Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

MANAJEMEN PENGELOLAAN NYERI PADA PASIEN POST OP ILEUS


OBSTRUKTIF LAPARATOMY PADA TN. Y DI RUANGAN MANALAGIN 2 C2

DI RSUD INDRAMAYU

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Belajar Lapangan

Stase Keperawatan Dasar Medikal Bedah

Dosen Pembimbing Mata Kuliah : Rahayu Setyowati, S.Kp.,M.Kep

Oleh :
Syaepudin,S.Kep
NIM : 21149011040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES YPIB MAJALENGKA
TAHUN 2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

MANAJEMEN PENGELOLAAN NYERI PADA PASIEN POST OP ILEUS


OBSTRUKSI LAPARATOMY

A. Masalah Keperawatan : Manajemen Pengelolaan Nyeri


B. Hari/Tanggal : Senin,11 November 2021
C. Waktu : 30 menit
D. Tempat : Ruangan Manalagi 2 Kamar C2
E. Penyaji : Syaepudin
F. Tujuan
1) Tujuan Intruksional Utama :
Setelah dilakukan proses pembelajaran kesehatan selama ± 30 menit, diharapkan
pasien dan keluarga dapat memahami tentang manajemen nyeri pada luka post operasi
ileus obstruksi laparatomy.
2) Tujuan Intruksional Khusus :
a. Mampu memahami pengertian ileus obtruksi ,laparotomy dan manajemen nyeri
post operasi.
b. Peserta dapat mengerti dan memahami tipe nyeri
c. Peserta dapat mengerti dan memahami respon nyeri
d. Peserta dapat mengerti dan memahami skala nyeri
e. Peserta dapat mengerti dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
f. Peserta dapat mengerti dan memahami Peran Keluarga dalam mengurangi nyeri
post operasi
g. Peserta dapat mengerti dan memahami penanganan nyeri
G. Sasaran
Pasien post ileus obstruksi laparotomy
H. Strategi pelaksanaan

No Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta


1 3 menit Pembukaan :
a) Memberi salam
b) Perkenalan diri Menjawab salam
c) Penyampaian tujuan
d) Kontrak waktu
Pelaksanaan :
a) Menjelaskan
pengertian ileus
obstruksi,
laparotomy dan
manajemen nyeri
b) Menjelaskan tipe
nyeri
c) Menjelaskan respon Peserta mendengarkan materi yang
nyeri diberikan penyaji
2 10 menit
d) Menjelaskan skala
nyeri
e) Menjelaskan faktor-
faktor yang
mempengaruhi nyeri
f) Mejelaskan Peran
Keluarga dalam
mengurangi nyeri
post operasi
g) Penanganan nyeri
Diskusi : Peserta diharapkan memberikan
3 8 menit
Tanya jawab pertanyaan dan bersikap responsive.
Evaluasi : Pesrta diharapkan memahami materi
Memberika pertanyaan yang telah disampaikan dan dapat
4 7 menit
terhadap peserta. menjawab pertanyaan yang diberikan
penyaji.
Terminasi : Menjawab salam
5 2 menit
Memberi salam

I. Metode
Cara yang digunakan adalah menggunakan sitem ceramah, tanya jawab dan leaflet.
J. Setting Tempat
Ruang Manalagi 2 C2 RSUD Indramayu
K. Media/alat bantu
Leaflet
L. Evaluasi
1. Prosedur : Post test
2. Jenis : Lisan
3. Pertanyaan :
a) Sebutkan pengertian ileus obstruksi, laparotomy dan manajemen nyeri post
operasi
b) Sebutkan tipe nyeri
c) Sebutkan respon nyeri
d) Sebutkan skala nyeri
e) Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
f) Sebutkan Peran Keluarga dalam mengurangi nyeri post operasi
g) Sebutkan penanganan nyeri
Lampiran Materi

MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN ILEUS OBTRUKSI POST OP


LAPARATOMY

A. Pengertian
Ileus obstruktif adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat akut dengan
kronik, partial atau total. Instestinal obstruotion terjadi ketika isi usus tidak
dapat melewati saluran gastrointestinal (Nurarif&Kusuma,2015).
Menurut Indrayani (2013), ileus adalah gangguan atau hambatan
pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang
segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Obstruksi usus mekanis adalah suatu penyebab fisik menyumbat usus
dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti
pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari,
misalnya intususepsi, tumor, polipoid, tumor kolon dan neoplasma stenosis,
obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses
(Nurarif&Kusuma, 2015).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat
dan Jong, 2010). Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan
fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan
dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus,
operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi,
baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi
bilateral (Smeltzer, 2014).

Menurut IASP 1979 (International Association for the Study of Pain)


nyeri adalah “ suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata
atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan “, dari
definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri bersifat subyektif
dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman yang
langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa
kehidupannya.
Pada tahun 1999, the Veteran’s Health Administration mengeluarkan
kebijakan untuk memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi
perawat tidak hanya mengkaji suhu tubuh, nadi, tekanan darah dan
respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak”
yang merujuk kepada sensasi pribadi tentang sakit, suatu stimulus
berbahaya yang menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu
pola respon untuk melindungi organisme dari bahaya.
McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi
tentang nyeri ketika dia mengatakan tentang nyeri “ apapun yang
dikatakan tentang nyeri dan ada dimanapun ketika dia mengatakan hal itu
ada “.

B. Tipe Nyeri
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus
Conference on Pain mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu
Nyeri akut merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan,
Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan kerusakan jaringan yang
dalam masa penyembuhan atau tidak progresif dan Nyeri kronik
keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses
penyakit lain yang progresif.

C. Respon Terhadap Nyeri


Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku.
Untuk nyeri akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan
darah (awal), peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi
pupil, dan keringat dingin, respon perilakunya adalah gelisah,
ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress. Sedangkan pada
nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut
nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon
perilakunya berupa imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan
putus asa, karena tidak ditemukan gejala dan tanda yang mencolok dari
nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan, perawat khususnya menjadi
tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya..

D. Skala Nyeri

Ada beberapa perangkat yang dapat digunakan untuk menilai


nyeri yaitu Simple Descriptive Pain Distress Scale, Visual Analog Scale
(VAS), Pain Relief Visual Analog Scale, Percent Relief Scale serta 0 -
10 Numeric Pain Distress Scale , diantara kelima metode tersebut diatas
0 - 10 Numeric Pain Distress Scale yang paling sering digunakan, dimana
pasien diminta untuk “merating” rasa nyeri tersebut berdasarkan skala
penilaian numerik mulai angka 0 yang berarti tidak da nyeri sampai angka
10 yang berarti puncak dari rasa nyeri, sedangkan 5 adalah nyeri yang
dirasakan sudah bertaraf sedang.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri


1. Usia
Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri
khususnya anak-anak dan lansia. Pada kognitif tidak mampu
mengingat penjelasan tentang nyeri atau mengasosiasikan nyeri
sebagai pengalaman yang dapat terjadi di berbagai situasi. Nyeri bukan
merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari,
karena lansia telah hidup lebih lama mereka kemungkinan lebih tinggi
untuk mengalami kondisi patologis yang menyertai nyeri. Kemampuan
klien lansia untuk menginterpretasikan nyeri dapat mengalami
komplikasi dengan keadaan berbagai penyakit disertai gejala samar-
samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
2. Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
berespon terhadap nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjaadi
subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi
toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan
jenis kelamin.
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan
dengan nyeri dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya.
Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan
membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang
relevan untuk klien yang mengalami nyeri.
4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda,
apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan
dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan
mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang
mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan pasangannya.
5. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat
sedangkan upaya pengalihan atau distraksi dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang
perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri seperti
relaksasi, teknik imajinasi terbimbing dan massage. Dengan
memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain,
maka perawaat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer.
6. Ansietas
Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan perasaaan ansietas. Individu yang sehat secara
emosional biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga
berat daripada individu yang memiliki status emosional yang kurang
stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderita penyakit kritis,
sering kali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan dan perawatan
diri dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak
kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan
kepribadian.
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan
dapat terasa lebh berat. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah
individu mengalami suatu periode tiddur yang lelap dibanding pada
akhir hari yang melelahkan
8. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu
tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang
akan datang. Apabila seorang klien tidak pernah mengalami nyeri
maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu koping terhadap nyeri.
9. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat
merasa kesepian. Apabila klien mengalami nyeri di keadaan perawatan
kesehatan, seperti di rumah sakit klien merasa tidak berdaya dengan
rasa sepi itu. Hal yang sering terjadi adalah klien merasa kehilangan
kontrol terhadap lingkungan atau kehilangan kontrol terhadap hasil
akhir dari peristiwa- peristiwa yang terjadi. Nyeri dapat menyebabkan
ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan/total.
10. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah
kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Individuu dari kelompok sosial budaya yang berbeda
memiliki harapan yang berbeda tentang orang tempat mereka
menumpahkan keluhan tentang nyeri.

C. Cara Mengelola Nyeri pada Post Operasi Ileus Obstruksi Laparatomy


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Kegunaan pengkajian diantaranya :
a. Menggambarkan kebutuhan pasien untuk membuat diagnosis keperawatan
dan menetapkan prioritas yang akurat sehigga perawat juga dapat
menggunakan waktunya dengan lebih efektif.
b. Memfasilitasi perencanaan intervensi
c. Menggambarkan kebutuhan keluarga dan menunjukkan dengan tepat
faktor-faktor yang akan meningkatkan pemulihan pasien dan memperbaiki
perencanaan pulang.
d. Memenuhi obligasi profesional dengan mendokumentasikan informasi
pengkajian yang bersifat penting.
Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan
memudahkan perawat didalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan
diagnosa keperawatan yang tepat, merencanakan terapi pengobatan yang
cocok, dan memudahkan perawat dalam mengevaluasi respon klien terhadap
terapi yang diberikan. Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam
mengkaji pasien selama nyeri akut adalah mengkaji perasaan klien (respon
psikologis yang muncul), menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri
dan lokasi nyeri, dan mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri
(Prasetyo, 2010).
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam
memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan & Girton
(1984), mengidentifikasi kompenen-komponen tersebut diantaranya:
a. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai
ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi
perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang
dilaporkan oleh klien adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang
terkadang justru menyembunyikan rasa nyerinya untuk menghindari
pengobatan.
b. Karakteristik nyeri (Metode PQRST)
1) Faktor pencetus (P : Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada
klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-
bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai
adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore
perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat
mencetus nyeri.
2) Kualitas (Q : Ouality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-
kalimat tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih,
perih, tertusuk, dan lain-lain, dimana tiap klien mungkin berbeda-beda
dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
3) Lokasi (R : Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh
klien. Untuk melokalisasikan nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat
meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri,
kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat
difus (menyebar).
4) Keparahan (S : Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang
paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk
menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri
sedang atau berat.
5) Durasi (T : Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi,
dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan nyeri mulai
dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “Apakah nyeri
yang

D. Peran Keluarga dalam mengurangi nyeri post operasi


Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam mengurangi nyeri
pasien setelah operasi.Mengingat keluarga merupakan orang terdekat dengan
pasien dan bisa 24 jam menemani pasien. Salah satu cara yang bisa dilakukan
yaitu dengan mengajarkan atau menuntun anggota keluarganya pasca operasi
untuk melakukan teknik relaksasi.

E. Penanganan Nyeri
1. Manajemen nyeri non fasmakologis
a. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan.Dengan melakukan teknik relaksasi, anda dapat membantu
keluarga anda yang sakit mengenali nyerinya dan membantu keluarga
anda yang sakit mengekspresikan kebutuhannya untuk mengurangi
distress yang disebabkan oleh nyerinya.
Efek positif dari teknik relaksasi bagi keluarga anda yang sakit
yangmengalami nyeri yaitu:
1. memperbaiki kualitas tidur
2. memperbaiki kemampuan memecahan masalah
3. Mengurangi keletihan
4. Mengurangi efek stress berulang karena nyeri
5. Pengalihan rasanyeri atau distraksi
6. Meningkatkan kemampuan mentoleransi nyeri
7. Menonton Telecvisi
8. Bermain Game Online
9. Membaca Koran /Majalah
Macam-macam Teknik Relaksasi
1. Teknik Distraksi
Distraksi yaitu teknik mengalihkan perhatian dari nyerinya. Belum
diketahui dengan jelas mengapa distraksi dapat meningkatkan toleransi
terhadap nyeri. Distraksi dapat mengurangi nyeri akan tetapi lebih baik
digunakan sebelum nyeri muncul atau segera setalah nyeri muncul.
Distraksi dapat digunakan dengan baik pada anak-anak, seperti
mengalihkan perhatian nyerinya dengan permainan yang menarik. Agar
distraksi bisa berjalan dengan efektif, individu harus dialihkan pada situasi
atau aktivitas yang menyenagkan dan menarik. Distraksi dapat berupa
visual, auditory, taktil, kinestetik, permainan, dll.
2. Teknik Guided Imagery
Keluarga keluarga anda yang sakit bisa membantu keluarga anda yang
sakit dengan melakukan guided imagery.Guided imagery merupakan suatu
teknik membayangkan sesuatu atau hal-hal yang menyenangkan untuk
mengurangi nyeri. Imagery dapat dilakukan dengan hal-hal yang mudah
yaitu dengan membayangkan hal-hal yang menyenagkan. Peran keluarga
disini sangat dominan, yaitu dengan mengarahkan atau memberikan
pancingan-pancingan agar anggota keluarganya yang nyeri bisa
membayangkan sesuatu yang menyenangkan. Teknik ini lebih efektif
digunakan untuk nyeri kronis seperti nyeri pada penderita kanker,
dibandingnakn dengan nyeri akut seperti nyeri pada pasien post operasi.
Cara melakukan Teknik Guided Imagery:
a. Anjurkan keluarga anda yang sakit untuk menempati posisi senyaman
mungkin
b. Keluarga meminta keluarga anda yang sakit untuk memejamkan mata
c. Keluarga meminta keluarga anda yang sakit untuk mendengarkan
kata-katanya
d. Keluarga meminta keluarga anda yang sakit untuk memikirkan hal-
hal yang menyenangkan atau pengalaman yang membantu pengunaan
semua indera, dengan suara lembut.
e. Ketika keluarga anda yang sakit merasa lebih relax, dan keluarga
anda yang sakit terlihat tenang dan berfokus pada bayangan, saat itu
keluarga tidak perlu bicara lagi.
3. Teknik Stimulasi Kutan

Stimulasi kutan adalah teknik dengan menstimulasi permukaan


kulit untuk mengurangi nyeri. Message atau pijat merupakan salah satu
bentuk stimulasi kutan. Cara melakukan teknik stimulasi kutan: Massage:

a. Menyiapkan alat seperti minyak/ lotion

b. Atur posisi anggota keluarga Anda yang akan di massage senyaman


mungkin
c. Tentukan daerah yang akan di massage:
• Tangan : tempatkan lengan pada bantal jika keluarga anda yang
sakit duduk atau posisi terlentang
• Lengan: tempatkan lengan padabantal jika keluarga anda yang
sakit duduk/ posisi terlentang
• Leher : posisi tengkurap

a. Perhatikan keadaan anggota keluarga yang sakit,usahakan agar dia


memperhatikan anggota tubuh yang akan di massage.
b. Gunakan lotion di tangan dan gosok-gosokkan dengan kedua tangan
hingga hangat
c. Massage bagian tubuh paling sedikit 10 menit:
• Tangan: Buat kontak pertama dengan satu tangan, kemudian
dengan kedua tangan, secara perlahan buka tangannya , usap
permukaan tangannya, saat menyanggah telapak tangannya
gunakan ibu jari dengan telapak tangan keluar. Massage setiap
jari ke arah keluar, massage setiap jari secara terpisah, gunakan
gerakan seperti gerakan membuka botol dari dasar sampai ujung
jari. Luncurkan dengan lembut tangan Anda ke tangan anggota
keluarga anda yang sakit dari ujung jari sampai pergelangan
tangan. Ulang dengan tangan yang lain.
• Lengan: remas-remas tangan dari pergelangan tangan menuju ke
atas, kemudian remas-remas otot bisep, trisep, dan deltoid.
Laukan gerakan meluncur dari pergelangan tangan ke atas sampai
dengan pangkal lengan.
• Leher :Dukung leher dengan tangan dan massage leher atas
dengan usapan meluncur, remas otot padasatu samping leher,
pindah tangan untuk mendukung leher dan remas samping leher
yang lain.

4. Teknik Relaksasi nafas dalam


Teknik relaksasi secara umum (posisi duduk):
1) Duduk dengan tenang dalam posisi yang nyaman.
2) Tutup mata.
3) Ciptakan rasa relaks pada semua otot-otot.
4) Kosongkan pikiran.
5) Atur pernapasan dengan cara bernafas dengan hidung
dan mengeluarkannya dengan mulut, lalu hitunglah
dengan mulut, lakukan secara berulang-ulang.
6) Saat menarik dan melepaskan nafas lewat mulut rasakan
perubahan dan sensasi pada dada dan anggota tubuh
yang lain.
7) Lakukan secara berulang selama 10 menit.

Teknik relaksasi nafas diafragma (posisi berbaring)


1) Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman.
2) Usahakan tetap rileks dan tenang.
3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru
dengan udara menggunakan hitungan 1,2,3.
4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks.
5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali.
6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan
melalui mulut secara perlahan-lahan.
7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks.
8) Usahakan agar tetap konsentrasi sambil mata terpejam.
9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri.
10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa
berkurang.
11) Ulangi sampai 15 kali, dengan diselingi istirahat singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A., A,. A. (2009). Pengantar kebutuhan dasar manusia 1. Jakarta:
Salemba Medika.

Potter, P.,A & Perry, A.,G. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan:
Konsep,proses,dan praktik (edisi 4) Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2010). Buku ajar keperawatan medikal-bedah


Brunner & Suddarth (Edisi 8). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai