Anda di halaman 1dari 31

1.

Judul Skripsi

Pengaruh Model Discovery Learning berbantuan Media Video terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V Sekolah Dasar pada Materi

Siklus Air.

2. Latar Belakang Masalah

Ilmu pengetahuan alam (IPA) adalah suatu ilmu yang mempelajari

mengenai gejala alam beserta isinya. Upaya untuk seseorang dapat

berpikir logis dan berpola pikir ilmiah (Tumurun, Gusrayani, &

Jayadinata, 2016: 101). Pembelajaran IPA akan optimal apabila siswa

terlibat aktif dalam proses pembelajaran, selain itu juga dapat

membantu siswa dalam meningkatkan motivasi, pembiasaan bahkan

dalam memecahkan masalah dalam kehidupannya (Rosarina, Sudin, &

Sujana, 2016: 372).

Pelajaran IPA pun dapat mengembangkan Keterampilan Berpikir

Kritis (KBK) yang sesuai dengan salah satu tujuan dari pendidikan di

Abad 21, KBK merupakan kemampuan yang dibutuhkan oleh siswa

untuk menganalisis fakta, mengemukakan pendapat serta memecahkan

masalah. Oleh karena itu, pendidikan IPA memiliki peran yang sangat

penting dalam menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa dan

untuk menyiapkan diri mereka menghadapi kehidupan, sehingga

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA perlu

mendapat perhatian yang serius (Budiana, Sudana, & Suwatra, 2013:).


Proses pembelajaran di sekolah diharapkan melatih siswa untuk

berpikir kritis. Membelajarkan berpikir kritis penting karena melalui

berpikir kritis, siswa akan dilatih untuk mengamati keadaan,

memunculkan pertanyaan, merumuskan hipotesis, melakukan observasi

dan mengumpulkan data, lalu memberikan kesimpulan (Wahyuni,

2015: 301). Dengan demikian diharapkan kemampuan berpikir kritis

dapat dilatihkan, sehingga kemampuan menganalisis, mensintesis dan

mengevaluasi bisa berkembang dengan baik pada diri siswa (Hartati,

2010:130).

Dalam pembelajaran IPA, salah satu konsep/materi yang dibahas

adalah mengenai siklus air. Materi ini memuat tahapan-tahapan dan

proses-proses terjadinya daur air yang harus dijelaskan dengan ilustrasi

atau penjelasan lewat gambar, sehingga siswa dituntut untuk berpikir

kritis (Putri, Kuswandi, & Susilaningsih, 2020:378). Kenyataan yang

ditemui di sekolah, menunjukkan bahwa dalam mempelajari IPA pada

materi siklus air mereka masih terpaku terhadap teori sebagai landasan

berpikirnya sehingga kurang mengembangkan kemampuan berpikir

kritis (Wahyuni, 2015: 301). Oleh karena itu, berpikir kritis merupakan

kemampuan penting yang harus dikembangkan untuk mengantarkan

siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, lebih lanjut

mampu menyelesaikan masalah melalui pemahamannya setelah

melaksanakan pembelajaran(Nur’Azizah, Jayadinata, & Gusrayani,

2018: 52).
Untuk menunjang kemampuan berpikir kritis siswa, diperlukan

beberapa komponen yang dituntut ada pada pembelajaran. Komponen

yang terpenting salah satunya yaitu model pembelajaran dan media

pembelajaran. Oleh karena itu, model pembelajaran discovery learning

merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa di SD khususnya dalam pembelajaran

IPA pada materi siklus air (Nur’Azizah et al., 2018:52).

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir

permasalahan tersebut adalah penggunaan model pembelajaran dengan

berbantuan metode pembelajaran untuk meningkatkan antusias,

keaktifan, dan pengalaman belajar serta media yang digunakan untuk

membantu memvisualkan konsep-konsep dalam materi IPA. Variasi

kegiatan pembelajaran yang sesuai dalam kondisi ini, yaitu dengan

menerapkan model discovery learning berbantuan media video (Atika,

Nuswowati, & Nurhayati, 2018: 2150). Video pembelajaran ini

mengkombinasikan beberapa bentuk media seperti audio, video,

animasi, dan teks (Wabula, Papilaya, & Rumahlatu, 2020: 30).

Upaya untuk menarik dan mengaktifkan siswa kedalam

pembelajaran yang kondusif, suatu pembelajaran harus direncanakan

dan diadakan sedemikian rupa sehingga siswa dapat termotivasi dan

aktif dalam kegiatan belajar salah satu caranya dengan menggunakan

model, metode, strategi dan media pembelajaran yang sesuai. Oleh

karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat


meningkatkan prestasi belajar siswa, model pembelajaran yang

tergolong interaktif adalah model discovery learning. Salah satu media

pembelajaran menarik yang dapat digunakan yaitu media pembelajaran

berbasis teknologi berupa video pembelajaran, kelebihan video antara

lain video dapat mengembangkan pikiran dan pendapat para siswa, serta

dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam belajar (Senjani,

Khoiri, & Nuroso, 2015:32-33).

Pelaksanaan pembelajaran dengan metode discovery learning

berbantuan video memberikan pengalaman belajar untuk terlibat

langsung dan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan

pengetahuan yang akan dipahami sehingga lebih bermakna dan

mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis. Media video

dalam pembelajaran dengan metode discovery berperan dalam proses

pembelajaran sebagai stimulation atau data collecting dan memudahkan

kegiatan data processing. Pembelajaran dengan metode discovery

berbantuan video meningkatkan aktivitas siswa selama proses

pembelajaran (Atika et al., 2018).

Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang

dikembangkan berdasarkan perkembangan kontruktivisme. Model ini

menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting

terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa aktif dalam

proses pembelajaran (Abidin, Sarwanto, & Sunarno, 2018: 14). Model

pembelajaran discovery learning menuntut siswa belajar secara aktif,


dimana pembelajaran tidak hanya dinilai dari hasil, melainkan dari

proses belajar (Haeruman, Rahayu, & Ambarwati, 2017: 161). Model

pembelajaran Discovery Learning berpengaruh terhadap kemampuan

berpikir kritis (Nurrohmi, Utaya, & Utomo, 2019: 1309).

Pembelajaran yang menggunakan discovery learning dapat

meningkatkan keterampilan berpikir siswa karena siswa dilatih untuk

mengamati, menanya, mencoba, menalar dan mengkomunikasikan

melalui sintaks nya seperti pada tahap stimulation siswa diajak untuk

mengamati dan menanya, tahap problem statement siswa diajak untuk

menanya dan mengumpulkan informasi, tahap data collection siswa

diajak untuk mencoba dan mengamati, tahap data processing siswa

diajak untuk menalar dan menanya dan tahap terakhir verification siswa

diajak untuk menalar, dan mengkomunikasikan (Pratiwi, 2014: 3).

Melalui pembelajaran dengan menggunakan model discovery

learning berbantuan media video diharapkan proses pembelajaran IPA

materi siklus air menjadikan siswa lebih aktif serta dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu peneliti tuangkan dalam

bentuk proposal dengan judul, “Pengaruh Model Discovery Learning

berbantuan Media Video terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Sekolah Dasar pada Materi Siklus Air”.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah diatas, maka

masalah yang dapat dirumuskan yaitu “Bagaimana Pengaruh Model


Pembelajaran Discovery Learning berbantuan Media Video terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar pada Materi Siklus

Air?”

4. Batasan Masalah

Agar ruang lingkup permasalahan pada penelitian ini tidak terlalu

luas, maka peneliti akan membatasi masalah ini.

1) Subjek penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar kelas V di

salah satu sekolah di Kabupaten Bandung.

2) Penelitian ini difokuskan pada pengaruh model discovery

learning dan media video animasi terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa.

3) Materi pada penelitian ini adalah siklus air yaitu menganalisis

peristiwa dari siklus air dan menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Adapun instrumen penelitiannya yaitu berupa

video animasi dan test.

5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yang ingin dicapai oleh penulis

adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran

discovery learning berbantuan media video terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa sekolah dasar pada materi siklus air.

6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan

berpikir kritis siswa dan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan


yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman, sehingga

ilmu pengetahuan dan informasi-informasi yang disajikan dapat

bermanfaat untuk masa yang akan datang.

7. Definisi Operasional

Agar penelitian yang dilakukan tidak menimbulkan salah

penafsiran, maka peneliti menjelaskan definisi operasional penelitian

sebagai berikut.

1) Discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan

cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,

menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan melekat

tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh

siswa. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah (1)

stimulation (stimulasi/pemberi rangsangan), (2) problem

statement (pernyataan/identifikasi masalah), (3) data

collection (pengumpulan data), (4) data processing

(pengolahan data), (5) verification (pembuktian), dan (6)

generalization (menarik kesimpulan/generalisasi).

Keterlaksaan model pembelajaran discovery learning

didapatkan dari lembar observasi yang diamati oleh observer

kemudian hasilnya akan dibandingkan pada setiap pertemuan.

2) Media video yang dimaksud adalah bentuk video animasi yang

di ambil dari aplikasi Youtube. Karena, dalam pembelajaran

IPA terdapat materi tentang siklus air yang memuat tahapan-


tahapan dan proses-proses terjadinya daur air yang harus

dijelaskan dengan ilustrasi atau penjelasan lewat gambar. Agar

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, maka

diperlukan media sebagai alternatif yang cocok untuk siswa

sekolah dasar yaitu media video animasi.

3) Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang

sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan.

Keterampilan tersebut diantaranya kemampuan berpikir kritis,

berpikir kreatif, dan kemampuan pemecahan masalah. Dalam

penelitian ini berpikir kritis mengacu pada kemampuan

berpikir kritis siswa. Indikator berpikir kritis yang digunakan

yaitu merumuskan permasalahan dan menyimpulkan fakta

berdasarkan observasi, yang diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa. Adapun instrumen yang

digunakan yaitu test subjektif berupa soal uraian kemudian

hasilnya akan dibandingkan pada setiap pertemuan.

4) Materi pembelajaran IPA yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah mengenai Siklus Air yang mengacu pada

kompetensi inti dan kompetensi dasar yang ada dalam

kurikulum 2013.

Tabel 1

Kompetensi Dasar dan Indikator

Kompetensi Dasar Indikator


3.8 Menganalisis siklus air 3.8.1 Mendiskusikan

dan dampaknya pada siklus air dan

peristiwa di bumi serta dampaknya bagi

kelangsungan makhluk peristiwa di bumi

hidup. serta

kelangsungan

makhluk hidup.

4.8 Membuat karya tentang 4.8.1 Melakukan

skema siklus air percobaan tahap-

berdasarkan informasi tahap dalam

dari berbagai sumber. siklus air seperti

evaporasi,

kondensasi, dan

presipitasi.

8. Ringkasan Landasan Teoretis

1) Model Pembelajaran Discovery Learning

Discovery learning merupakan metode memahami konsep,

arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai

kepada suatu kesimpulan (Kristin, 2016:91). Penggunaan model

Discovery Learning siswa diberi stimulus permasalahan sebelum

memulai pembelajaran. Permasalahan yang diberikan guru


mengarahkan kreativitas siswa pada materi yang akan diajarkan

(Ekawati & Sunarno, 2017:18).

Model pembelajaran discovery learning menuntut siswa

belajar secara aktif, dimana pembelajaran tidak hanya dinilai dari

hasil, melainkan dari proses belajar. Dari proses belajar tersebut

siswa dapat menemukan masalah-masalah dan berusaha untuk

memecahkan masalah tersebut, bahkan siswa dapat menemukan

pengetahuan baru dari masalah tersebut (Haeruman et al., 2017).

Discovery learning merupakan suatu model pemecahan masalah

yang akan bermanfaat bagi siswa dalam menghadapi kehidupannya

di kemudian hari (Rosarina et al., 2016).

Pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk

mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan

sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia

dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan oleh

siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa berfikir lebih kritis

dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.

Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan masyarakat (Kristin

& Rahayu, 2016:86).

a) Tahapan-Tahapan Model Discovery Learning

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di

kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam


kegiatan pembelajaran, secara umum (Wahjudi, 2015:2) sebagai

berikut.

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu

yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan

untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan

untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai

kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan,

anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang

mengarah pada persiapan pemecahan masalah Stimulasi pada

tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi

belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa

untuk melakukan eksplorasi.

b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Setelah melakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru

memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi

sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan

dengan bahan pelajaran, kemudian pilih salah satu masalah

dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara

atas pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan siswa

untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasasalahan

yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam


membangun pemahaman siswa agar terbiasa untuk

menemukan masalah.

c. Data collection (pengumpulan data)

Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau

membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan memberi

pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu

kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti

atau tidak.

d. Data processing (pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan

informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui

wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan

sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,

ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu

serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data

processing disebut juga dengan pengkodean coding/

kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan

generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan

mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/

penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

e. Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswa memeriksa secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan

dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data

yang telah diolah. Verifikasi bertujuan agar proses belajar

berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,

teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia

jumpai dalam kehidupannya.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi adalah proses menarik kesimpulan yang

dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan

hasil verifikasi.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran discovery learning adalah suatu model dimana

siswa dituntut untuk menemukan sendiri pengetahuannya di

dalam pembelajaran. Bahwa dalam proses pembelajaran guru

tidak menyajikan materi secara langsung kepada siswa.

b) Kekurangan dan Kelebihan Model Discovery Learning

Berikut ini adalah beberapa kelebihan model pembelajaran

discovery learning menurut (Kristin & Rahayu, 2016).

a. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan

menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir


b. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami

sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh

dengan cara ini lebih lama diingat, proses menemukan sendiri

menimbulkan rasa puas siswa. Kepuasan batin ini mendorong

ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya

meningkat.

c. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan penemuan akan

lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai

konteks.

Selain menurut pendapat di atas terdapat beberapa ahli yang

mengungkapkan kelebihan model discovery learning. Berikut ini

adalah beberapa kelebihan model pembelajaran discovery

learning menurut (Darma Putra & Sujana, 2020:104).

a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat

pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan

dan transfer.

c. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif.

Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai

peneliti di dalam situasi diskusi.


Selain itu, terdapat juga kekurangan dalam model

pembelajaran discovery learning, menurut (Ana, 2019:23)

sebagai berikut.

a. Model ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran

untuk belajar. Bagi siswa yang kurang memiliki

kemampuan kognitif akan mengalami kesulitan dalam

berfikir abstrak atau yang mengungkapkan hubungan antara

konsep‐konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada

gilirannya akan menimbulkan frustasi.

b. Model ini tidak cukup efisien untuk digunakan dalam

mengajar pada jumlah siswa yang banyak hal ini karena

waktu yang dibutuhkan cukup lama untuk kegiatan

menemukan pemecahan masalah.

c. Harapan dalam model ini dapat terganggu apabila siswa dan

guru telah terbiasa dengan cara lama.

d. Model pengajaran discovery ini akan lebih cocok dalam

pengembangkan pemahaman, namun aspek lainnya kurang

mendapat perhatian.

Dalam pembelajaran discovery learning juga terdapat

kendala yang dihadapi siswa, kendala ini menjadi kekurangan

dalam pembelajaran discovery learning. Kendala yang dihadapi

misalnya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama


dibandingkan dengan belajar menerima (Kristin & Rahayu,

2016:90).

2) Media Video

Era digital yang sangat berkembang pesat pada saat ini,

dalam memberikan pendidikan yang up to date sebagai pendidik

sudah dapat menggunakan metode pembelajaran dengan

menggunakan media video. Media pembelajaran yang inovatif

merupakan alat untuk menyampaikan informasi belajar dan pesan

dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi, sehingga

siswa dapat memahami materi yang disampaikan oleh pendidik

menjadi lebih mudah. Untuk itu diperlukan media pembelajaran

yang baik dan sesuai pada pembelajaran objek yang bersifat abstrak

bisa dihadirkan dalam pembelajaran (Khairani, Sutisna, & Suyanto,

2019:159).

Media video dapat diterapkan pada pelajaran IPA, karena

materi IPA sebagian sulit untuk dipelajari tanpa menggunakan suatu

alat, sehingga membutuhkan bantuan dalam mempelajarinya. Oleh

sebab itu guru perlu media atau alat bantu untuk bisa

menggambarkannya kepada siswa agar siswa lebih mudah

memahami materi IPA tersebut. Alat dalam pembelajaran sangat

berperan karena untuk mempermudah pemahaman dalam

memperoleh materi yang disampaikan (Risky, 2019:75). Dengan

media video yang berupa perangkat media visual audio, memberikan


pengetahuan baru kepada siswa menjadi lebih mudah, visualisasi

dari konsep-konsep abstrak terfasilitasi dan proses pembelajaran

menjadi lebih cepat.

Peneliti tertarik untuk menerapkan media video youtube

dalam penelitian ini karena media video youtube dapat

menghadirkan sesuatu yang dapat dilihat dan didengar sehingga

dapat memotivasi siswa untuk belajar dan memberikan pengalaman

belajar kepada siswa (Iwantara, Sadia, & Suma, 2014). Dengan

menggunakan media video maka informasi berupa peristiwa, fakta,

konsep dan sebagainya dapat dihadirkan ke dalam ruang kelas

(Ribawati, 2015).

3) Pengertian Berpikir Kritis

Dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada tantangan untuk

dapat melahirkan individu-individu yang dapat memenuhi tuntutan

global, salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk dapat

melahirkan individu-individu yang dapat memenuhi tuntutan global

yaitu dengan melahirkan generasi yang memiliki kemampuan

berpikir kritis (Fithriyah, Sa’dijah, & Sisworo, 2016:580).

Kemampuan berpikir yang diarahkan melalui pembelajaran di SD

adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satu kemampuan

berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) adalah kemampuan

berpikir kritis (critical thinking) (Ganesha, 2015).


Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan siswa

dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (kesimpulan)

dari berbagai aspek dan sudut pandang. Kemampuan berpikir kritis

adalah modal intelektual yang penting dimiliki oleh siswa jika

berhadapan dengan permasalahan-permasalahan dalam

kehidupannya sehari- hari (Ganesha, 2015). Kemampuan berpikir

kritis merupakan proses berpikir melalui analisis, berpikir serius, dan

teliti dalam sebuah informasi yang diterima dengan menyertakan

alasan yang rasional sehingga akan menghasilkan tindakan yang

sesuai. Kemampuan berpikir kritis siswa bisa dilatih secara bertahap.

Guru harus berperan memotivasi dan meyakinkan siswa agar selalu

melatih kemampuan berpikir kritisnya (Ridho, Subali, & Marwoto,

2020:11).

Indikator-indikator yang menujukkan tingkat kemampuan

berpikir kritis meliputi; 1) mampu merumuskan pokok

permasalahan. 2) mampu memberikan alasan yang logis dan relevan.

3) mampu mengungkapkan fakta berdasarkan hasil observasi. 4)

menggunakan sumber belajar yang relevan kredibilitas dan

menyebutkannya. 5) mampu menentukan solusi dari permasalahan

yang ada. 6) mampu menjawab dan bersikap terbuka atas pendapat

teman. 7) mampu menentukan akibat dari pengambilan suatu

keputusan (Fakhriyah, 2014:100). Bahwa kemampuan berpikir kritis

merupakan kemampuan berpikir logis dan reflektif yang difokuskan


pada pengambilan keputusan yang akan dipercayai (Hidayanti,

As’ari, & C, 2016:277).

4) Hubungan Antara Model Pembelajaran Discovery Learning

berbantuan Media Video dengan Kemampuan Berpikir Kritis

Siswa

Penelitian yang di lakukan oleh (Atika et al., 2018:2157)

menjelaskan bahwa metode discovery learning berbantuan video

berpengaruh terhadap hasil belajar psikomotorik dikarenakan metode

discovery learning melatih keterampilan dan kemampuan berpikir

siswa dalam memecahkan masalah melalui tahapan-tahapan yang

sistematis serta kemampuan dalam kerjasama tim, sehingga siswa

terampil dalam melakukan kegiatan praktikum yang merupakan

kegiatan pembuktian dalam memecahkan masalah. Mengembangkan

keterampilan berpikir kritis siswa perlu untuk dilakukan karena jika

siswa sudah memiliki keterampilan berpikir kritis, maka siswa dapat

memusatkan perhatiannya dalam pembelajaran (Khofiyah, Santoso,

& Akbar, 2019:62).

Agar siswa dapat menguasai materi dengan baik model

Discovery Learning dapat disempurnakan dengan menggunakan

bantuan media video, untuk memanfaatkan kemampuan media video

dalam peningkatan setiap ranah baik kognitif, afektif, maupun

psikomotorik yang akan memperkuat pemahaman siswa terhadap

materi ajar (Medianty, Bahar, & Elvinawati, 2018). Media


pembelajaran berbentuk video yang digunakan dalam proses

pembelajaran untuk menyalurkan pesan, pengetahuan, keterampilan,

dan sikap serta dapat merangsang pilihan, perasaan, perhatian dan

kemampuan siswa dalam belajar berdasarkan tuntutan kurikulum

2013 (Wabula et al., 2020:30). Akibatnya siswa berpikir kritis, dan

keterampilan pemecahan masalah meningkatkan dan

keberhasilannya dan ketertarikan dalam belajar (Atika et al., 2018).

9. Metodologi Penelitian

a. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode pre-eksperimen (pre-eksperimental). Metode pre-

eksperimen merupakan desain penelitian eksperimen yang memiliki

karakteristik diantaranya kelas sebagai sampel penelitian tidak

diambil secara random, kelompok yang digunakan hanya satu kelas

sehingga desain penelitian ini tidak memiliki kelas kontrol (Ismail,

2018:52).

b. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pre-eksperimental design dengan tipe one-group pre-test-

post-test design, yaitu eksperimen yang dilakukan pada satu

kelompok saja tanpa kelompok pembanding (Saputra, Mulyadiprana,

& Indihadi, 2017:79). Desain ini dapat dilihat pada gambar 1.

O1xO2
Gambar 1. Desain Penelitian

Keterangan:

O1 : Nilai pretest (sebelum diberikan perlakuan)

O2 : Nilai posttest (setelah diberikan perlakuan)

X : Treatment/perlakuan yang diberikan

c. Subjek

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang

terdapat di salah satu SD Negeri di Kabupaten Bandung yang

keseluruhannya berjumlah 21 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat kita

lihat tabel di bawah ini.

Tabel 2

Subjek Penelitian

Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah

Kelas V 9 orang 12 orang 21 rang

d. Teknik Pengumpulan

Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data

untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah prosedur yang

sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan

(Akbar, 2018:132). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

teknik tes untuk mengumpulkan data. Tes yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir),
dimana pretest diberikan di awal pembelajaran sebelum diberi

perlakuan dengan memberikan 20 buah soal uraian untuk

mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa pada materi siklus air.

Setelah diberikan pretest dan perlakuan maka tahap selanjutnya

adalah memberikan soal posttest, dimana soal yang diberikan sama

seperti pada saat pretest dilakukan. Tujuan diadakannya posttest ini

adalah untuk mengetahui seberapa besar peningkatan berpikir kritis

siswa pada materi siklus air setelah diberi perlakuan.

e. Teknik Pengolahan Data

1) Mengolah Data Tes

Untuk mengetahui penerapan model discovery learning

berbantuan media video terhadap kemampuan berpikir kritis

siswa maka peneliti melakukan pretest dan posttest kepada

siswa. Selanjutnya data dianalisis secara kuantitatif. Adapun

langkah-langkah pengolahan data hasil pretest dan posttest

adalah sebagai berikut.

(1) Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan

sebagai prasyarat untuk melakukan analisis data. Uji

normalitas dilakukan sebelum data diolah berdasarkan

model-model penelitian yang diajukan. Uji normalitas

bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam satu

variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Uji


normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model

regresi variabel independen dan variabel dependen atau

keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak (Ghozali,

2016: 39).

(2) Uji Liliefors

Menurut (Irwan, Thamrin, & Budayawan, 2016:56)

uji Liliefors dilakukan apabila data merupakan data tunggal

atau data frekuensi tunggal, bukan data distribusi frekuensi

tunggal, bukan data distribusi frekuensi kelompok. Uji

normalitas menggunakan uji liliefors (Lo) dilakukan

dengan langkah- langkah sebagai berikut:

1. Data X1, X2, X3........ Xn yang diperoleh dari data yang

terkecil hingga data yang terbesar.

2. Data X1, X2, X3........ Xn dijadikan bilangan baku Z1,

Z2, Z3.....Zn.

Xi−X
Dengan rumus Zi =
S

Keterangan:

Xi = skor yang diperoleh siswa ke –i

X = skor rata-rata

S = simpang baku

3. Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku,

kemudian dihitung peluang F(Zi) = P (Z<Zi).


4. Dengan menggunakan proposisi Z1, Z2, Z3.....Zn yang

lebih kecil atau sama dengan Zi jika proporsi ini

dinyatakan dengan S (Zi) maka: S (Zi) = (banyaknya

Z1, Z2, Z3.....Zn yang ≤ Zi)/n.

5. Menghitung selisih (F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan

harga mutlaknya.

6. Diambil harga yang paling besar diantara harga mutlak

selisih tersebut Lo.

7. Membandingkan nilai Lo dengan nilai kritis L terdapat

taraf nyata α = 0,05

Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:

Jika Lo <L, maka data bersistribusi normal

Jika Lo >L, maka data tidak berdistribusi normal .

2) Uji t

Uji Hipotesis yang pertama adalah uji t, digunakan untuk

melihat pengaruh masing–masing variabel bebas (independen)

secara parsial terhadap variabel terikat (dependen) dengan

prosedur sebagai berikut :

(1) Menentukan hipotesis masing-masing kelompok:

H0 = Variabel independen secara parsial atau individu tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

H1 = Variabel independen secara parsial atau individu

memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.


(2) Membandingkan nilai t hitung dengan t tabel dengan

kriteria.

Jika t- hitung < t-tabel, maka variabel independen secara

individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

(H0 diterima). Jika t- hitung > t-tabel, maka variabel

independen secara individual berpengaruh terhadap variabel

dependen (H0 ditolak).

(3) Menentukan tingkat signifikansi yaitu α = 0,05 (5%).

(4) Dalam penelitian ini juga dilakukan dengan melihat nilai

tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%) dengan derajat bebas (n –

k), dimana n = jumlah pengamatan dan k = jumlah variabel.

Dengan kriteria pengujian, apabila tingkat signifikansi >

0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, berarti tidak ada

pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Apabila tingkat signifikansi < 0,05 maka Ho diterima dan

H1 ditolak, berarti ada pengaruh antara variabel bebas

dengan variabel terikat (Ghozali, 2016:42).

10. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berpengaruh terhadap keberhasilan

penelitian sebab data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan

penelitian (masalah) dan menguji hipotesis diperoleh melalui

instrumen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.
a. Lembar Observasi

Instrumen observasi yang digunakan adalah daftar check

list yaitu pedoman yang berisikan daftar aspek yang akan diteliti,

sehingga memudahkan observer dalam proses observasi. Adapun

aspek yang akan di observasi adalah keterlaksaan model

pembelajaran discovery learning yang didapatkan dari mencatat

peristiwa penting yang diamati oleh observer kemudian hasilnya

akan dibandingkan pada setiap pertemuan.

b. Lembar Test

Untuk memperoleh data tentang tes kemampuan berpikir

kritis siswa maka diperlukan lembar soal. Tes yang dilakukan

berupa pretest dan posttest dengan 20 butir soal uraian, yang di

dalamnya memuat indikator berpikir kritis yang meliputi

merumuskan permasalahan dan menyimpulkan fakta berdasarkan

observasi.

10. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dimaksudkan sebagai penegasan

mengenai batasan-batasan tentang variabel penelitian (variabel bebas

dan variabel terikat) subjek penelitian, lokasi penelitian, dan waktu

penelitian.

1. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah,

pengaruh model pembelajaran discovery learning dan media video.


2. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah,

kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas V di salah satu Sekolah

Dasar Negeri di Kabupaten Bandung yang terdiri dari 21 siswa.

4. Lokasi Penelitian untuk kegiatan penelitian, yaitu dilaksanakan di

Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Bandung tahun pelajaran

2020/2021. Sekolah ini dijadikan lokasi penelitian dengan

pertimbangan tertentu.

5. Waktu penelitian yaitu 3 kali pertemuan. Peneliti membutuhkan

waktu selama tiga pertemuan dalam melakukan penelitian. Pada

pertemuan pertama, untuk melakukan pretest, pertemuan kedua

untuk melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model

discovery learning dengan media video, selanjutnya pada pertemuan

ketiga dilakukan posttest.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S. N., Sarwanto, S., & Sunarno, W. (2018). Pembelajaran Ipa Terpadu
Dengan Pendekatan Penemuan (Discovery) Melalui Metode Demonstrasi
Dan Eksperimen Ditinjau Dari Kemampuan Berfikir Kritis Dan Kreativitas
Siswa. INKUIRI: Jurnal Pendidikan IPA, 7(1), 13.
https://doi.org/10.20961/inkuiri.v7i1.19780
Akbar, R. F. (2018). Studi Analisis Perilaku (Analisis Faktor-faktor Komitmen
Organisasional dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Guru Madrasah Swasta di
Jawa Tengah. Skripsi, 121–180.
Ana, N. Y. (2019). Penggunaan Model Pembelajaran Discovery Learning Dalam
Peningkatan Hasil Belajaran Siswa Di Sekolah Dasar. Pedagogi: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 18(2), 56. https://doi.org/10.24036/fip.100.v18i2.318.000-000
Atika, D., Nuswowati, M., & Nurhayati, S. (2018). Pengaruh Metode Discovery
Learning Berbantuan Video Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Sma.
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 12(2).
Budiana, Sudana, & Suwatra. (2013). Pengaruh Model Creative Problem Solving
(CPS) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran IPA
Siswa Kelas V SD. Jurnal Pendidikan Dasar, 2(1), 1–25.
Darma Putra, I. G., & Sujana, I. W. (2020). Hasil belajar IPS menggunakan
Kolaborasi Model Discovery Learning Berbasis Media Animasi. Journal of
Education Technology, 4(2), 103. https://doi.org/10.23887/jet.v4i2.25099
Ekawati, Y., & Sunarno, W. (2017). PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI
DISCOVERY LEARNING DENGAN. 6(3), 17–28.
Fakhriyah, F. (2014). Penerapan problem based learning dalam upaya
mengembangkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Jurnal Pendidikan
IPA Indonesia, 3(1), 95–101. https://doi.org/10.15294/jpii.v3i1.2906
Fithriyah, I., Sa’dijah, C., & Sisworo. (2016). ANALISIS KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS. (Knpmp I), 580–590.
Ganesha, U. P. (2015). ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
KELAS V DALAM PEMBELAJARAN IPA DI 3 SD GUGUS X Universitas
Pendidikan Ganesha. (1).
Ghozali. (2016). Metode Penelitian Profitabilitas, ukuran perusahaan, Pergantian
Manajemen, dividend Payout Ratio dan leverage. Journal of Auditor
Switching, 53(9), 1689–1699.
Haeruman, L. D., Rahayu, W., & Ambarwati, L. (2017). Pengaruh Model
Discovery Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis Dan Self-Confidence Ditinjau Dari Kemampuan Awal Matematis
Siswa Sma Di Bogor Timur. Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran
Matematika, 10(2), 157–168. https://doi.org/10.30870/jppm.v10i2.2040
Hartati, B. (2010). Pengembangan Alat Peraga Gaya Gesek Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 6(2), 128–132. https://doi.org/10.15294/jpfi.v6i2.1125
Hidayanti, D., As’ari, A. R., & C, T. D. (2016). Analisis kemampuan berpikir
kritis siswa smp kelas ix pada materi kesebangunan. (Knpmp I), 276–285.
Irwan, S., Thamrin, & Budayawan, K. (2016). Kontribusi Partisipasi Aktif Siswa
dan Fasilitas Praktikum terhadap Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Teknik
Kerja Bengkel (TKB) Kelas X Jurusan Teknik Audio Video di SMK Negeri
1 Batipuh. Voteknika: Jurnal Vokasional Teknik Elektronika & Informatika,
4(1), 53–61.
Iwantara, I., Sadia, M., & Suma, M. (2014). Pengaruh Penggunaan Media Video
Youtube Dalam Pembelajaran Ipa Terhadap Motivasi Belajar Dan
Pemahaman Konsep Siswa. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran IPA
Indonesia, 4(1).
Khairani, M., Sutisna, S., & Suyanto, S. (2019). Studi Meta-Analisis Pengaruh
Video Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik. Jurnal Biolokus,
2(1), 158. https://doi.org/10.30821/biolokus.v2i1.442
Khofiyah, H. N., Santoso, A., & Akbar, S. (2019). Pengaruh Model Discovery
Learning Berbantuan Media Benda Nyata terhadap Kemampuan Berpikir
Kritis dan Pemahaman Konsep IPA. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian,
Dan Pengembangan, 4(1), 61–67. Retrieved from
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/
Kristin, F. (2016). ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SD.
Talenta Conference Series: Science and Technology (ST), 2(1).
https://doi.org/10.32734/st.v2i2.532
Kristin, F., & Rahayu, D. (2016). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Ips Pada Siswa Kelas 4 Sd.
Scholaria : Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 6(1), 84.
https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2016.v6.i1.p84-92
Medianty, S. U., Bahar, A., & Elvinawati. (2018). Penerapan Model Discovery
Learning Dengan Menggunakan Media Video Untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar Dan Hasil Belajar Siswa. ALOTROP: Jurnal Pendidikan
Dan Ilmu Kimia, 2(1), 58–65. Retrieved from
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/alotropjurnal/article/view/4689
Nur’Azizah, H., Jayadinata, A. K., & Gusrayani, D. (2018). PENGARUH
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI ENERGI
BUNYI. Science and Physics Education Journal (SPEJ), 2(1), 1–10.
https://doi.org/10.31539/spej.v2i1.333
Nurrohmi, Y., Utaya, S., & Utomo, D. H. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Dan
Kewirausahaan, 7(1), 93–108. https://doi.org/10.47668/pkwu.v7i1.20
Pratiwi, F. A. (2014). Pengaruh Penggunaan Model Discovery Fitri Apriani
Pratiwi Nim F02110003. Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning
Dengan Pendekatan Saintifik Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Sma, (6), 10.
Putri, A., Kuswandi, D., & Susilaningsih, S. (2020). Pengembangan Video
Edukasi Kartun Animasi Materi Siklus Air untuk Memfasilitasi Siswa
Sekolah Dasar. JKTP: Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan, 3(4), 377–387.
https://doi.org/10.17977/um038v3i42020p377
Ribawati, E. (2015). Pengaruh Penggunaan Media Video Terhadap Motivasi Dan
Hasil Belajar Siswa. Candrasangkala : Jurnal Pendidikan Dan Sejarah, 1(1),
134–145.
Ridho, S., Subali, B., & Marwoto, P. (2020). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa Pokok Bahasan Klasifikasi Materi dan Perubahannya.
https://doi.org/10.29303/jppipa.v6i1.194
Risky, S. M. (2019). Analisis Penggunaan Media Video pada Mata Pelajaran IPA
di Sekolah Dasar. Sekolah Dasar: Kajian Teori Dan Praktik Pendidikan,
28(2), 73–79. https://doi.org/10.17977/um009v28i22019p073
Rosarina, G., Sudin, A., & Sujana, A. (2016). Penerapan Model Discovery
Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perubahan
Wujud Benda. Jurnal Pena Ilmiah, 1(1), 371–380.
https://doi.org/10.17509/jpi.v1i1.3043
Saputra, A., Mulyadiprana, A., & Indihadi, D. (2017). Penggunaan Media Pop-up
sebagai Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Ekspositorik.
4(2), 76–84.
Senjani, J. H., Khoiri, N., & Nuroso, H. (2015). PENGARUH MODEL
DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN VIDEO PEMBELAJARAN
TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN
OPTIKA GEOMETRIS KELAS X SMA NEGERI 2 PATI TAHUN
PELAJARAN 2014/2015. 161.
Tumurun, S. W., Gusrayani, D., & Jayadinata, A. K. (2016). Pengaruh Model
Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif
Siswa Pada Materi Sifat-Sifat Cahaya. Jurnal Pena Ilmiah, 1(1), 101–110.
https://doi.org/10.23819/pi.v1i1.2936
Wabula, M., Papilaya, P. M., & Rumahlatu, D. (2020). Pengaruh model
pembelajaran discovery learning berbantuan video dan problem based
learning terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Edubiotik : Jurnal
Pendidikan, Biologi Dan Terapan, 5(01), 29–41.
https://doi.org/10.33503/ebio.v5i01.657
Wahjudi, E. (2015). Penerapan Discovery Learning Dalam Pembelajaran Ipa
Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Ix-I Di Smp
Negeri 1 Kalianget. Jurnal Lentera Sains (Lensa), 5(1), 1–16. Retrieved from
http://artikel.dikti.go.id/pelatihan/index.php/pojs04/article/view/571
Wahyuni, S. (2015). Pengembangan Petunjuk Praktikum Ipa Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Smp. Jurnal Pengajaran Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 6(1), 196.
https://doi.org/10.18269/jpmipa.v20i2.585

Anda mungkin juga menyukai