Anda di halaman 1dari 30

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

“PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA


SISWA PADA PEMBELAJARAN DARING DAN TATAP MUKA
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING-
PROMPTING”

Oleh :
Ninda Kristin (1713150004)

Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Indonesia
2021
DAFTAR ISI

BAB I..............................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Indetifikasi Masalah............................................................................5
C. Pembatasan Masalah............................................................................5
D. Perumusan Masalah.............................................................................5
E. Tujuan Penelitian.................................................................................6
F. Manfaat Penelitian...............................................................................6
BAB II............................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................8
A. Kajian Teoritis.....................................................................................8
B. Penelitian Relevan.............................................................................11
C. Kerangka Berpikir.............................................................................11
D. Pengajuan Hipotesis..........................................................................12
BAB III.........................................................................................................15
METODE PENELITIAN.............................................................................15
A. Desain Penelitian...............................................................................15
B. Teknik Pengumpulan Data................................................................15
C. Teknik Validasi Instrumen Penelitian...............................................16
D. Teknik Analisis Data Penelitian........................................................18
BAB IV.........................................................................................................24
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN.........................................................24
A. Jadwal Kegiatan Penelitian................................................................24
B. Biaya Kegiatan...........................................................................................24

i
i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tidak bisa lepas dari pendidikan. Pendidikan
merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap
negara (Yuli Sectio Rini, 2012). Ada pun menurut Rima Permata
Sari, Holilulcloh (2015), melalui pendidikan orang dapat menjadi
pandai, cerdas, rasional, kritis dan mempunyai kepribadian yang
mantap serta cepat beradaptasi.
Dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih
menggunakan sistem belajar tatap muka. Akan tetapi, sejak 17 Maret
2020 pelaksanaan pendidikan di Indonesia saat ini mengalami
beberapa perubahan yang disebabkan oleh penyebaran virus Covid-
19 yang semakin cepat. Sehingga untuk mencegah penyebaran virus
Covid-19 yang dikutip dari kemendikbud.go.id dalam surat edaran
Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 dan ditanda tangani oleh menteri
pendidikan yaitu Nadiem berisikan tentang pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar saat ini akan dilaksanakan dengan sistem online
atau sistem dalam jaringan (daring) dari rumah dengan
menggunakan berbagai elektronik learning. Sehingga seluruh mata
pelajaran di sekolah harus diajarkan melalui pembelajaran daring
tanpa terkecuali mata pelajaran matematika.
Kemudian, pada Agustus 2020, Nadiem terlebih dulu
mengizinkan sekolah di zona kuning dan hijau untuk melakukan
pembelajaran tatap muka Meskipun pembukaan sekolah di zona
hijau dan kuning dilakukan dengan sejumlah syarat, seperti harus
mendapat izin pemerintah daerah hingga orang tua dan sekolah-
sekolah itu wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat untuk
meminimalisasi penyebaran virus corona dikutip dari web site
cnnindonesia.com. Berdasarkan observasi dan wawancara yang saya
lakukan dengan guru matematika pada saat pengabdian kepada
masyarakat di SMK Setih Setio 2 Muara Bungo, Jambi sekolah
tersebut mulai menggunakan sistem belajar daring pada tanggal 23
Maret 2020 dengan bantuan aplikasi whats app , google class room,
dan zoom meeting. Dimana kelebihan dari aplikasi whats app ialah
aplikasi berbasis pesan yang memudahkan kita untuk bertukar pesan
tanpa dikenai biaya sms, karena whats app memanfaatkan akses
internet. Sehingga dengan whats app kita dapat mengirimkan file
dokumen, file foto, video call, lokasi GPS dan lain- lain. Aplikasi
whats aap juga memiliki fasilitas broadcast dan group. sehingga

1
memudahkan guru untuk mengkondisikan siswa 1 kelas dalam satu
grup (Shodiq & Zainiyati, 2020). Lalu, kelebihan dari google class
room bisa menjadi sarana distribusi tugas, submit tugas bahkan
menilai tugas-tugas yang dikumpulkan (Islam et al., 2018).
Sedangkan kelebihan yang dimiliki aplikasi zoom meeting adalah
proses pembelajaran dapat dilakukan secara tatap muka, siswa juga
dapat melihat penjelasan maupun diskusi melalui fitur chat dan
sharing layar maupun papan tulis dari guru. Kemudian, pada bulan
Agutus - pertengah oktober SMK Setih Setio 2 mulai membuka
pembelajaran tatap muka sesuai dengan kebijakan baru dan syarat-
syarat yang telah diberikan Kemendikbud. Akan tetapi, ketika
pertengah bulan oktober diharuskan daring kembali dikarenakan
penyebaran covid di daerah Muara bungo, Jambi yang bertambah
dengan pesat. Dengan ketidakpastian proses pembelajaran di sekolah
ini dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Selain itu juga, hasil
observasi dengan guru matematika di SMK Setih Setio 2 guru
menyatakan bahwa hasil belajar atau prestasi belajar peserta didik
ketika daring lebih menurun dibandingkan pada saat belajar tatap
muka dikarenakan kurangnya minat belajar mereka yang dapat kita
lihat dari siswa sangat malas mengumpulkan atau mengerjakan tugas
yang di berikan terutama pada mata pelajaran matematika.
Matematika adalah sebagai sumber dan ilmu yang lain.
Karena matematika merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan,
itulah sebabnya matematika sangatlah penting dipelajari dan dikaji
lebih lanjut dalam ilmu pendidikan sekarang ini (Nursalam, 2016 &
Fallis, 2013). Dengan demikian, mata pelajaran matematika perlu
diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
sampai dengan menengah untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,
serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan
yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Permendiknas No
22 tahun 2006 ; 345). Namun, pada kenyataan masalah yang
dihadapi dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah
penguasaan materi yang masih sangat kurang. Rendahnya
penguasaan materi matematika oleh para peserta didik tercermin
dalam rendahnya prestasi peserta didik Indonesia baik di tingkat
nasional maupun internasional. Hal ini dapat dilihat berdasarkan
laporan Programme for International Student Asessment (PISA)
yang baru rilis, Selasa 3 Desember 2019 dimana skor matematika di

2
Indonesia ada di peringkat 72 dari 78 negara dikutip dari Tommy
Kurnia , 2019 liputan6.com.
Pembelajaran matematika yang berkembang di Indonesia
dewasa ini juga, menuntut keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran serta menuntut keterampilan siswa untuk mengolah
data yang diberikan guru. Keterampilan yang dimaksud dalam
pembelajaran matematika tidak hanya kemampuan berhitung, tetapi
keterampilan yang mengembangkan kemampuan berpikir. Sebab,
berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat meminimalisir
terjadinya kesalahan saat menyelesaikan permasalahan, sehingga
pada hasil akhir akan diperoleh suatu penyelesaian dengan
kesimpulan yang tepat (Sulistiani & Masrukan, 2016). Depdiknas
(2006: 361), menyatakan bahwa pengembangan kemampuan
berpikir kritis menjadi fokus pembelajaran dan menjadi salah satu
standar kelulusan siswa SMP dan SMA. Dikehendaki, lulusan SMP
maupun SMA, mempunyai kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja
sama. Namun kenyatannya, pelaksanaan pembelajaran matematika
disekolah belum sepenuhnya melatih kemampuan berpikir kritis
siswa. Sampai saat ini perhatian pengembangan kemampuan untuk
berfikir kritis masih relatif rendah sehingga masih terbuka peluang
untuk mengeksplorasi kemampuan berfikir kritis serta
pengembangannya (Sulistiani & Masrukan, 2016).
Selain itu, berdasarkan hasil observasi dan wawancara saya
dengan guru matematika pada saat pengabdian kepada masyarakat di
SMK Setih Setio 2 Muara Bungo, Jambi guru menyatakan bahwa
ketika pembelajaran daring peserta didik masih kurang aktif dalam
proses kegiatan belajar mengajar, siswa sulit merespon guru, tidak
ada keinginan bertanya ketika kurang memahami pelajaran yang
dijelaskan, dan kurangnya rasa ingin tahu siswa terhadap materi
yang telah diberikan. Sehingga guru pun beranggapan bahwa siswa
tidak memahami materi yang telah diajarkan.
Ada pun salah satu model pembelajaran yang representatif
adalah model pembelajaran probing-prompting. Menurut Jacobsen
(2009) probing merupakan teknik guru untuk meminta siswa
memberikan informasi tambahan untuk memastikan jawabannya
sudah cukup komprehensif dan menyeluruh, sedangkan prompting
merupakan teknik yang melibatkan penggunaan isyarat-isyarat atau
petunjuk-petunjuk yang digunakan untuk membantu siswa
menjawab dengan benar.
Dalam model pembelajaran probing-prompting menurut
Sudarti (dalam Yuaayu : 2010) ada beberapa langkah-langkah adalah

3
sebagai berikut : 1) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru,
misalkan dengan memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya
yang mengandung permasalahan. 2) Menunggu beberapa saat untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban
atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya. 3) Guru
megajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran atau indikator kepada seluruh siswa. 4) Menunjuk
salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. 5) Jika jawabannya
tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang
jawaban tersebut untuk menyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat
dalam kegiatan sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut
mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan
kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk
jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang
menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat
menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau
indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini
sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh
siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing-prompting . 6) Guru
mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih
menekankan bahwa tujuan pembelajaran/indikator tersebut benar-
benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
Adapun kelebihan dari strategi pembelajaran probing
prompting yang didapat dengan mencermati beberapa kajian diatas
ialah (1) Strategi pembelajaran probing prompting dapat membuat
seluruh siswa terlibat aktif dalam pembelajaran melalui pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan guru secara langsung, (2) Strategi
pembelajaran probing prompting dapat membuat siswa terbiasa
belajar secara mandiri melalui pertanyaan-pertanyaan yang disajikan
dalam bentuk Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), dan (3) Strategi
pembelajaran probing prompting dapat melatih kemampuan berpikir
siswa, karena siswa dituntut untuk berpikir kritis dalam menjawab
pertanyaan dari guru. Sedangkan kelemahan dari strategi
pembelajaran probing prompting ialah (1) Dalam strategi
pembelajaran probing prompting, guru dituntut untuk berpikir kritis
dalam memberikan pertanyaan- pertanyaan yang sifatnya
membimbing dan mengarahkan siswa kepada tujuan pembelajaran
yang hendak dicapai dan (2) Kesulitan bagi guru untuk memastikan
seluruh siswa yang jumlahnya banyak sudah memahami materi
sesuai dengan tujuan pembelajaran.(Muthmainnah et al., 2019)

4
Berdasarkan permasalahan yang terjadi diatas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan sebuah penelitian dengan judul
“Perbedaan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis
matematika siswa pada pembelajaran daring dan tatap muka
dengan menggunakan model pembelajaran probing-prompting”

B. Indetifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti


mengemukakan identifikasi masalah penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Sistem pelaksanaan pendidikan di Indonesia mengalami
perubahan yaitu dari pembelajaran tatap muka menjadi
pembelajaran daring.
2. Kebijakan baru dari kemendikbud untuk membuka kembali
sekolah atau mengizinkan sekolah mengadakan pembelajaran
tatap muka kembali di beberapa daerah zona kuning dan hijau.
3. Rendahnya penguasaian materi matematika yang terlihat dari
hasil atau prestasi belajar siswa di SMK Setih Setio 2 Muara
Bungo, Jambi
4. Minimnya kemampuan berpikir siswa di SMK Setih Setio Muara
Bungo pada saat pembelajaran daring yang dibuktikan ketika di
tes kembali materi saat daring di pembelajaran tatap muka
sehingga materi yang di berikan saat daring harus diulang
kembali.
5. Dengan menggunakan model pembelajaran probing-prompting
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah
yang telah diuraikan maka peneliti hanya membatasinya pada :
1. Kemampuan yang diukur adalah hasil belajar dan kemampuan
berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran daring dan tatap
muka dengan menggunakan model pembelajaran probing-
prompting.
2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas XI SMK Setih Setio 2
Muara Bungo, Jambi.
3. Materi yang digunakan adalah materi kaidah pencacahan,
permutasi dan kombinasi.

D. Perumusan Masalah

5
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah
yang dirumuskan adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar dan kemampuan
berpikir kritis pada saat pembelajaran daring dan tatap muka
dengan menggunakan model probing-prompting ?
2. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar dan kemampuan
berpikir kritis pada saat pembelajaran daring dan tatap muka
dengan menggunakan model pembelajaran probing-prompting?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui
1. Perbedaan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada saat
pembelajaran daring dan tatap muka dengan model pembelajaran
probing-prompting.
2. Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada
saat pembelajaran daring dan tatap muka dengan menggunakan
model pembelajaran probing-prompting.

F. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat
memberikan suatu manfaat untuk siswa, guru, sekolah serta peneliti.
Berikut ini adalah manfaatnya :
1. Bagi Siswa
Penerapan pembelajaran daring atau pun tatap muka dengan
menggunakan model pembelajaran probing-prompting
diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar dari rumah
yang menyenangkan kepada siswa sehingga prestasi belajar
matematika dan kemampuan berpikir matematis siswa
meningkat.
2. Bagi Guru
Dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan agar dapat
memberikan masukan dan dapat memperbaiki permasalahan
pembelajaran yang dihadapi dan menambah wawasan serta
keterampilan pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa untuk meningkatkan mutu pembelajarannya.
3. Bagi Sekolah
Dalam penelian ini peneliti mengharapkan dapat memberikan
masukan positif kepada guru terkhusus kepada guru matematika
untuk menggunakan suatu model pembelajaran probing-
prompting pada saat pembelajaran daring dan tatap muka agar
dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis
siswa.

6
4. Bagi Peneliti
melalui penelitian yang mengangkat permasalahan mengenai
“Perbedaan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis pada
saat pembelajaran daring dan tatap muka dengan menggunakan
model pembelajaran probing-prompting terhadap materi kaidah
pencacahan, permutasi dan kombinasi di kelas XI SMK Setih
Setio 2 Muara bungo, Jambi”, diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki peneliti. Selain itu,
juga dapat dikembangkan lebih lanjut pada saat peneliti telah
menjadi guru di sekolah.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis

1. Pembelajaran Matematika
Matematika sebagai ratu ilmu dimaksudkan bahwa
matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain (Landau,
1937). Oleh sebab itu, pentingnya belajar matematika tidak
terlepas dari perannya dalam berbagai aspek kehidupan (Ady
Sulton Maulana, 2009). Selain itu, dengan mempelajari
matematika seseorang terbiasa berpikir sistematis, ilmiah,
menggunakan logika, kritis, serta dapat meningkatkan daya
kreativitasnya.
2. Pembelajaran Daring (Online Learning)
Menurut Oktafia Ika Handarini., dan Siti Sri Wulandari
(2018), Pembelajaran daring merupakan sistem pembelajaran
yang dilakukan dengan tidak bertatap muka langsung, tetapi
menggunakan platform yang dapat membantu proses belajar
mengajar yang dilakukan meskipun jarak jauh. Pembelajaran
daring juga membuat siswa menjadi lebih mandiri, karena lebih
menekankan pada student centered.
3. Pembelajaran Tatap Muka
Pembelajaran tatap muka adalah terjadinya interaksi
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik
pada waktu dan tempat yang sama. Pembelajaran tatap muka
disebut juga dengan pembelajaran tradisional atau pembelajaran
konvensional (Ii et al., 2015).
4. Model Pembelajaran Probing Prompting
Model probing prompting adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa. Guru hanya sebagai fasilitator dan
mediator dalam setiap pembelajaran. Pada model pembelajaran
ini guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang bersifat
menuntun dan menggali kemampuan siswa sehingga terjadinya
proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan siswa dan
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang dipelajarinya
(Nur aina, 2018). Pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada
siswa mendorong siswa untuk selalu aktif mengembangkan
kemampuan berfikirnya.
Langkah-langkah pembelajaran probing-prompting melalui
tujuh tahap teknik probing yang kemudian dikembangkan
dengan prompting sebagai berikut:

8
1. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan
dengan membeberkan gambar, rumus, atau situasi
lainnya yang mengandung permasalahan.
2. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan
kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau
melakukan diskusi kecil dalam merumuskan
permasalahan.
3. Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran khusus (TPK) atau indikator kepada
seluruh siswa.
4. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan
kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau
melakukan diskusi kecil.
5. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
6. Jika jawabannya tepat, maka guru meminta tanggapan
kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk
meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan
yang sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut
mengalami kemacetan jawaban atau jawaban yang
diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang
jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian
jawaban.
7. Kemudian, guru memberikan pertanyaan yang menuntut
siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, hingga
siswa dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan
kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang
diajukan pada langkah ini diberikan pada beberapa siswa
yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh
kegiatan probing-prompting.
8. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang
berbeda lebih menekankan bahwa tujuan pembelajaran
khusus (TPK) atau indikator tersebut benar-benar telah
dipahami oleh seluruh siswa.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari model
pembelajaran probing prompting sebagai berikut :
 Kelebihan pembelajaran Probing-Prompting yaitu:
1. Mendorong siswa aktif berpikir.
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang kurang jelas sehingga
guru dapat menjelaskan kembali.

9
3. Perbedaan pendapat antara siswa dapat
dikompromikan atau diarahkan.
4. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan
perhatian siswa.
5. Mengembangkan keberanian dan keterampilan
siswa dalam menjawab dan mengemukakan
pendapat.
 Kelemahan pembelajaran Probing-Prompting yaitu:
1. Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin
cukup waktu untuk memberikan pertanyaan
kepada siswa.
2. Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang
dapat mendorong siswa untuk berani, dengan
menciptakan suasana yang tidak tegang ,
melainkan akrab.
3. Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai
dengan tingkat berpikir dan mudah dipahami
siswa.
4. Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak
dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga
orang.
5. Dalam jumlah yang banyak, tidak mungkin cukup
waktu untuk memberikan pertanyaan kepada
setiap siswa.

5. Kemampuan Berpikir Kritis


Menurut Siregar, 2019 tujuan pembelajaran matematika tidak
hanya menekankan pada peningkatan hasil belajar siswa, namun
juga siswa diharapkan memiliki beberapa kemampuan
matematis. Salah satu kemampuan matematis yang diharapkan
dapat dimiliki oleh setiap siswa setelah belajar matematika
adalah kemampuan berpikir kritis. dalam penelitian ini, peneliti
akan menggunakan indikator Nurmaya Karim dalam (Siregar,
2019), yaitu Interpretasi (memahami masalah yang ditunjukkan),
Analisis (Mengidentifikasi hubungan dan konsepkonsep yang
diberikan, Evaluasi (Menggunakan Strategi yang tepat),dan
Inferensi (Kesimpulan).
6. Hasil Belajar
Menurut Mega et al., dalam (Habie, 2019) hasil belajar
merupakan hasil dari pemahaman, analisis, dan pengetahuan
yang di dapat setelah proses belajar dan pembelajaran
berlangsung dan sebagai tolak ukur tingkat penguasaan materi

10
yang telah didapatkan. Hasil belajar dapat di ukur melalui tes
hasil belajar yaitu yang berupa tes tulis.
B. Penelitian Relevan
Untuk memperkuat penelitian ini, maka diambil penelitian
yang relevan berkenaan dengan judul penelitian ini adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Muthmainnah, Hapizah,
Somakim, dan M.Yusup dengan judul “Penerapan Strategi
Probing Prompting dalam Pembelajaran Matematika Materi
Relasi dan Fungsi di SMP”. Penelitian Muthmainnah, Hapizah,
Somakim, dan M.Yusup bertujuan untuk melihat respons dan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi relasi
dan fungsi di SMP dengan menerapkan strategi pembelajaran
probing prompting. Selain itu, hasil penelitian tersebut diperoleh
bahwa respons dan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran
matematika materi relasi dan fungsi di SMP dengan menerapkan
strategi pembelajaran probing prompting secara umum sudah
baik. Sedangkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa
pada saat pembelajaran tatap muka dan daring dengan
menggunakan model probing prompting yang dimana subjek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Setih Setio 2
Muara Bungo, Jambi.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Aina dengan judul
“Peningkatan hasil Belajar Aritmatika Sosial Melalui Penerapan
Model Pembelajaran Probing- Prompting Pada Kelas VII-3 SMP
N 1 Padang Bolak Julu”. Nur Aina pada penelitiannya
mengunakan penelitian tindakan kelas. Sehingga Nur Aina
memperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dengan
penerapan model pembelajaran probing prompting dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII-3 pada
pokok bahasan aritmatika sosial di SMP Negeri 1 Padang Bolak
Julu.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu diatas


adalah pada model pembelajaran Probing-Prompting. sedangkan
perbedaan penelitian ini terletak pada tempat, waktu penelitian dan
rumusan masalah. Kemudian perbedaan lainnya adalah untuk
meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa
pada saat pembelajaran tatap muka dan online learning dengan
menggunakan model pembelajaran Probing-Prompting.

C. Kerangka Berpikir

11
Matematika sebagai ratu ilmu dimaksudkan bahwa
matematika adalah sebagai sumber dari ilmu yang lain (Landau,
1937). Oleh sebab itu, pentingnya belajar matematika tidak terlepas
dari perannya dalam berbagai aspek kehidupan (Ady Sulton
Maulana, 2009). Selain itu, dengan mempelajari matematika
seseorang terbiasa berpikir sistematis, ilmiah, menggunakan logika,
kritis, serta dapat meningkatkan daya kreativitasnya. Pembelajaran
matematika dapat diajarkan atau dijelaskan melalui pembelajaran
tatap muka dan pembelajaran daring (online learning).
Pembelajaran tatap muka adalah terjadinya interaksi
pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik pada
waktu dan tempat yang sama. (Ii et al., 2015). Sedangkan menurut
Oktafia Ika Handarini., dan Siti Sri Wulandari, 2018, pembelajaran
daring merupakan sistem pembelajaran yang dilakukan dengan tidak
bertatap muka langsung, tetapi menggunakan platform yang dapat
membantu proses belajar mengajar yang dilakukan meskipun jarak
jauh. Untuk mendukung proses pembelajaran diperlukan model
pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran dikelas. Salah satu model pembelajaran yang tepat
adalah model pembelajaran probing prompting. Dimana model
pembelajaran probing prompting guru menyajikan serangkaian
pertanyaan yang bersifat menuntun dan menggali kemampuan siswa
sehingga terjadinya proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan
siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang
dipelajarinya (Nur aina, 2018).
Pembelajaran matematika yang dijelaskan dengan
menerapkan model pembelajaran probing-prompting baik melalui
proses belajar mengajar secara tatap muka dan daring (online
learning) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena
menurut Mega et al., dalam (Habie, 2019) hasil belajar merupakan
hasil dari pemahaman, analisis, dan pengetahuan yang di dapat
setelah proses belajar dan pembelajaran berlangsung dan sebagai
tolak ukur tingkat penguasaan materi yang telah didapatkan. Selain
itu, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa. Hal itu disebabkan karena menurut Siregar, 2019 tujuan
pembelajaran matematika tidak hanya menekankan pada
peningkatan hasil belajar siswa, namun juga siswa diharapkan
memiliki beberapa kemampuan matematis. Salah satu kemampuan
matematis yang diharapkan dapat dimiliki oleh setiap siswa setelah
belajar matematika adalah kemampuan berpikir kritis.
D. Pengajuan Hipotesis

12
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan kerangka
pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Pertama
H 0=¿ tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis pada
saat pembelajaran daring dan tatap muka dengan
menggunakan model probing-prompting.
H a =¿ terdapat perbedaan hasil belajar dan kemampuan berpikir
kritis pada saat pembelajaran daring dan tatap muka
dengan menggunakan model probing-prompting.
2. Hipotesis Kedua
H 0=¿ tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis pada
saat pembelajaran daring dan tatap muka dengan
menggunakan model konvensional.
H a =¿ terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis pada saat
pembelajaran daring dan tatap muka dengan menggunakan
model konvensional.
3. Hipotesis Ketiga
H 0=¿ tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis
dengan menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang tatap muka
H a =¿ terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dengan
menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang tatap muka
4. Hipotesis keempat
H 0=¿ tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis
dengan menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang daring
H a =¿ terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis dengan
menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang daring
5. Hipotesis kelima
H 0=¿ tidak terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis
pada saat pembelajaran daring dan tatap muka dengan
menggunakan model probing-prompting.
H a =¿ terdapat peningkatan hasil belajar dan kemampuan
berpikir kritis pada saat pembelajaran daring dan tatap
muka dengan menggunakan model probing-prompting.
6. Hipotesis Keenam
H 0=¿ tidak terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis
pada saat pembelajaran daring dan tatap muka dengan
menggunakan model konvensional.

13
H a =¿ terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis pada saat
pembelajaran daring dan tatap muka dengan menggunakan
model konvensional.

7. Hipotesis Ketujuh
H 0=¿ tidak terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis
dengan menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang tatap muka
H a =¿ terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan
menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang tatap muka
8. Hipotesis Kedelapan
H 0=¿ tidak terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis
dengan menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang daring
H a =¿ terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis dengan
menggunakan model probing-prompting dan
konvensional pada pembelajarang daring

14
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Experimental
Design Group atau Desain Eksperimen Semu, yaitu desain yang
mempunyai kelas kontrol tetapi tidak bisa secara maksimal dapat
berfungsi karena dipengaruhi variabel dari luar eksperimen. Peneliti
menggunakan eksperimen semu karena, pada kenyataannya peneliti
tidak bisa sepenuhnya mengontrol variabel dari luar eksperimen
seperti ekonomi, keluarga, orang tua, dan sebagainya. Selain itu,
peneliti juga mempertimbangkan waktu yang sangat terbatas dalam
penelitian ini. Peneliti akan menggunakan bentuk kuasi eksperimen
yaitu Non-equivalent control group design. Pada desain penelitian
ini, kelompok kontrol dan eksperimen dilakukan tes awal (pre-test).
Perlakuan yang diberikan pada kedua kelompok berbeda, dimana
kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran secara online
dengan model pembelajaran probing prompting dan kolompok
kontrol menggunakan pembelajaran tatap muka dengan model
pembelajaran konvensional dan diakhiri dengan test akhir (post-test).
Desain ini digambarkan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Pre-test Perlakuan Post-test


Kontrol O1 X1 O2
Eksperimen O3 X2 O4

Keterangan
O1 :Tes awal (sebelum perlakuan) pada kelompok kontrol
O2 :Tes akhir (sesudah perlakuan) pada kelompok kontrol
O3 :Tes awal (sebelum perlakuan) pada kelompok eksperimen
O 4 :Tes akhir (sesudah perlakuan) pada kelompok eksperimen
X 1 :Penerapan pembelajaran secara tatap muka dengan model
pembelajaran konvensional
X 2 :Penerapan pembelajaran secara online dengan model
pembelajaran probing prompting
B. Teknik Pengumpulan Data

15
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
instrumen tes. Dimana siswa akan diberikan tes berupa pre-test dan
post-test. Pre-test diberikan ketika siswa belum diberikan perlakuan
(treatment), sedangkan post-test diberikan kepada siswa ketika siswa
telah mendapat perlakuan (treatment).

C. Teknik Validasi Instrumen Penelitian


1. Validasi
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan, suatu instrumen yang valid
mempunyai validitas yang tinggi sebaliknya suatu instrumen
yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah
(Suharsimi, 2002).
Validitas menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau
butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara
keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes
tersebut. Artinva tes itu valid apabila butir-butir tes itu
mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan
atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Validitas atau kesahihan ini berkaitan dengan permasalahan
memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan diukur
tersebut. Uji validitas dengan menggunakan korelasi product
moment dari karl pearson dengan rumus sebagai berikut :
N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy =
√ {N ∑ X −(∑ X ) }{ N ∑ Y −(∑ Y ) }
2 2 2 2

Keterangan :
r xy =¿ Koefisien korelasi antara variabel x dan y
N=¿ Banyak siswa uji coba
∑ X=¿ Jumlah skor tiap butir soal
∑ Y =¿ ¿ Jumlah skor total
Keputusan pengujian validitas instrumen adalah :
 Item pernyataan dikatakan valid apabila r hitung >r tabel
 Item pernyataan dikatakan tidak valid apabila r hitung <r tabel
Nilai r xy dalam hal ini diartikan sebagai koefisien korelasi
dengan kriteria seperti pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Kriteria Validitas

Besarnya Nilai r xy Interprestasi


0,00-0,20 Sangat Rendah
0,21-0,40 Rendah
0,41-0,70 Cukup

16
0,71-0,90 Tinggi
0,91-1,00 Sangat Tinggi

2. Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2014) Reliabilitas instrumen yaitu suatu
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur
objek yang sama, maka akan menghasilkan data yang sama.
Tinggi rendahnya reliabilitas instrumen ditunjukan oleh suatu
angka yang disebut koefisien reliabilitas. Jika suatu instrumen
dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil
pengukurannya yang diperoleh konsisten, instrumen itu reliabel.
Untuk menghitung reliabilitas tes bentuk uraian dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach-Alpha, yaitu:

( )
n

n
∑ s 2i
r 11= 1 − i=1 2
n−1 st
Keterangan :
r 11 =¿ Koefisien reliabilitas
n=¿ Banyaknya butir soal
2
si =¿ Varians skor soal ke-i
2
st =¿ Varians skor total
Keputusan pengujian reliabilitas instrumen adalah :
 jika r 11 >r tabel berarti dinyatakan reliabel.
 jika r 11 <r tabel berarti dinyatakan tidak reliabel.
Koefisien reliabilitas yang dihasilkan pada variabel X dan
variabel Y di interpretasikan dengan pedoman kriteria Sugiyono
seperti pada tabel 3.3 sebagai berikut :
Tabel 3.3 Kriteria Koefisien Reliabilitas

Interval Koefisien Tingkat Hubungan


0,00-0,199 Sangat Rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat Kuat

3. Tingkat Kesukaran Soal


Tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah
soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran
adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu

17
soal (Arikunto, 1999). Oleh sebab itu, untuk menghitung tingkat
kesukaran tiap butir soal digunakan persamaan sebagai berikut :
B
P=
Jx
Keterangan :
P=¿ Indeks kesukaran
B=¿ Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
J x =¿ Jumlah seluruh siswa peserta tes
Tabel 3.4 Kriteria Kesukaran Soal

Indeks Kesukaran Taraf Kesukaran


0,00-0.30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah

4. Analisis Daya Beda


Menurut (Arikunto, 1999) daya pembeda soal adalah
kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang
berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.
Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
B B
DP= A − B
J A JB
Keterangan :
DP=¿ Indeks daya pembeda
B A =¿ Banyaknya peserta tes kelompok atas yang menjawab
soal dengan benar
BB =¿ Banyaknya peserta tes kelompok bawah yang menjawab
soal dengan benar
J A =¿ Banyaknya peserta tes kelompok atas
J B =¿ Banyaknya peserta tes kelompok bawah
Tabel 3.8 Kriteria Daya Pembeda

Indeks Daya Beda Soal Taraf Daya Beda Soal


0,00-0,20 Soal Jelek
0,21-0,40 Soal Cukup Baik
0,41-0,70 Soal Baik
0,71-1,00 Soal Sangat Baik

D. Teknik Analisis Data Penelitian


1. Teknik Analisis Deskriptif

18
Menurut Sugiyono (2012) statistik deskriptif adalah statistik
yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
a. Distribusi Frenkuensi
Distribusi Frekuensi adalah penyusunan data dalam
bentuk kelompok mulai dari yang terkecil sampai yang
terbesar berdasarkan kelas-kelas interval dan kategori
tertentu. Manfaat penyajian data dalam bentuk distribusi
frekuensi adalah untuk menyederhanakan penyajian data
sehingga menjadi lebih mudah untuk dibaca dan dipahami
sebagai bahan informasi (Hasibuan, 2009).
Beberapa bagian yang harus diperhatikan dalam
Distribusi Frekuensi antara lain:
 Rentang Kelas (R)
R = Data maksimal-Data minimum
 Banyak Kelas Interval
Banyak kelas = 1 + 3,3 log n
 Panjang Kelas Interval (p)
Rentang
p=
Banyak kelas
b. Rata-Rata (Mean)
Mean merupakan nilai rata-rata yang bisa mewakili
sekumpulan data yang representatif. Teknik ini digunakan
untuk menjawab masalah penelitian mengenai bagaimana
prestasi belajar siswa. Rumus untuk mencari mean yang
digunakan adalah :

x=
∑ xi
N
Keterangan :
x=¿ Rata-rata (mean)
∑ x i=¿ Jumlah nilai x ke i sampai ke n
N=¿ Jumlah individu
Untuk data bergolong yang tersusun dalam tabel distribusi
frekuensi,
rumusnya adalah:

x=
∑ f i xi
∑ fi
Keterangan :
x=¿ Rata-rata (mean)

19
∑ f i=¿ Jumlah data/ sampel
f i x i=¿ Produk perkalian antara f i pada tiap interval data
dengan tanda kelas ( x i ) pada tabel distribusi frekuensi
c. Median
Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok
yang didasarkan atas nilai tengah kelompok data yang telah
disusun urutannya dari yang terkecil sampai yang terbesar,
atau sebaliknya. Untuk menghitung median data bergolong
yang tersusun dalam tabel distribusi frekuensi, rumus yang
digunakan adalah :

( )
1
n−F
2
Md=b+ p
f
Keterangan :
Md=¿ Median
b=¿ Batas bawah, dimana median akan terletak
p=¿ Panjang kelas median
n=¿ Banyak data/ jumlah sampel
F=¿ Jumlah semua frekuensi sebelum kelas median
f =¿ Frekuensi kelas Median
d. Modus
Modus merupakan teknis penjelasan kelompok yang
didasarkan atas nilai yang sedang popular (yang sedang
menjadi mode) atau nilai yang sering muncul dalam
kelompok tersebut. Untuk menghitung modus data bergolong
yang tersusun dalam tabel distribusi frekuensi digunakan
rumus:

Mo=b+ p
(b1
b 1 + b2 )
Keterangan :
Mo=¿ Modus
b=¿ Batas kelas interval dengan frekuensi terbanyak
p=¿ Panjang kelas interval
b 1 = Frekuensi pada kelas modus (frekuensi pada kelas
interval yang terbanyak) dikurangi frekuensi kelas interval
terdekat sebelumnya.
b 2=¿ Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas
interval berikutnya
e. Simpangan Baku

20
Standar deviasi/ simpangan baku dari data yang telah
disusun dalam tabel distribusi frekuensi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
s=
√ ∑ f i ( x i−x )2
n−1

2
s =¿ Simpangan baku atau standar deviasi
x i=¿ Data ke-i
x=¿ Rata-rata
n=¿ Jumlah sampel
f. Varians
Salah satu teknik statistik yang digunakan oleh
penulis untuk menjelaskan homogenitas kelompok yaitu
dengan variansi. Variansi merupakan jumlah kuadrat semua
deviasi nilai-nilai individual terhadap rata-rata kelompok.
Variansi dari sekelompok data dari suatu variabel dapat
dirumuskan sebagai berikut:
2
s=
∑ f i ( x i−x )2
n−1
Keterangan :
2
s =¿ Varian sampel
x i=¿ Data ke-i
x=¿ Rata-rata
n=¿ Jumlah sampel
2. Teknik Analisis Inferensial
a. Uji Homogenitas
Pada penelitian ini, pengujian homogenitasnya diuji
dengan cara memberi tes mengenai pelajaran sebelumnya.
Pengujian homogenitas varians menggunakan uji F dengan
rumus :
Varians tertinggi
F hitung =
Varians terendah
Jika pada perhitungan data awal diperoleh F hitung < F tabel , maka
sampel dikatakan mempunyai varians yang sama atau
homogen.
b. Uji Normalitas
Uji kenormalan ini dilakukan untuk mengetahui
apakah data nilai tes kemampuan pemecahan masalah peserta
didik berdistribusi normal atau tidak.. Uji normalitas yang
digunakan ialah dalam penelitian ini adalah Chi-Kuadrat
( x h2 )dengan rumus sebagai berikut :

21
2
2 ( f 0−f h )
xh =
fh
Keterangan :
f 0=¿ Frekuensi awal
f h=¿ Frekuensi yang diharapkan
Harga x h2adalah merupakan harga Chi kuadrat hitung.
Bila harga chi kuadrat hitung lebih kecil atau sama dengan
harga chi kuadrat tabel maka distribusi data dinyatakan
normal, sedangkan jika chi kuadrat hitung lebih besar dari
chi kuadrat tabel maka data berdistribusi tidak normal.
c. Uji Hipotesis
Uji hipotesis penelitian dilakukan untuk menguji
hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan yang
signifikan atau tidak antara hasil belajar dan kemampuan
berpikir kritis kelas peserta didik yang menggunakan
pembelajaran online dan tatap muka dengan model
pembelajaran probing prompting.
1) Uji t
Uji t dapat digunakan jika data yang dianalisis
berskala interval atau rasio dengan data berdistribusi
normal dan homogen. Untuk menguji hipotesis, rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut:
x1 −x2
t−test =


2 2
( n1−1 ) s1 + ( n 2−1 ) s 2 1 1
n1 +n 2−2 ( )
+
n1 n2
Keterangan :
x 1=¿ Rata-rata kemampuan siswa pada kelas kontrol.
x 2=¿ Rata-rata kemampuan siswa pada kelas
eksperimen.
2
s1 =¿ Varians kelas kontrol.
2
s2 =¿ Varians kelas eksperimen.
n1 =¿ Banyaknya sampel pada kelas kontrol.
n2 =¿ Banyaknya sampel pada kelas eksperimen.
Kriteria pengujian adalah :
 Jika t hitung > t tabel maka H 0 ditolak dan H 1
diterima
 Jika t hitung < t tabel maka H 0 diterima dan H 1
ditolak
2) Uji t '

22
Uji t’ dapat dilakukan jika data berdistribusi
homogeny dan tidak normal. Untuk menguji hipotesis,
rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
' X 1−X 2
t (α ) =

√ s12 s22
+
n1 n2
Untuk menetukan nilai kritis dari hasil variansi yang
tidak homogen adalah sebagai berikut:
2 2
t 1 s1 t 2 s2
+
' n1 n2
t (α ) =
s 1 s 22
2
+
n1 n2
Keterangan :
t 1=t (α , n1−1)
t 2=t (α , n2−1)
Kriteria pengujian adalah :
 Jika t hitung > t tabel maka H 0 ditolak dan H 1
diterima
 Jika t hitung ≤ t tabel maka H 0 diterima dan H 1
ditolak
3) Uji Mann Whitney U
Pada penelitian ini Uji Mann-Whitney U Test
dilakukan terhadap data nilai posttest dan data nilai hasil
observasi siswa karena berdasarkan hasil uji prasyarat
hipotesis diketahui bahwa data posttest siswa tidak
terdistribusi normal sedangkan data hasil observasi
keterampilan proses siswa tidak homogen, sehingga
untuk melakukan uji hipotesis digunakan uji statistik non
parametrik.
U−E (U )
ZH=
σU
Dimana,
n 1(n2+ 1)
 U =n1 n2+ −R1, dengan R merupakan
2
nilai rangking.
n1 n2
 E ( U )=
2

√ n n (n + n +1)
 σ U= 1 2 1 2

Keterangan :
12

23
E ( U )=¿ Nilai Harapan
σ U =¿ Standar Deviasi
Z H =¿ Nilai Z hitung
Kriteria pengujian adalah :
 Jika Z H >Z tabel atau Z H ←Z tabel maka H 0 ditolak
dan H 1 diterima
 Jika Z H <Z tabel atau Z H >−Ztabel maka H 0
diterima dan H 1 ditolak

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN


A. Jadwal Kegiatan Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kelas XI AK dan XI MM di SMK
Setih Setio 2 Muara Bungo yang beralamat di Jalan Pasir Putih,
Rimbo Tengah, Kabupaten Bungo, Jambi.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2021
semester genap tahun ajaran 2021/2022.
Tabel 3.1 Waktu Penelitian

Maret April
No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4

1. Observasi Lapangan

2. Penyusunan Instrumen

3. Penerapan Model

Pembelajaran

24
4. Pengumpulan Data

5. Analisis

B. Biaya Kegiatan

Tabel Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya

No Jenis Pengeluaran Satuan Biaya (RP)


1 Kuota - Rp 200.000
2 Kertas HVS A4 1 Rp 50.000
3 Spidol 2 Rp 30.000
4 Tinta Spidol 1 Rp 20.000
Total Rp 300.000

25

Anda mungkin juga menyukai