PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
Sekolah membuat
kegiatan “go green”
dengan siswa diminta
berperan aktif di
dalam, misalnya,
drama yang
menggambarkan
dampak aktifitas
manusia terhadap
lingkungan alam dan
sosial.
SLTP Menciptakan Siswa didorong menjadi
kesadaran atas warga negara yang aktif.
kelangkaan sumber Kesadaran lingkungan
daya, dan bagaimana menjadi bagian intrinsik
sebaiknya dari etika sekolah.
mengkonsumsinya
harus diajarkan. Mengembangkan
pengetahuan dan
Siswa dipercayai keterampilan pengawasan
projek-projek lingkungan
sustainable
development yang
menuntut siswa
mengeksplorasi dan
mengembangkan
pemahaman tentang
dimensi alam, sosial,
dan budaya.
Sekolah mendorong
siswa untuk
berpartisipasi dalam
pameran science dan
mempresentasikan
ide-ide inovatifnya
SLTA Siswa didorong untuk Siswa dapat membuat
berbicara dan keputusan berdasarkan
mengemukakan penilaian dan evaluasi
pendapat. reflektif guna
menghasilkan solusi
Mendorong tindakan inovatif untuk masalah-
nyata atas kesadaran masalah lingkungan.
lingkungan.
Manurut Shaw yang dikutip dalam jurnal Abd. Syakur menyatakan bahwa
Pendidikan untuk keberlanjutan (ESD) adalah proses belajar sepanjang hayat
yang bertujuan untuk menginformasikan dan melibatkan penduduk agar kreatif
juga memiliki keterampilan menyelesaikan masalah, saintifik, dan sosial literasi,
lalu berkomitmen untuk terikat pada tanggung jawab pribadi dan kelompok.
Tindakan ini akan menjamin lingkungan makmur secara ekonomi di masa depan
Jadi, ESD sangat potensial untuk menghubung kan jarak yang terpisah antara
bisnis dengan kelas yang ada di sekolah, juga antara kelas di sekolah dengan
masyarakat. Sehingga dengan hubungan yang erat, lingkungan yang merupakan
tempat tinggal manusia diharapkan akan terus terjaga dan mampu mendukung
kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Perusahaan yang merupakan
lembaga bisnis akan mendukung ESD dengan CSR (corporate social
responsibility) yang dapat dimanfaatkan oleh sekolah maupun masyarakat.
(Syakur, 2017).
Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan merupakan gabungan
dari dua istilah yang berbeda, yaitu Pendidikan dan Pembangunan
Berkelanjutan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Istilah ESD berasal dari istilah Education Sustainable Development atau di
singkat ESD minus for atau Pendidikan Pengembangan Berkelanjutan tanpa
memakai kata untuk. Mengapa di Indonesia ditambah dengan for atau untuk.
Kata untuk berarti menghasilkan sesuatu, ada tujuan yang ingin dicapai. Untuk
menghasilkan sesuatu atau mencapai tujuan, harus ada tindakan (action).
Sedangkan development diterjemahkan pengembangan bukan pembangunan,
karena pembangunan sering dimaknai pembangunan fisik atau infrastruktur
(Hastuti, 2009).
.UNESCO (2006) yang dikutip dalam buku Bulan Prabawani menekankan
7 karakteristik ESD, yaitu inter-disiplin dan komprehensif, value-driven,
critical thinking dan problem solving, multi-method, participatory decision
making, applicability, dan locally relevant. Inter-disiplin dan komprehensif
artinya pendidikan ESD melekat pada keseluruhan kurikulum, tidak sebagai
subyek terpisah. Values-driven artinya konsep dikembangkan kongkrit
sehingga mudah untuk dipahami, diuji, didiskusikan, dan diterapkan. Critical
thinking dan problem solving artinya ESD diharapkan dapat menumbuhkan
rasa percaya diri dalam mengatasi tantangan sustainabilitas. Multi-method
artinya melibatkan berbagai pendekatan dan terdapat kerjasama Guru dan
murid untuk mengembangkan lingkungan pendidikan. Participatory decision-
making artinya terdapat partisipasi aktif dari berbagai pihak akan bagaimana
mereka mempelajari lingkungan. Applicability artinya pengalaman belajar
terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari. Locally relevant yaitu
menggunakan Bahasa yang mudah dipahami untuk menangani persoalan lokal
maupun global (Prabawani, 2021).
Untuk memahami konsep ESD tidak hanya mengkaji aspek lingkungan
sebagai suatu bagian dalam pembangunan di Indonesia namun para fasilitator
pembangunan perlu memahami aspek-aspek dalam pembangunan
berkelanjutan yaitu pertama, keberlanjutan ekologi yaitu dengan memelihara
keberlanjutan biomass sehingga melewati daya dukungnya, kedua,
keberlanjutan sosial ekonomi yaitu dengan memperhatikan kesejahteraan
masyarakat, ketiga adalah keberlangsungan masyarakat sebagai pelaku dari
pembangunan (Shantin, 2015).
Menurut (Mohammad Ali, 2017) konsep pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengusahakan
pemberdayaan orang segala usia untuk turut bertanggungjawab dalam
menciptakan sebuah masa depan berkelanjutan. Pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan merupakan bagian integrasi dalam mencapai tiga
pilar pembangunan manusia sebagai diusulkan oleh Program Pembangunan
PBB (UNDP) dan dikukuhkan dalam KTT Dunia untuk pembangunan
Berkelanjutan di Johannerburg 2002. Tiga pilar itu ialah, pertumbuhan
ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian lingkungan hidup. Unsur
budaya juga dimasukkan dalam tema dasar bagi pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan, mengingat pentingnya pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan menyentuh para pemangku kepentingan dan mitra
baru dalam kerangka lokal yang relevan.
ESD (Education for Sustainable Development) pertama disebutkan dalam
Bab 36 pada Agenda 21 (Earth Summit, 1992, Rio de Janeiro). Bab ini
mengidentifikasikan empat tujuan utama dalam memulai sebuah konsep ESD:
a. Meningkatkan pendidikan dasar.
b. Mengorientasi kembali pendidikan yang sudah sehingga bertujuan
pembangunan berkelanjutan
c. Mengembangkan kepedulian dan pengertian masyarakat, dan
d. Pelatihan (Mohammad Ali, 2009).
Selain itu dalam buku Education for sustainable development yang dikutip
dalam jurnal Aisya Rahma Fadhilla ESD (Education for Sustainable
Development) memiliki empat dorongan atau bidang penekanan :
a. Meningkatkan akses dan retensi dalam kualitas dasar pendidikan
Mendaftarkan dan mempertahankan anak laki-laki dan perempuan dalam
kualitas dasar pendidikan adalah penting untuk kesejahteraan mereka di
seluruh mereka hidup dan kepada masyarakat di mana mereka tinggal.
Pendidikan dasar berfokus untuk membantu siswa memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan perspektif yang mendorong
penghidupan yang berkelanjutan dan terus mendukung warga untuk
menjalani kehidupan yang berkelanjutan.
b. Reorientasi program pendidikan yang ada untuk mengatasi keberlanjutan
Reorientasi pendidikan membutuhkan revisi pendidikan sejak dini
perawatan anak dan melalui pendidikan tinggi. Itu membutuhkan
Memikirkan kembali apa yang diajarkan, bagaimana itu diajarkan, dan apa
adanya dinilai, dengan keberlanjutan sebagai tema sentral. Ini adalah
proses berorientasi masa depan karena murid hari ini akan harus mampu
mengatasi tantangan masa depan, yang akan membutuhkan kreativitas
serta keterampilan analisis dan pemecahan masalah.
c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran publik tentang keberlanjutan
Mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan membutuhkan warga negara
yang memiliki pengetahuan tentang keberlanjutan dan tentang tindakan
sehari-hari yang diperlukan untuk membantu mencapai komunitas dan
tujuan keberlanjutan nasional. Warga ini akan membutuhkan pendidikan
masyarakat luas dan media yang bertanggung jawab yang berkomitmen
untuk mendorong informasi dan aktif rakyat untuk belajar sepanjang
hidup.
d. Memberikan pelatihan untuk semua sektor tenaga kerja Semua sektor
tenaga kerja dapat berkontribusi untuk lokal, regional dan keberlanjutan
nasional. Baik sektor publik maupun swasta karyawan sektor harus
menerima vokasional yang sedang berlangsung dan pelatihan profesional
diresapi dengan praktik dan prinsip keberlanjutan, sehingga semua
anggota tenaga kerja dapat mengakses pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk membuat keputusan dan bekerja secara berkelanjutan.
Dorong satu dan dua terutama melibatkan pendidikan formal. Dorongan
tiga dan empat terutama berkaitan dengan non-formal dan pendidikan
informal. Mengatasi keempat dorongan ESD membutuhkan tindakan oleh
formal, non-formal dan informal sektor komunitas pendidikan (Fadhilla,
2019).
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa education for
sustainable development (ESD) atau pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan adalah sebuah proses dalam membangun sebuah kelompok
masyarakat yang dipersiapkan dalam menghadapi berbagai masalah yang akan
datang baik masalah saintifik ataupun sosial literasi.
2.3. Kemampuan Kognitif
A. Pengertian Kemampuan Kognitif
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kemampuan berasal dari kata
mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan
kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Sedangkan kognitif
merupakan kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk
kesadaran, perasan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman
sendiri.
Menurut Schermerhorn (2009) kemampuan kognitif, intelejensia, dan
intelejensia sosial adalah kemampuan untuk mengumpulkan, menyatukan, dan
mengintepretasikan informasi, dan pengertian kepada lingkup sosial. Dari
beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif
merupakan kemampuan seseorang dalam memperoleh sebuah informasi atau
pengetahuan kemudian menyatukannya sesuai pemahamannya yang kemudian
akan menginterpretasikan pengetahuan tersebut untuk disampaikan kepada
orang lain.
Pada dunia pendidikan ada tiga tiga tujuan yang sangat penting dan diakui
oleh para ahli pendidikan yaitu, ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling
utama. Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SMP dan SMA pada umunya
adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Dalam peneletian
ini menggunakan level kognitif yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom
dengan enam jenjang kemampuan, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep,
prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya.
2. Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk memahami ataumengerti tentang materi pelajaran yang
disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain.
3. Penerapan, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori-
teori dalam situasi baru dan konkret.
4. Analisis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsuratau
komponen pembentunya.
5. Sintesis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai
faktor, hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme.
6. Evaluasi, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep
berdasarkan kriteria tertentu.
Sehingga untuk mengetahui kemampuan kognitif dalam penelitian ini
menggunakan indikator-indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
disandarkan pada jenjang kognitif yang dikembangakan oleh Benyamin S.
Bloom. Dalam pembelajaran kurikulum 2013 terdapat beberapa penilaian
salah satunya ialah penilaian aspek kognitif terhadap siswa dimana dalam
penilaian aspek kognitif ini dapat mengukur kemampuan kognitif siswa di
ranah pengetahuan selama pembelajaran.
Selain itu, dalam ranah kompetensi pengetahuan atau kognitif bloom
(dalam Daryanto, 2012) terdapat 6 jenjang proses berfikir yaitu:
1. Pengetahuan (C1)
Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom.
Seringkali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan
ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya
konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti
atau dapat menggunakannya. Karena pada aspek ini hanya merupakan
ingatan atau hapalan. Kata kerja oprasional yang digunakan untuk
mengukur kemampuan ini adalah menyebutkan, menunjukkan, mengenal,
mengingat kembali, menyebutkan definisi, memilih, dan menyatakan.
Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini antara lain:
benar-salah, menjodohkan, isian atau jawaban singkat.
2. Pemahaman (C2)
Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-
mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan,
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan
isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk
soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah
pilihan ganda atau uraian. Kemampuan pemahaman dapat dijabarkan
menjadi tiga, yaitu :
Menerjemahkan (translation)
Menginterpretasi (interpretation)
Mengekstrapolasi (extrapolation)
Kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk mengukur
kemampuann-kemampuan ini adalah memperhitungkan, memprakirakan,
menduga, menyimpulkan, meramalkan, membedakan, menentukan,
mengisi, dan menarik kesimpulan.
3. Penerapan (C3)
Dalam jenjang kemampuan ini dituntut kesanggupan ide-ide umum,
tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam
situasi baru dan konkret. Situasi dimana ide, metode dan lain-lain yang
dipakai itu harus baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan
yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata. Suatu soal
yang telah dipakaisebagai contoh di kelas mengenai penerapan suatu
rumus, misalnya jangan lagi dipakai dalam tes atau ulangan. Kalau soal
yang persis sama itu disajikan, maka siswa dapat menjawab hanya
berdasarkan ingatan, bukan melalui penerapan kaidah atau rumus tertentu.
Harus diciptakan butir soal baru yang serupa tetapi tidak sama. Kata kerja
operasional yang dapat dipakai untuk mengukur kemampuan ini adalah
menggunakan, meramalkan, menghubungkan, menggeneralisasi, memilih,
mengembangkan, mengorganisasi, mengubah, menyusun kembali,
mengklasifikasikan, menghitung, menerapkan, menentukan, dan
memecahkan masalah.
4. Analisis (C4)
Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau
komponen-komponen pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau
keadaan tersebut menjadi jelas. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur
kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian. Kemampuan analisis
diklasifikasi atas tiga kelompok, yaitu :
Analisis unsur
Analisis hubungan
Analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi
5. Sintesis (C5)
Pada jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu
yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil
yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa:
Tulisan
Dari hal-hal yang sifatnya tidak sistematis ataupun sistematis, kita
coba membuat kesimpulan melalui suatu analisis. Dapat pula dibuat
sintesis dari tulisan menjadi lisan dan sebaliknya, dari tulisan menjadi
tulisan yang lain, atau dari lisan menjadi lisan lain pula. kata kerja
operasional yang dipakai antara lain: menulis, membicarakan,
menghubungkan, menghasilkan, mengangkat, memodifikasi,
meneruskan dan membuktikan kebenaran
Rencana atau mekanisme
Dengan sintesis dapat pula dibuat suatu rencana atau mekanisme
kerja. Semakin baik sintesis itu dibuat, akan semakin baik pula rencana
atau mekanisme kerja itu. Kata kerja operasional yang dipakai antara
lain : mengusulkan, mengemukakan, merencanakan, menghasilkan,
mendesain, memodifikasi, dan menetukan.
6. Evaluasi (C6)
Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat
mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakan
kondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan
kriteria, standar, atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu. Kemampuan
evaluasi adalah jenjang tertinggi dari aspek kognitif menurut Bloom. Kata
kerja operasional yang dipakai adalah menafsirkan, mempertimbangkan
menduga, mengevaluasi, menentukan, dan sebagainya.
Dari berbagai konsep diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
kognitif adalah kebiasaan seseorang dalam melakukan berbagai macam tugas
yang dibebankan pada khususnya mengenai pengumpulan informasi,
pengintepretasian informasi, dan bagaimana transfer informasi tersebut kepada
orang lain. Kemampuan kognitif menjadi sangat penting dalam hal pemecahan
masalah, karena dalam pemecahan masalah tersebut maka seseorang yang
kemampuan kognitifnya baik, dia akan dengan cepat 29menemukan inti
masalah itu dan mengintepretasikan serta mencari jalan keluarnya.
Dengan demikian maka indikator yang dapat dibuat dari berbagai teori
tersebut untuk mengukur kemampuan kognitif seseorang adalah sebagai
berikut:
1. cara dan trik seseorang dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi
yang benar-benar penting.
2. cara seseorang dalam mengintepretasikan atau memproses informasi
tersebut agar manjadi berguna dalam pemecahan masalah.
3. Bagaimana seseorang mentransfer informasi yang sudah diintepretasikan
tersebut kepada orang lain agar bisa menemukan pemecahan masalah.
2.4. Sustainability Awarenss
Sustainability awareness adalah kesadaran yang bersifat berkelanjutan
terkait dengan lingkungan sekitar siswa untuk menjaga dan menghargai
lingkungan dan kehidupan lain disekitarnya (Nursadiah dan Ramalis, 2018).
Sustainability awareness dan tindakan individu dalam praktik gaya hidup
berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung dapat
mewujudkan 17 tujuan SDGs. Pengetahuan merupakan bagian dari kesadaran,
jika sadar itu berarti mengetahui suatu pengetahuan. Berbeda dengan
pengetahuan, kesadaran itu dapat diperiksa atau diujikan sendiri melalui apa
yang siswa ketahui dan juga yang tidak mereka ketahui (Amelia, 2020).
Salah satu cara menumbuhkan kesadaran berkelanjutan (Sustainability
awareness) yaitu melakukan proses pembelajaran dengan pendekatan ESD
dengan cara memilih topik-topik yang disesuaikan dengan ketiga pilar ESD
(Mochtar dkk., 2014). Sustainability awareness sangat penting bagi guru agar
dapat mengukur sustainability awareness pada siswa. Untuk dapat mengukur
sustainability awareness yang dimiliki oleh siswa, maka diperlukan instrumen
yang dapat mengukur sustainability awareness.
Sustainability awarenss merupakan sebuah program pendekatan
pembanguanan berkelanjutan yang dikemas dengan memenuhi empat tujuan
seperti yang diusulkan oleh UNESCO (1999): (i) Pengetahuan, (ii) Kesadaran,
(iii) Keterampilan, dan (iv) Partisipasi dalam memenuhi tujuan utama dari
ESD. Dari definis ipembangunan berkelanjutan tersebut , teks internasional
dan pendekatan pembangunan berkelanjutan, terlihat bahwa pembangunan
berkelanjutan memiliki tiga dimensi, yaitu ekonomi, lingkungan, dan
masyarakat (Amelia, 2020).
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sustainability
awareness adalah proses pendekatan education for sustainable development
dalam kesadaran yang bersifat berkelanjutan terkait dengan lingkungan dan
pengetahuan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi permasalahan yang
akan datang.
2.5. Hubungan Flipped Classroom dengan konteks ESD
Dalam proses pembelajaran masih banyak kendala-kendala yang dihadapi
baik dari siswa maupun guru. Dalam menghadapi kendala tersebut untuk
menciptakan sebuah proses pembelajaran yang efektif dan efisien maka guru
harus memperhatikan prinsip-prinsip mengajar antara lain menggunakan alat
bantu mengajar atau alat peraga. Dikarenakan permasalahan yang sering
muncul dalam proses pembelajaran seperti kurangnya inovasi model
pembelajaran yang berdampak pada kurang aktifnya peserta didik pada saat
proses pembelajaran. hal ini mungkin terjadi dikarenakan metode pendekatan
yang dilakukan hanya monoton pada metode tradisional atau metode ceramah,
sehingga peserta didik hanya mendengarkan, menulis, bertanya dan yang
bertanya biasanya hanya beberapa orang saja, jadi siswa cenderung bersifat
pasif sedangkan yang bersifat aktif biasanya hanya guru saja sebagai pemberi
informasi.
Dalam kurikulum 2013 guru dituntut untuk memilih dan menggunakan
metode pembelajaran yang sesuai sehingga dapat meningkatkan nilai-nilai
sustainability awareness siswa. Kurikulum 2013, siswa dibimbing untuk
mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri sehingga dengan adanya
hal tersebut anak belajar mengalami, mencatat sendiri pengetahuan baru yang
didapatkan bukan diberi begitu saja oleh guru dan pengetahuan yang dimiliki
seseorang itu mencerminkan pemahaman yang mendalam mengenai suatu
persoalan. Empat pilar Pendidikan yang dirancang oleh UNESCO yaitu
learning to do ,learning to know, learning to be, and learning to live
together.Pembelajaran tidak seharusnya berpusat pada guru saja tetapi siswa
adalah pusat belajar sesungguhnya. Siswa harus digali potensi dan
kemampuannya (learning to do) dengan meningkatkan mobilitas kegiatan,
sehingga siswa akan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi (learning to
know). Kegiatan yang membuat siswa lebih aktif dan sangat mementingkan
peran siswa diharapkan akan bisa membuat siswa lebih kreatif (learning to
be). Kekreatifan siswa akan memberikan semangat belajar tinggi antar sesame
siswa yang akan menjadikan proses pembelajaran lebih menarik dan efisien
(learning to live together) (Sukini, 2019).
Salah satu model pembelajaran yang didukung dengan penggunaan
teknologi adalah flipped classroom. Flipped Classroom ini bertujuan untuk
menimbulkan rasa ketertarikan pada diri siswa pada saat proses pembelajaran.
Pembelajaran dengan Flipped Classroom dapat melatih siswa menjadi lebih
aktif saat pembelajaran karena dalam mengkonstruksi konsep, siswa akan
mempelajari melalui kegiatan diskusi di kelas.
Dengan model flipped classroom dengan pendekatan Education for
Sustainaible Development (ESD) di dalam kurikulum 2013 telah menunjukan
bahwa pendidikan karakter berlaku di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan
adanya kompetensi inti mengenai sikap religius dan sikap sosial disetiap mata
pelajaran. Dalam perspektif pembangunan berkelanjutan pada dasarnya
mengajarkan tata nilai, bahwa manusia dapat memahami dirinya dan makhluk
lain serta dapat memahami hubungannya dengan lingkungan alam dan sosial
yang lebih jelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran menggunakan konteks
ESD dapat mengarahkan siswa untuk memiliki keterampilan dalam
menyelesaikan masalah sehingga minat dan prestasi belajar siswa dapat
meningkat. Dengan menggunakan konteks ESD kedalam model pembelajaran
Flipped Classroom diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif
siswa dan siswa akan memiliki kesadaran atas nilai-nilai keberlanjutan
(sustainability awareness). Sustainability awareness merupakan kesadaran
berkelanjutan terkait lingkungan sekitar siswa atau dapat dikatakan juga
sebagai kesadararan untuk menjaga serta menghargai lingkungan dan
kehidupan disekitarnya. Sebaiknya Sustainability awareness dibangun sejak
dini karena Sustainability awareness merupakan komponen yang sangat
penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Kemudian dengan
belajar aktif siswa akan belajar lebih efektif dan konsisten ketika belajar suatu
konsep yang dikaitkan dengan kehidupan nyata, di dalam pembelajaran aktif
guru hanya sebagai pembimbing dan menyiapkan kondisi kelas untuk
pembelajaran, sedangkan siswa berpartisipasi aktif secara kognitif, emosional,
sosial dan fisik.
2.6. Deskripsi Materi Suhu dan perubahannya
A. Pengertian Suhu
Suhu menyatakan derajat panas benda. Secara mikroskopik, suhu
berkaitan dengan gerak partikel-partikel penyusun benda. Untuk benda
padat, berupa getaran atom- atom/molekul-molekul penyusun benda.
Semakin cepat getaran partikel-partikel benda, berarti suhu benda semakin
tinggi, dan sebaliknya (Widodo, dkk, 2017).
Pengukuran suhu dengan termometer memanfaatkan prinsip dari
kesetimbangan termal: energi panas akan pindah dari benda bersuhu tinggi
ke benda bersuhu rendah, hingga tingkat panaskeduanya sama (berada
pada kesetimbangan termal).
Pada dasarnya, suhu digunakan untuk menyatakan tingkatan panas
suatu benda secara akurat. Untuk mengukur suhu, diperlukan sebuah alat
ukur yang bernama thermometer. Dengan menggunakan thermometer, kita
dapat mengetahui suhu sebuah benda secara akurat (Widodo, dkk, 2017).
B. Alat ukur Suhu
Dengan secara kualitatif, kita dapat melihat bahwa suhu itu merupakan
sensasi dingin atau juga hangatnya suatu benda yang dirasakan pada saat
menyentuhnya, dengan ini kita dapat mengetahuinya dengan memakai alat
ukur yakni termometer. Suhu tersebut bisa diukur dengan memakai alat
termometer yang berisi air raksa atau alkohol. kata termometer ini diambil
dari dua kata yakni “thermo” yang artinya “panas” serta meter yang
artinya adalah “mengukur”. Adapun jenis dari thermometer yaitu :
termometer alcohol
termometer basal
termometer merkuri
termometer oral
termometer Galileo
termometer infra merah
termometer cairan kristal
termistor
Adapun thermometer yang sering digunakan antara lain:
Termometer bulb (air raksa atau alkohol)
Termometer spring
Termometer nonkontak
Termometer elektronik
Selain itu, ada cara untuk menentukan titik tetap bawah serta titik tetap
atas thermometer: yaitu :
Titik tetap bawah (0°C) tersebut diambil dari suhu es yang sedang
mencair ditekanan 1 atm
Titik tetap atas (100°C) tersebut diambil dari air yang sedang mendidih
ditekanan 1 atm
Diantara titik bawah serta titik atas tersebut dibagi menjadi seratus
bagian, pada tiap-tiap bagiannya itu disebut dengan satu derajat.
Perhatikan gambar pembagian derajat suhu dari keempat macam skala
thermometer dibawah ini:
:
METODOLOGI PENELITIAN
ΝΣΧΥ −( Σ X ) (Σ Y )
rxy = ( N Σ X 2 ) −( Σ X 2 )( N Σ Y 2 )−( Σ Y 2 )
Keterangan:
N = Jumlah Responden
rxy Kriteria
0.00 – 0.20 Sangat rendah
0.21 – 0.40 Rendah
0.41 – 0.60 Sedang
0.61- 0.80 Tinggi
0.81 – 1.00 Sangat tinggi
b. Uji Reliabilitas
Arikunto (2014) berpendapat bahwa reliabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Arikunto (2014) juga menambahkan bahwa instrumen
yang sudah reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya,
apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka
berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan 10 butir soal pilihan ganda untuk menguji kemampuan
kognitif siswa, sehingga reliabilitas dihitung dengan menggunakan
rumus:
n S ²−Σpq ²
r11 =( n−1 ) ( S² )
keterangan :
c. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:
B A BB
DP= -
J A JB
Dengan
DP = Indeks daya pembeda
BA= banyaknya peserta tes kelompok atas
BB= banyaknya peserta tes kelompok bawah
JA = banyaknya peserta tes kelompok atas
JB = banyaknya peseta tes kelompok bawah
Implementasi daya pembeda dapat diihat pada tabel 3.7
Tabel 3.7 imp;ementasi daya pembeda
DP kategori
Negatif Tidak baik
0,00 –0,19 Jelek (poor)
0,20 –0,39 Cukup (satisfactory)
0,40 –0,69 Baik (good)
0,70 –1,00 Baik sekali (execellent)
d. Tingkat Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah
soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah
bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal
(Arikunto S. , 2014). Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir
soal digunakan persamaan:
B
P=
JS
dengan,
𝑃 = indeks kesukaran
𝐵 = Nilai rata-rata soal
𝐽𝑠 = Skor
maksimum soal Interpretasi dari nilai indeks kesukaran yang diperoleh
disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3. 8 Interpretasi indeks kesukaran
Batasan Kriteria
0.00 0 0.29 Sukar
0.30 – 0.69 Sedang
0.70 – 1.00 Mudah
DAFTAR PUSTAKA
Fradila Yulietri, Mulyoto, Dan Leo Agung S. Model Flipped Classroom Dan
Discovery Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Ditinjau Dari Kemandirian Belajar, h. 2-3.
Heni Wulandari, Uns (Sebelas Maret University, 2014), h. 19-20 (Online)
Tersedia Di: Https://Scholar.Google.Co.Id/Scholar?
Hl=Id&As_Sdt=0%2C5&Q=Pengaruh+Flipped+Classroom+Terhadap+Ke
mandirian&Btng=#D=Gs_Qabs&U=%23p%3deeprmp4cxgij(Diakses
Pada 18 Juni 2021; 19:44)
Irsa Indriati Pratiwi, Agus Fany Chandra Wijaya, Taufik Ramlan Ramalis.
Penerapan PBL Dengan Konteks ESD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Kognitif Peserta Didik Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal)
SNF2019 VOLUME VIII, DESEMBER 2019
https://mediaindonesia.com/humaniora/389057/kemenkominfo-89-
penduduk-indonesia-gunakan-smartphone
Mochtar, N. E., Hasnah Gasim, H., lndrastuti, N., Wijiasih, A., Suryana, C.,
Restuningsih, K., et al. (2014). PENDIDIKAN UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Education for Sustainable
Development) di INDONESIA. Jakarta: Komisi Nasional Indonesia untuk
UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Naurah Dewi Kurnia, Agus Fany Chandra, David Edison Tarigan. 2020.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN SUSTAINABILITY AWARENESS
DALAM MATERI ALAT-ALAT OPTIK PADA SISWA SEKOLAH
MENEGAH ATAS. WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5
No.2,16-23. SEPTEMBER 2020.
Nursadiah, Suyana, I., & Ramalis, T. R. (2018). Profil Sustainability Awareness
Siswa Melalui Integrasi ESD Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Pada Topik Energi di SMP . Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI
) 2018 , 207-212.
Nursadiah, Suyana, I., & Ramalis, T. R. (2018). Profil Sustainability Awareness
Siswa Melalui Integrasi ESD Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Pada
Topik Energi di SMP . Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018
, 207-212.
Tiastuti Putri, Irma Rahma Suwarma, Agus Danawan, Agus Fany Candra Wijaya.
PENERAPAN MODEL REAL WORLD SITUATION PROBLEM
BASED LEARNING MENGGUNAKAN KONTEKS ESD DALAM
MENINGKATKAN SUSTAINABILITY AWARENESS SISWA DI
KELAS X SNF2019-PE-419 Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-
Journal) SNF2019. VOLUME VIII, DESEMBER 2019
Wahono Widodo, Fida Rachmadiarti, dan Siti Nurul Hidayati. 2017 Ilmu
Pengetahuan Alam/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Edisi
Revisi. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud
PROPOSAL
OLEH :
ANDI ISKANDAR
NIM : 421417006
2021