dengan strategi pembelajaran,

komunikasi, interaksi, keterlibatan, dan sarana penilaian (Simonson et al, 2006).

Agar efektif, desain pembelajaran daring harus menyeimbangkan lingkungan

interaktif yang merangsang dengan tingkat upaya mental pelajar yang dapat

dikelola. Pembelajaran daring dianggap lebih sulit untuk dicapai karena begitu

materi dan tugas mata pelajaran telah diserahkan kepada mahasiswa, dosen

memiliki kontrol yang sangat terbatas atas persepsi siswa dan proses

pembelajaran.

Meskipun pembelajaran online telah menjadi semakin umum, tidak semua

mahasiswa percaya diri dan beberapa mahasiswa masih merasa kurang puas

dengan tidak adanya interaksi tatap muka secara langsung. Meskipun

menggunakan komputer dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik

merasa kurang percaya diri untuk belajar secara online, terutama yang baru

pertama kali. Ratliff (2009) menyatakan bahwa mereka mungkin tidak memiliki

cukup keterampilan belajar dan teknologi yang diperlukan untuk universitas dan

pembelajaran online. Banyak dari mahasiswa ini masih merasa sulit untuk

beradaptasi dan bekerja dengan baik di kelas online universitas karena tuntutan

dan tekanan transisi dari sekolah menengah ke pendidikan tinggi (Chemers, Hu, &

Garcia, 2001).

2
Teori beban kognitif merupakan teori yang digunakan untuk mempelajari

keterbatasan memori kerja dalam menerima dan mengolah informasi baru yang

diperoleh peserta didik, usaha mental yang dimiliki oleh peserta didik dan hasil

belajar peserta didik setelah mempelajari pembelajaran yang sudah disampikan.

Belajar merupakan proses mencari pengetahuan dan meningkatkan keterampilan

yang berkaitan dengan pengetahuan yang dicari (Rusman, 2017). Dalam proses

belajar, siswa berpusat pada kemampuan mental atau kognitifnya untuk dapat

memahami pembelajaran yang dipelajarinya (Nursit, 2015). Di sekolah siswa

banyak menerima informasi, terutama dari mata pelajaran yang bermacam-macam

yang harus dipahami dan dipelajari.

Informasi yang diterima pada dasarnya tidak akan bisa disampaikan dalam

jumlah yang banyak di dalam memori kerja. Hal ini dikarenakan kapasitas

memori kerja sangat terbatas, yaitu hanya beberapa elemen saja yang dapat

diterima (Sweller, 2010). Apabila informasi yang diterima terlalu banyak, maka

akan membebani peserta didik dalam menerima informasi ketika proses

pembelajaran. Akibatnya kapasitas working memory menjadi terbatas sehingga

kemampuan kognitif mahasiswa menjadi terbatas pula.

Kesulitan yang dihadapi ketika belajar dapat diakibatkan oleh beban

kognitif yang tinggi. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan munculnya beban

kognitif berlebih adalah buruknya strategi pembelajaran yang digunakan. Dalam

pembelajaran, bahan ajar yang memiliki dampak positif pada pemahaman dan

pengetahuan akan sangat cocok untuk mengurangi beban kognitif. Strategi

pembelajaran (kerangka instruksional) seharusnya mempertimbangkan kapasitas

3
working memory peserta didik, hal ini sesuai dengan teori pembelajaran kognitif,

dimana belajar terjadi ketika peserta didik secara aktif membangun sebuah

representasi pengetahuan yang koheren dengan kapasitas working memory yang

terbatas. Oleh karena itu perlu proses pembelajaran efektif didalam kelas.

Penerimaan infromasi dan pemprosesannya berhubungan dengan memori jangka

pendek dan memori jangka panjang (Nurwanda et al., 2020). Maka dari itu perlu

strategi pembelajaran ang tepat yuntuk dapat menyampaikan informasi secara baik

dan benar kepada siswa (A. Sadikin, 2018).

Seperti halnya institusi Pendidikan lainnya, dimana pemerintah sudah

menetapkan penerapan pembelajaran online selama masa pandemic Covid-19,

maka Universitas Jayabaya yang terletak di Jakarta juga menerapkan

pembelajaran online selama pandemi. Dalam penelitian ini akan dilakukan

penelitian pada universitas tersebut untuk mengetahui gambaran beban kognitif

mahasiswa Universitas Jayabaya dalam masa pandemi.

Berdasarkan pada uraian di atas maka dengan ini peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “GAMBARAN BEBAN KOGNITIF

MAHASISWA DALAM MASA PANDEMI DI UNIVERSITAS JAYABAYA

FAKULTAS PSIKOLOGI”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran beban kognitif mahasiswa pada

pembelajaran online?”

4
1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran beban kognitif pada

pembelajaran online di Universitas Jayabaya Fakultas Psikologi.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan

dalam kalangan akademisi yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai mahasiswa dalam pembelajaran berbasis online dan menambah

khasanah pustaka kependidikan dan memberikan sumbangan informasi

yang selanjutnya dapat memberi motivasi penelitian tentang masalah

sejenis guna penyempurnaan penelitian ini.

1.4.2. Manfaat praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

mahasiswa agar memperoleh pengetahuan dan masukan mengenai

beban kognitif mahasiswa pada pembelajaran online.

2. Dapat memberikan informasi untuk memperbanyak dan memperdalam

penelitian lebih lanjut mengenai beban kognitif mahasiswa pada

pembelajaran online.

5
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Beban Kognitif

2.1.1. Definisi Beban Kognitif

Beban kognitif merupakan usaha mental yang harus dilakukan dalam

memori kerja untuk memproses informasi yang diterima pada selang waktu

tertentu (Plass, Moreno, dan Brunken, 2010 dalam Yohanes 2016 hlm.187).

Pemrosesan informasi dalam kognitif manusia ini disebut teori pemrosesan

informasi. Teori pemrosesan informasi mengatakan bahwa bagian utama dari

sistem memori yang bekerja dalam memproses informasi adalah memori jangka

pendek (short term memory) dan memori jangka panjang (long-term

memory) (slavin, 2009:216 dalam Yohanes 2016 hlm. 187.

1. Memori Jangka Pendek: Informasi yang dipertahankan hanya sekitar

30 detik dan tidak lebih, kecuali ada pengulangan dalam informasi

tersebut.

2. Memori Jangka Panjang: Informasi yang dipertahankan cenderung

lama dan biasanya tidak ada pengulangan.

2.1.2. Kategori Teori Beban Kognitif

6
Teori beban kognitif telah mengembangkan tiga jenis beban kognitif

yang dapat mempengaruhi peserta didik, yaitu: beban internal, beban

eksternal, dan beban terkait. Saat menentukan keterampilan belajar terbaik

bagi siswa untuk mengoptimalkan hasil belajar, guru harus

mempertimbangkan tiga jenis utama beban kognitif. Konstruksi pola dan

otomatisasi adalah dua proses utama yang terlibat dalam pembelajaran.

Meskipun pola disimpan dalam memori jangka panjang, konstruksi pola

aktual melibatkan penggalian dan manipulasi informasi yang diproses

dalam memori jangka pendek (Sweller 1998). Cara informasi diproses

dalam memori jangka pendek memiliki implikasi penting baik untuk

proses pembelajaran

a. Beban Kognitif Intrinsik (Internal)

Saat mempelajari elemen non-interaktif saja, beban kognitif

intrinsik yang dikenakan pada memori jangka pendek rendah. Oleh

karena itu, karena interaksi elemen yang tinggi, "proses pembelajaran

membaca" memerlukan beban kognitif intrinsik yang lebih tinggi.

Pembelajaran membaca pasti melibatkan banyak unsur yang diproses

secara bersamaan. Kemampuan dan tingkatan siswa sangat bervariasi.

Oleh karena itu, perlu dibedakan isi kognitif batin yang dipelajari.

Misalnya, beban kognitif intrinsik yang terkait dengan rentang

membaca di seluruh kontinum besar bergantung pada jumlah

pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang. Ketika

7
tingkat otomatisasi dalam membaca meningkat, beban kognitif

internal dan elemen interaktif juga menurun.

Clark dkk. (2006) mendefinisikan beban kognitif intrinsik

merupakan pekerjaan psikologis yang dipaksakan oleh kompleksitas

konten. Beban kognitif intrinsik menjelaskan bahwa kompleksitas

informasi beban kognitif intrinsik atau materi pembelajaran

bergantung pada tingkat interaktivitas elemen. Beban kognitif intrinsik

mendefinisikan elemen sebagai segala sesuatu yang diproses sebagai

satu unit dalam memori jangka pendek. Misalnya, orang dewasa akan

mengenali kata-kata seperti "buku", yang akan diproses sebagai satu

elemen dalam ingatan jangka pendek. Namun, untuk orang seperti

anak kecil, sebuah kata hanya dapat mengenali satu kata tetapi tidak

satu kata, kata itu akan memiliki empat elemen. Ini menunjukkan

bahwa unsur-unsur berbeda antar peserta didik. Oleh karena itu,

elemen tersebut dapat berupa arsitektur yang dipelajari atau unit

informasi baru. Beban memori jangka pendek dalam proses

pembelajaran bergantung pada banyaknya elemen yang harus diproses

dalam waktu bersamaan, yang bergantung pada derajat interaksi antar

elemen (Sweller, 1999) Perubahan beban kognitif intrinsik didasarkan

pada derajat interaksi antar elemen dalam materi pembelajaran. Materi

perlu dipelajari secara terpisah, dikatakan bahwa interaksi unsur-

unsurnya rendah. Oleh karena itu, memori jangka pendek dari bahan

ini sangat rendah (Sweller & Chandler 1994).

8
Demikian pula pada materi kompleks, derajat interaksi antar unsur

juga lebih tinggi, karena materi tidak dapat dipelajari secara individu,

sehingga peserta didik perlu mempelajari unsur individu, namun

kecuali jika memahami hubungan antar unsur individu, hal ini tidak

ada artinya. Ini juga dengan jelas menunjukkan bahwa definisi yang

tepat dari elemen juga bergantung pada pembelajaran sebelumnya.

Proses dasar untuk memahami pengetahuan baru melibatkan

pembangunan kembali model yang ada untuk menghasilkan model

lanjutan baru yang berisi pengetahuan baru. Oleh karena itu, untuk

pelajar dengan tingkat teknis yang lebih rendah, proses memperoleh

tugas baru atau menyelesaikan tugas kompleks melibatkan

pemrosesan elemen sebagai unit menjadi beberapa solusi tingkat

rendah, dan kemudian menggabungkannya untuk membentuk solusi

tingkat tinggi (Sweller & Chandler 1994).

Setelah arsitektur dibuat untuk tugas yang kompleks, semua

interaksi terkait akan digabungkan ke dalam arsitektur, dan kemudian

memori jangka pendek memperlakukan arsitektur tersebut sebagai

elemen tunggal, sehingga mengurangi beban memori jangka pendek.

Singkatnya, beban kognitif intrinsikmenggambarkan jumlah interaksi

antara elemen dalam tugas tertentu, dan jumlah interaksi dapat

berbeda dari orang ke orang. Interaktivitas elemen juga tergantung

pada pengetahuan pelajar sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak mungkin untuk mengetahui tingkat interaksi elemen dalam

9
perangkat e-learning hanya dengan menganalisis materi itu sendiri.

Interaksi antar elemen dapat ditentukan oleh jumlah elemen yang

berinteraksi yang harus dipahami siswa (Sweller & Chandler 1994).

Untuk memahami bagaimana orang membuat keputusan pembelajaran

saat menggunakan alat e-learning, penting untuk memahami level

beban kognitif intrinsik yang ditempatkan pada peserta didik.

b. Beban Kognitif Ekstra (Ekstrenal)

Beban kognitif ekstra (BKE) disebabkan oleh desain buku teks

yang tidak tepat (Sweller et al., 1998). Ini diimplementasikan oleh

teknik, prosedur, dan bahan pengajaran yang sebenarnya digunakan

dalam proses pengajaran; contohnya adalah alat e-learning yang

terlalu kompleks di mana pelajar menggunakan upaya etis untuk

memahami alat tersebut, Daripada mempelajari konsep dari alat itu

sendiri. (BKE) dapat mengganggu perolehan pola dan otomatisasi,

sehingga menghambat proses pembelajaran. Selain itu, Sweller (1994)

percaya bahwa (BKE) diatur oleh proses pendampingan,

memungkinkan guru untuk mengubah alat e-learning yang

dikembangkan untuk mengurangi (BKE).

Paas dkk. (2003) Direkomendasikan untuk menggunakan desain

instruksional yang lebih efektif untuk mengurangi (BKE). Sweller dan

Cooper (1985) membuktikan bahwa contoh yang berhasil adalah

metode pengajaran aljabar yang lebih efektif daripada mengurangi

(BKE) peserta didik. Ketika siswa membangun dan memperoleh pola,

10
sangat penting untuk tidak mengekspos memori jangka pendek ke

(BKE) yang tidak perlu. Kalyuga dkk. (2003) berpendapat bahwa

pada titik ini pedoman yang diberikan dapat digunakan untuk

menggantikan rencana yang belum diperoleh. Selain itu, teknologi

yang digunakan dapat berdampak signifikan pada program

pembelajaran dan akuisisi pemula.

Handler dan Sweller (1991; 1992) menggambarkan beban kognitif

ekstra bukan sebagai beban yang melekat dalam pengajaran, tetapi

beban yang dipaksakan oleh desainer instruksional saat menyusun dan

menyajikan informasi. Ketika Beban kognitif ekstra tinggi, Beban

kognitif ekstra menjadi masalah (Paas et al., 2003a; Paas et al.,

2003b). Hal ini karena beban internal dan beban eksternal

ditambahkan bersama-sama, tetapi ketika beban internal rendah, siswa

biasanya menghadapi lebih sedikit kesulitan dalam memahami konten

dasar (Paas et al. 2003a), tetapi perancang pembelajaran harus selalu

cobalah untuk membatasi beban kognitif pada siswa. Untuk

mempelajari materi baru, beban kognitif ekstra siswa ditentukan oleh

desain instruksional alat e-learning.

Oleh karena itu, untuk mengurangi beban kognitif secara

keseluruhan, beban kognitif ekstra perlu diturunkan menjadi beban

kognitif intrinsik. Jika beban kognitif intrinsik rendah, desain

pembelajaran yang salah mungkin tidak menghasilkan banyak

perubahan, karena beban kognitif total tidak mungkin melebihi

11
kemampuan memori jangka pendek individu. Namun, ketika beban

kognitif intrinsik tinggi dan beban eksternal menjadi lebih besar,

desain instruksional akan memainkan peran utama. Biasanya, fokus

utama dari desainer instruksional adalah untuk mengembangkan

metode yang paling tepat untuk organisasi, atau untuk memberikan

informasi kepada pelajar dengan cara terbaik yang

mempertimbangkan banyak faktor. Sweller (1999) menunjukkan

bahwa kendala yang ditimbulkan oleh memori jangka pendek sangat

penting dalam proses desain pembelajaran, oleh karena itu desain

pembelajaran harus dianalisis dari perspektif beban kognitif.

c. Beban Germane (Terkait)

Jenis beban kognitif ketiga adalah beban Jermanik (atau terkait).

Jenis terakhir dari beban kognitif adalah bahwa kapasitas bebas yang

tersisa dalam memori jangka pendek dapat ditransfer dari beban

kognitif ekstra ke akuisisi pola (Sweller et al., 1999). Kognisi Jerman

mencakup proses pembentukan dan penyimpanan pola dalam memori

jangka panjang, yang terkait dengan konstruksi dan otomatisasi

pengembangan pola.

2.1.3. Efek Teori Beban Kognitif

Dapat dianggap bahwa jumlah total beban kognitif yang dibebankan

pada memori jangka pendek oleh ketiga jenis beban kognitif ini bersama-

sama tidak dapat melebihi kapasitas memori jika tidak menjadi kelebihan

12
beban. Jika beban eksternal dapat dikurangi, beban kognitif total dapat

dikurangi dan sumber daya memori jangka pendek dapat dilepaskan.

Diskusi rinci tentang teknik untuk mengukur beban kognitif dalam

kerangka total beban kognitif dapat ditemukan dalam karya Paas et al.

(2003). Oleh karena itu, tujuan alat e-learning harus mengurangi beban

kognitif dalam desainnya untuk mencapai hasil pembelajaran yang lebih

baik. Desain pembelajaran e-learning yang bertujuan untuk menyajikan

informasi dalam berbagai format (seperti diagram dengan teks) mungkin

tidak selalu menjadi proses yang efektif karena beberapa informasi tidak

perlu atau berlebihan.

Redundansi akan menambah beban kognitif dan mengganggu proses

pembelajaran. Gangguan yang disebabkan oleh informasi yang tidak

diperlukan dalam proses pembelajaran disebut efek redundansi. Efek ini

dapat dikenali jika informasi yang sama disajikan dalam bentuk yang

berbeda (Chandler & Sweller 1991). Redundansi biasanya penting untuk

format pembelajaran e-learning. Ketika berhadapan dengan berbagai

sumber informasi yang tidak dapat dipahami secara individual, format

terintegrasi harus dapat secara efektif mengurangi beban kognitif yang

disebabkan oleh gangguan (Yeung et al., 1998). Namun, jika berbagai

sumber informasi dapat dipahami secara terpisah, maka beban kognitif

akan berkurang. Dalam format pembelajaran tidak terintegrasi, siswa dapat

mengidentifikasi satu sumber informasi yang perlu dipahami dan

mengabaikan sumber informasi yang berlebihan. Tujuan alat e-learning

13
hanya untuk memiliki redundansi ketika informasi tidak dapat ditampilkan

sendiri, ketika siswa harus secara mental mengintegrasikan dua atau lebih

sumber informasi yang tidak terkait, dan setiap sumber informasi

bergantung satu sama lain untuk dipahami siswa, perhatian akan

menguraikan teori.

Beban ingatan jangka pendek yang disebabkan oleh kebutuhan untuk

mengintegrasikan secara mental berbagai sumber informasi mengganggu

pembelajaran. Yeung dkk. (1998) membahas hubungan antara terjadinya

attention spillover effect atau dampak dari kelalaian dengan tingkat

profesionalitas siswa. Siswa dengan tingkat pengetahuan profesional yang

rendah mungkin memerlukan beberapa informasi lain untuk dipahami

untuk menghasilkan efek gangguan, sedangkan untuk siswa dengan tingkat

pengetahuan profesional yang lebih tinggi, kebutuhan akan informasi lain

akan menimbulkan efek yang berlebihan. Oleh karena itu, total beban

kognitif menjelaskan bahwa desain bahan ajar yang efektif tidak dapat

didefinisikan secara akurat karena tingkat profesionalitas mahasiswanya.

Kalyuga dkk. (1998), lebih lanjut mengkonfirmasi temuan ini. Dalam

eksperimen tersebut, perhatian yang terganggu digantikan oleh peserta

pelatihan yang memiliki pengetahuan tinggi, sehingga meningkatkan efek

pembelajaran.

2.1.4. Beban Kognitif Dalam Pembelajaran Online

14
Laporan penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran online

membawa lebih banyak beban kognitif kepada peserta didik daripada

pembelajaran tatap muka tradisional, karena berbagai aktivitas yang

melibatkan peserta didik online tidak secara langsung mempromosikan

akuisisi skema dan otomatisasi (Bruggen et al., 2002). Aktivitas kognitif

yang tidak signifikan ini menyebabkan pelajar online menjadi tidak

terbiasa dengan beban kognitif (Eveland & Sharon, 2000). Pembelajaran

online melibatkan aktivitas seperti mengunjungi situs kursus, menjelajahi

materi multi-link, menentukan relevansi antara hyperlink, tersesat di dunia

maya, dan menyelesaikan masalah konektivitas teknis dan Internet, yang

semuanya mengalihkan perhatian pelajar.

Meskipun umum dalam pembelajaran online untuk menampilkan

informasi dalam beberapa halaman web dan dua atau lebih format (seperti

teks, grafik, audio, video, animasi, dll.), Itu dapat menyebabkan efek yang

berlebihan dan meningkatkan eksternalitas pembelajar online. Beban

kognitif (Bruggen et al., 2002). Meskipun aktivitas ini mungkin diperlukan

untuk pembelajaran online yang sukses, mereka bukanlah akuisisi pola dan

otomatisasi (Sweller & Chandler) untuk materi yang akan dipelajari, dan

oleh karena itu dapat meningkatkan beban kognitif yang tidak relevan.

2.1.5 Dimensi Pembelajaran

Untuk mendapatkan pengalaman penting, Marzano (1992)

menerbitkan teori dimensi pembelajaran yang dikembangkan dari hipotesis

15
sesuaikan dengan gaya belajar seseorang belajar dan berpikir. Dimensi

untuk dipelajari dari Marzano (1992) terdiri dari lima dimensi yaitu

attitude and perception, acquire and integrated knowledge, extend and

refine knowledge, use knowledge meaningfully dan habits of mind.

Dimensi pembelajaran ini melangkah lebih jauh berkembang menjadi

kerangka pengajaran dikendalikan oleh meta-analisis instruksi gunakan

kategori pendidikan cukup spesifik dan fungsional untuk meberikan

panduan praktis untuk pembalajaran di kelas. Teori ini mengemukakan

sebagai taksonomi untuk membantu dalam menetapkann educational

learning objectives, kurikulum dan evaluasi. Komponen dasar teori belajar

yang di kembangkan oleh marzano meliputi domain pengetahuan, proses

sistem kognitif dan Self-system. Komponen-komponen ini saling terkait

dimana satu sama lain dalam sistem Self-system mengontrol sistem

metakognitif itu sendiri mengendalikan sistem kognitif. Setiap komponen

juga beroperasi pada pencapaian konten dari setiap area pengetahuan. Atas

dasar ini, membangun kerangka pengajaran berdasarkan dimensi

pembelajaran Proses berpikir. Menurut Paas et al. (2003) dan Kalyuga

(2010), Proses berpikir berkaitan erat dengan aktivitas memori kerja, yaitu

semua proses kongitif apa yang terjadi dengan sengaja, hanya bisa di

tangani sejumlah besar kemungkinan interaksi elemen batasi, tidak lebih

dari dua atau tiga novel interaktif elemen. Memori kerja dapat digunakan

untuk mengukur kemampuan proses kognitif dalam proses pembelajaran.

Namun, jika ada sesuatu yang menggangu sistem kognitif dalam proses

16
belajar, itu adalah pengembangan kemampuan berpikir. Konten khusus,

serta keterampilan sosial peserta didik.

Di Kelas eksperimen pembelajaran mengadopsi kerangka mengajar

berdasarkan dimensi pembelajaran (Marzano, 1992) dan memperhatikan

hal-hal berikut: (a) Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan

dan menyajikan materi berdasarkan konteks (dimensi 1:attitude and

perception); (b) Materi di rancang untuk mempromosikan peserta didik

mencari,mengatur , dan mengintegrasikan pengetahuan (dimensi acquire

and integrated knowledge); (c) menggunakan sasaran kinerja yang

mencakup kata kerja operasional merangsang pengetahuan sebelumnya

(dimensi 2 acquire and integrated knowledge); (d) memberikan

kesempatan peserta didik untuk mengubah pengetahuan yang diterima ke

dalam bentuk atau contoh lain (dimensi 3 extend and refine knowledge);

dan (e) memberikan kesempatan peserta didik menerapkan pengetahuan

mereka dengan mengajukan pertanyaan baru (dimensi 4 use knowledge

meaningfully) .

2.2. Pembelajaran Berbasis Online

2.2.1. Definisi Pembelajaran Berbasis Online

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa dan sumber

belajar dalam suatu lingkungan belajar termasuk guru dan siswa yang

bertukar informasi. Menurut Departemen Pendidikan, “Dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang ketentuan Pasal 1 ayat 20 KUHP,

17
pembelajaran merupakan proses interaktif antara peserta didik dan

pendidik, serta merupakan sumber belajar dalam lingkungan belajar”.

Media pembelajaran merupakan alat, metode, dan teknik yang membuat

komunikasi menjadi lebih efektif, serta interaksi antara guru dan siswa

dalam proses pendidikan dan pengajaran sekolah. Menurut Tafiardi.

(2005) Secara umum, pembelajaran online adalah pembelajaran yang

dilakukan secara elektronik dengan menggunakan media dan jaringan

berbasis komputer, sedangkan online mengacu pada akses kita ke internet

atau dunia maya melalui berbagai akun media sosial yang dapat saling

bertukar informasi. Pembelajaran online adalah pembelajaran langsung

antara guru dan siswa tanpa tatap muka, tetapi dilakukan secara online.

Pembelajaran dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh.

Darin E. Hartley (2001) mengungkapkan bahwa e-Learning

merupakan suatu jenis pengajaran dan pembelajaran yang memungkinkan

penggunaan internet, intranet atau lainnya media jaringan komputer

memberikan bahan ajar kepada siswa. Seperti Glossary (2001) menyatakan

bahwa e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi

elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet atau

jaringan komputer. Menurut Udan dan Weggen (2000) mengungkapkan

bahwa e-Learning merupakan bagian dari pembelajaran jarak jauh,

sedangkan on-line merupakan bagian dari e-Learning. Aplikasi dan proses

seperti computerbased learning, web-based learning, virtual classroom

merupakan istilah lain dari e-Learning, sedangkan pembelajaran on-line

18
merupakan bagian dari pembelajaran berbasis teknologi yang

memanfaatkan sumber daya internet, intranet, dan extranet.

Moore, J. L., Dickson-Deane, C., & Galyen, K. (2011). Pembelajaran

yang menggunakan jaringan internet dengan aksesibilitas, konektivitas,

fleksibilitas, dan kemampuan untuk memunculkan berbagai jenis interaksi

pembelajaran merupakan pembelajaran daring. Menurut Zhang et all.

(2004) penggunaan internet dan teknologi multimedia mampu merombak

cara penyampaian pengetahuan dan dapat menjadi alternatif pembelajaran

yang dilaksanakan dalam kelas tradisional. Pembelajaran yang mampu

mempertemukan mahasiswa dan dosen untuk melaksanakan interaksi

pembelajaran dengan bantuan internet merupakan pengbelajaran daring

(Kuntarto, E. 2017). Ada tataran implementasi, pembelajaran online

membutuhkan dukungan perangkat mobile, seperti smartphone atau ponsel

Android, laptop, komputer, tablet, dan iPhone, yang dapat digunakan

untuk mengakses informasi kapan pun dan di mana pun (Gikas dan Grant,

2013). Universitas selama periode WFH perlu memperkuat pembelajaran

online (Darmalaksana, 2020). Sejak beberapa tahun terakhir, pembelajaran

online telah menjadi permintaan di sektor pendidikan (He, Xu dan Kruck,

2014). Pembelajaran online (Pangondian, R.A., Santosa, P.I., & Nugroho,

E., 2019) sangat dibutuhkan dalam pembelajaran di era Revolusi Industri

4.0.

Dalam penelitian ini, definisi pembelajaran online yang akan dipakai

adalah definisi dari Tafiardi (2005) yang mengatakan bahwa pembelajaran

19
online adalah pembelajaran yang dilakukan secara elektronik dengan

menggunakan media dan jaringan berbasis komputer, sedangkan online

mengacu pada akses kita ke internet atau dunia maya melalui berbagai

akun media sosial yang dapat saling bertukar informasi. Pembelajaran

online adalah pembelajaran langsung antara guru dan siswa tanpa tatap

muka, tetapi dilakukan secara online. Pembelajaran dilakukan melalui

pembelajaran jarak jauh. (Sofyana & Abdul. 2019).

2.2.2. Model Pembelajaran Berbasis Online

Menurut Haughey (2005) model pembelajaran E-learning ada tiga

kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet

yaitu:

1. Web Course

Dengan adanya internet dapat berguna untuk keperluan pendidikan,

adanya internet antara siswa dengan pengajar tidak memerlukan tatap

muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan latihan, ujian

dan kegiatan pembelajaran lainya disampaikanmenggunakan internet.

Dengan kata lain model ini menggunakan jarak jauh.

2. Web centric course

Internet menggunakan kombinasi pembelajaran jarak jauh dan tatap

muka, dan fungsinya saling melengkapi. Dalam mode ini, pengajar

dapat memberikan panduan kepada siswa dan membiarkan mereka

menggunakan materi pembelajaran online mereka sendiri. Juga pandu

siswa untuk menemukan informasi lain dari situs terkait. Di antara

20
pendidik dan siswa secara tatap muka, terdapat lebih banyak diskusi

tentang penemuan materi melalui penelitian Internet.

3. Web enhanced course

Penggunaan Internet untuk mendukung peningkatan kualitas

pembelajaran di kelas. Fungsi internet adalah menyediakan

komunikasi yang kaya antara siswa dan guru, teman sekelas, anggota

kelompok atau siswa dan sumber lainnya. Dalam hal ini guru perlu

berperan untuk menguasai teknologi pencarian informasi di internet,

membimbing siswa untuk mencari dan menemukan website yang

berkaitan dengan materi pembelajaran, serta menampilkan materi

yang menarik dan menarik melalui internet.

Aplikasi Google Kelas merupakan aplikasi gratis dan familiar.

Menurut Arizona (2020: 66), pembelajaran online melalui penggunaan

media ruang kalibrasi gosgle memungkinkan guru dan siswa memberikan

materi pembelajaran (seperti slide, e-book, video pembelajaran, pekerjaan

rumah (mandiri atau kelompok), dan penilaian. Guru dan siswa dalam

aplikasi dapat berinteraksi melalui forum diskusi (aliran informasi) terkait

dengan masalah substantif dan proses pembelajaran interaktif. Hal ini

memungkinkan panggilan konferensi video. Berdasarkan hasil penelitian

Sabran dan Sabara (2018), pembelajaran dengan menggunakan media

Google Classroom secara keseluruhan cukup efektif dengan tingkat

kecenderungan sebesar 77,27%. Hasil penelitian mengenai penggunaan

media Google Classroom juga dilakukan oleh Sari pada tahun 2019,

21
dimana hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa efektifitas

pembelajaran dipengaruhi oleh kemudahan, kemanfaatan, dan kualitas

layanan Google Classroom.

Menurut Dabbagh & Ritland (dalam Arnesi & Hamid), pembelajaran

online merupakan sistem pembelajaran yang terbuka dan tersebar luas.

Melalui penggunaan alat pengajaran teknologi berbasis internet dan

berbasis web (alat bantu pendidikan), tindakan dan interaksi yang

bermakna dapat mendorong pembentukan proses pembelajaran dan

pengetahuan. Saat ini pembelajaran online telah dijadikan sebagai solusi

untuk mengatasi pandemi COVID-19. Oleh karena itu, pembelajaran

online dapat memudahkan siswa dan guru untuk berkomunikasi dan

berinteraksi satu sama lain dalam lingkup pembelajaran jarak jauh separti:

a. Kegiatan belajar tidak terbatas pada jarak, waktu dan lokasi.

b. Guru dan siswa dapat mengikuti perkembangan teknologi saat ini.

c. Internet dapat digunakan sebagai sumber belajar, karena sumber

belajar tidak harus berasal dari guru dan buku saja.

Pembelajaran online membutuhkan perangkat berupa smartphone atau

komputer yang terhubung dengan internet. Namun, terkadang baik guru

maupun siswa tidak dapat memenuhi persyaratan minimum untuk

peralatan yang diperlukan, yang akan berdampak pada keberlanjutan

proses pembelajaran (Acep, 2020). Batasan atau kendala dalam

pembelajaran online yaitu:

a. Kesulitan dalam akses internet (sinyal)

22
b. Siswa mengalami kesulitan belajar mandiri dalam memahami matematika.

c. Kesulitan teknis dalam menggunakan media sosial (seperti ponsel)

Permasalahan yang dikeluhkan orang tua, guru dan siswa selama proses

pembelajaran matematika online ini masih mengalami banyak penguraian.

Menurut Windhiyana (2020: 3) salah satu kelebihan pembelajaran online

adalah dapat meningkatkan derajat interaksi antara mahasiswa dengan

dosen atau guru, pembelajaran dapat dilakukan dimana saja, kapan saja

(fleksibilitas waktu dan tempat), dan bisa dalam jangkauan luas, dan bisa

lebih mudah meningkatkan dan menyimpan materi pembelajaran.

Keuntungan menggunakan pembelajaran online adalah pembelajaran

bersifat mandiri dan sangat interaktif, yang dapat meningkatkan tingkat

memori dan memberikan pengalaman belajar yang lebih banyak,

sedangkan teks, audio, video dan animasi semuanya dapat digunakan untuk

menyampaikan informasi, dan dapat dengan mudah untuk berkomunikasi,

memperbarui konten, mengunduh, siswa juga dapat mengirim email ke

siswa lain, mengirim komentar di forum, menggunakan ruang obrolan, dan

menautkan konferensi video untuk berkomunikasi secara langsung

2.2.3 Kerangka Berpikir Penelitian

DOSEN MAHASISWA

23
PROSES
PEMBELAJARAN

MEDIA

KENDALA/BEBAN
Menurut Sakaran dalam Sugiyono (2018, hlm. 60) kerangka berfikir
KOGNITIF
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka
berpikir yaitu suatu intisari dari teori yang dikembangkan yang dapat mendasari
perumusan hipotesis. Teori yang dikembangkan akan memberikan jawaban
terhadap pendekatan pemecahan masalah yang menyatakan hubungan antar
variabel berdasarkan pembahasan teoritis. Dengan adanya pandemi COVID-19
mengharuskan semua kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah terpaksa
harus dilakukan di rumah masing-masing karena tidak mendukungnya kondisi
pembelajaran yang dilakukan di sekolah, maka dari itu guru menggunakan sistem
pembelajaran daring. Dalam hal ini mengakibatkan terhambatnya suatu proses
pembelajaran yaitu adanya ketidaksesuaian harapan dari proses pembelajaran
karena ketika melihat kondisi yang terjadi di lapangan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan sistem daring tidak seefektif ketika melaksanakan
pembelajaran di kelas.
Dalam penelitian ini dilakukanlah analisis beban kognitif mahasiswa dalam
pembelajaran online yang dilaksanakan. Sekaligus melihat beberapa kendala yang
dialamai mahasiswa

BAB III

24
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yang dimana jenis

penelitian ini menggunakan rancangan penelitian berdasarkan pada

prosedur statistic atau dengan cara mengukur variable penelitiannya.

Menurut Suprapti (2001:80) alat ukur dalam penelitian kuantitatif

adalah berupa kuesioner dan data yang didapatkan merupakan jawaba dari

mahasiwa terhdapat pertanyaan atau setiap butir yang diajukan sebagai

pertanyaan

3.2. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan sesuatu yang dijadikan sebagai objek

pengamatan dalam penelitian dan merupakan faktor-faktor yang memiliki

peran dalam peristiwa atau gejala yang terjadi. Ciri dari variabel penelitian

yakni variabel memiliki nilai yang berbeda, membedakan antar objek, dan

harus mampu untuk terukur. Penelitian ini meneliti satu variabel. Adapun

variabel yang akan diteliti adalah variabel bebas.

3.3. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan penjelasan dari unsur penelitian

mengenai karakteristik masalah yang akan diteliti. Pada sub bab ini di

jelaskan batasan mengenai konsep penelitian berdasarkan dari landasan

25
teori dan penjelasan pada bab sebelumnya. Berikut merupakan definisi

konseptual dalam penelitian ini.

a. Beban Kognitif

Beban dalam melakukan tugas-tugas tertentu yang memaksa sistem

kognitif mahasiswa.

b. Pembelajaran Online

Pembelajaran yang dilakukan secara elektonik dengan menggunakan

media dan jaringan berbasis computer, sedangkan online mengacu

pada akses kita ke internet atau dunia maya melalui berbagai akun

media social yang dapat saling bertukar informasi. Pembelajaran

online adalah pembelajaran langsung antara dosen dan mahasiswa

tanpa tatap muka, tetapi dilakukan secara online.

3.4. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan mengenai variabel yang

dijelaskan sebelumnya berdasarkan karakteristik dari variabel yang akan

diteliti. Definisi operasional pada penelitian ini adalah beban dalam

melakukan tugas-tugas tertentu yang memaksa sistem kognitif mahasiswa

dalam pelaksanaan pembelajaran online. Pengukuran beban kognitif

mencakup aspek beban kognitif intrinsik, ekstra, dan germane (terkait)

pada kondisi mahasiswa yang mengalami pelaksanaan pembelajaran yang

dilakukan secara elektronik dengan menggunakan media dan jaringan

berbasis computer, memiliki akses ke internet dan dapat saling bertukar

26
informasi. Dilakukan secara langsung antara dosen dan mahasiswa tanpa

tatap muka, tetapi secara online.

3.5. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek

yang diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2018). Populasi pada penelitian

ini adalah mahasiswa semester awal sampai dengan semester akhir

Fakultas Psikologi Universitas Jayabaya dan target berjumlah

sebanyak 90 orang.

b. Sampel Jenuh (Sampel Sensus)


Pengertian sampel menurut Sugiyono (2012:73) adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut sampel

yang diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representative

(mewakili). Ukuran sampel merupakan banyaknya sampel yang akan

diambil dari suatu populasi. Menurut Arikunto (2012:104) jika jumlah

populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya diambil

secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebih besar dari 100 orang,

maka bisa diambil 10-15% atau 20-25% dari jumlah populasinya.

Berdasarkan penelitian ini karena jumlah populasinya tidak lebih

besar dari 100 orang responden, maka penulis mengambil 100%

jumlah populasi yang ada pada DISKOMINFO yaitu sebanyak 90

orang responden. Dengan demikian penggunaan seluruh populasi

27
tanpa harus menarik sampel penelitian sebagai unit observasi disebut

sebagai teknik sensus.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah Skala

Beban Kognitif yang di adaptasi dari Cognitive Load Questionnaire yang

dikembangkan oleh Leppink, Paas, Gog, dan Marrienboer (2014). Skala

Beban Kognitif terdiri atas 12 butir dengan 7 skala (1 = sangat rendah

sampai 7 = sangat tinggi). Komponen ICL (Instrinsic Cognitive Load)

ditinjau dari kemampuan memproses informasi, ECL (Extraneous

Cognitive Load) ditinjau dari usaha mental dalam perkuliahan, dan GCL

(Germane Cognitive Load) ditinjau dari hasil belajar.

Proses pengumpulan data penelitian dilakukan berbasis online,

responden mengisi kuesioner beban kognitif melalui google from (bit.ly)

yang telah diedarkan. Hal ini sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan di

masa pandemic covid-19.

3.7. Teknik Pengujian Alat Ukur

Penelitian menggunakan beberapa validitas, yaitu:

1. Uji validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan

pengambilan data. Validitas mengacu pada kebenenaran dan

kesesuaian data yang diperoleh. Uji validitas yang dilakukan pada

28
penelitian ini yakni pada saat tahap pemberian kuisioner pada objek

mahasiswa.

Peneliti menggunakan beberapa validitas, yaitu:

a. Face Validity dan Loical Validity

Setelah item-item dianggap layak secara tampilannya (tampang),

dilakukan analisis lanjutan berupa validitas Lois yaitu prosedur

penilaian isi item melalui penilaian yang bersifat kuantitatif oleh

panel ahli.

b. Validitas Konstrak (Cunstruc validity)

Validitas konstrak ditentukan oleh koefisien validitas yang diukur

dengan korelasi Product Moment dari Pearson, yang dirumuskan

sebagai berikut:

n ∑ xy -( ∑ x) ( ∑ y)
r xy = 2 2
√ {N. ∑ x -( ∑ x)² } {N. ∑ Y -( ∑ y)²}

Keterangan:

rxy = Koefisien Korelasi

N = Jumlah Respondenn

X = Nilai perbutir

Y = Total nilai kuesioner masing-masing responden

Analisa item diperlukan untuk mengetahui apakah alat ukur

digunakan memiliki item-item yang baik, yaitu apakah item-item

dalam alat ukur dapat dimengerti oleh subjek penelitian.

29
2. Uji reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui

sejauh mana pengukuran data yang dilakukan terpercaya dan tidak

berubah konsistensinya jika dilakukan berulang. Uji reliabilitas

digunakan untuk mengunci data yang diperoleh dari hasil kuisioner.

Dimensi Indikator
1.
2.
3.
4.
5.
Beban Internal
6.
7.
8.
9.
10.
1.
2.
3.
4.
Beban Eksternal 5.
6.
7.
8.
9.
10.
Beban Terkait 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

30
9.
10.
11.
Pengujian reliabilitas alat ukur menggunakan rumus Alpha cronbach,

dengan bantuan program SPSS 21.0. Dengan rumus sebagai berikut:

a=
k
(1
∑ sj² )
k-1 sx²

Keterangan:

α   = koefisien reliabilitas

k   = jumlah item

sj 2 = σ 2xi  = kuadrat varians belahan

sx 2 = σ 2t  = kuadrat varians skor tes

Tiga jenis beban kognitif, yaitu: beban internal, beban eksternal, dan

beban terkait.

Tabel 3.2
Distribusi Penyebaran Item Skala Resiliensi
 

3.8. Metode Analisa Data

Untuk mencar gambaran resiliensi diperoleh dari nilai rata-rata

(mean) yang dalam statistic disebut mean arimetrik (M). Mean tersebut

kemudian dibandingkan dengan cara mengelompokkan Internal Protective

Factors (karakteristik individu yang memfasilitasi resiliensi) dan

Environmental Protective Factors (karakteristik keluarga, komunitas

31
sekolah, dan kelompok sebaya yang mendorong resiliensi). Rumus M

adalah sebagai berikut (Hadi S, 2011):

Rumus Mean:

M= ∑ xn
n

Keterangan:

M = rata-rata (mean)

n = jumlah subjek

∑ xn = total skor seluruh subjek pada item

Rumus standar deviasi:


N

∑ (Xi-μ)²
i=1

Dimana:

μ = rata-rata populasi

N = jumlah data populasi

32
DAFTAR PUSTAKA

Adit, A. (2020).12 Aplikasi Pembelajaran Daring Kerjasama Kemendikbud.


Jakarta: Kompas.com.

Ali, S. (2018). Penerapan Jurnal Belajar Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar


Mahasiswa Pada Mata Kuliah Dasar-Dasar Dan Proses Pembelajaran
Biologi. Jurnal Ilmiah Pendidikan: Universitas Jambi.

Arizona, K. et.all. (2020). Pembelajaran Online Berbasis Proyek Salah Satu Solusi
Kegiatan Belajar Mengajar di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah
Profesi Pendidikan.

Bandura, A. (1997). Self Efficacy – The Exercise of Control (Fifth Printing,


2002). W.H. Freeman & Company: New York

Bruggen, J. M., Kirschner, P. A., & Jochems, W. (2002). External Representation


of Argumentation in CSCL and the Management of Cognitive Load.

Brunken, R., Plass, J., & Leutner, D. (2003). Direct measurement of cognitive
load in multimedia learning. Educational Psychologist.

Chandler, P., & Sweller, J. (1991). Cognitive Load Theory and the Format of
Instruction. Journal Cognition & Instruction.

33
Chang, S. L., & Ley, K. (2006). A learning strategy to compensate for cognitive
overload in online learning: learner use of printed online materials. Journal
of Interactive Online Learning.

Chemers, M. M., Hu, L.-t., & Garcia, B. F. (2001). Academic self-efficacy and
first year college student performance and adjustment. Journal of
Educational Psychology.

Clark, R. C., Nguyen, F., & Sweller, J. (2005). Efficiency in learning: Evidence
based guidelines to manage cognitive load.

Dewi, W.A.F. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Implementasi Pembelajaran


Daring di Sekolah Dasar Edukatif. Jurnal Ilmu Pendidikan. 2(1).
[Online]Tersedia : https://edukatif.org/index.php/edukatif/article/view/89
diakses pada tanggal 25 Juni 2020.

Eveland, W. P., Jr., & Sharon, D. (2000). Examining information processing on


the World WideWeb using think aloud protocols. Media Psychology.
Gerjets, P., & Scheiter, K. (2003). Goal configurations and processing strategies
as moderatorsbetween instructional design and cognitive load: Evidence
from hypertext-basedinstruction. Educational Psychologist.

Hamdani, A.R & Priatna, A. (2020). Efektifitas Implementasi Pembelajaran


Daring (Full Online) Dimasa Pandemi Covid-19 pada Jenjang Sekolah
Dasar di Kabupaten Subang. Jurnal Ilmiah PGSD STKIP Subang.

Harter, S. P. (1986). Online information retrieval: Concepts, principles and


techniques. Orlando, FL: Academic Press.

Hartono, D. R. (2012). Pengaruh efikasi diri (Efikasi Diri) Terhadap Tingkat


Kecemasan Mahasiswa Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
https://jipp.unram.ac.id/index.php/jipp/article/download/111/99.

Kurniawati, A. (2015). Pengaruh Efikasi Diri, Minat Kerja Dan Bimbingan Karir
Terhadap Kesiapan Program Kerja Siswa Kelas XI Program Keahlian
Akuntansi SMK 1 Kendal Tahun Ajaran 2014/2015. Universitas Negeri
Semarang.

Kalyuga S. 2010. Schema Acquisition and Source of Cognitive Load. Dalam


Plass, J.L., Moreno, R., & Brünken, R. (Eds.), Cognitive Load Theory (hlm.
48-64). Cambridge: Cambride University Press.

Li, S. (2003). The format-shifting dilemma in distance education. Quarterly


Review of Distance Education.

34
Marzano, R.J, Pickering, D. & McTighe, J. (1993). Assessing Studet Outcomes:
Performance Assessment Using The Dimensions of Learning Model ERIC.

Moore, J. L., Dickson-Deane, C., & Galyen, K. (2011). E-Learning, online


learning, and distance learning environments: Are they the same? Internet
and Higher Education. https://doi.org/10.1016/jiheduc.2010.10.001.

Moreno, R., Park, B., Plass, J.L., & Brunken, R. (2010). Cognitive load theory. In
Historical Development and Relation to Other Theories, Dalam. Cognitive
load theory. Cambridge: Cambridge University Press.

Morrison, G. R., & Anglin, G. J. (2005). Research on cognitive load theory


Application to e-Learning. Educational Technology, Research and
Development.

Ningsih, W. F., & Hayati, I. R. (2020). Dampak Efikasi Diri Terhadap Proses
Dan Hasil Belajar Matematika. Journal On Teacher Education.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Novita Arnesi Dan Abdul Hamid K, Penggunaan Media Pembelajaran Online-


Offline Dan Komunikasi Interpersonal Terhadap Hasil Belajar Bahasa
Inggris. Jurnal Teknologi Informasi & Komunikasi Dalam Pendidikan.

Nurwanda, Y., Milama, B., & Yunita, L. (2020). Beban Kognitif Siswa Pada
Pembelajaran Kimia Di Pondok Pesantren. Jurnal Inovasi Pendidikan
Kimia. 14(2), 2629-2641.

Prahara, S. A., & Budiyani, K. (2019). Pelatihan Efikasi Diri Guru: Efikasi Diri
Akademik Dan Prestasi Belajar Mahasiswa.

Ratliff, N., Bagnell, J. A., & Zinkevich, M. (2006). Maximum margin planning. In
Twenty second international conference on machine learning (ICML06).

Saade, R. G., & Kira, D. (2009). Computer Anxiety in E-Learning: The Effect of
Computer Self-Efficacy. Journal of Information Technology.

Sabran & Sabara, E. (2018). Keefektifan Google Classroom sebagai Media


Pembelajaran. Prosiding Seminar Nasional Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Makassar. [Online]
Tersedia:https://ojs.unm.ac.id/semnaslemlit/article/view/8256 diakses pada
tanggal 16 Juni 2020.

35
Savita, V. (2020). Pengaruh Empowerment, Self Efficacy, Dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Dan
Penataan Ruang Kabupeten Pacitan.

Shapiro, A. M., & Niederhauser, D. S. (2004). Chapter 23 learning from


hypertext: research issues and findings. In D. H. Johassen (Ed.), Handbook
of Research on Educational Communications and Technology (2nd ed., pp.
605-620).

Simonson, Michael. (2006). Equivalency theory and distance education.


Techtrends. Journal Education 43: 5-8.

Singhal T. A review of coronavirus disease2019 (COVID-19). Indian J Pediatr.


2020; 87(4):281-6.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.


Bandung: Alphabeta

Sweller, J., Merrienboer, J. J. G. v., 1959, & Paas, F. G. W. C. (1998). Cognitive


architecture andinstructional design. Educational Psychology Review.

Tafiardi. 2005. Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui E-Learning. Jurnal


Pendidikan Penabur. Vol. 4(4): 85-97

Tomra, W. S., & Ishak, H. (2019). Pengurangan Beban Kognitif Untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa SMA.

Zhang T, Wu Q, Zhang Z. Probable pangolin origin of SARS-CoV-2 associated


with the COVID-19 outbreak. Curr Biol. 2020; 30(7):1346-51.

Zhou P, Yang XL, Wang XG, Hu B, Zhang L, Zhang W, et al. A pneumonia


outbreak associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature.
2020; 579(7798):270

36

Anda mungkin juga menyukai