Anda di halaman 1dari 75

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari fenomena


alam dan isinya. Secara umum konsep IPA merupakan hasil tanggapan pikiran
terhadap kejadian yang telah terjadi di bumi, ilmu pengetahuan alam yang
berhubung dengan cara belajar alam semesta secara teratur. Sehingga siswa
dapat berpikir secara logis dan ilmiah (Hisbullah & Selvi, 2018).
Pembelajaran IPA akan optimal apabila siswa terlibat aktif pada proses
pembelajaran, selain itu juga senantiasa membantu siswa menjadi lebih baik,
pembiasaan bahkan dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya
(Hisbullah & Selvi, 2018).

Pelajaran IPA dapat berkembang melalui keterampilan berpikir kritis yang


sejalan dengan salah satu tujuan pendidikan di abad 21, KBK merupakan
kemampuan yang dibutuhkan siswa untuk menganalisis fakta, mengemukakan
pendapat, memecahkan masalah, mengevaluasi, menyelidiki bukti, asumsi dan
logika. Dalam Programme for Internasional Student Assessment (PISA
Nasional) hasil analisis data PISA anak Indonesia menunjukkan beberapa
hasil antara lain rendahnya literasi siswa dengan hasil rata-rata sekitar 32%
untuk semua aspek, 29% untuk isi, 34% untuk proses dan 32% untuk konteks
(Permanasari, 2018).

Dari hasil tersebut, khususnya dalam konteks keilmuan, hampir dapat


dipastikan bahwa siswa Indonesia tidak mampu menghubungkan ilmu
pengetahuan yang sudah dipelajari berkaitan sesuai fenomena yang terjadi di
dunia, karena kebanyakan dari peserta didik tidak memperoleh pengalaman
yang dibutuhkan untuk menghubungkannya.
Oleh karena itu pendidikan ilmu pengetahuan alam berperan sangat penting
untuk menumbuhkan pemikiran kritis siswa dalam mempersiapkan siswa
menghadapi kehidupannya, sehingga siswa mampu berpikir kritis mengenai
materi pembelajaran IPA yang harus mendapat perhatian lebih serius
(Ramdani, Jufri, Jamaludin, & Setiadi, 2020).

Proses belajar dikelas diharapkan mampu melatih siswa dalam berpikir


kritis. Berpikir kritis penting untuk siswa terhadap terlatihnya mengamati
situasi, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, membentuk pendapat dan
mengumpulkan data, kemudian memberikan kesimpulan. Hal yang harus
diperhatikan oleh guru ketika mengajar IPA ialah mempertegas penguasaan
konsep siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan. Penguasaan konsep
sangat penting untuk keberhasilan pembelajaran, penguasaan konsep oleh
siswa dimaksudkan agar mampu mengelola kemampuan kognitif siswa
sehingga mampu melakukan perbaikan dalam pembelajaran berikutnya
(Ramdani, Jufri, Jamaludin, & Setiadi, 2020).

Dalam kajian ilmiah, salah satu konsep/topik yang dibahas adalah yang
berkaitan dengan siklus air. Materi ini meliputi tahapan dan proses siklus air
yang harus dijelaskan dengan diagram atau penjelasan dengan gambar agar
siswa dapat berpikir kritis(Putri & Susilaningsih, 2020).Realitas di sekolah
menunjukkan bahwa mempelajari IPA mengenai materi siklus air masih
berpegang teguh pada teori dan siswa sering kesulitan untuk menerima atau
memahami materi yang mereka coba pelajari oleh karena itu rendahnya
pencapaian nilai siswa, hal ini diduga akibat kurang aktifnya siswa untuk
berproses berpikir kritis.

Berdasarkan permasalahan tersebut dalam proses pembelajaran perlu disusun


suatu strategi pembelajaran, dan pembelajaran memerlukan beberapa
komponen. Salah satu komponen yang sangat penting adalah model
pembelajaran dan media pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran
discovery learning merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa MI khususnya pada
pembelajaran sains pada materi siklus air(Jayadinata, Gusrayani, & Azizah,
2018).

Salah satu upaya yang mampu untuk dilakukan meminimalisir


permasalahan tersebut adalah penggunaan model pembelajaran dengan
berbantuan model pembelajaran untuk meningkatkan pengalaman belajar, dan
media untuk memvisualisasikan konsep bahan ajar IPA. Salah satu varian
kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan keadaan tersebut adalah
penggunaan model pembelajaran discovery dengan media video. Video
pembelajaran menggabungkan berbagai bentuk media seperti audio, video,
animasi dan teks (Wabula & Rumahlatu, 2020).

Untuk menarik dan mengaktifkan siswa untuk belajar yang bermanfaat,


pembelajaran harus direncanakan dan dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
siswa termotivasi dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran,
termasuk melalui penggunaan model, metode, strategi, dan media
pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kinerja siswa. Model pembelajaran
yang tergolong interaktif adalah model pembelajaran discovery learning.
Dalam model pembelajaran ini, siswa harus menemukan dan mengolah
sendiri informasi yang diberikan oleh guru, kemudian melakukan serangkaian
kegiatan mulai dari mengumpulkan informasi hingga menarik kesimpulan
dari materi yang disajikan. Guru bertindak sebagai pembimbing bagi siswa
agar mereka aktif belajar (Edo, 2022).
Selain pemilihan model pembelajaran, penggunaan media juga dapat
membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap proses pembelajaran
dan mempengaruhi hasil belajarnya. Salah satu media pembelajaran menarik
yang dapat dimanfaatkan adalah media pembelajaran berbasis teknologi yaitu
video pembelajaran. Selain itu, pemutaran media pembelajaran berbasis
teknologi dalam format video membuatnya semakin jelas (Rahmayanti,
Siswanto, & Budiman, 2019).
Pengenalan pembelajaran penemuan berbantuan video memberikan
pengalaman belajar langsung yang menghubungkan yang diketahui dan yang
dipahami, menjadikannya lebih bermakna dan menumbuhkan kemampuan
berpikir sistematis. Media video dalam pembelajaran model discovery
learning berfungsi sebagai rangsangan atau pengumpulan data dalam proses
pembelajaran dan mempermudah kegiatan pengolahan data. Pembelajaran
dengan menggunakan penemuan berbantuan video meningkatkan keaktifan
siswa selama proses pembelajaran (Nurhayati & Atika, 2018).
Discovery adalah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
perkembangan konstruktivis. Model ini menekankan pentingnya memahami
struktur dan gagasan melalui partisipasi aktif siswa dalam proses
pembelajaran (Abidin & Sunarno, 2018). Model pembelajaran discovery
learning siswa dituntut belajar secara aktif, dimana pembelajaran tidak hanya
dinilai dari hasil, melainkan dari proses belajar. Model pembelajaran
Discovery Learning berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis
(Nurohmi & Utomo, 2019).
Melalui pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning
berbantuan media video diharapkan proses pembelajaran IPA materi siklus air
menjadikan siswa lebih aktif serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis. Oleh karena itu peneliti tuangkan dalam bentuk proposal dengan judul,
Pengaruh Model Discovery Learning berbantuan Media Video terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa MI pada Materi Siklus Air.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah diatas, maka masalah
yang dapat dirumuskan yaitu
1. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa MI pada materi siklus air
dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning
berbantuan media video ?
2. Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa MI pada materi siklus air
dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning tanpa
berbantuan video ?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan berpikir kritis siswa
menggunakan model pembelajaran discovery learningdengan
berbantuan media video dan tanpa media video ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yang ingin dicapai oleh penulis adalah

1. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa MI pada materi


siklus air dengan menggunakan model pembelajaran discovery
learning berbantuan video
2. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa MI
pada materi siklus air dengan menggunakan model pembelajaran
discovery learning tanpa berbantuan video
3. Untuk mengetahuiperbedaan peningkatan berpikir kritis siswa setelah
menggunakan model pembelajaran discovery learning berbantuan
media video dan tanpa media video.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa dan mampu mengembangkan atau menambah ilmu
pengetahuan yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan
zaman, sehingga ilmu pengetahuan dan informasi-informasi yang disajikan
dapat bermanfaat untuk masa yang akan datang.
Pada penelitianinimanfaat yang dapatdiambil, yaitu:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mendukung teori
tentang Pengaruh Model Discovery Learning Berbantuan Media Video
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI Pada Materi
Siklus Air.
2. Secara praktis, penulisberharap agar hasil penelitian ini
dapatbermanfaat sebagai berikut:
a. Bagi Guru
Penulis berharap agar menjadi acuan bagi Guru MI untuk melatih
penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning berbantuan
media video terhadap kemampuan berpikir kritis siswa sekolah
dasar pada materi siklus air.
b. Bagi peserta didik
Penulis berharap murid dapat mengoptimalkan penggunaan model
pembelajaran Discovery Learning berbantuan media video
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi siklus air.
E. Kerangka Berpikir
Discovery learning suatu model pengembangan metode belajar siswa yang
aktif dengan cara penemuan sendiri, penyelidikan sendiri, hasil yang diperoleh
akan bertahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh siswa
Hal ini merangsang pentingnya model dan media pembelajaran yang dapat
membantu sebagai alat untuk menyampaikan materi yang menarik dan dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Adapun langkah-langkah
dalam penelitian ini adalah(1)stimulation (pemberi rangsangan), (2) problem
statement(pernyataan/identifikasi masalah), (3) data collection (pengumpulan
data), (4) data processing (pengolahan data), (5) verification (pembuktian),
dan (6) generalization (menarik kesimpulan/generalisasi). Keterlaksanaan
model pembelajaran discovery learningdidapatkan dari lembar observasi yang
diamati oleh observer kemudian hasilnya akan dibandingkan pada setiap
pertemuan (Ana, 2019).
Dalam media video yang dimaksud adalah bentuk video animasi yang di
ambil dari aplikasi Youtube. Karena, dalam pembelajaran IPA terdapat bahan
ajar yang menjelaskan tahapan dan proses siklus air dengan ilustrasi dan
gambar. Agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, maka
dibutuhkan media sebagai alternatif yang sesuai untuk siswa sekolah dasar
yaitu media video animasi. Pemanfaatan media video pembelajaran
berdampak positif bagi guru dan siswa, memudahkan guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran, mengkondisikan siswa dalam kelas dan
meningkatkan semangat belajar siswa.
Kemampuan berpikir kritis Ini adalah keterampilan penting untuk
menghadapi tantangan hidup. Keterampilan tersebut meliputi keterampilan
berpikir kritis, berpikir kreatif dan pemecahan masalah. Dalam penelitian ini
mengacu pada kemampuan berpikir kritis siswa. Indikator berpikir kritis yang
digunakan adalah merumuskan permasalahan dan menyimpulkan fakta
berdasarkan observasi, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Adapun instrumen yang digunakan yaitu test subjektif
berupa soal uraiankemudian hasilnya akan dibandingkan pada setiap
pertemuan.
Materi pembelajaran IPA yang digunakan dalam penelitian ini adalah
terkait Siklus Air yang mengacu pada kompetensi inti dan kompetensi dasar
yang ada dalam kurikulum 2013.
Daftar Tabel I.I
Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator


3.8 Menganalisis siklus air dan 3.8.1 Mendiskusikan siklus air
dampaknya pada peristiwa di bumi dan dampaknya bagi
serta kelangsungan makhluk hidup. peristiwa di bumi serta
kelangsungan makhluk
hidup.
4.8 Membuat karya tentang skema 4.8.1 Melakukan percobaan
siklus air berdasarkan informasi tahap-tahap dalam siklus air
dari berbagai sumber. seperti evaporasi,
kondensasi, dan presipitasi.
Dikutip dalam (yuninta, 2017) Indikator dari keterampilan berpikir kritis
Menurut Ennis yaitu sebagai berikut :

1. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary Clacification)


a. Memfokuskan pertanyaan
b. Menganalisis argument
c. Menanyakan dan menjawab pertanyaan
2. Membangun keterampilan dasar (Basic support)
a. Mengkaji ulang untuk membuktikan sumber tersebut dapat di
percaya atau tidak
b. Mengamati serta membuktikan hasil observasi
3. Menyimpulkan (Inference)
a. Membuat kesimpulan dan mempertimbangkan
b. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan yang di dapat
4. Membuat penjelasan lanjut (Advanced clarification)
a. Memberikan definisi dan mempertimbangkannya
b. Memberikan definisi terhadap dugaan yang dipikirkan
5. Mengatur strategi dan taktik (Strategy and tactics)
a. Menentukan apa yang akan dilakukan
b. Saling melakukan aksi dengan orang lain.
Penelitian ini memfokuskan pada indikator keterampilan berpikir kritis
siswa. Indikator berpikir kritis siswa menjadi acuan pencapaian dalam tujuan
pembelajaran, guru dapat menerapkan indikator tersebut dalam proses
pembelajaran. Adapun kerangka berpikir kritis pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut.
Kerangka Berpikir
PENGARUH MODEL

Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pembelajaran Peningkatan Pembelajaran discovery


discovery learning kemampuan berpikir learning berbantuan media
kritis video pembelajaran

Bagan 1.1 skema kerangka berpikir

Pengaruh Model Discovery Learning Berbantuan Media Video Terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

F. Hipotesis
Penelitian dapat terjadi adanya hipotesis penelitian. hipotesis bisa
diperbedakan antara hipotesis nol beserta hipotesi kerja. Pengaruh, hubungan
dan perbedaan antara dua variabel maupun lebih merupakan definisi dari
hipotesis kerja. Sedangkan anggapan bahwa tidak ada hubungan yang berupa
pengaruh, yaitu hubungan antara dua variabel maupun lebih merupakan
definisi hipotesis nol(Sugiyono, 2019).
Pada studi ini hipotesis memakai dua hipotesis yakni hipotesis nol yang
menggambarkan tidak ada pengaruh antara variabel X dan variabel Y, beserta
hipotesis alternatif maupun kerja menyatakan adanya pengaruh antara variabel
X beserta Y, dengan lebih detail hipotesis studi ini sebagai berikut:
Ho : Tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa MI pada materi
siklus air di kelas V MIN 1 kabupaten bandung
Hₐ : Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap berpikir kritis siswa kelas V
MI pada materi siklus air dengan menggunakan model pembelajaran discovery
learning berbantuan media video dibandingkan dengan discovery learning
tanpa menggunakan video
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa temuan dari penelitian ini meliputi :
1. Hasil penelitian yang ditulis oleh Karlina Wong Lieung (2019) dalam
Jurnal Of Primary Education yang berjudul : “Menerapkan Model
Discovery Learning dalam Lingkungan Pembelajaran Kritis. Berikut ini
berfokus pada peran ilmuwan dalam eksperimen kelas dengan model yang
mendemonstrasikan pembelajaran penemuan. Jika Anda membandingkan
hasil pre-test dan post-test dengan tikus, ada beberapa hal yang dapat Anda
lakukan untuk langsung mengujinya”
2. Hasil Penelitian yang ditulis oleh Henik, Anang dan Akbar (2019) dalam
Jurnal Pendidikan yang berjudul : "Pengaruh metode pembelajaran
penemuan berbantuan media pada kemampuan berpikir kritis dan
pemahaman konsep ilmiah". Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelas yang siswa belajar
dengan menggunakan model pembelajaran discovery dengan bantuan
media dan kelas yang siswa belajar dengan menggunakan model discovery
learning. Keterampilan berpikir siswa yang dibelajarkan melalui model
pembelajaran discovery dengan bantuan benda nyata lebih besar daripada
keterampilan berpikir siswa yang diajar melalui pembelajaran discovery.
3. Hasil Penelitian yang ditulis oleh Aprilia Rahmayanti, Joko Siswanto,
Muhammad Arief Budiman (2019) dalam Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar
yang berjudul : “Dampak Model Pembelajaran Inkuiri Menggunakan
media video untuk memerangi masalah pendidikan. Hal ini menunjukkan
pengaruh penelitian media pembelajaran video terhadap hasil belajar siswa
kelas IV”
4. Hasil Penelitian yang ditulis oleh Angriani Nofita Djepy, A.Rasyid
Tolangara,Taslim D. Nur (2022) dalam Jurnal Bioedukasi yang berjudul :
“Pengaruh Model Discvery Learning Berbantuan Video Pembelajaran
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep Ipa Siswa
SMP Negeri 44 Halmahera Barat”. Menunjukan bahwa terdapat pengaruh
penerapan model pembelajaran discovery learning berbantuan video
pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas VII
SMP Negeri 44 Halmahera Barat.
5. Hasil Penelitian yang ditulis oleh Nury Yuniasih, Didik Iswahyudi, Yaneti
Ngailo (2022) dalam jurnal Seminar Nasional PGSD UNIKAMA yang
berjudul : “Pengaruh Model Video Animasi Pembelajaran terhadap Hasil
Belajar Esai Kelas III Siswa SDN Bandung Rejosari 3 Malang. Hal ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran berbantuan video berpengaruh
positif terhadap hasil belajar pada saat mengajar mata pelajaran kelas III
SDN Bandung Rejosari 3 Malang”
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Discovery Learning


1. Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran adalah pendekatan pembelajaran yang di
dalamnya terdapat tujuan pengajaran, tahapan, pengelolaan, dan
lingkungan pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi sebagai
perancang pengajaran dan pedoman terhadap pelaksanaan pembelajaran
yang digunakan untuk menghasilkan hasil belajar (Aqwal, 2020).
Menurut Soekamto dalam (Iis Sholihat, 2016) Model pembelajaran
adalah sebuah kerangka yang memberikan langkah-langkah sistematis
untuk mengorganisasikan mendapatkan pengalaman untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Selain itu, model pembelajaran berfungsi
sebagai panduan bagi guru dalam proses mengajar. Dengan menggunakan
proses intuitif untuk memahami ide, makna, atau hubungannya model
pembelajaran discovery learning mencapai hasil akhir. Discovery adalah
rangkaian suatu kegiatan pembelajaran terhadap kemampuan siswa dalam
mencari secara menyeluruh sehingga siswa dapat menemukan pemahaman
atau pengetahuan, sikap dan keterampilam perubahan dalam perilaku
siswa.

Discovery adalah suatu kegiatan pembelajaran yang memfokuskan


terhadap intelektual para peserta didik sehingga mampu menyelesaikan
berbagai permasalahan yang ditemui pada suatu konsep yang didapatkan.
Menurut Amien disovery proses pembentukan asimilasi konsep dan
prinsip mental seorang anak atau individu. Dengan kata lain, penemuan
terjadi ketika siswa mencari konsep atau prinsip melalui proses mental
mereka sendiri. Kegiatan atau pengajaran, agar siswa dapat mempelajari
konsep dan teori melalui pemikirannya sendiri (Kharijah, 2018).
Model Discovery Learning salah satu tahapan belajar peserta didik
secara aktif melalui proses penemuan dan penyelidikan terhadap
pembelajaran, sehingga ingatan siswa terhadap pembelajaran bertahan
lama. Dalam penemuan siswa mampu memperkirakan (conjucture),
merumuskan hipotesis, menemukan kebenaran melalui proses induktif dan
deduktif melalui observasi dan ekstrapolasi. Model Discovey Learning
Atur pembelajaran sebanyak mungkin sehingga siswa dapat memperoleh
latar belakang pengetahuan diketahui tidak hanya melalui pemberitahuan
melainkan menemukan sendiri (Mukaramah, Kustina, & Rismawati,
2020).

2. Tahapan-tahapan Discovery Learning


Ada beberapa langkah yang harus diikuti selama kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran temuan (Rosalia, 2020)
sebagai berikut
a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pada tahap ini siswa menghadapi kemungkinan ketidakpastian dan
keinginan untuk melanjutkan dan mencari tahu tanpa melakukan
generalisasi dan investigasi sendiri. Guru dapat memulai interaksi
belajar dan membantu siswa bereksplorasi.
b) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah memberikan motivasi, langkah selanjutnya adalah guru
memberdayakan siswa menentukan daftar masalah yang relevan
sebanyak mungkin. Selanjutnya, pilih masalah dan kembangkan
hipotesis yang merupakan jawaban paling penting untuk pertanyaan
masalah. Teknik yang berguna adalah memberi siswa kesempatan
untuk menemukan dan bantu mereka mengidentifikasi masalah yang
mereka hadapi dalam pemahaman mereka dan menjadi terbiasa dalam
mencari masalah.
c) Data collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini, membuktikan apakah hipotesis benar dengan
menjawab pertanyaan, memberikan pernyataan atau hipotesis yang
telah dibuat sebelumnya, dan menentukan apakah itu memberikan
jawaban atau tidak, dan memastikan buktinya.
d) Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data adalah proses mengolah data dan
menginterpretasikan data dan informasi yang dikumpulkan siswa
melalui observasi, wawancara, dan metode lainnya itu dihitung dengan
rumus tertentu dan ditafsirkan dengan tingkat kepercayaan tertentu bila
diperlukan. Pengolahan data disebut kode ulang atau kategorisasi
adalah istilah lain untuk pengolahan data, yang melibatkan
pembentukan konsep dan generalisasi. Melalui generalisasi ini, siswa
dapat menemukan solusi alternatif atau identitas logis.
e) Verification (pembuktian)
Pada tahap ini, siswa secara cermat memeriksa apakah hasil lain
yang berkaitan dengan hasil pengolahan data mendukung hipotesisnya.
Validasi bertujuan untuk keberhasilan dan kreativitas pelaksanaan
proses pembelajaran ketika guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memahami konsep, teori, aturan atau situasi kehidupan
nyata
f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Proses mempertimbangkan hasil verifikasi dan menarik kesimpulan
yang harus dijadikan prinsip umum dan diterapkan pada situasi atau
masalah yang sama dikenal sebagai tahap generalisasi. Maka dari itu,
disimpulkan bahwasannya model pembelajaran penemuan
membutuhkan siswa dalam menemukan apa yang mereka ketahui
selama proses pembelajaran. Akibatnya, guru tidak harus memberikan
pesan langsung kepada siswa.
3. Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning
Berikut ini adalah beberapa keunggulan model pembelajaran discovery
learning menurut (Rosalia, 2020).
a) Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Karena
mereka memikirkan kemampuan mereka dan menggunakannya untuk
menemukan hasil akhir.
b) Siswa melalui proses penemuan diri sehingga mereka memiliki
pemahaman yang benar tentang mata pelajaran. Apa yang diperoleh
dengan demikian diingat lebih lama dan proses penemuan itu sendiri
membawa kepuasan bagi siswa.
c) Siswa yang memperoleh pengetahuan melalui penemuan dapat
berhasil mentransfer pengetahuan itu ke berbagai situasi.
Selain menurut pendapat diatas terdapat beberapa ahli yang
mengungkapkan kelebihan model discovery learning.
Berikut adalah beberapa kelebihan model pembelajaran discovery learning
menurut (Darma & Sujana, 2020).
a) Mendukung, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
b) Hasil yang diperoleh dengan metode ini sangat berbeda dan
bermanfaat karena meningkatkan pemahaman, ingatan dan transmisi
c) Guru yang menitikberatkan pada kerjasama aktif antara guru dan siswa
dalam situasi diskusi juga dapat berperan sebagai siswa dan peneliti.
4. Kekurangan Model Discovery Learning
Selain kelebihan discovery learningterdapat juga kekurangan dalam
model pembelajaran discovery learning menurut Ana (2019).
a) Model ini mengasumsikan posisi pembelajaran. Siswa dengan
kemampuan kognitif rendah sulit berpikir secara abstrak dan
mengungkapkan hubungan antar konsep baik secara tertulis maupun
lisan, yang dapat menjadi sumber frustasi.
b) Karena membutuhkan banyak waktu untuk menemukan kegiatan
pemecahan masalah, model ini tidak efektif ketika mengajar sejumlah
besar siswa.
c) Semisalkan siswa dan guru menjadi terbiasa dengan metode lama,
harapan dalam model ini dapat terganggu.
d) Model pembelajaran ini lebih cocok untuk mengembangkan
pemahaman, tetapi aspek lain kurang mendapat perhatian.
Discovery learning juga memiliki permasalahan yang dihadapi
siswa, dan kendala tersebut menjadi learning gap atau celah. Misalnya,
kendala yang kita hadapi membutuhkan lebih banyak waktu belajar
daripada belajar menerima(Rosalia, 2020).
B. Penggunaan Media Video Pembelajaran
1. Pengertian Media Video
Media pembelajaran dalam proses belajar mengajar didefinisikan
sebagai sarana grafis, fotografi atau elektronik untuk menerima, mengolah
dan mengubah informasi verbal atau visual. Selama proses pembelajaran,
alat pendidikan digunakan untuk interaksi dan komunikasi antara guru dan
siswa. Untuk mempercepat dan meningkatkan kinerja proses dan hasil
akademik, media pembelajaran bisa memperjelas penyampaian pesan dan
informasi (Mufarokah & Annisatul, 2019).
Media pembelajaran untuk membantu pembelajaran. Sebagai seorang
pengajar memahami bahwa tanpa media pembelajaran siswa merasa
mengalami kesusahan dalam pemahaman materi pembelajaran. Setiap
materi memiliki tingkat kesulitan yang berbeda, ada pembelajaran yang
tidak membutuhkan media pembelajaran dan pembelajaran yang
membutuhkan media pembelajaran. Materi pembelajaran dengan taraf
kesulitan tinggi pasti siswa sulit memahami, terutama bagi siswa yang
tidak menyukai cara pembelajaran disampaikan.
Menurut Cheppy Riyana (2007) Media pembelajaran video adalah alat
pembelajaran terbaik karena menyajikan pesan audio dan visual yang
mencakup ide, prinsip, teknik, dan penerapan teori untuk meningkatkan
pemahaman siswa tentang topik yang diajarkan. Video adalah alat bantu
pembelajaran visual (audiovisual) yang mampu diterapkan untuk
menyampaikan suatu pesan/mata pelajaran. Dikatakan terdengar karena
memiliki unsur auditory (audio) dan visual/video (view) yang dapat
disajikan secara bersamaan(Mufarokah & Annisatul, 2019).
Media atau bahan pembelajaran inovatif adalah alat yang
menggunakan kemajuan teknologi dan informasi untuk menyampaikan
informasi dan pesan pembelajaran agar siswa lebih mudah memahami
informasi yang tersedia oleh pendidik. Untuk itu, mempelajari bahan
untuk pembelajaran yang dapat disajikan dalam pembelajaran
membutuhkan bahan ajar yang berkualitas dan efektif (Khairani, 2019).
Beberapa konten IPA sulit dikuasai tanpa alat, sehingga bahan ajar
video dapat diterapkan pada pelajaran IPA. Maka dari itu pembelajaran
membutuhkan bantuan media. Perangkat pembelajaran mempunyai
peranan yang luar biasa penting karena memfasilitasi pemahaman dalam
mendapatkan materi yang disampaikan (Risky, 2019). Penggunaan media
video pembelajaran berupa alat media audiovisual memudahkan
penyampaian pengetahuan baru kepada siswa, memudahkan visualisasi
konsep abstrak, dan mempercepat metode pembelajaran.
1. Karakteristik Media Video
Setiap media pembelajaran pasti memiliki beberapa fitur yang
membuatnya berbeda dari media pembelajaran lainnya. Ini juga berlaku
untuk materi video, yang memiliki kegiatan pembelajaran yang unik
(Oktaviani, 2018).
Menurut Riyana (2020) Menyebutkan bahwa beberapa fitur media video
termasuk:
a) Kemampuan untuk memperbesar objek yang kecil menjadi tampak
secara langsung
b) Kemampuan untuk menampilkan banyak objek
c) Kemampuan untuk mengubah beberapa bagian gambar sesuai
keinginan.
d) Gambar dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu
e) Media video sangat menarik sehingga siswa tidak melakukan kegiatan
lain
f) Mampu membawakan objek, gambar, dan informasi terkini dan
terpercaya.
Adapun menurut Sumaranti (2020) Menyatakan fitur media video
pembelajaran sebagai berikut:
a) Media video memiliki tujuan yang bersifat satu arah
b) Memperlihatkan gambar yang bergerak
c) Digunakan dengan cara yang ditetapkan oleh pelaksana
d) Merupakan representasi dari objek asli atau fiksi
e) Berdasarkan prinsip-prinsip psikologis perilaku dan kognitif
f) Berpusat pada pendidik dengan keterikatan siswa yang rendah
2. Fungsi Media Video
Fungsi multimedia video pembelajaran dapat dilihat dari dua sisi yaitu
sisi pendidik dan sisi siswa(Trisiana, 2020). Fungsi media atau bahan
pembelajaran bagi pengajar yaitu:
a) Membagikan arahan dan petunjuk untuk memperoleh tujuan
b) Pengertian dengan baik untuk mewujudkan urutan pengajaran
c) Memberikan kerangka sistematis untuk kepentingan pengajaran
d) Membantu guru menguasai mata pelajaran
e) Mendukung instruksi yang akurat dan lengkap
f) Membangunkan rasa percaya diri pengajar
g) Menumbuhkan taraf pelajaran
Fungsi Media Video selain bagi pengajar Adapun fungsi media
pembelajaran untuk siswa adalah sebagai berikut:
a) Memperkuat keinginan siswa untuk belajar
b) Menjamin dan meningkatkan ketersediaan keragaman
c) Menyediakan struktur mata pelajaran yang mudah digunakan dan
memfasilitasi pembelajaran siswa
d) Memberikan pokok-pokok dan inti pesan secara langsung sehingga
memudahkan siswa untuk belajar
e) Meningkatkan fokus dan analisis peserta didik
f) Mewujudkan lingkungan dan keadaan belajar yang tidak
membosankan
g) Dengan menggunakan media pembelajaran, siswa dapat memahami
pelajaran dengan sistematis
3. Kelebihan Media Video Pembelajaran
Dalam pembelajaran, Masing-masing media memiliki kelebihan,
seperti menarik perhatian siswa, meningkatkan pemahaman mereka,
meningkatkan kreativitas mereka, dan berpikir kritis, dan mendorong
mereka untuk lebih terlibat dan membantu siswa berpartisipasi dalam
proses pembelajaran (Arsyad, 2019).
Di sisi lain, keunggulan video yang dijelaskan oleh Nugent dan
Smaldino antara lain media yang cocok untuk digunakan di kelas kecil dan
kelas besar yang berlangsung dalam waktu singkat, memberikan wawasan
kepada siswa dan memungkinkan mereka untuk belajar langsung sesuai
dengan kebutuhan mereka. Salah satu keuntungan menggunakan media
video dalam pembelajaran, menurut Akhmad Busyaeri, adalah dapat
memecahkan jarak dan waktu, dan dapat menjelaskan keadaan masa lalu
dalam waktu yang ringkas dapat dengan mudah memahami pesan, serta
dapat mengembangkan pemikiran dan pendapat siswa(Arsyad, 2019).
4. Kelemahan Media Video
Selain dari pada keunggulan, media video pembelajaran mempunyai
kelemahan sebagai berikut
a) Biasanya membutuhkan banyak biaya dan waktu
b) Video terlalu menekankan materi dibandingkan dengan proses
pengembangan bahan.
c) Video yang ada apabila tidak memenuhi tujuan dan kebutuhan
pembelajaran, kecuali untuk video yang diproyeksikan dan diproduksi
secara pribadi.
d) Video lebih menekankan pentingnya penyediaan materi daripada
proses pengembangan materi
e) Penyajiannya juga dilengkapi peralatan seperti video player, layar
untuk kelas besar seperti layar LCD (Aliyyah, Amini, Subasman,
Herawati, & Susan, 2021).
5. Manfaat penggunaan Media Video
Selama ini, media pembelajaran hanya digunakan sebagai alat bantu
guru. Namun, dengan berkembangnya teknologi informasi, media
pembelajaran menjadi lebih interaktif dan berkembang (Puryono, 2020)
Fitur dan faedah media pembelajaran sebagai berikut:
a) Media pembelajaran dapat memecahkan keterikatan kemahiran siswa.
b) Media pembelajaran dapat melebihi ruang kelas, memungkinkan siswa
mempelajari banyak hal yang tidak memungkin mereka lakukan secara
langsung di kelas. Semua materi dapat diberikan kepada siswa berkat
penggunaan media yang sesuai.
c) Media pembelajaran memungkinkan siswa berinteraksi langsung
dengan lingkungannya.
d) Media mengharmoniskan pengamatan.
e) Media dapat menerapkan konsep dasar yang tepat, konkret, dan
realistis.
f) Media menumbuhkan kemauan dan semangat pada anak-anak.
g) Media mendorong dan mendorong mereka untuk belajar
h) Media meninggalkan pengalaman yang mendalam dan menyeluruh,
dari yang konkrit hingga abstrak.
C. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (KBK)
Saat ini dunia kondisi pendidikan menghadapi tantangan untuk dapat
menghasilkan individu yang mampu menjawab tuntutan global, salah
satunya yaitu hal yang harus diperhatikan untuk menghasilkan individu
yang mampu menjawab tuntutan global adalah menghasilkan generasi
yang memiliki kemampuan berpikir kritis (Sajidah, 2016).
a. Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah
dan mencapai kesimpulan dengan mempertimbangkan berbagai sudut
pandang dan aspek. Berpikir kritis adalah proses mempertimbangkan
secara serius melalui analisis informasi yang diterima dan menghasilkan
tindakan yang tepat dan rasional.Keterampilan berpikir kritis siswa dapat
berlatih secara terstruktur. Guru harus berperan dalam memotivasi dan
memberikan keyakinan siswa untuk selalu berlatih berpikir kritis (Subali,
Ridho; Marwanto, 2020).
Stobough mendefinisikan berpikir kritis sebagai kemampuan untuk
memberikan jawaban daripada menghafalnya. Eggen dan Kauchak
menyatakan bahwa berpikir kritis itu penting, dengan berpikir kritis siswa
cenderung untuk melakukan evaluasi secara nyata. Rainbolt dan Dwyer
menekankan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan memperbaiki
dengan benar argumen yang dibuat oleh orang lain dan menciptakan
argumen yang masuk akal dan valid. Jadi menurut Santrock mengatakan
bahwa berpikir kritis berarti berpikir dengan teliti, produktif, dan
mengevaluasi apa yang terjadi (Febriyanto, 2017).
Melatih pembelajaran di sekolah harus membantu siswa memperoleh
keterampilan dan kemampuan untuk mencari, mengolah, dan
mengevaluasi berbagai informasi secara kritis. Ini karena kemampuan
berpikir kritis siswa yang digunakan untuk mengamati, menganalisis, dan
memperbaiki pendapat atau informasi sebelum membuat keputusan untuk
menerima atau menolaknya. Ketelitian guru dalam memilih model
pembelajaran juga berkontribusi pada peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa (Susanti, Taufiq, Hidayat, & Machmudah, 2019).
Berlandaskan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwasannya berpikir
kritis merupakan keterampilan yang penting bagi siswa untuk memberikan
jawaban berlandaskan bukti yang bermakna, produktif dan evaluatif.
b. Ciri-ciri Berpikir Kritis
Dalam memecahkan masalah, berdasarkan kemampuan berpikir kritis
sangat penting. Beberapa karakteristik yang dapat dilihat untuk
menentukan tingkat kemampuan berpikir kritis individu Ini adalah
karakteristik berpikir kritis menurut Wijaya dalam Megawati (2019).
a) Memahami keseluruhan secara rinci
b) Mampu menemukan masalah
c) Mampu membedakan antara ide-ide yang selaras dengan yang tidak
d) Membedakan faktatualisasi dengan cerita atau pendapat
e) Mampu mengenal perbedaan atau ketidakseimbangan informasi
f) Mampu membedakan argumen yang valid dengan tidak valid
g) Mampu membuat standar atau kapasitas penilaian data
h) Mengumpulkan data guna membuktikan valid tidaknya data
i) Mampu mengenal atribut manusia, tempat dan benda, seperti dalam
karakter, wujud, dan lain-lain
c. Faktor-faktor Kemampuan Berpikir Kritis

Banyak variabel yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis


seseorang, tetapi ini didasarkan pada banyak variabel yang bermanfaat
atau berguna dalam kemampuan berpikir kritis setiap orang. Menurut
Rubenfeld & Scheffer (Utari, 2017) sebagai berikut
1. Kondisi Fisik
Kondisi fisik berguna dalam kemampuan seseorang untuk berpikir kritis.
Ketika seseorang dalam suasana hati yang buruk membutuhkan pemikiran
yang matang untuk menyelesaikan masalah, tentunya keadaan seperti itu
sangat mempengaruhi cara berpikir sehingga tidak bisa lagi fokus
sehingga berpikir mampu dengan cepat.
Indikator kondisi fisik adalah:
a) Siswa yang tidak mudah menyerah
b) Tidak cepat tertidur
c) Kesehatan panca indera, khususnya mata dan telinga
2. Keyakinan diri atau motivasi
Lewin (2017) motivasi dapat didefinisikan sebagai gerakan menuju
pencapaian tujuan dengan cara yang positif atau negatif. Motivasi adalah
upaya untuk mendorong atau menggembirakan energi untuk mencapai
tujuan tertentu. Indikator motivasi yaitu,
a) Keberanian yang kuat
b) Keluwesan
c) Ketahanan pendapat
3. Kecemasan

Kecemasan dapat memengaruhi penurunan kemampuan untuk berpikir


kritis. Hal tersebut terjadi ketik mekanisme simpatik-adrenal tulang
belakang disiapkan untuk bertindak oleh ketegangan hipotalamus, yang
kemudian mengirimkan impuls aktivasi.
Indikator kecemasan yaitu
a) Siswa kesulitan konsentrasi
b) Rasa tidak percaya diri dialami siswa
c) Gangguan gugup contohnya gangguan pernapasan dll
d) Emosi tidak tenang mudah tersinggung
4. Kebiasaan atau rutinitas
Kebiasaan yang tidak baik atau rutinitas yang tidak baik dapat
memberikan hambatan dalam tindakan dan ide. Indikator kebiasaan yaitu
a) Belajar dengan terstruktur
b) Menyiapkan kepentingan belajar
c) On time
d) Memahami pembelajaran sampai tuntas
5. Perkembangan intelektual
Seseorang dari sudut pandang kecerdasan menanggapi dan dapat
memecahkan masalah, menghubungkan atau menyatukan hal-hal, dan
dapat merespon rangsangan kognitif. Indikator intelektual termasuk
a) rasa ingin tahu
b) kemampuan berpikir mandiri
c) kemampuan memecahkan masalah.
d. Indikator Berpikir Kritis
Dikutip dalam (yuninta, 2017) Indikator dari keterampilan berpikir kritis
Menurut Ennis yaitu sebagai berikut :
1. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary Clacification)
a. Memfokuskan pertanyaan
b. Menganalisis argument
c. Menanyakan dan menjawab pertanyaan
2. Membangun keterampilan dasar (Basic support)
a. Mengkaji ulang untuk membuktikan sumber tersebut dapat di percaya
atau tidak
b. Mengamati serta membuktikan hasil observasi
3. Menyimpulkan (Inference)
a. Membuat kesimpulan dan mempertimbangkan
b. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan yang di dapat
4. Membuat penjelasan lanjut (Advanced clarification)
a. Memberikan definisi dan mempertimbangkannya
b. Memberikan definisi terhadap dugaan yang dipikirkan
5. Mengatur strategi dan taktik (Strategy and tactics)
a. Menentukan apa yang akan dilakukan
b. Saling melakukan aksi dengan orang lain
D. Kelebihan Model Pembelajaran Discovery Learning berbantuan
Media Video dengan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Model discovery learning berbantuan video berpengaruh terhadap
hasil belajar psikomotorik karena pendekatan belajar menemukan
mengajarkan siswa kemampuan berpikir dan memecahkan suatu masalah
melalui tahapan sistematis dan kerja sama tim. Metode ini mengajarkan
siswa untuk melakukan kegiatan praktikum yang menunjukkan
kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Keterampilan berpikir
kritis siswa harus dikembangkan karena jika mereka mempunyai
kemampuan ini, mereka akan dapat mencurahkan perhatian mereka pada
pelajaran (Khofiyah, Sutisna, & Suyanto, 2019).
Dengan bantuan media video, model Discovery Learning dapat
disempurnakan untuk membantu siswa menguasai materi dengan baik.
Media video dapat membantu meningkatkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik, memperkuat pemahaman siswa tentang pelajaran
(Medianty, Bahar, & Elvinawati, 2018).
Dalam proses pembelajaran, media pembelajaran video digunakan
untuk menyampaikan pesan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Media
ini juga dapat mendorong pilihan, perasaan, perhatian, dan kemampuan
siswa untuk belajar sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 (Wabula &
Rumahlatu, 2020). Siswa melihat peningkatan dalam ketertarikan mereka
untuk belajar sebagai hasil dari kemampuan mereka untuk berpikir kritis
dan memecahkan masalah.
E. Tinjauan Materi Siklus Air
1. Pengertian SiklusAir
Siklus air adalah rentetan perubahan wujud air yang berulang yang terjadi
secara konsisten. Siklus air terdiri dari air dari Bumi, lalu menuju
atmosfer, dan kemudian kembali ke Bumi.
2. Jenis-Jenis Siklus Air
Siklus hidrologi pendek, sedang, dan panjang adalah beberapa jenis siklus
air sebagai berikut.
a. Siklus Hidrologi Pendek (Siklus kecil)

Gambar 1 Siklus Hidrologi Pendek


Siklus hidrologi pendek, juga dikenal sebagai siklus minor, adalah
siklus pertama. Siklus air kecil adalah yang paling sederhana karena terdiri
dari beberapa langkah. Karena tidak ada proses adsorpsi atau pergerakan
uap air oleh angin, uap air hasil penguapan dari laut tenggelam ke laut
sekitarnya. Sirkuit ini disebut sirkuit pendek. Siklus hidrologi pendek
terjadi sebagai berikut: 1. Sinar matahari melepaskan energi panas ke
dalam air laut, yang menguap menjadi uap air. 2. Setelah uap air menguap,
mengembun membentuk awan berisi uap air. 3. Awan yang terbentuk
mencapai titik jenuh dan mengendap di permukaan laut. Curah hujan
kembali ke permukaan laut saat air menguap.
b. Siklus Sedang

Gambar 2 Siklus Sedang


Siklus ini sangat umum di Indonesia. Uap air dihasilkan ketika sungai,
danau, lautan, atau badan air lainnya keluar dari aliran. Kemudian terlipat
menjadi kondensasi yang digerakkan angin dan kemudian pergi ke
wilayah dekat lautan. Di bawah ini adalah penjelasan tentang bagaimana
siklus air terjadi.
a) Sinar matahari memanaskan uap udara
b) Angin mengangkut uap air dari udara hingga menutupi bumi
c) Uap di udara terbentuk awan dan berubah menjadi hujan
d) Air hujan turun ke permukaan, menuju sungai dan kembali ke laut.
c. Siklus Panjang

Gambar 3 Siklus panjang


Siklus panjang merupakan siklus air yang terjadi pada iklim subtropis
dengan empat musim yaitu musim panas, musim semi, musim gugur dan
musim dingin. Gambaran siklus air dalam proses sama dengan siklus
sedang atau sedang, namun memiliki perbedaannya berada pada rentang
yang lebih luas dari siklus rata-rata. Dalam proses ini, awan yang
terbentuk dalam jangka waktu yang lama tidak langsung berubah menjadi
air hujan, melainkan mencair dan membentuk salju, inilah proses jangka
panjangnya., 1) Cahaya matahari mendorong konversi Air laut berubah
menjadi uap karena panas. 2) Uap air mengalami proses perubahan. 3)
Proses sublimasi ini berubah dari uap air lalu menjadi awan kristal es. 4)
lalu awan akan bergerak bersama angin menuju bumi. 5) awan akan
mengalami presipitasi yang menyebabkan hujan seperti salju. (6) Salju
yang terkumpul kemudian akan membentuk gletser. 7) Gletser ini akan
mencair ke dalam air dan mengalir di atas tanah dan mengalir ke sungai. 8)
Air yang mengalir ke sungai akan dialirkan ke laut.
3. Tahapan Siklus Air
a. Penguapan
Dalam proses ini, air berubah dari keadaan cair menjadi gas. Ketika
matahari memancarkan panasnya ke bumi, pasti akan terjadi
pengurangan keberadaan air di sungai, danau, dan lautan dalam bentuk
gas. Molekul gas akan larut, sehingga mereka akan menyebar melalui
audara ke atmosfer.
b. Kondensasi
Kondensasi adalah proses yang mengubah air dari gas ke keadaan
cair. Saat air naik ke udara, ia mendingin dan berubah bentuk lagi,
yang artinya menjadi tetesan air yang sangat kecil. Ini terjadi ketika es
membentuk awan.
c. Air Hujan
Saat uap air membentuk awan, jika angin berhembus, awan
tersebut pasti akan "terbang" bersama angin. Jika terlalu banyak air
yang terkondensasi untuk menopang berat udara, air di awan jatuh ke
tanah sebagai hujan. Namun, tidak semua air di awan jatuh sebagai
hujan karena bergantung pada suhu udara di daerah yang terkena
dampak. Jenis air hujan bisa cair atau padat, seperti salju atau hujan es.
d. Infiltrasi
Adalah proses waktu dimana air jatuh dari awan ke tanah, dan
sebagian besar air harus jatuh ke tanah dan membasahi tanah. Perairan
ini "terkumpul" di bawah tanah, terutama di bebatuan, pasir atau
kerikil, bisa disebut akuifer, yaitu air bawah tanah. Sedimen mengalir
ke dasar sungai, sehingga air tetap mengalir bahkan setelah hujan. Air
tanah terutama digunakan oleh akar tanaman, terutama dalam proses
fotosintesis.
e. Limpasan
Limpasan adalah proses air yang tidak merembes ke dalam tanah,
melainkan mengalir di atas tanah. Limpasan ini dikumpulkan di sungai
dan kemudian mengalir ke sungai yang lebih besar.
f. Transpirasi
Proses ini terjadi ketika air menguap dari tanaman, terutama dengan
daunnya. Ia juga memiliki kemampuan untuk mengembalikan uap air
ke udara, singkatnya siklus air ini tercipta melalui :
a) Baik air laut maupun air tanah menguap, kemudian naik ke langit
dan terkumpul di udara membentuk badan air.
b) Awan yang terkumpul di langit kemudian mencair sehingga tetesan
air hujan jatuh ke permukaan bumi.
c) Dari tempat presipitasi, sebagian air mengalir langsung melalui
sungai menuju laut. Sebagian akan terserap ke dalam perut bumi,
dan sebagian lagi akan mengembun menjadi es.
d) Pasokan air dari permukaan bumi kemudian menguap lagi,
membentuk awan dan melakukan proses rotasi yang terus menerus
dan berulang-ulang.
4. Kegunaan Air Bagi Mahluk Hidup
a. Manfaat Air
Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari bumi, air dan udara,
bumi merupakan penopang dan sumber dari segala sesuatu yang ditanam
di bumi. Udara (oksigen) digunakan untuk bernafas dan dipompa melalui
darah di jantung untuk membawa nutrisi ke paru-paru dan seluruh tubuh.
Dari tiga perempat tubuh manusia berdampingan dari dan dengan air, dan
tanpa adanyaair seorang tidak mampu hidup lebih dari empat sampai lima
hari tanpa air. Daripada itu, air diperlukan untuk memasak, mencuci,
mandi dan membersihkan rumah. Air juga digunakan dalam industri,
pertanian, peternakan, perkebunan, pemadam kebakaran, rekreasi,
restoran, hotel, transportasi, dan berbagai keperluan lainnya. Penyakit
yang menyerang manusia juga dapat menular dan menyebar melalui air.
Keadaan tersebut tentunya dapat memicu penyakit disekitar lingkungan.
Tubuh manusia merupakan 65% dari total berat badan, tetapi jumlah ini
sangat bervariasi dari orang ke orang dan dari bagian ke bagian.
b. Fungsi dan Peran Air
Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar di dunia tetap
terpenuhi tidak dipisahkan dari air. Air sangat penting tidak hanya bagi
mahluk, air penting bagi makhluk hidup, hewan dan tumbuhan. Tanpa air
tidak akan ada kehidupan di dunia karena seluruh makhluk hidup banyak
membutuhkan air untuk bertahan hidup. Manusia mungkin hidup beberapa
hari, tetapi sebagian lainnya tidak akan hidup beberapa hari jika dia tidak
minum, karena itu adalah bagian besar dari bahan penyusun tubuh
manusia adalah 73% air.
Dalam upaya mengusahakan keberlangsungan hidup, manusia
berusaha menyediakan air yang cukup untuk dirinya sendiri. Selanjutnya,
air berperan sangat penting untuk kebutuhan sehari-hari bagi manusia
dengan berbagai macam aktivitasnya termasuk diperlukan untuk
kebutuhan rumah tangga seperti minum, memasak, mandi, mencuci dan
pekerjaan lainnya. Kebutuhan umum, misalnya untuk membersihkan jalan
dan pasar, mengangkut air, sampah, dekorasi kota, tempat wisata dan
lainnya. Kebutuhan komersial, semisalnya hotel, restoran, dll. Kebutuhan
pertanian dan peternakan, kebutuhan pelayaran dan sebagainya.
Inilah mengapa air begitu fungsional dan memiliki peran penting untuk
keberlangsungan hidupan di bumi ini. Penting bagi kita agar dapat
menjaga dan melestarikan kelestarian air yang kita gunakan, menerapkan
penyelenggaraan air yang baik, semisal menghemat, tidak membuang
sampah dan limbah yang dapat mencemari air dan mengganggu ekosistem
yang ada.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan metode


Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena datanya berupa
angka dan diolah menggunakan statistik.Data yang dikumpulkan yaitu data
hasil teskemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol maupun kelas
eksperimen.
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen (quasi eksperiment), bertujuan untuk melihat adanya pengaruh
model pembelajaran discovery learning berbantuan media video terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas V MI terhadap materi sikus air.
Desain penelitian memakai Non Equivalent Control Group Design (pretes-
postest) yang memakai dua kelas sampel, yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Kelas yang dipilih merupakan kelas yang diperkirakan sama keadaan
dan kondisinya. Secara umum, adanya penelitian ini adalah meninjau
pengaruh penggunaan model discovery learning berbantuan media video
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun variabel bebas dalam
penelitian yang digunakan yaitu pengaruh model Discovery Learning, variabel
terikatnya yaitu kemampuan berpikir kritis (KBK) pada mata pelajaran IPA,
dan variabel kontrolnya adalah materi siklus air untuk kelas V MI.

Desain penelitian ini memberikan treatment yaitu model pembelajaran


Discovery Learning berbantuan media video di kelas eksperimen dan pada
kelas kontrol tidak diberikan perlakuan. Berikut ini gambar atau desain
treatment dapat dilakukan yaitu:
O X O
O X O
Gambar 5 Nonequivalent control group design

Keterangan:

O :Kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan

O : Kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan

O : Kelompok kontrol sebelum diberikan perlakuan

O : Kelompok kontrol setelah diberikan perlakuan

X : Perlakuan kepada kelas eksperimen menggunakan Model Discovery


Learning berbantuan media video

X: Perlakuan kepada kelas kontrol menggunakam Model Discovery


Learning

B. Jenis dan sumber data


Jenis penelitian ini memakai penelitian kuantitatif. Data penelitian
kuantitatif di dapatkan dari keadaan hasil kemampuan berpikir kritis siswa
dengan memberikan pretest dan postest.Penelitian kuantitatif adalah penelitian
data statistik untuk dicari hasil dari penelitian yang akan dilaksanakan.Sumber
data digunakan untuk mencari data beserta fakta yang terdapat dalam
penelitian untuk mejabarkan secara sederhana beserta dengan mudah
menganalisis data yang telah ditemukan saat observasi. Berdasarkan jenis
sumber data, pengumpulan data dapat memakai salah satu sumber diantaranya,
yakni sumber data primer.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam keperluan penelitian, pengumpulan data sebagai prosedur
sistematis untuk mendapatkan data yang dibutuhkan (Akbar, 2018). Dalam
penelitian ini, untuk menyatukan data peneliti menggunakan :
1. Tes

Tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pretest (tes awal) dan
posttest (tes akhir), dimana pretest diberikan diawal pembelajaran sebelum
diberi perlakuan dengan memberikan 5 buah soal uraian untuk mengukur
kemampuan KBK atau keunggulan berpikir kritis siswa terhadap materi siklus
air dan untuk mengukur dampak perlakuan terhadap siswa.
Hal ini dapat digunakan selepas hasil pretest menyatakan hasil yang
sebanding untuk kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan
dengan menggunakan video pembelajaran untuk kelompok eksperimen.
Setelah treatmen, post-treatment dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan
akhir keterampilan berpikir kritis siswa. Posttest juga memiliki soal yang
dirancang untuk menilai kemampuan berpikir siswa.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan adalah daftar checklist, atau pedoman,
yang berisikan daftar aspek yang akan diteliti untuk memudahkan observer
dalam proses observasi. Adapun aspek yang dipersiapkan untuk di observasi
adalah keterlaksaan model pembelajaran discovery learning yang didapatkan
dari mencatat peristiwa penting yang diamati oleh observer kemudian hasilnya
akan dibandingkan pada setiap pertemuan
3. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi berarti menemukan data
melalui dokumentasi atau mengumpulkan informasi saat penelitian. Dalam
penelitian ini, metode dokumentasi dimanfaatkan oleh peneliti untuk
memperoleh jumlah siswa kelas V di MIN 1 Kabupaten bandung.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah prosedur menghitung data yang di dapatkan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam rumusan
pertanyaan beserta menarik kesimpulan.
a. Mengolah Data Tes
Peneliti melakukan pretest dan posttest kepada siswa penilaian peran gaya
belajar didukung untuk menyadari pengaruh model pembelajaran discovery
berbantuan media video terhadap kemampuan berpikir kritis mereka.
Selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif. Adapun tahapan pengolahan data
hasil pretest dan posttest adalah sebagai berikut.
1. Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov
Pengujian dilaksanakan untuk mempersamakan kumpulan distribusi data
(yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku dengan
merumsukan Hipotesis sebagai berikut.
a. Menentukan nilai Z, FT, FS, dan [FT-FS]
Jika dilihat dengan tabel sebagai berikut
No Xi Z FT FS [FT-FS]

Dengan keterangan :
Xi = Data posttest dimulai dari yang terkecil
Z= Data normal baku
FT = Tabel kumulatif normal baku
FS= Frekuensi kumulatif data n
b. Menentukan taraf signifikan Kolmogorov Smirnov, sebagai berikut
Tabel K-S = K-S (a) (n)
Dengan keterangan
a =1% atau 5%
n = Jumlah data posttest
c. Menentukan Uji Hipotesis, sebagai berikut
Nilai terbesar (FT-FS) dibandingkan nilai tabel K-S
Jika nilai terbesar (FT-FS) ˂ nilai tabel K-S, maka Ho diterima, data postest
berdistribusi normal
Jika nilai terbesar (FT-FS) ≥ nilai tabel K-S maka Ho ditolak, data postest
tidak berdistribusi normal
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan apabila data pretest dan posttest berdistribusi
normal. Ini dilakukan untuk menguji kesamaan, atau homogenitas, varian
sisampel dari populasi yang sama. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan
software SPSS 20 atau pun secara manual dengan rumus sebagai berikut:
Varians Besar
F hitung =
Varians Kecil
Dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika F hitung< F tabel, maka data homogen
2) Jika F hitung ≥ Ftabel , maka data tidak homogen
Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat perbedaan variansi skor posttes antara kelas kelas
eksperimen dan kelas kontrol
H1 : Terdapat perbedaan variansi skor posttestantara kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
c. N-Gain
Untuk memahami peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat
dari nilai N-Gain dengan menggunakan rumus :
Nilai posttest −nilai pretest
N−Gain=
Nilai maksimal−nilai pretest
Tafsiran efektivitas dari N-Gain dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Tabel 1.2 Tafsiran Efektivitas N-Gain

Nilai Normal Gain Kriteria


g < 0,3 Rendah
0,3<g<0,7 Sedang
g < 0,7 Tinggi
(Iis, 2016)
d. Uji-t
Uji-t yang merupakan uji hipotesis pertama, digunakan untuk mengevaluasi
pengaruh variabel independen (independen) secara parsial terhadap variabel
terikat (dependen). Ini dilakukan dengan cara berikut :
Ada tiga alternative dalam pengujian hipotesis antara lain:
1. Jika data kelompok eksperimen dan data kelompok kontrol normal dan
homogen, maka digunakan uji t dengan rumus sebagai berikut :
x1− X


t= 2
( n1−1 ) v 1 +(n1−1) v 2
dsg
√1 1 dengan dsg =
+
n1 n2
n1 +n2−2

Keterangan:
x 1 = Nilai rata-rata terbesar, dan x 2 = Nilai rata-rata terkecil
n1 = Ukuran Sampel variansi besar, dan n2 = Ukuran sampel variansi keci
Dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jika t hitung<t tabel, maka H O ditolak
b. Jika t hitung ≥ t tabel , maka H O diterima
2. Jika data kelompok eksperimen variansi dan data kelompok kontrol normal,
tetapi salah satu atau keduanya tidak homogen, uji t digunakan dengan rumus
berikut:
a. Mencari nilait ' dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:

' x 1−x 2
t=

√ v1 v2
+
n1 n 2

Keterangan:
x1 = Nilai rata-rata terbesar,
x2 = Nilai rata-rata terkecil
v1 = Variansi terbesar,
v2 = Variansi terkecil
n1 = Ukuran sampel variansi besar,
b. Menghitung nilai kritist 'dan pengujian hipotesis dengan rumus, sebagai
berikut:
W 1 t 1 +W 2 t 2
n K t ' =±
W 1t 2

Keterangan :
n Kt' = Nilai rata-rata terbesar

t1 ( )
1
= t 1− α ( n1−1 )
2

= t (1− α )( n −1 )
1
t2 2
2
2 2
s1 s2
W1 = dan W 2 =
n1 n2
Dengan ketentuan sebagai berikut:

Jikat ' ada diluar dengan interval nilai kritist ' atau sama dengan nilai kritis
'
t , maka Ho diterima dan Haditolak.

c. Perhitungan dengan statistic non-paramentik digunakan dalam kasus di mana


data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak normal. Ini digunakan
uji Mann Whitney dengan langkah-langkah menggunakan rumus sebagai
berikut:

Ho : Tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa MI pada materi


siklus air di kelas V MIN 1 kabupaten bandung
Hₐ : Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap berpikir kritis siswa kelas V
MI pada materi siklus air dengan menggunakan model pembelajaran discovery
learning berbantuan media video dibandingkan dengan discovery learning
tanpa menggunakan video

a) Menentukan nilai statistik uji:


n 1(n 1+1)
U 1¿ n1n 2 −R 1
2
n 2(n 2+1)
U 2¿ n1n2 −R 2
2

Keterangan:
U1 = nilai peringkat satu
n1 = nilai sampel 1
R1 = nilai ranking sampel 1
U2 = nilaiperingkat 2
n2 = nilaisampel 2
R2 = nilai rangking sampel 2
Nilai U yang dipilih untuk menguji hipotesis nolyaitu nilai U yang
lebih kecil dari U lainnya. Untuk memastikan apakah perhitungan
kedua nilai U benar, dapat digunakan dengan rumus berikut:
U terkecil = n1n2 – U terbesar
a) Menetapkan tingkat signifikansi:
Menetapkan alpha (a )
Menetapkan nilai U tabel Mann Whitney
b) Menetapkan kriteria pengujian hipotesis
Jika nilai U Mann Whitney hitung > U tabel Mann Whitney, maka
HOditerima
Jika nilai U Mann Whitney hitung¿ T tabel Mann Whitney, maka
HOditolak. (Rahayu, 2019)
d. Non Tes
Teknik pengumpulan data non tes berupa observasi yang dilaksanakan
setelah pembelajaran. Teknis pada lembar observasi dilakukan oleh observer
yakni memberikan centang yang sesuai dengan fakta pada saat pembelajaran
berlangsung. Dalam menghitung hasil observasi diperlukan rumus untuk
menghitung nilainya yaitu :
Jumlah skor yang diperoleh
Nilai= ×100
Jumlah skor maksimal
Tabel 1.4 Kriteria Nilai Aktifitas Guru

Nilai Kriteria
90 ≤ Nilai ≤ 100 Sangat Baik
75 ≤ Nilai ˂ 90 Baik
55 ≤ Nilai ˂ 75 Cukup
40 ≤ Nilai ˂ 55 Kurang
0 ≤ Nilai ˂ 40 Jelek
(Vindaswari & Ulfah, 2018).

E. Lokasi dan waktu penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di MIN Bandung yang terletak di
Kampung Sutam Rt.01/Rw.04. Kelurahan Sumbersari Kecamatan Ciparay
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat.
2. Waktu Penelitian
Rencana penelitian akan dilakukan pada tahun 2022/2023 tepatnya pada
bulan November sampai dengan selesai.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data
Hasil penelitian adalah kompilasi data yang dikumpulkan melalui
rumusan masalah yang melibatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis
tentang materi siklus air melalui model pembelajaran Discovery yang
didukung oleh media video, kemampuan berpikir kritis siswa dengan
menggunakan model Discovery Learning tanpa berbantuan video dan
perbedaan peningkatan berpikir kritis siswa menggunakan model
Discovery Learning dengan menggunakan media video dan tanpa media
video. Penelitian ini diawali dengan observasi dan uji coba soal berpikir
kritis pada siswa kelas V.
Hasil penelitian didapatkan melalui dua tahap yaitu penelitian
pendahuluan yang meliputi wawancara, observsasi ke sekolah tempat
penelitian dan uji coba soal. Observasi dan wawancara dilaksanakan di
MIN Bandung pada bulan September 2022. Obeservasi dan wawancara
bertujuan untuk mengetahui profil sekolah, menentukan materi dan kelas
serta mendiskusikan terkait rencana penelitian di MIN Bandung.
Penelitian utama dilaksanakan pada bulan Mei 2023 dengan
pengambilan data hasil pretes dan postes, data hasil observasi aktivitas
guru dan siswa pada pertemuan satu, dua, tiga dan empat. Penelitian ini
dilaksanakan pada seluruh siswa kelas V MIN Bandung dengan
mengambil dua kelas sebagai sampel. Siswa kelas V-A sebagai kelas
kontrol menggunakan model Discovery Learning tanpa berbantuan media
video pembelajaran yang berjumlah 30 orang siswa dan kelas V-B untuk
kelas eksperimen menggunakan model Discovery Learning berbantuan
media video pembelajaran yang berjumlah 30 orang siswa. Jadwal
kegiatan pendahuluan hingga penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. 1
Rincian Jadwal Kegiatan Penelitian

No Hari Kegiatan Keterangan


/Tanggal
1 September Observasi ke sekolah Peneliti melakukan bservasi
2022 yang akan dijadikan dan wawancara mengenai
sebagai tempat permasalahan pembelajaran
penelitian dan menentukan materi, kelas
untuk penelitian
2 Kamis, 4 Memberikan surat izin Penelitian meminta izin untuk
Mei 2023 uji coba soal dan melakukan uji coba soal dan
melaksanakan uji coba melakukan uji coba soal di
soal kelas VI karena sudah
menerima materi IPA serta

3 Jumat, 5 Memberikan surat izin Penelitimemberikan surat izin


Mei 2023 penelitian penelitian di kelas V

Senin, 15 Penelitian 1 (kelas


4 Mei 2023 eksperimen) Pelaksanaan Pretest dan
Penelitian 1 (kelas pelaksanaan pembelajaran ke-1
kontrol)

Selasa, 16 Penelitian 2 (kelas


5 Mei 2023 eksperimen) Pelaksanaan pembelajaran
Penelitian 2 (kelas pertemuan ke-2
kontrol
6 Rabu, 17 Penelitian 3 (kelas
Mei 2023 eksperimen) Pelaksanaan pembelajaran
Penelitian 3 (kelas pertemuan pertemuan ke-3
kontrol)
7 Kamis, 19 Penelitian 4 (kelas Pelaksanaan pembelajaran
Mei 2023 eksperimen) pertemuan ke-4 dan
Penelitian 4 (kelas pelaksanaan postes
kontrol)

B. Hasil Penelitian
1. Kemampuan berpikir kritis siswa pada materi siklus air dengan
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan
video
Dengan menggunakan model Discovery Learning berbantuan media
video, kemampuan berpikir kritis siswa dinilai melalui pretes dan postes.
Tes kemampuan berpikir kritis terdiri dari 5 soal uraian. Penilaian rata-rata
kemampuan berpikir kritis dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2
Rekapitulasi Nilai Rata-rata Indikator Berpikir Kritis Siswa pada yang
Menggunakan Model Discovery Learning Berbantuan Video

No Indikator Nilai Rata-rata


Keterampilan Pretes Kriteria Postes Kriteria
Berpikir Kritis
1 Memberikan 57,7 Cukup 92,22 Sangat
penjelasan sederhana Baik
2 Membangun 47,7 Cukup 77,77 Baik
keterampilan dasar
3 Menyimpulkan 52,2 Cukup 85,55 Sangat
Baik
4 Memberikan 56,2 Cukup 85,55 Sangat
penjelasan lebih lanjut Baik
5 Menyusun strategi dan 50 Cukup 82,22 Sangat
taktik Baik
Berdasarkan tabel diatas keterampilan berpikir kritis untuk setiap
indikator dapat diidentifikasi berdasarkan tabel di atas, yang memberikan
penjelasan sederhana memiliki skor nilai paling tinggi dengan kategori
sangat baik. Sedangkan untuk indikator membangun keterampilan dasar
memiliki skor nilai paling kecil diantara indikator yang lainnya.
Setelah menganalisis nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa
perindikator, maka dilakukan perhitungan mengenai nilai rata-rata secara
keseluruhan untuk pretes postes. Rekapitulasi analisis nilai pretes dan
postes pada kelas yang menggunakan model discovery learning
berbantuan video dapat diketahui pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Rekapitulasi hasil analisis nilai pretes dan postes pada kelas yang
menggunakan model discovery learning berbantuan video

Data Pretes Kategori Postes Kategori


Rata-rata 54,50 Cukup 78,10 Baik
Nilai tertinggi 79 Baik 91 Sangat Baik
Nilai terendah 25 Kurang 65 Cukup

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata pretes pada
kelas yang memakai model discovery learning berbantuan video
memperole nilai yang rendah dengan kategori “cukup” dan nilai postes
memperoleh nilai lebih meningkat dengan kategori “baik”.

Setelah mengetahui rekapitulasi hasil analisis pretes dan postes, maka


dilakukan analisis N-Gain untuk melihat keefektivitasan treatmen yang
diberikan dihitung berdasarkan selisih nilai pretes dan postes. Rekapitulasi
analisis hasil N-Gain dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4

Rekapitulasi analisis N-Gain Eksperimen


Kelas Rata-rata (N-Gain) Kategori
Eksperimen 0,47 Sedang

Berdasarkan tabel diatas analisis hasil uji N-Gain pada kelas


eksperimen rata-rata diperoleh 0,47 berada pada kategori “sedang”.

Setelah mengetahui analisis data uji N-Gain, kemudian dilakukan analisis


uji-t dependen untuk melihat pengukuran atau pembanding sebelum dan
sesudah treatment. Rekapitulasi analisis hasil uji-t dapat dilihat pada tabel
berikut.

Tabel 4.5

Rekapitulasi analisis Uji-T kelas Eksperimen

Paired Samples Test

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Mean Deviati Error Lower Upper T Df tailed
on )
Pair 1
Pretes -23,300 14,167 2,587 -28,590 -18,010 -9,008 29 ,000
Postes

Berdasarkanpada tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil uji paired


samples T test pada pair 1 diperoleh nilai sig (2-tailed) sebesar ,000 <
0,05, dapat diasumsikan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada hasil
pretes dan postes kelas eksperimen. Berdasarkan hasil pair 1 terdapat
pengaruh sesudah diberikan treatment menggunakan model discovery
learning berbantuan media video dibandingkan pada pretes sebelum
dilakukan treatment. Rekapitulasi untuk melihat pengaruh pada treatment
yang digunakan pada tabel berikut.
Tabel 4.6

Paired samples statistic

Std. Std. Error


Mean N Deviation Mean
Pair 1
Pretes 54,80 30 17,197 3,140
Postes 78,10 30 6,133 1,120

Pada tabel 4.18 menunjukan bahwa jawaban pada penelitian dapat


diketahui dari Sig.(2-tailed) signifikan sebesar 0,000< 0,05. Artinya
terdapat perbedaan yang signifikan pada kondisi siswa sebelum dan
sesudah diberikan treatment. Untuk mengetahui perbedaan tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.19 diketahui mean pretes diperoleh nilai sebesar 54,80
dan diketahui mean postes diperoleh nilai sebesar 78,10..

2. Kemampuan berpikir kritis siswa pada materi siklus air dengan


menggunakan model Discovery Learning tanpa berbantuan media
video
Pengukuran kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas yang
menggunakan model Discovery Learningtanpa berbantuan media video
terhadap kelas kontrol dianalisis melalui pretes dan postes. Tes
kemampuan berpikir kritis siswa terdiri dari 5 butir soal uraian.
Rekapitulasi berikut menunjukkan nilai rata-rata pretes dan postes
terhadap indikator berpikir kritis siswa yang digunakan dalam kelas
menggunakan model pembelajaran discovery learning tanpa media video.

Tabel 4.7
Nilai Rata-rata Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada kelas
kontrol

Indikator Nilai Rata-rata


No Kemampuan Prete Kriteria Postes Kriteria
Berpikir Kritis s
1 Memberikan 55,5 Cukup 77,7 Sangat Baik
penjelasan sederhana
2 Membangun 44,4 Cukup 66,6
keterampilan dasar Baik
3 Menyimpulkan 41,1 Cukup 67,7 Baik
4 Memberikan 52,2 Cukup 76,6
penjelasan lebih lanjut Sangat Baik
5 Menyusun strategi 53,3 Cukup 87,7 Sangat Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui keterampilan berpikir kritis


pada setiap indikator memberikan penjelasan sederhana memiliki skor
nilai paling tinggi dengan kategori sangat baik. Sedangkan untuk indikator
membangun keterampilan dasar memiliki skor nilai paling kecil diantara
indikator yang lainnya.
Setelah menganalisis nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa
perindikator, maka dilakukan perhitungan mengenai nilai rata-rata secara
keseluruhan untuk pretes postes. Rekapitulasi analisis nilai pretes dan
postes pada kelas yang menggunakan model discovery learning pada kelas
kontrol tanpa menggunakan media video dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8
Rekapitulasi hasil analisis nilai pretes dan postes pada kelas kontrol yang
menggunakan model discovery learning tanpa berbantuan media video

Data Pretes Kategori Postes Kategori


Rata-rata 53,0 Cukup 61,0 Cukup
Nilai 72 Baik 79 Baik
tertinggi
Nilai 24 Kurang 37 Kurang
terendah

Berdasarkan pada tabel diatas diketahui hasil analisis nilai pretes dan
postes pada kelas kontrol yang menggunakan model discovery learning
tanpa berbantuan media video didapatkan nilai pretes rata-rata 53,0 dengan
kategori “cukup”, nilai tertinggir diperoleh 72 dengan kategori baik dan
nilai terendah 24 dengan kategori kurang. Adapun hasil analisis pada
postes nilai rata-rata diperoleh 61,0 dengan kategori cukup, nilai tertinggi
79 dengan kategori baik dan nilai terendah 37 dengan kategori kurang.
Analisis N-Gain atau normalized gain pada penelitian ini digunakan
untuk melihat adanya peningkatan pada proses pembelajaran sebelum dan
sesudah serta untuk melihat keefektivitasan penggunaan suatu treatment.
Analisis N-Gain pada kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.9
Rekapitulasi analisis N-Gain kelas kontrol
Kelas Rata-rata (N-Gain) Kategori
Kontrol 0,21 Rendah

Hasil analisis menunjukan bahwa kelas kontrol memiliki hasil N-Gain


0,21 sehingga dapat dikategorikan rendah. Sementara pada kelas
eksperimen memperoleh hasil N-Gain 0,47 maka dapat disimpulkan
bahwa penggunaan model discovery learning berbantuan media video
lebih efektif dari pada model discovery learning tanpa berbantuan media
video.
Setelah mengetahui analisis data uji N-Gain, kemudian dilakukan analisis
uji-t dependen untuk melihat pengukuran sebelum diberikan treatment dan
sesudah diberikan treatment. Rekapitulasi analisis hasil uji-t dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.10
Rekapitulasi analisis hasil uji-t kelas kontrol

Paired Differences
95% Confidence
Interval of the Sig.
Std. Std. Difference (2-
Mean Deviati Error Lower Upper T Df taile
on d)
Pair 1
Pretes -11,033 12,141 2,217 -15,567 -6,500 -4,977 29 ,000
Postes

Berdasarkan tabel diatas diketahui hasil uji paired samples T test pada pair
1 diperoleh nilai sig (2-tailed) sebesar ,000 < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan pada hasil pretes dan postes kelas
kontrol. Berdasarkan hasil pair 1 terdapat pengaruh sesudah diberikan
treatment menggunakan model discovery learning tanpa berbantuan media
video. Rekapitulasi untuk melihat pengaruh pada treatment yang
digunakan pada tabel berikut.
Tabel 4.11
Paired Sample Statistic

Mean N Std.Deviation Std.Error


Mean
Pair 1
Pretes 53, 70 30 14,128 2,579
Postes 64,73 30 13,141 2,399
Pada tabel 4.25 menunjukan bahwa jawaban pada penelitian dapat
diketahui dari Sig.(2-tailed) signifikan sebesar 0,000 < 0,05. Artinya
terdapat perbedaan yang signifikan pada kondisi siswa sebelum dan
sesudah diberikan treatment. Untuk mengetahui perbedaan tersebut dapat
dilihat pada tabel 2.26 diketahui mean pretes diperoleh nilai sebesar 53,70
dan diketahui mean postes diperoleh nilai sebesar 64,73.

3. Perbedaan peningkatan berpikir kritis siswa setelah menggunakan


model Discovery Learning berbantuan media video dan tanpa media
video
Perbedaan peningkatan berpikir kritis siswa setelah menggunakan
model Discovery Learning berbantuan media video dan tanpa media video
pada materi siklus air dapat diketahui dari pengaruhnya dalam proses
belajar. Proses tersebut dibandingkan melalui nilai rata-rata pretes dan
postes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.12
Nilai rata-rata pretes dan postes pada kelas eksperimen dan kontrol dengan
menggunakan model discovery learning berbantuan video dan tanpa
berbantuan media video.

Kelas Pretes Kriteria Postes Kriteria


Eksperimen 54,50 Cukup 78,10 Baik
Kontrol 53,0 Cukup 61,0 Cukup
Berdasarkan tabel diatas diketahui pada kelas eksperimen
menggunakan model pembelajaran discovery berbantuan media video nilai
rata postes 78,10 dengan kategori “Baik”. Sedangkan pada kelas kontrol
yang menggunakan model discovery learning tanpa berbantuan media
video memperoleh nilai postes 61,0 dengan kategori “cukup”.

1) Uji N-Gain
Analisis N-Gain atau normalized gain dapat dilihat digunakan dalam
penelitian ini adanya peningkatan pada proses pembelajaran sebelum dan
sesudah serta untuk melihat keefektivitasan penggunaan suatu treatment.
Analisis N-Gain pada kelas kontrol dapat dilihat pada diagram dibawah ini
Tabel 4.13
Analisis N-Gain Eksperimen dan Kontrol

Kelas Rata-rata (N-Gain) Kategori


Eksperimen 48,8 Sedang
Kontrol 21,7 Rendah

Berdasarkan pada tabel diatas diketahui bahwa N-gain meningkatkan


kapasitas kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen mempunyai
rata-rata 48,8 berkategori “sedang”, kelas kontrol memiliki rata-rata 21,7
dengan kategori rendah.

Untuk mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh model discovery


learninng berbantuan media video terhadap keterampilan berpikir kritis
siswa pada materi siklus air, maka dianalisis dengan menggunakan uji
normalitas, homogenitas, dan hipotesis.
2) Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan prasyarat dilakukan untuk diketahui normal
atau tidaknya sebaran data. Dalam analisis uji normalitas yang digunakan
yaitu Kolmogorov Smirnov dengan menggunakan SPSS Statistic 22
dengan ketentuan data apabila nilai P yang diperoleh lebih besar dari
signifikansi 5% yaitu 0,05. Hasil analisis uji normalitas dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 4.14
Hasil Analisis Uji Normalitas Menggunakan
Kolmogorov Smirnov

Kelas Jenis Tes Normalitas Kesimpulan


Eksperimen Pretes 0,051 Normal
Postes 0,036 Normal
Kontrol Pretes 0,003 Tidak Normal
Postes 0,020 Normal

Berdasarkan tabel diatas di dapati bahwa pada kelas eksperimen data


pretes adalah 0,051 > 0,005 yang berarti data berdistribusi normal, data
postes adalah 0,036 > 0,005 yang berarti data berdistribusi normal. Pada
kelas kontrol data pretes 0,003 < 0,005 sehingga data berdistribusi tidak
normal dan postes 0,020 dengan data berdistribusi normal. Berdasarkan
data tersebut, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Oleh sebab itu, data
dikatakan tidak berdistribusi normal.
3) Uji Homogenitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui homogen atau tidaknya
variansi yang dianalisis. Uji homogenitas dilakukan menggunakan aplikasi
SPSS Statistic 22. Hasil analisis uji homogenitas dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4. 15
Hasil Analisis Uji Homogenitas

Jenis Tes Kelas Homogenitas Kesimpulan


Pretes Eksperimen 0,634 Homogen
Kontrol
Postest Eksperimen 0,001 Tidak Homogen
Kontrol

Berdasarkan tabel diatas di dapati bahwa hasil uji homogenitas


menunjukan data pretes mempunyai variansi yang homogen karena
memiliki nilai sebesar 0,634 > 0,005. Sedangkan data postes memiliki
variansi yang tidak homogen karena memiliki nilai 0,001 < 0,005.

4) Uji Hipotesis
Setelah uji normalitas dan homogenitas selesai, uji hipotesis digunakan.
Hasil uji menunjukkan bahwa hasil postes tidak berdistribusi normal dan
memiliki varians tidak homogen. Oleh karena itu, dilakukan uji Mann
Whitney untuk dasar pengambilan keputusan yaitu jika asym.Sig (2-tailed)
< 0,05 maka Ho ditolak dan jika nilai asymp.Sig (2-tailed) > 0,05 maka Ha
diterima. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

Ho : Tidak ada pengaruh kemampuan berpikir kritis siswa MI pada materi


siklus air di kelas V MIN 1 kabupaten bandung
Hₐ : Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap berpikir kritis siswa
kelas V MI pada materi siklus air dengan menggunakan model
pembelajaran discovery learning berbantuan media video dibandingkan
dengan discovery learning tanpa menggunakan video.

Hasil analisis uji hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.16

Hasil analisis uji hipotesis nilai postes


Kelas Uji Hipotesis Keterangan
Eksperimen 0,000 Ho ditolak

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa uji hipotesis data postes


kelas eksperimen yaitu 0,000 < 0,005 oleh itu Ho ditolak dan Ha diterima.
Maka dengan itu hasil dari penelitian ini mempunyai perbedaan yang
signifikan terkait berpikir kritis siswa kelas V MI pada materi siklus air
dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning berbantuan
media video dibandingkan dengan discovery learning tanpa menggunakan
video.
4. Keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery
Learning berbantuan media video pada materi siklus air
a. Keterlaksanaan aktivitas guru (peneliti)
Keterlaksanaan aktivitas guru menggunakan model Discovery learning
berbantuan media video pada materi siklus air diperoleh dari hasil
pengamatan menggunakan lembar observasi. Kegiatan pembelajaran
berlangsung data diperoleh dari hasil pengamatan observer. Rekapitulasi
hasil observasi keterlaksanaan akivitas yang digunakan guru dalam
kegiatan pembelajaran model discovery learning berbantuan media video
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.17
Rekapitulasi hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran

Pertemuan Skor Keterlaksanaan NP Kategori


Ya Tidak
Ke-1 62 - 96,87% Sangat
Baik
Ke-2 63 - 98,43% Sangat
Baik
Ke-3 63 - 98,43% Sangat
Baik
Ke-4 63 - 98,43% Sangat
Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada pertemuan ke-1 memiliki


skor keterlaksanaan yaitu 63 skor nilai persen 98,43% dengan kategori
“Sangat Baik”. Pertemuan ke-2 skor 63 nilai persen 98,43% dengan
kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-3 skor 63 nilai persen 98,43%
dengan kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-4 skor 62 nilai persen
96,87% dengan kategori “sangat baik”.
Dengan mengikuti kegiatan pembelajaran yang sudah sesuai dengan
sintaks model pembelajaran penemuan, dapat dikatakan bahwa
penggunaan model pembelajaran penemuan dengan bantuan media video
sangat efektif. Persentase aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru
dan siswa menunjukkan keterlaksanaan proses pembelajaran tersebut.
Hasil menunjukkan bahwa keaktivitasan guru meningkat dari satu
pertemuan ke pertemuan berikutnya. Dari pertemuan pertama hingga
pertemuan terakhir, persentase aktivitas guru dalam pembelajaran dengan
model discovery learning yang dibantu media video mencapai nilai
"sangat baik", yang menunjukkan bahwa tahapan kegiatan telah
diselesaikan dengan sangat baik.
Pada kegiatan pendahuluan, meskipun baru pertama kali masuk kelas
namun guru mampu menyesuaikan dengan keadaan di kelas. Sehingga
pada saat proses pelaksanaan pembelajaran berlangsung dalam kegiatan
pendahuluan mempersiapkan dan mengkondisikan kegiatan awal belajar.
Berdasarkan permen 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan
dasar dan menengah dijelaskan bahwa pada kegiatan pendahuluan guru
wajib menyelaraskan pembelajaran siswa berdasarkan minat dan
menggunakan bahan ajar dalam kehidupan sehari-hari (Ekatjahjana, 2016).

Dalam kegiatan inti, siswa diberi stimulus untuk menjadi bingung dan
tertarik untuk mencari tahu dengan bantuan media video. Setelah itu, guru
mendorong siswa untuk berbagai pekerjaan terkait konten pembelajaran
sebanyak mungkin. Pada tahap pengumpulan data, pernyataan atau
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya harus dievaluasi untuk
memastikan apakah mereka menjawab atau tidak pertanyaan, serta untuk
memastikan bahwa mereka memiliki bukti. Pengolahan data
menginterpretasikan data dan informasi yang diperoleh siswa melalui
wawancara, observasi, dan lain-lain. Pada tahap ini yaitu pembuktian,
siswa secara cermat memeriksa apakah hasil lain yang berkaitan dengan
hasil pengolahan data mendukung hipotesisnya.
Terakhir tahap kesimpulan mempertimbangkan hasil verifikasi dan
menarik kesimpulan harus dijadikan prinsip umum dan diterapkan pada
semua kejadian atau masalah yang sama. Hal tersebut mampu memberikan
sebuah kebiasaan untuk berpikie kritis, menganalisis, mengevaluasi dan
memecahkan masalah (Hamdani, Prayitno, & Karyanto, 2019).
Memberikan apresiasi kepada siswa atau kelompok yang aktif menjawab
dan bertanya dengan memberikan reward papan bintang dalam hal ini guru
sudah mengkondisikan dengan cukup baik. Penghargaan merupakan
sebuah cara memberikan suatu penghargaan terhadap seseorang yang telah
menjawab atau mengerjakan dengan benar, sehingga yang menerima
penghargaan lebih semangat dan penguat terhadap hal-hal positif
(Magdalena, Deva, Rizkyah, & Asriyah, 2020).

Pada kegiatan penutup guru memberikan penguatan kepada siswa


mengenai materi yang sudah dipelajari yaitu terkait siklus air. Guru telah
melaksanakan sesuai dengan sintaks memberi kesempatan kepada siswa
untuk menarik hasil yang diperoleh setelah proses pelatihan, kemudian
melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
berlangsung. Pada jam terakhir guru menyampaikan memberikan
informasi kepada siswa untuk pembelajaran selanjutnya.
Hal tersebut memberikan secara umum bahwa keterlaksanaan aktivitas
guru dalam proses pembelajaran di kelas eksperimen sudah terlaksana
dengan baik. Sesuai dengan teori yang ada yaitu terkait teori belajar
menurut Bruner teori belajar adalah siswa dapat memahami, makna,
konsep, dan hubungan sesuai proses pada intuisi sehingga dapat
menemukan sebuah kesimpulan yang disesuaikan dengan perkembangan
kognitif (Sundari & Fauzi, 2021).
b. Keterlaksanaan aktivitas siswa
Dalam proses pembelajaran keterlaksanaan aktivitas siswa
menggunakan model Discovery Learning berbantuan media video pada
materi siklus air memberikan hasil pengamatan menggunakan lembar
observasi. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung data diperoleh dari
hasil pengematan observer. Rekapitulasi hasil observasi keterlaksanaan
aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model
discovery learning berbantuan media video dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.18
Rekapitulasi hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran

Pertemuan Skor Keterlaksanaan NP Kategori


Ya Tidak
Ke-1 38 - 86,36 % Sangat Baik
Ke-2 40 - 90,9% Sangat Baik
Ke-3 41 - 93,18% Sangat Baik
Ke-4 41 - 93,18% Sangat Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada pertemuan ke-1 memiliki


skor keterlaksanaan yaitu 38 skor nilai persen 86,35% dengan kategori
“Sangat Baik”. Pertemuan ke-2 skor 40 nilai persen 90,9% dengan
kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-3 skor 41 nilai persen 93,18%
dengan kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-4 skor 41 nilai persen
93,18% dengan kategori “Sangat Baik”.
Keterlaksanaan aktivitas siswa pada matei siklus air dengan
menggunakan model discovery learning berbantuan media video.
Persentase pertemuan satu hingga pertemuan empat menunjukan kriteria
sangat baik yang artinya siswa dalam proses pembelajaran mengikuti
dengan sangat baik sesuai sintaks yang ada. Proses berpikir kritis siswa
pada pertemuan satu belum terlihat namun pada pertemuan dua hingga
empat pada kegiatan inti sudah terlihat kemampuan berpikir kritis.
Sebagaimana menurut UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang tercatat yakni pendidikan nasional bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan dan karakter bangsa, serta peradaban bangsa,
dengan tujuan menciptakan individu yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan bertanggung jawab (Suparni, 2016).

Selama kegiatan inti berlangsung siswa cenderung aktif bertanya


mengenai proses siklus air yang telah dilihat pada link video youtube
ketika terdapat hal-hal yang belum dipahami. Selain itu siswa dikelas
eksperimen mulai bertukar pendapat agar mampu menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru, sebagaimana pada model discovery
learningbahwa siswa harus mengetahui informasi atau pesan dan
memahami konsep belajar dengan cara mandiri sesuai kemampuan yang
dimilikinya
5. Keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model Discovery
Learning tanpa video
a. Keterlaksanaan aktivitas guru (peneliti)
Keterlaksanaan aktivitas guru menggunakan model Discovery learning
pada materi siklus air diperoleh dari hasil pengamatan menggunakan
lembar observasi. Kegiatan pembelajaran berlangsung data diperoleh dari
hasil pengamatan observer. Tabel berikut menunjukkan bagaimana guru
melakukan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
penemuan.

Tabel 4.19
Rekapitulasi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran

Pertemuan Skor Keterlaksanaan NP Kategori


Ya Tidak
Ke-1 39 - 88,63% Sangat
Baik
Ke-2 38 - 86,36 % Sangat
Baik
Ke-3 62 - 96,87% Sangat
Baik
Ke-4 62 - 96,87 % Sangat
Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada pertemuan ke-1


memiliki skor keterlaksanaan yaitu 39 skor nilai persen 88,63% dengan
kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-2 skor 38 nilai persen 86,36%
dengan kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-3 skor 62 nilai persen
96,87% dengan kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-4 skor 38 nilai
persen 86,36% dengan kategori “sangat baik”.
Keterlaksanaan penggunaan model discovery learning tanpa
berbantuan media video dapat dilihat pada persentase aktivitas
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa. Berdasarkan hasil
penelitian aktivitas guru menunjukan persentase dari pertemuan satu
sampai pertemuan empat, persentase tersebut dapat dikatakan baik.

Pada kelas kontrol, guru mampu menyesuaikan dengan keadaan kelas


sehingga guru mudah untuk mengkondisikan kelas sesuai dengan instruksi
pada instrumen. Keterlaksanaan model pembelajaran discovery learning
tanpa berbantuan media video siswa diberikan stimulus yang
menimbulkan kebingungan, guru memberikan kesempatan untuk
mengidentifikasi agenda masalah terkait materi siklus air. Setelah
diberikan treatment pada kelas kontrol guru hanya memberikan sedikit
penjelasan terkait materi siklus air, tetapi dikelas kontrol siswa dapat
dikatakan kurang aktif dalam mengidentifikasi masalah atau pun selama
proses pembelajaran berlangsung disebabkan masih banyak kebingungan
dalam memahami materi.
b. Keterlaksanaan aktivitas siswa
Tabel 4.20
Rekapitulasi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran

Pertemuan Skor Keterlaksanaan NP Kategori


Ya Tidak
Ke-1 62 - 96,87% Sangat
Baik
Ke-2 34 - 77,27% Baik
Ke-3 34 - 77,27% Baik
Ke-4 34 - 77.27% Baik

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui pada pertemuan ke-1


memiliki skor keterlaksanaan yaitu 62 skor nilai persen 96,87% dengan
kategori “Sangat Baik”. Pertemuan ke-2 skor 34 nilai persen 77,27%
dengan kategori “Baik”. Pertemuan ke-3 skor 34 nilai persen 77,27%
dengan kategori “Baik”. Pertemuan ke-4 skor 34 nilai persen 77,27%
dengan kategori “Baik”.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa cenderung hanya diam
tidak bertanya terkait materi siklus air yang tidak dipahami. Selain itu
siswa pada kelas kontrol belum mampu bertukar pendapat untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, sebagaimana pada model
discovery learning bahwa siswa harus menemukan informasi dan mengerti
konsep belajar dengan cara mandiri sesuai kemampuan yang dimilikinya.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Siklus Air dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan
Video
Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata dari masing-masing
indikator keterampilan berpikir kritis dapat digunakan untuk mengetahui
seberapa baik keterampilan berpikir kritis diukur pada kelas eksperimen.
Indikator pertama, yang memberikan penjelasan singkat tentang
bagaimana nilai rata-rata diperoleh, adalah yang paling penting pretes
sebesar 57,7 dengan kategori cukup dan nilai rata-rata postes sebesar 92,22
dengan kategori “sangat baik”. Hal ini berati siswa telah memiliki
keterampilan untuk memberikan penjelasan sederhana terkait materi siklus
air dengan baik. Sebagai mana dapat dilihat pada saat kegiatan inti dalam
pembelajaran siswa sudah aktif berargumen dalam diskusi untuk
menyelesaikan sebuah persoalan mengenai siklus air, sebagaimana
penekanan yang terdapat pada model discovery learningyaitu siswa harus
mampu mengasimilasikan suatu konsep.
Indikator kedua yaitu membangun keterampilan dasar memperoleh
nilai rata-rata pretes sebesar 47,7 dengan kategori “kurang” dan nilai
postes sebesar 77,7 dengan kategori “baik”. Hal ini berarti kemampuan
berpikir kritis siswa dalam membangun keterampilan dasar kurang dan
dapat terlihat pada saat aktivitas belajar siswa kurang menyimak materi
pengantar tentang siklus air yang disampaikan oleh guru sebagai
pengetahuan awal dan dalam kegiatan diskusi siswa sudah terlihat aktif
bertanya. Sebagaimana menurut Suryobroto (2017) pembelajaran
penemuan adalah model pembelajaran yang mendorong siswa untuk
belajar secara aktif, berorientasi pada proses, dan mencapai kesimpulan.
Model pembelajaran penemuan melibatkan siswa menggunakan proses
mental mereka temukan konsep dan prinsip dengan mengamati,
mengklasifikasikan, mengukur, memprediksi, dan mencocokkan
(Haeruman, Rahayu, & Ambarwati, 2017).
Indikator ketiga yaitu menyimpulkan memperoleh nilai rata-rata pretes
52,2 dan rata-rata nilai postes memperoleh 85,55 dengan kategori “sangat
baik”. Diketahui bahwa keterampilan berpikir kritis siswa dalam indikator
ini memiliki nilai rata-rata tinggi. Hal ini karena pada saat sintaks penutup
yaitu menyimpulkan siswa dan guru turut menyimpulkan proses
pembelajaran secara bersama-sama, adapun pada proses menyimpulkan
guru bertanya kepada setiap siswa apa saja yang telah dipelajari dan apa
saja pengetahuan yang telah di dapatkan pada proses siklus air.
Sebagaimana menurut Setyawati (2013) Karakteristik seseorang yang
berpikir kritis: mereka mampu pemecahan masalah, mampu menganalisis
ide dan mengujinya menggunakan data, menarik kesimpulan dan
menggunakan bukti untuk memecahkan masalah (Rachmantika &
Wardono, 2019).
Indikator ke empat yaitu memberikan penjelasan lebih lengkap
memperoleh nilai rata-rata pretes 56,2 dan rata-rata nilai postes 85,5
dengan kategori “sangat baik”. Hal ini berarti siswa sudah mampu dan
memiliki keterampilan memberikan penjelasan lebih lanjut dalam aktivitas
pembelajaran dengan baik. Dapat terlihat ketika pada kegiatan inti, siswa
dapat memaparkan hasil diskusinya dengan baik dan komunikatif dalam
kegiatan presentasi hasil diskusinya.
Indikator yang terakhir yaitu menyusun startegi dan taktik
menghasilkan nilai rata-rata pretes 50 dengan kategori “sedang” dan nilai
rata-rata postes 82,2 dengan kategori “sangat baik”. Maka dapat diketahui
keterampilan menyusun strategi dan taktik pada saat proses pembelajaran
dalam kegiatan inti masing-masing kelompok sudah melakukan diskusi
dengan baik memberikan solusi ataupun memberikan jawaban untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan dalam bentuk LKPD atau pun lisan.
Hasil dari penelitian diketahui bahwa 30 orang siswa diperoleh nilai
rata-rata pretes 52,8 dengan kategori “cukup” dan nilai rata-rata postes
sebesar 75,5 dengan kategori “baik”. Berdasarkan data hasil pretes dan
postes tersebut dapat diketahui bahwa memiliki perubahan kemampuan
siswa dalam berpikir kritis setelah diberikan perlakuan berupa penggunaan
model pembelajaran discovery learning dengan menggunakan berbantuan
media video. Dapat dilihat ketika awal pembelajaran pretes siswa memiliki
keterampilan berpikir kritis “kurang” dan terjadi perubahan yang cukup
signifikan menjadi kategori “baik”. Hal ini disebabkan karna model
discovery learning berbantuan media video dapat melatih keterampilan
berpikir kritis siswa.
Dalam pembelajaran discovery learning, menurut Wilcox, guru
mendorong siswa untuk bereksperimen dan mencoba hal-hal baru
sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan
mereka sendiri (Mulyasa, 2022).
Media pembelajaran audio visual berfungsi sebagai mediator melalui
pendengaran dan penglihatan sehingga siswa dapat menciptakan
lingkungan yang dapat membantu mereka memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Darianto menyatakan bahwa penggunaan media
video dalam proses pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan,
seperti penambahan dimensi baru dan kemampuan untuk menampilkan
peristiwa yang sulit dilihat (Novita, Sukmanasa, & Pratama, 2019).
2. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Materi Siklus Air dengan
Menggunakan Model Discovery Learning tanpa Berbantuan Video
Pengukuran keterampilan berpikir kritis siswa dikelas yang
menggunakan model discovery learning tanpa berbantuan video yang telah
dianalisis melalui pretes dan postes. Pada tes kemampuan berpikir kritis
siswa terdiri dari 5 butir saoal uraian. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui bahwa nilai rata-rata setiap indikator keterampilan berpikir kritis
siswa pada kelas yang tanpa berbantuan video memiliki nilai yang
berbeda. Pada indikator memberikan penjelasan sederhana nilai rata-rata
pretes memperoleh 55,5 dengan kategori “cukup” dan nilai rata-rata postes
77,7 dengan kategori “baik”. Hal tersebut siswa memiliki keterampilan
untuk memberikan penjelasan sederhana mengenai materi siklus air, dapat
dilihat saat proses pembelajaran siswa sudah mulai aktif karena
menggunakan model discovery learning.
Pada indikator kedua yaitu membangun keterampilan dasar didapatkan
nilai rata-rata pretes 44,4 dengan kategori “cukup” dan nilai rata-rata
postes memperoleh 66,6 dengan kategori “baik”. Hal tersebut siswa sudah
cukup mampu membangun keterampilan dasar dalam proses pembelajaran,
dapat terlihat pada proses pembelajaran yaitu pada sintaks mengumpulkan
informasi, siswa terlihat saling berdiskusi bersama kelompoknya. Selain
dari pada itu beberapa siswa mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang guru berikan, namun terdapat beberapa kekurangan karena pada saat
proses pembelajaran, siswa masih saja terlihat kurang serius dan kurang
fokus ketika berdiskusi.Persoalan tersebut dapat disebabkan karena
kurangnya pengetahuan awal terhadap materi yang diajarkan ataupun
penyebab lain kurangnya penjelasan secara langsung. Sebagaimana
menurut para ahli bahwa berkurangnya kemampuan membaca juga
dipengaruhi oleh berkurangnya proses mental (Suniati, 2017).
Indikator ketiga yaitu menyimpulkan memperoleh nilai rata-rata pretes
41,1 dengan kategori “kurang dan nilai rata-rata postes memperoleh 67,7
dengan kategori “baik”. Hal berikut keterampilan menyimpulkan pada
materi siklus air sudah cukup baik akan tetapi mayoritas siswa masih
terlihat pasif ketika guru memerintahkan untuk meringkas materi yang
dipelajari, untuk dapat menyimpulkan dibutuhkan pemahaman yang baik
sebagaimana menurut Ennis kemampuan menyimpulkan merupakan
tahapan penting sebab tahap ini siswa mendapatkan intisari dari proses
pembelajaran yang telah dilakukan (Andini, Iriansyah, & Barkah, 2019).
Indikator keempat yaitu memberikan penjelasan lebih lanjut
memperoleh nilai pretes 52,2 dengan kategori “cukup” dan nilai rata-rata
postes memperoleh 76,6 dengan kategori “ baik”. Hal tersebut berarti
memiliki keterampilan memberikan penjelasan lebih lanjut yang dimiliki
siswa sudah cukup baik. Ketika guru bertanya beberapa siswa sudah
mampu merespon atau menjawab pertanyaan dengan tepat, perubahan nilai
pretes dan postes pada keterampilan berpikir kritis siswa karena belajar
menggunakan gambar dan lagu terkait materi siklus air. Menurut Hamdani
proses pembelajaran menggunakan gambar dapat melatih siswa berpikir
logis dan sistematis (Susanti & Kusmariyanti, 2017).
Indikator kelima yaitu menyusun strategi memperoleh nilai rata-rata
pretes 53,3 dengan kategori “cukup” dan nilai rata-rata postes 87,7 dengan
kategori “sangat baik’. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa
keterampilan menyusun strategi sangat baik. Sebagaimana menurut Ennis
(dalam Costa, 1985:54-57) menyebutkan bahwa indikator menyusun
Taktik dan Strategi Membuat keputusan tindakan dan berkomunikasi
dengan orang lain.
3. Perbedaan peningkatan berpikir kritis siswa menggunakan model
pembelajaran discovery learning dengan berbantuan media video dan
tanpa media video
Berdasarkan pada hasil penelitian diatas, maka dapat diketahui adanya
perbedaan keterampilan berpikir kritis pada siswa mengenai materi siklus
air setelah diberikan perlakuan berupa penggunaan model discovery
learning berbantuan media video, artinya terdapat pengaruh atau
perubahan yang signifikan. Hal tersebut karena model discovery learning
berbantuan video dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa melalui
soal-soal uraian. Sebagaimana menurut Black & Wiliam (2010) sebagai
guru membutuhkan bantuan media pembelajaran sebagai contoh praktek
nyata supaya peserta didik yakin dan mengetahui lebih jelas sesuai contoh
yang diberikan (Prihastuti, Widodo, &Riandi, 2021). Pemanfaatan video
sebagai pengganti yang memberikan sumber belajar utama ternyata
mampu memberikan pemahaman kepada peserta didik terkait kemampuan
berpikir kritis. Oleh karena itu video memberikan gambaran yang lebih
jelas dan konkrit dibandingkan dengan membaca dari sumber tertulis.
Berdasarkan hasil analisis data pretes terhadap kemampuan berpikir
kritis siswa, jika ditinjau dari teori belajar behavioristik terhadap stimulus
yang dilakukan selama proses pembelajaran. Menurut teori ini belajar
adalah proses perubahan sebab dan akibat dari adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Belajar juga dapat diartikan sebagai bentuk
perubahan yang dialami siswa dari ketidaktahuan menjadi kebijaksanaan
sebagai hasil interaksi, respon dan stimulus, adapun menurut teori tersebut
yang terpenting dalam pembelajaran adalah input stimulus dan ouput
respon (Mustika, 2022). Berdasarkan teori tersebut, kemampuan berpikir
kritis dapat berubah jika diberikan stimulus. Oleh karena itu, pada kelas
eksperimen diberikan stimulus dengan diberikan pembelajaran discovery
learning berbantuan media video.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Kemampuan berpikir kritis siswa pada siswa kelas V dengan materi siklus
air. Dibuktikan dari skor siswa dalam pembelajaran IPA pada kelas
eksperimen sebelum menggunakan media video mendapatkan nilai rata-
rata 54,50. Adapun skor siswa setelah menggunakan media video
memperoleh nilai rata-rata 78,10 yang artinya ada peningkatan. Pada kelas
eksperimen memperoleh rata-rata nilai N-Gain 0,47 dengan kategori
sedang. Kemudian dapat diketahui bahwa hasil uji paired samples T test
pada pair 1 diperoleh nilai sig (2-tailed) sebesar ,000 < 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil pretes
dan postes kelas eksperimen dengan nilai rata-rata pretes 54,80 dan postes
78,10. Berdasarkan hasil pair 1 terdapat pengaruh yang signifikan sesudah
diberikan treatment menggunakan model discovery learning berbantuan
media video dibandingkan pada pretes sebelum dilakukan treatment.
2. Kemampuan berpikir kritis pada kelas kontrol yang menggunakan model
discovery learning tanpa berbantuan media video memperoleh skor nilai
rata-rata pretes 53,0 dan nilai postes memperoleh 61,0 dengan hasil
analisis N-Gain menunjukan kelas kontrol memiliki hasil N-Gain 0,21
dengan kategori rendah. Kemudian diketahui hasil uji paired samples T
test pada pair 1 diperoleh nilai sig (2-tailed) sebesar ,000 < 0,05, maka
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pada hasil pretes dan postes kelas
kontrol. Berdasarkan hasil pair 1 terdapat pengaruh sesudah diberikan
treatment menggunakan model discovery learning tanpa berbantuan media
video dengan nilai rata-rata pretes sebesar 53,70 dan diketahui mean
postes diperoleh nilai sebesar 64,73.
3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada
kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran discovery
learning berbantuan media video dengan nilai rata-rata postes 78,10
dengan kategori “Baik”. Sedangkan pada kelas kontrol yang menggunakan
model discovery learning tanpa berbantuan media video memperoleh nilai
postes 61,0 dengan kategori “cukup”. Adapun nilai N-Gain pada kelas
eksperimen memperoleh 48,8 dengan kategori sedang dan pada kelas
kontrol 21,7 dengan kategori rendah. Pada hasil uji t hasil hipotesis Ha
diterima dan Ho ditolak. Melihat dari Nilai Sig 0,000 < 0,05 maka dengan
itu hasil dari penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
model discovery learning berbantuan media video terhadap kemampuan
berpikir kritis siswa kelas V MI pada materi siklus air dengan
menggunakan model pembelajaran discovery learning berbantuan media
video dibandingkan dengan discovery learning tanpa menggunakan media
video.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis memberikan beberapa
saran sebagai berikut :
1. Pembelajaran IPA harus terus dikenalkan kepada peserta didik dan
tidak cukup hanya dengan teori saja untuk membuat peserta didik
paham terkait salah satu materi tentang siklus air. Penggunaan media
video atau model pembelajaran sangat berpengaruh untuk peserta didik
dalam kemampuan berpikir kritis terhadap sehingga lebih aktif dalam
proses belajar mengajar.
2. Harapan untuk siswa dan guru diharapkan mampu menguasai
teknologi atau ICT agar dapat lebih mengefektifkan dalam proses
pembelajaran.
3. Untuk peneliti agar lebih meningkatkan penelitian yang sudah
dilakukan sehingga kedepannya pembelajaran IPA dapat menjadi mata
pelajaran yang disenangi oleh siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S. N., Sarwanto, S., & Sunarno, W. (2018). Pembelajaran Ipa Terpadu
Dengan Pendekatan Penemuan (Discovery) Melalui Metode Demonstrasi
Dan Eksperimen Ditinjau Dari Kemampuan Berfikir Kritis Dan Kreativitas
Siswa. INKUIRI: Jurnal Pendidikan IPA. Vol 7. No 1. Hal 13

Febrianawati Yusup. (2018). Uji Validitas dan Reliabilitas. Jurnal Ilmiah


Kependidikan. Vol 7. No 1. Hal 17-18

Indri Prihastuti, Ari Widodo, & Liliasari Riandi. (2021). Belajar melalui Video
untuk Melatih Keterampilan Berpikir Kritis Guru IPA. Jurnal Biosfer &
Pendidikan Biologi. Vol 6. No 1. Hal 41

Putu Ari Susanti & Ni Nyoman Kusmariyanti. (2017). Penerapan Model Picture
and Picture Berbasis Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Hasil
Pengetahuan IPA. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar. Vol 1. No 2. Hal 33-44

Friska Andini, Herianto Sidik Iriansyah, Alam Slamet Barkah. (2019). Upaya
Meningkatkan Kemampuan Menarik Kesimpulan Pembelajaran Bahasa
Indonesia pada Materi Teks Tanggung Jawab Warga Negara melalui Metode
Mind Mapping. Jurnal STKIP Sumanegara. Vol 6. No 1.Hal 46

Suniati. (2017). Studi Tentang Rendahnya Kemampuan Membaca Peserta Didik


Kelas II SDN 8 Menteng Palangka Raya. Jurnal Anterior. Vol 16. No 2. Hal
158-163

Leny Dhianati Haeruman, Wardani Rahayu, & Lukita Ambarwati. (2017).


Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis dan Self-Confidence Ditinjau dari Kemampuan
Awal Matematis Siswa SMA di Bogor Timur. Jurnal JPPM. Vol 10. No 2.
Hal 161-162

Suparni. (2016). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa


Menggunakan Bahan Ajar Berbasis Integrasi Interkoneksi. Jurnal Derivat.
Vol 3. No 2. Hal 41

Arfika Riestyan Rachmantika & Wardono. (2019). Peran Kemampuan Berpikir


Kritis Siswa pada Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah.
Jurnal Prisma. Prosiding Seminar Nasional Matematika. Vol 2. 439-443

Mulyasa. Strategi Pembelajaran PAUD. (Bandung PT. REMAJA


ROSDAKARYA 2020). Hal 154-155
Lina Novita, Elly Sukmansa, & Mahesa Yudistira Pratama. (2019). Penggunaan
Media Pembelajaran Video terhadap Hasil Belajar Siswa SD. Jurnal of
Primary Education. Vol 3. No 2. Hal 66

Sundar & Endang Fauzi. (2021). Implikasi Teori Belajar Bruner dalam Model
Pembelajaran Kurikulum 2013. Jurnal Papeda. Vol 3. No 2. Hal 132

Mustika Abidin. (2022). Penerapan Teori Belajar Behaviorisme dalam


Pembelajaran (Studi Pada Anak). Jurnal An Nisa’. Vol 15. No 1. Hal 3

Akbar, R. F. (2018). Studi Analisis Perilaku (Analisis Faktor-faktor Komitmen


Organisasional dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Guru Madrasah Swasta di
Jawa Tengah. Skripsi, 121–180.

Ina Magdalena, Deva Denisyah, Khofifah Rizkyah & Robiatul Asriyah. (2020).
Metode Pembelajaran Pemberian Reward Terhadap Siswa Kelas 5 SD
Bubulak 2 Kota Tangerang. Jurnal Edukasi dan Sains. Vol 2. No 1. Hal 114.

Hamdani, Prayitno & Karyanto. (2019). Meningkatkan Kemampuan Berpikir


Kritis Melalui Metode Eksperimen. Jurnal Proceeding Biology Education
Conference. Vol 16. No 1. Hal. 141

Ana, N. Y. (2019). Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Dalam


Peningkatan Hasil Belajaran Siswa Di Sekolah Dasar. Pedagogi: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 18(2), 56.

Atika, D., Nuswowati, M., & Nurhayati, S. (2018). Pengaruh Metode Discovery
Learning Berbantuan Video Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Sma.
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 12(2).

Darma Putra, I. G., & Sujana, I. W. (2020). Hasil belajar IPS menggunakan
Kolaborasi Model Discovery Learning Berbasis Media Animasi. Journal of
Education Technology, 4(2), 103.

Ekawati, Y., & Sunarno, W. (2017). Pembelajaran Fisika Melalui Discovery


Learning. 6(3), 17–28.
Khairani, M., Sutisna, S., & Suyanto, S. (2019). Studi Meta-Analisis Pengaruh
Video Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik. Jurnal Biolokus,
2(1), 158.

Khofiyah, H. N., Santoso, A., & Akbar, S. (2019). Pengaruh Model Discovery
Learning Berbantuan Media Benda Nyata terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis dan Pemahaman Konsep IPA. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian,
Dan Pengembangan, 4(1), 61–67. Retrieved from

Medianty, S. U., Bahar, A., & Elvinawati. (2018). Penerapan Model Discovery
Learning Dengan Menggunakan Media Video Untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar Dan Hasil Belajar Siswa. ALOTROP: Jurnal Pendidikan
Dan Ilmu Kimia, 2(1), 58–65. Retrieved from

Nur’Azizah, H., Jayadinata, A. K., & Gusrayani, D. (2018). Pengaruh Model


Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Berpikir
KritisSiswa Pada Materi Energi Bunyi. Science and Physics Education
Journal (SPEJ), 2(1), 1–10.

Nurrohmi, Y., Utaya, S., & Utomo, D. H. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Dan
Kewirausahaan, 7(1), 93–108.

Putri, A., Kuswandi, D., & Susilaningsih, S. (2020). Pengembangan Video


Edukasi Kartun Animasi Materi Siklus Air untuk Memfasilitasi Siswa
Sekolah Dasar. JKTP: Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan, 3(4), 377–387.

Ridho, S., Subali, B., & Marwoto, P. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Pokok Bahasan Klasifikasi Materi dan Perubahannya.

Risky, S. M. (2019). Analisis Penggunaan Media Video pada Mata Pelajaran IPA
di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan,
28(2), 73–79

Wabula, M., Papilaya, P. M., & Rumahlatu, D. (2020). Pengaruh model


pembelajaran discovery learning berbantuan video dan problem based
learning terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Edubiotik : Jurnal
Pendidikan, Biologi Dan Terapan, 5(01), 29–41.

Karlina Wong Lieung. (2019). Pengaruh model discovery learning terhadap


keterampilan berpikir kritis siswa sekolah dasar. Jurnal of primary education.
Vol 1. No 2. Hal 073-082

Rahmayani A., Siswanto J., & Budiman, M, A., (2019) Pengaruh model
pembelajaran discovery learning dengan menggunakan media video terhadap
hasil belajar. Jurnal ilmiah sekolah dasar. Vol 3. No 2. Hal 246-253.

Edo korona M. (2022). Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui penerapan
model pembelajaran discovery learning siswa kelas VII SMP negeri 2
bajawa. Jurnal pendidikan tambusai. Vol 6. No 2. Hal 14528-14538

Ramdani A., Jufri Wahab A., & Setiadi Dadi. (2020). Kemampuan berpikir kritis
dan konsep dasar IPA peserta didik. Jurnal penelitian pendidikan IPA. Vol 6.
No 1. Hal 119-124

Permanasari Anna., (2016). STEM Education: Inovasi dalam pembelajaran sains.


Seminar nasional pendidikan (SNPS).

Mukaramah Mely., Kustina Rika., & Rismawati., (2020)., Menganalisis kelebihan


dan kekurangan model discovery learning berbasis audiovisual dalam
pelajaran bahasa indonesia., Vol 1. No 1, Hal 2-3

Ridho, S., Subali, B., & Marwoto, P. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Pokok Bahasan Klasifikasi Materi dan Perubahannya.
https://doi.org/10.29303/jppipa.v6i1.194

Khairani, M., Sutisna, S., & Suyanto, S. (2019). Studi Meta-Analisis Pengaruh
Video Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik. Jurnal Biolokus,
2(1), 158.

Mufarokah Annisatul. (2019). Strategi Belajar Mengajar. Jurnal Teras. H.104


Risky, S. M. (2019). Analisis Penggunaan Media Video pada Mata Pelajaran IPA
di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan,
28(2), 73–79.

Risqa Tri Oktaviani. (2018). Pemanfaatan Video Sebagai Media Pembelajaran


dalam Pendidikan dan pelatihan diklat. Administrasi Umum Perpustakaan
Nasional RI. 18-19.

Trisiana Anita. (2020). Penguatan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan


Melalui Digitalisasi Media Pembelajaran. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan. Volume 10. Nomor 02. Hal 33

Yuyun Dwi Haryanti & Budi Febriyanto. (2017). Model Problem Based Learning
Membangun Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Cakrawala Pendas. Vol 3. No. 2. Hal 60-61

Fithriyah, I., Sa’dijah, C., & Sisworo. (2016). ANALISIS KEMAMPUAN


BERPIKIR KRITIS. (Knpmp I), 580–590.

Aliyyah Rusmiati, Amini Alfatia, Subasman Iman, Herawati Budi S E, Susan,.


(2021). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Melalui Penggunaan Media
Video Pembelajaran. Jurnal Sosial Humaniora. Vol 12. No 1. Hal 60

Azhar Arsyad. (2019). Media Pembelajaran. Kajian Teori.

Susanti Evi, Taufiq Mohammad, Hidayat Thamrin M, Machmudah,. (2019).


Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SDN Margorejo VI Surabaya Melalui
Model Jigsaw. Jurnal Unsil Bioedusiana. Vol 4. No 1. Hal 5

Anda mungkin juga menyukai