Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL TESIS

EKSPERIMEN PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN AUDIO


VISUAL TERHADAP TINGKAT PENYERAPAN MATERI BELAJAR
MATA PELAJARAN AQIDAH –AHKLAQ
DI........................KOTA AMBON MALUKU.

I. PENDAHULUAN
I.1. Latarbelakang Masalah
Keberhasilan pembelajaran pada mata pelajaran yaitu tingkat penyerapan
materi belajar pada siswa banyak faktor yang menentukan, seperti: penguasaan
materi oleh guru, kemampuan guru menyampaikan materi, fasilitas sekolah,
kondisi siswa, metode pembelajaran, mendia pembelajaran, serta aspek lainnya
(Suryana, 1996). Keinginan agar supaya seluruh asumsi kualitas berbagai faktor
pendukung pembelajaran tersebut terpenuhi merupakan hal sulit. Dalam proses
pembelajaran, pasti terdapat keterbatasan fasilitas yang dimiliki sekolah. Oleh
karena itu, yang terpenting adalah bagaimanakah menggunakan fasilitas yang
dimiliki, tetapi pembelajaran dapat berjalan secara efektif, efisien, serta
berkualitas.
Suryana (1996) menyatakan bahwa dalam kontek penggunaan media
pembelajaran yang merupakan sarana pendukung proses pembelajaran mata
pelejaran dikelas akan lebih efektif manakala disesuaikan dengan kontek esensi,
muatan, dan kompetensi mata pelajaran, bahkan bila perlu kompetensi per
pertemuan mata pelajaran. Hal senada juga disampaiakan oleh Muslim Kadir
(2011) bahwa setiapa materi per-pertemuan memiliki kompetensi berbeda,
sehingga bisa jadi untuk mencapai kompetensi per-pertemuan tersebut oleh siswa
harus menggunakan metode dan media yang berbeda, karena adanya perbedaan
ranah garapan. Lebih lanjut dinyatakan, ambil contoh mata pelajaran aqidah-ahlaq
dengan topik Iman pada Allah dan topik ahklak mulia dengan sesama, maka
muatan kajiannya berbeda, kompetensinya berbeda, sehingga seharusnya metode
dan media pembelajaran yang digunakan juga berbeda.
Disini nampak jelas bahwa setiap materi pelajaran dengan
kompetensinya, membutuhkan kesesuaian antara kompetensi pelajaran dengan
media yang digunakan. Pelajaran yang lebih mengasah pada aspek kognitif maka
akan berbeda dengan mata pelajaran yang lebih kuat pembentukan karakter afektif
dalam hal penggunaan metode, media dan teknik evaluasinya. Masing-masing
ranah kompetensi tersebut memiliki wilayah penggarapan berbeda, agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Malik Amin (2005) menyatakan bahwa banyak guru melaksanakan
proses pembelajaran dengan tidak melakukan pengkajian antar kompetensi mata
pelajaran atau bahkan per-pertemuan dengan metode dan media yang digunakan.
Kontras penggunaan media dan metode pembelajaran sangat jelas terjadi pada
mata pelajaran kompetensi afektif. Umumnya, guru mengajar dengan cara
monotong, bahkan tidak lagi memilah antara kompetensi kognitif dan afektif. Hal

1
itu karena, kompetensi afektif baik dari segi metode, media dan evaluasinya
cenderung lebih sulit.
Hasil penelitian Salila et al. (2010) menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan banyak melibatkan panca indera dalam proses berpikir,
memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna, sehingga memungkinkan
kuatnya retensi siswa-siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Herlanti et al
(2007) mengungkapkan bahwa penggunaan multimedia dalam pembelajaran
berkontribusi positif terhadap retensi siswa. Keunggulan multimedia dalam
tampilan layar komputer adalah kemampuan menghadirkan obyek yang
sebenarnya atau simulasi replikatif yang mirip realitas sehingga mampu
meningkatkan stimulus pada pemahaman atau bahkan terjadi proses uswah.
Menurut Matlin dalam Hetlanti et al. (2007) “emagery refers to the mental
representation to objects or action that are not physically present”. Hasil
penelitian tersebut sangat jelas bahwa pembelajaran yang melibatkan banyak
indera memiliki signifikansi besar terhadap efektifitas dan keberhasiln belajar.
Pada kasus pembelajaran pada materi aqidah-ahklak dipandang memiliki
perbedaan medan kompetensi unik. Aqidah merupakan aspek keyakinan, sehingga
seluruh kompetensi yang menjadi bidikan adalah aspek afektif. Begitu juga
dengan ahklaq yang merupakan wilayah pembentukan kompetensi perilaku baik
sebagai mahluq pribadi maupun sosial, juga wilayah afektif. Disni, dilihat dari
aspek penggunaan media pembelajaran akan berbeda dengan mata pelajaran lain
yang lebih mengedepakan aspek kognitif maupun psikomotorik.
Pada aspek keberhasilan kompetensi afektif, kurang tepat jika hanya
menggunakan metode konfensional seperti ceramah dengan memanfaat papan
tulis atapun white board. Media tersebut, siswa hanya memperoleh stimulus lewat
medan suwara serta tulisan dalam papan tulis. Pada hal, untuk membentuk
perilaku dibutuhkan pengaktifan seluruh potensi diri siswa untuk diasah dan asuh,
termasuk pola keteladanan. Hal itu, dapat dibantu dengan media audio-video
visual. Karena, pada media tersebut dapat di manipulasi dengan pemutaran film-
film yang mencerminkan keteladanan, serta pemutaran fakta empiris yang terjadi.
Pola ini, memiliki potensi mengaktifkan seluruh potensi yang ada pada siswa,
bukan hanya sekedar mendengar ceramah dan menulis dari sumber papan tulis,
namun terdapat uswah serta penyentuhan hati dan nurani.
Djamarah (2005) dalam Octaviani (2010) menyebutkan kelemahan dari
metode pengajaran dengan metode konvensional, diantaranya: (1) Kegiatan
belajar mengajar bersifat pasif; (2) Bila dilaksanakan dalam jangka waktu yang
lama akan membosankan; (3) Membentuk kebiasaan yang kaku. Seiring dengan
perkembangan IT (information technology), metode pembelajaran konvensional
pun mulai mengalami pergeseran menjadi pembelajaran dengan menggunakan
multimedia. Dewasa ini, terdapat cara pembelajaran yang memanfaatkan
teknologi media baik media audio, visual, maupun media audio-visual.
Hasil penelitan tersebut sejalan dengan peryataan konfusius (sekitar 2400
tahun yang lalu) bahwa:
1. Yang saya dengan, saya lupa
2. Yang saya lihat, saya ingat
3. Yang saya kerjakan, saya pahami

2
4. Yang saya dengan dan lihat, saya sedikit ingat
5. Yang saya dengan, lihat dan pertanyakan atau disskusikan dengan orang lain,
saya mulai pahami
6. Yang saya dengar, lihat, bahas, terapkan, saya dapat pengetahuan dan
keterampilan
7. Yang saya ajarkan kepada oraang lain, saya kuasai
Pendapat tersebut sejalan dengan hasil penelitian bahwa dalam
perkuliahan bergaya ceramah, media tulis dengan white board cenderung
mahasiswa kurang menaruh perhatian selama 40% dari seluruh waktu kuliah
(Pollio, 1984). Mahasiswa dapat mengingat 70% dalam sepuluh menit pertamaa
kuliah, sedang dalam 10 menit terakhir, mereka hanya dapat mengingat 20%
materi kuliah (McKeachie, 1986). Tidak heran jika mahasiswa dalam kuliah
psikologi yang disampiakan dengaan gaya ceramah dengan media white borad
hanya mengetahui 8% lebih banyak dari kelompok pembanding yang sama sekali
belum pernah mengikuti kuliah itu (Rickard. Dkk, 1988).
Hasil penelitian McMorrer (1989) menyatakan bahwa dalam setiap mata
pelajaran dan kuliah memiliki muatan kuat satu kompetensi antara kognitif,
afektif, dan psikomotor. Masing-masing kompetensi memiliki metode dan media
tersendiri sebagai alat membantu dalam keberhasilan pembelajaran. Karena itu,
guru harus mampu memanfaatkan metode dan media paling tepat dan efektif
dalam satu pertemuan pembelajaran. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa,
umumnya guru dan dosen tidak melakukan analisis mendalam tentang
penggunaan metode dan media pembelajaran, metode dan media pembelajaran
yang digunakan cenderung dengan pola ceramah dan dibantu media white board.
Kondisi tersebut, sering kurang memacu keberhasilan pembelajaran.
Mencermati beberapa hasil penelitian tersebut diatas nampak jelas bahwa
terdapat korelasi antara kompetensi mata pelajaran dengan media dan metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran. Masing-masing kompetensi
(kognitif, afektif maupun pskomotorik) memiliki karakter metode dan media
pembelajaran berbeda.

Dalam penelitian ini bermaksud melakukan uji eksperimen tentang


penggunaan media pembelajaran Audio-Visual untuk pembelajaran mata
pelajaran Aqidh-Akhlaq. Mata pelajaran ini kuat muatan afektif, yaitu untuk
meningkat keimanan serta penataan ahklaq (perilaku) siswa menjadi berahkaq
yang mulia. Untuk itu, penelitian ini megambil topik “Eksperimen Penggunaan
Media Pembelajaran Audio-Visual terhadap Tingkat Penyerapan Materi
Belajar Mata Pelajaran Aqidah-ahklaq di MTs............Kota Ambon Maluku”

I.2. Masalah Penelitian


Berangkat dari uraian latarbelakang sebagaimana tersebut diatas, masalah
penelitian yang diketengahkan antara lain:
1. Sejauhmanakah variasi penggunaan media pembelajaran sebagai alat bantu
yang telah digunakan di MTS.....................Ambon Maluku?
2. Apakah terdapat perbedaan capaian penyerapan materi belajar antara proses
pembelajaran yang menggunakan media pembelajaran Audio-Video Visual

3
dengan tidak menggunakan media pembelajaran Audio Video Visual pada
mata pelajaran Aqidah-Ahklaq?

I.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan uraiaan dan masaalah penelitian sebagaimana tersebut
diatas, penelitian ini memiliki tujuan antara lain:
1. Memperoleh temuan media pembelajaran yang dugunakan di MTS.....berikut
keterbatasan dan efektifitasnya dalam mendukung tingkat penyerapan materi
belajar siswa
2. Memproleh temuan bahwa media pembelajaran audio vedio visual,
merupakan metode efektif dalaam mendukung btingkat peneyerapan materi
belajar siswa untuk mata pelajaran Aqidah-Ahlaq di MTs ..........................

I.4. Manfaat Penelitian


Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian tersebut diatas, pemenilitian
ini memiliki manfaat dan kontribusi, antara lain:
1. Memberikan kontribusi pengembangan teori pembelajalaran, bahwa
efektifitas pembelajaran dalam hal ini tingkat penyerapan materi yang
diajarkan juga ditentukan seperangkat faktor kontektual (contingency) seperti
ketepatan antara media dan kompetensi mata pelajaran, atau baahkan
konpetensi per-pertemuan pada mata pelajaran teretntu
2. Khusus mata pelaajaran Aqidah-Akhlaq, media audio visual merupakan
media lebih efektif digunakan, karena memberikan stimulus mengaktifkan
respon siswa
3. Memnerikan kontrubusi bagi sekolah dan guru, agar leebih selektif dan
melakukaan analisis penggunaan media pembelajaran agar lebih efektif siswa
dalam penyerapan mata pelajaran.

4
II. KAJIAN PUSTAKA
II.1. Media Pembelajaran
Mengajar merupakan satu seni, sehingga masing-masing guru dapat
menggunakan segenap potensinya untuk melakukan tugas mengajar. Sebagai satu
seni, kualitas mengajar (melakukan pembelajaran) sitentukan oleh kualitas gutu,
latar belakang, kemampuan komunikasi, dan relationship.
Ardinata (2005) menyatakan bahwa disamping kapasitas personal,
kemampuan mengajar (proses pembelajaran) juga ditentukan kemampuan
menguasai dan pemilihan media yang digunakan sebagai alat bantu dalam media
pembelajaran. Hal itu, sejalan dengan pendapat Mulyasa (1996) bahwa ketepatan
media yang digunakan untuk mengajar akan mempermudah pemahaman dan
merangsang bagi peserta didik untuk mengingat dan menguasai materi ajar.
Cangara (2006) mengatakan bahwa media adalah alat atau sarana yang
digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.
Arsyad (2006) mengutip Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Association/NEA) yang memberikan definisi media sebagai bentuk-bentuk
komunikasi tercetak maupun audio-visual dan peralatannya. Media, dapat dilihat,
didengar, dibaca dan dimanipulasi sehingga memiliki daya bantu untuk
memasukkan pesan yang diberikan komikator terhadap komunikan. Media
pembelajaran merupakan komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang
siswa untuk belajar.
Menurut Gagne’ dan Briggs (1975) dalam Arsyad (2006) mengatakan
bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari: buku, tape recorder, kaset,
video camera, video recorder, film, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer.
Angkowo dan Kosasih (2007) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah
suatu alat, cara atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari
sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan.
Melihat definsi tersebut diatas, media pembelajaran memiliki peran
penting dalam ketercapaian proses belajar, yaitu pemahaman dan penguasaan
materi ajar. Media pembelajaran mempercepat dan mempermudah rangsangan
siswa untuk mengetahui, memahami dan menguasai materi yang diajarkan.
Kempt dan Dayton (1985) dalam Arsyad (2006) mengemukakan manfaat
dan fungsi media pembelajaran adalah untuk tujuan instruksi, dimana informasi
yang terdapat dalam media dapat bdibantu untuk masuk dalam benak maupun
mental. Selain itu, fungsi media pembelajaran juga dapat sebagai alat bantu
pembelajaran, yang ikut mempengaruhi situasi, kondisi, dan lingkungan belajar
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah diciptakan dan didesain
oleh guru.
Secara lebih rinci, Kempt dan Dayton (1985) merinci manfaat media
pembelajaran, antara lain:
a. Pembelajaran dapat lebih menarik. Sebagai media bantu, media dapat
diasosiasikan sebagai penarik perhatian sehingga membuat siswa tetap terjaga
dan memperhatikan. Kejelasan dan keruntutan pesan, daya tarik image yang

5
berubah-ubah, penggunan efek khusus yang dapat menimbulkan
keingintahuan, menyebabkan siswa tertawa dan berpikir.
b. Media belajar dapat memprsingkat waktu pembelajaran. Penggunanan media
dapat mempersingkat waktu untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi
pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak oleh siswa.
c. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan, lewat integrasi kata dan gambar
untuk mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang
terorganisasikan dengan baik, spesifik dan jelas.
d. Menumbuhkan sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari,
sehingga proses belajar dapat ditingkatkan.
Hamalik dalam Arsyad (2006) mengemukakan bahwa penggunaan media
pembelajaran dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Siswa lebih
tertarik terhadap media audio-visual karena mereka dapat melihat gambar yang
nyata dan bergerak, mendengar suara rekaman dari jenis alat musik, nyanyian dan
lain-lain.
Menurut Federick. LA (2002) menyatakan, penggunaan media
pembelajaran memberikan manfaat: “.........use of supplementary teaching aids,
such as recordings, transcripts and tapes, motion pictures and videotapes, radio
and television and computers, to improve learning”. Artinya, penggunaan media
pembelajaran pelengkap, seperti rekaman, transkrip, dan tape; film dan video tape
radio dan televisi; dan computer, untuk meningkatkan proses belajar.

II.2. Media Audio Visual


Media atau alat-alat audio-visual adalah alat-alat yang “audible” yaitu
dapat didengan dan “visible” yaitu dapat dilihat. Alat-alat audio-visual dapat
digunakan untuk membantu berkomunikasi menjadi efektif. Morgan dalam
Suprijanto (2007) mengatakan bahwa alat bantu audio-visual adalah bahan atau
alat yang dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata
yang diucapkan dalam menyampaiakan materi pengetahuan, sikap dan ide.
Menurut Federick. LA (2002) menyatakan bahwa media pembelajaran
audio-visual merupakan “.....teaching aid using sound and vision: a teaching or
lecture aid that combines sound and vision, e.g. in the form of video equipment,
software programs, or slides accompanied by sound recordings”. Artinya, media
pembelajaran menggunakan suara dan penglihatan: sebuah alat bantu pengajaran
atau kuliah yang menggabungkan suara dan penglihatan, misalnya dalam bentuk
peralatan radio, program piranti lunak, atau slide yang bersamaan dengan rekaman
suara.
Menurut Thomson (1997) menyatakan bahwa audio-visual “.....involving
both hearing and seeing (usually relating to teaching aids). Artinya, media ini
melibatkan baik pendengaran maupun penglihatan (biasanya berkaitan dengan
media pembelajaran).
Mengacu pada beberapa definsi tersebut, media komunikasi sangat
bervariasi jenisnya, yang mana, memberikan ruang bantu dalam proses

6
komunikasi. Federick. LA (2002) membagi jenis alat bantu audio-visual yang
biasa dipakai, antara lain:
a. Papan tulis dan papan buletin
b. Grafik, diagram, dan peta
c. Drama dan wayang kulit
d. Pameran
e. Papan planel dan papan temple
f. Gambar, foto dan bahan cetakan
g. Televisi, radio, dan video tape
h. Tape recorder
i. Poster, kartun, dan kliping
j. Film, slide, film strip.
Suprijanto (2007) mengatakan ada beberapa manfaat alat bantu audio-
visual dalam pengajaran, antara lain:
a. Membantu memberikan konsep pertama atau kesan yang benar.
b. Mendorong minat.
c. Meningkatkan pengertian yang lebih baik.
d. Meningkatkan sumber belajar yang lain.
e. Menambah variasi metode belajar.
f. Menghemat waktu.
g. Meningkatkan keingintahuan intelektual.
h. Cenderung mengurangi ucapan dan pengulangan kata yang tidak perlu.
i. Membuat ingatan terhadap pelajaran lebih lama.
j. Dapat memberikan konsep baru dari sesuatu di luar pengalaman biasa.
Sedangkan menurut Dale (1969) dalam Arsyad (2006) mengatakan
bahwa manfaat media audio-visual dapat memberikan banyak manfaat, yaitu :
1. Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa.
2. Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.
3. Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswac
menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari.
4. Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan
melibatkan imajinasi dan partisispasi aktif yang mengakibatkan
meningkatnya hasil belajar.
5. Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan dan minat
siswa dengan meningkatnya motivasi belajar.

II.3. Pengajaran dan Pembelajaran Melalui Audio-Visual


Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
media yang lakukan pendidik sehingga terjadi proses transfer of kenowledge,
penguasaan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan
sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari
kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya
diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi
“pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan

7
sehingga anak didik mau belajar. Instruction atau pembelajaran adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal (Gagne dan Briggs, 1979)
Menurut UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20, istilah “pembelajaran”
sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara
mengajar atau mengajarkan (Purwadinata, 1967). Dengan demikian, pengajaran
diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru).
Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan
sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran
merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen :
1. Siswa, Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru, Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang
efektif.
3. Tujuan, Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik,
afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran.
4. Materi Pelajaran, Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Metode, Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media, Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk
menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi, Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan
hasilnya.
8. Ciri - ciri Pembelajaran
Menurut Eggen & amp ; Kauchak (1998), menyatakan bahwa ada lima
ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:
1. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan
kesamaan-kesamaan yang ditemukan
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam
pelajaran, aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian
3. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa
dalam menganalisis informasi
4. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan
keterampilan berpikir
5. Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan
gaya mengajar guru

8
Sebagaim proses penyampaian materi (pesan) dari duru kepada siswa
pembelajaran membutuhkan mecdia yang dapat digunalamn untuk
menyampoaikan pesan. Dalam pespektif ilmu pendidikan, media yang digunakan
untuk membantu proses pembelajaran disebut media belajar.
Arsyad (2006) menyatakan bahwa pengajaran melalui media audio-visual
adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan
dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau
simbol-simbol yang serupa. Menurut Microsoft Encarta (2007) mengenai
pembelajaran audio-visual, yaitu:
“Audiovisual Education, planning, preparation, and use of devices and
materials that involve sight, sound, or both for educational purposes.
Among the devices used are still and motion pictures, filmstrips,
television, transparencies, audiotapes, records, teaching machines,
computers, and videodiscs. The growth of audiovisual education has
reflected developments in both technology and learning theory.”Artinya,
pembelajaran audio-visual, perencanaan, persiapan dankedua-duanya
dengan tujuan pendidikan. Diantara peralatan yang digunakan adalah
gambar diam atau gambar bergerak, pita film, televisi, transparansi, kaset
audio, rekaman, mesin pengajaran, komputer, dan piringan video.
Pengembangan pembelajaran audio-visual telah menggambarkan
perkembangann baik teknologi maupun teori pembelajaran.
Menurut Arsyad (2006) bahwa media berbasis audio-visual disamping
menarik dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi lebih banyak, media ini
juga mampu mengembangkan ketrampilan mendengar dan mengevaluasi apa yang
telah didengar. Kemp (1994) mengatakan bahwa siswa juga ingin mendapatkan
pengalaman belajar yang menyenangkan dan memuaskan dengan pengajaran ini.
Menurut Angkowo dan Kosasih (2007) bahwa media audio-visual juga
mempunyai beberapa kelebihan yaitu:
a. baik untuk semua yang sedang belajar mendengar dan melihat.
b. Bisa diperlambat dan diulang.
c. Dapat dipergunakan tidak hanya untuk satu orang.
d. Membantu siswa dalam mengingat nama-nama benda, kata-kata yang
diucapkan atau nama tempat yang mereka lihat.
e. Membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dari materi pendidikan
dengan lebih kongkrit.
f. Merupakan alternatif bagi yang tidak senang membaca.
Lebih lanjut, Angkowo dan Kosasih (2007) mengatakan pembelajaran
dengan media audio-visual tentunya juga mempunyai kelemahan, yaitu:
a. Ukurannya sangat terbatas, tidak memadai untuk kelompok besar.
b. Memerlukan biaya mahal

II.4. Aqidah Ahklaq


Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu ‫ َع ْق ًد‬-ُ‫يَ ْعقِد‬-َ‫ َعقَد‬,
yang berarti mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan secara
istilakhi, aqidah memiliki makna urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati

9
dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak
dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain
disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati
membenarkannya, yang membuat jiwa tenang, tentram, serta kepercayaan
menjadi bersih dari kebimbangan dan keraguan. Berdasarkan pengertian-
pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok
kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran
Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan
yang mengikat.
Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu ‫خلق‬
jamaknya  ‫أخالق‬, yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau
budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat
diartikan sebagai budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah
melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku
atau perbuatan.
Dasar aqidah-akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan
sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Al-Qur’an
dan Al-Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria atau
ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar aqidah-akhlak yang
pertama dan utama adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16 disebutkan yang artinya
“Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami, menjelaskan kepadamu
banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak pula yang
dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab
yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap-gulita kepada cahaya yang terang-
benderang dengan izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.”
Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim adalah Al-Hadits
atau Sunnah-Rasul. Untuk memahami Al-Qur’an lebih terinci, umat Islam
diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, karena perilaku
Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan dimengerti oleh setiap umat
Islam (orang muslim).
Aqidah akhlak harus menjadi pedoman bagi setiap muslim. Artinya
setiap umat Islam harus meyakini pokok-pokok kandungan aqidah
akhlak tersebut. Adapun tujuan aqidah akhlak itu adalah :
1. Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir. 
2. Aqidah akhlak bertujuan pula membentuk pribadi muslim yang luhur dan
mulia.
3. Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. 

II.5. Indikator Hasil atau Penyerapan Pembelajaran


Pengertian Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan (Moh. Surya, 1992). Morgan, seperti dikutip Tim Penulis Psikologi

10
Pendidikan (1993) mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif
menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.
Dalam proses belajar tesebut, siswa menggunakan kemampuan
mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik yang dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi semakin
rinci dan menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-
penguatan, adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebaban siswa semakin
sadar, akan kemampuan dirinya (Dimyati dan Mudjiono, 2002).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu tindakan sadar yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan dalam
diri mereka atas stimulasi lingkungan dan proses mental mereka sehingga
bertambah pengetahuannya.
Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a theory of instruction
mengemukakan bahwa mengajar adalah menyajikan ide, problem atau
pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap
siswa (Uzer Usman dan Lilis Setyawati, 1993. Ngalim Purwanto (1998)
mengemukakan yang dimaksud dengan mengajar ialah memberikan pengetahuan
atau melatih kecakapan-kecakapan atau keterampilan-keterampilan kepada anak-
anak. Jadi, mengajar bukan sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan,
melainkan mengandung makna yang lebih luas dan kompleks, yaitu terjadinya
komunikasi dan interaksi manusiawi dengan berbagai aspeknya
Pengertian, Tolak Ukur, dan Tingkatan Keberhasilan Belajar Mengajar
Moh Uzer Usman dan Lilis Setyawati dalam buku Upaya Optimalisasi Kegiatan
Belajar Mengajar (1993: 7-8) mengemukakan sebagai berikut. Untuk menyatakan
bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru
memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filosofinya.
Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada
kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan antara lain bahwa
suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil
apabila TIK tersebut dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK,
guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu satuan bahasan
kepada siswa.
Indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menyatakan bahwa
suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil. Indikator yang dijadikan
sebagai tolak ukur dalam menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat
dikatakan berhasil, adalah:
a. Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
baik secara individu maupun kelompok,
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/ TIK telah dicapai siswa
baik individu maupun klasikal.
Namun, banyak dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dari keduanya
adalah daya serap siswa terhadap pelajaran. Tes prestasi belajar dapat digunakan
untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan dan dapat digolongkan
kedalam jenis penilaian sebagai berikut :

11
1. Tes Formatif. Penilaian ini digunakan untuk menguur satu atau beberapa
pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
daya serap anak didik terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini
dimanfaatkan untuk memperbaiki proses balajar mengajar bahan tertentu
dalam waktu tertentu
2. Tes Subsumatif. Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang
telah diajarkan dalam waktu tertentu, bertujuan untuk memperoleh gambaran
daya serap anak didik untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar anak didik.
Hasil tes ini digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor
3. Tes Sumatif. Tes ini dilakukan untuk mengukur daya serap anak didik
terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu
semester atau dua tahun pelajaran. Tes ini bertujuan untuk menetapkan
tingkat atau taraf keberhasilan belajar anak didik dalam suatu periode belajar
tertentu. Hasil tes ini digunakan untuk kenaikan kelas, menyusun rangking
atau sebagai ukuran mutu sekolah
Untuk mengetahui sampai dimana tingkat keberhasilan belajar siswa
terhadap proses belajar yang telah dilakukannya dan sekaligus juga untuk
mengetahui keberhasilan mengajar guru, kita dapat menggunakan tingkat acuan
sebagai berikut:
a. Istimewa/maksimal: apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat
dikuasai siswa,
b. Baik sekali/optimal: apabila sebagian besar (85% s/d 94%) bahan pelajaran
yang diajarkan dapat dikuasai siswa,
c. Baik/minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 75% s/d 84%
dikuasai siswa
d. Kurang, apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 75% dikuasai
siswa.
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk
kerja siswa. Tingkat keberhasilan proses mengajar dapat digunakan dalam
berbagai usaha antara lain dengan kelangsungan proses belajar mengajar itu
sendiri. Ada dua point yang dapat dilihat dari hasil tingkat keberhasilan proses
belajar mengajar
1. Apabila 75 % anak didik yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai
tingkat keberhasilan minimal, optimal atau maksimal, maka dapat dilanjutkan
ke proses belajar untuk pokok bahasan yang baru
2. Apabila 75 % anak didik kurang (dibawah taraf minimal ) dalam mencapai
tingkat keberhasilan , maka proses belajar mengajar berikutnya adalah
perbaikan
Pengukuran tentang tingkatan keberhasilan proses mengajar sangat
penting karena itu pengukuran harus betul-betul :
a. Syahih (valid)
b. Andal (reliable)
c. Lugas ( objective)

12
Hal ini dapat tercapai apabila alat ukurnya disusun berdasarkan kaidah,
aturan, hukum atau ketentuan penyusunan tes. Pengajaran perbaikan mengandung
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Mengulang pokok bahasan seluruhnya
b. Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai
c. Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama
d. Memberi tugas-tugas khusus

II.6. Pengembangan Kerangka Teoretis


Tugas utama seorang pengajar atau guru adalah untuk memudahkan
pembelajaran para pelajar. Untuk memenuhi tugas ini, pengajar atau guru bukan
saja harus dapat menyediakan suasana pembelajaran yang menarik dan harmonis,
tetapi mereka juga menciptakan pengajaran yang berkesan. Karena itu, guru perlu
mewujudkan suasana pembelajaran yang dapat meransangkan minat pelajar.
Dalam merancang aktiviti mengajar yang berkesan dan bermakna kepada
para pelajar, guru harus menganalisi tentang kompetensi, metode pembelajaran,
media pembelajaran berikut kontej siswa yang dihadapi. Pemilihan strategi
pembelajaran secara tepat menjamin keberhasilan penyerapan materi pelajaran
yang disampaikan.
Satu hal penting dalam membahas proses pembelajaran adalah
penggunaan media yang gunakan oleh guru dalam penyampaian materi pelajaran.
Penggunaan media pembejalaran yang tepat, merupakan bagian yang menentukan
pencapaian penyerapan materi ajar kepada siswa, karena media pembelajaran
dapat memberikan rangsangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat, serta
dapat menumbuhkan stimulus ingatan dan penyerapan materi (Mulyasa, 1996).
Penggunaan media adio visual misalnya, memberkan peluang bagi siswa untuk
melihat, memperoleh gambaran fisik, mendengar pesan suara, dan sejenisnya.
Artinya, metode tersebut dapat menimbulkan rangsan banyak sensor hukan
ahanya sekedar mendengar saja.
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
’tengah’, ’perantara’ atau ’pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach &
Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus,
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat
grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun
kembali informasi visual dan verbal. Media adalah alat bantu apa saja yang dapat
dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran (Djamarah,
2002). Sedangkan pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan
orang atau makhluk hidup belajar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Jadi,
media pembelajaran adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran
sebagai penyalur pesan antara guru dan siswa agar tujuan pengajaran tercapai.

13
Rohani (1997) menyatakan bahwa ketepatan media dalam memberikan
bantuan untuk proses ketercapaian pembelajaran. Leboh lanjut dinyatakan bahwa
fungsi media pembelajaran antara lain:
1. Menyampaikan informasi dalam proses belajar mengajar.
2. Melengkapi dan memperkaya informasi dalam kegiatan belajar mengajar.
3. Mendorong motivasi belajar.
4. Menambah variasi dalam penyajian materi.
5. Menambah pengertian nyata tentang suatu pengetahuan.
6. Memungkinkan siswa memilih kegiatan belajar sesuai dengan kemampuan,
bakat dan minatnya.
7. Mudah dicerna dan tahan lama dalam menyerap pesan-pesan (informasinya
sangat membekas dan tidak mudah lupa)
Kemp dan Dayton dalam Depdiknas (2003) mengidentifikasikan
beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu:
1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan.
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga.
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Melihat fakta sebagaimana tersebut diatas, pemilihan media
pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran bisa berpotensi tujuan
pembejalaran menjadi kurang maksimal. Muslim Kadir (2010) menyatakan bahwa
setiap mata pelajaran memiliki kompetensi berbeda, dan bahkan setiap pertemuan
juga memiliki kompetensi yang bebeda, yang mana, masing-masing memiliki
medan garapan (ranah) yang berbeda. Karena itu, menjadi kurang tepat jika
masing-masing ranah diasumsikan sama dalam penggunaan metode, media dan
evaluasi pembelajaran. Mata pelajaran Aqidah-Ahlaq yang lebih kuat aspek
afektifnya akan berbeda dengan pelajaran matematika yang lebih kuat aspek
kognitifnya. Karena itu, pemilihan metode, media dan evaluasi pembelajaran
bagian yang menentukan dalam kberhasilan pembelajaran.
Mata pelajaran Aqidah-Ahlaq yang syarat dengan muatan afektif yaitu
meingkatkan aspek pasikis peningkatan keimana daan ketaqwaan pada sang
khaliq serta menanamkan kemampuan hubungan denagan sesama (ahlakul
karimah) membutuhkan bantuan media pembelajaran yang mampu memberikan
stimulus menyentuh nirani. Karena itu, media adio viual dianggap mampu
menjembatani. Media audio-visual dusamping merangsang sensor diri siswa
dalam bentuk suara, juga memberikan sensor dalam bventuk gambar gerak,
penggambaran fakta sosial, pemutaran perilaku sejarah, serta tampilan cerita
keteladan lewat gambar gerak. Untuk itu, media ini memberikan rangsangan
sitimulus dalam banyak medan pada siswa, yaitu medan suaran, medan lihat,
medan uwahs, dan medan respon memori.
Berdasar logika teori tersebut diatas, alur pikir penelitian dijelaskan
dalam bambar berikut ini.

14
Gambar 2.1.
Alur Pikir Penelitian

Krakter &
Kompetensi Aqidah- Penggunaan Media
Ahklaq Audio Visual

Kompetensi Proses Penyerapana


Afektif & Kognitif Materi Belajar pada
Pembelajaran
Siswa Lebih Baik

Gambar: Dikembangkan untuk Penelitian Tesis.

Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa mata pelajaran Aqidah-


Ahlaq merupakan mata pelajaran yang lebih kuat unsur afektifnya, sehingga
dalam kontek ini memiliki keunikan dan kerumitan dalam meningkatkan
keberhasilan pembelajaran. Pada hal, selama ini banyak guru menganggap sama
dengan [elejaran lain, sehingga metode, media, dam evaluasi juga dianggap sama.
Media pembelajaran audio-visual dipandang memiliki kemampuan daya
bantu untuk untuk meningkatkan hasil belajar (penyerapan materi pelajaran),
karena mampu memberikan respon dibanyak ranah, yaitu bukan hanya suaran,
dan tulis, melainkan juga gerak, gambar, pemutaran tokoh dalam rangka uswah
dan sejenisnya. Untuk itu, media ini dianggap lebih bermakna.

15
III. METODE PENELITIAN
III.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen yaitu metode
penelitian yang digunakan untuk mencari pengaru perlakuan tertentu terhadap
yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Pilihan metode ini didasarkan ranah
masalah penelitian dan tujuan penelitian yang ingin memperoleh temuan tentang
efektifitas metode pembelajaran berbasis audio-visual merupakan metode efektif
untuk mata pelajaran Aqidah-Akhlaq. Karena itu, dilakukan uji coba eksperimen
antara kelas yang menggunakan metode konvensional (kelompok kontrol) dengan
kelas yang mengunakan metode pembelajaran menggunakan audio-visual
(kelompok manipulasi).

III.2. Subjek Penelitian


Penelitian ini dilakukan di MTs.....................yaitu kelas..............pada
mata pelajaran Aqidah-Ahlaq. Jumlah siswa yang memperoleh mata pelajaran
sebanyak.................................. Kelas tersebut selanjutnya menjadi objek
penelitian, yang nantinya akan dikelompokkan menjadi dua dalam mempertoleh
mata pelajaran Aqidah-Ahlaq, yaitu kelompok yang menggunakan media ceramah
(konvensional) dan kelompk reatment yaitu dengan menggunakan media audio-
vosual.

III.3. Data Penelitian


Data yang digiunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu hasil
evalusi terhadap siswa yang memperoleh mata pelajaran Aqidah-Ahlaq baik
kelompok kontrol maupun eksperimen (manipulasi).

III.4. Teknik Pengambilan Data


Data dimabil dengan meode observasi dan survey. Observasi lewat
pemberian pembelajaran yang menggunakan metode ceramah (konvensional)
maupun menggunakan audio-visual (modern). Proses ini merupakan media
eksperimen terhadap objek yang telah dimanipulasi maupun objek yang
merupakan kontrol. Metode survey berupa pmberian intrumen evaluasi terhadap
objek kontrol maupun objek manipulasi (eksperimen).

III.5. Desain Penelitian


Desian penelitian yang digunakan dalam peenelitian ini adalah true–
exsperimental yaitu peneliti dapat mengontrol semua variabel. Tertdapat dua jenis
true-ekaperimental yaitu posttest-only design dan pretest-posttest group design.
Penelitian ini menngunakan true experimen dengan posttest-only design.
Dalam desain ini, terdapat terdapat dua kelompok yang masing-masing
dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakukan (treatment) dan
kelompok dua tidak diberi treatment. Kelompok yang yang diberi perlakukan
disebut kelompok eksperimen, sedang kelompok yang tidak diberi perlakuan
diebut kelompok kontrol.
Pengaruh adanya perlakuan (treatment) dianalisis dengan uji beda
dengan kelompok yang tidak diberi treatment, selanjutnya di dibuktikan dengan
uji beda t test. Kalau ada perbedaan yang dignifikan antara kelompok

16
eksoperimen dengan kelompok tidak eksperimen (kontrol), berarti bahwa
pemnberian treatment dengan metode pembelajar audi-visual efektif.
Untuk memberikan gambaran secara lebih detail desain (langkah)
melakukan penelitian dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Gambar 3.1
Desain Penelitian

Krakter & Krakter &


Pemilihan Auduo- kompetensi Mapel
Video Aqidah-Ahklaq

Tahap 1
Desain Media Media
A Pembelajarn Konvensional
B
Kel. Audio-Visual
Kel.
Manip
Kontr
alsi
ol
Parktik Praktik
(Eksperimen) (Kontrol)

Pengujian Beda Hasil


(t student)

Tahap 2
Reformulasi Media
Media Konvnsional Pembelajaran
A Audio-Video
Kel. B.
Manip Kel.
ulasi Kontr
Praktik Praktik ol
(Kontrol) (Eksperimen)

Pengujian Beda Hasil


(t student)

Gambar: Desian langkah Penelitian

III.6. Pengembangan Instrumen Evaluasi


Untuk melakukan evaluasi hasil pembelajaran Aqidah-Ahklaq baik
dengan menggunakan metode konvensional maupun audio-visual, dikembangkan
instrumen evaluasi sebagaimana dalam kisi-kisi berikut ini:

17
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Evaluasi
Nama Variabel Dimensi Indikator
Metode Konvensional Kognitif 1. Kemampuan mengingat
dan Audio-Visual 2. Kemampuan menghafal
3. Kemampuan mengetahui
4. Kemempuan memahami
Afektif 1. Peningkatan iman
2. Peningkatan kesadaran ibadah
3. Peningkatan sikap sopan
4. Peningkatan kesadaran amal sosial
5. Peningkatan toleransi
6. Peningkatan rasa takut berbuat
salah

18
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Samsudin.2008. Peran Multimedia Interaktif (Mmi) Dalam


Pembelajaran. Diakses tanggal 20 Februari 2008.
http://semangatbelajar.com/peranmultimedia- interaktif-mmi-dalam-
pembelajaran
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains
Sekolah Dasar dan madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas.
Davis, Ben. 1991. Teaching with Media, a paper presented at Technology and
Education Conference in Athens, Greece.
---------------. 2004. Model-Model Pengajaran dalam Pembelajaran Sains (Materi
Pelatihan Terintegrasi Sains). Jakarta: Depdiknas.
---------------. 2004. Penulisan Karya Ilmiah (Materi Pelatihan Terintegrasi
Sains). Jakarta: Depdiknas.
---------------. 2004. Penelitian Tindakan Kelas (Materi Pelatihan Terintegrasi
Sains). Jakarta: Depdiknas.
---------------. 2005. Kurikulum 2004 Pedoman Khusus Pengembangan Sistem
Penilaian Berbasis Kompetensi Madrasah Ibtidaiyah Mata Pelajaran
Akidah Akhlak. Jakarta: Depdiknas.
Ibrahim, M. Jogiyanto, H.M, 2005, Analis dan Desain Sistem Informasi.
Yogyakarta: Andi Offset.
Rachmadiarti, F., Nur, M., dan Ismono. 2000. Pembelajaran Active Learning
Surabaya: University Press UNESA.
Nasution. 2000. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nur, M. 1996. Konsep Tentang Arah Pengembangan Pendidikan akidah akhlak
SD dan MI Lima Tahun yang akan datang. Jakarta: Depdikbud
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Umum.
Munir, 2005, Konsep dan Aplikasi Program Pembelajaran Berbasis Komputer
(Computer Based Interaction), P3MP, UPI.
Nandi, 2006. Penggunaan Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran Geografi
Di Persekolahan. Jurnal “GEA” Jurusan Pendidikan Geografi Vol. 6,
No.1, April
Rahmadiarti, Fida. 2003. Pembelajaran Active Learning. Jakarta: Proyek
Peningkatan Mutu SD dan MI.
Rusman, 2005, Model-model Multimedia Interaktif Berbasis omputer,P3MP,UPI.
Suharsimi., Suhardjono., dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Bumi Aksara.
Suyanto, M. 2004. Analisis dan Desain Aplikasi Multimedia Untuk Pemasaran.
Yogyakarta:Andi Offset.

19
Suyanto, M. 2003. Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing.
Yogyakarta:Andi Offset.
Sugiono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta,
Bandung

20

Anda mungkin juga menyukai