Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring dengan perkembangannya zaman, ilmu pengetahuan dan juga
teknologi semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan alat-
alat teknologi baru yang bermunculan dan dan hampir dimiliki oleh sebagian
kalangan masyarakat baik anak-anak, kalangan muda dan juga tak luput dari
kalangan dewasa. Salah satu contohnya adalah penggunaan smartphone dan
internet. Data statistik menunjukan bahwa pada tahun 2021 ini pengguna
smartphone dan internet di Indonesia mencapai 167 juta orang atau 89% dari
penduduk yang ada di Indonesia (Kemenkominfo, 2021).
Pelaksanaan Pembelajaran fisika saat ini masih mengalami banyak
kendala. Baik ditinjau dari individual siswa maupun guru. Dalam upaya
menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka guru perlu
memperhatikan prinsip-prinsip mengajar diantaranya dengan menggunakan
alat bantu mengajar atau alat peraga. Mata pelajaran fisika seharusnya
merupakan suatu pelajaran yang ditunggu-tunggu, disenangi, menantang dan
bermakna bagi siswa. Dengan meningkatnya pengguna smartphone dan
penggunaan internet setiap tahun, diharapkan kualitas pendidikan pun ikut
meningkat.
Pada saat ini, masih ada permasalahan yang sering muncul dan
menghalangi dunia pendidikan seperti kurangnya inovasi dan efektivitas dari
model pembelajaran yang berdampak pada kurangnya partisipasi siswa yang
menyebabkan kurang aktif pada saat proses pembelajaran. dengan hanya
sering menggunakan pendekatan tradisional membuat siswa tidak menyadari
hubungan antara konsep fisika dengan kehidupan nyata. Berdasarkan fakta
yang terjadi di lapangan (sekolah di Indonesia) bahwa pembelajaran yang
dilakukan di sekolah dominan menggunakan metode ceramah, sehingga
peserta didik hanya mendengarkan, menulis, bertanya dan yang bertanya
biasanya hanya beberapa orang saja, jadi siswa cenderung bersifat pasif
sedangkan yang bersifat aktif biasanya hanya guru saja sebagai pemberi
informasi. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang mengalami kesulitan saat
proses pembelajaran. Tidak hanya itu, beberapa siswa juga akan merasa
kesulitan saat mengerjakan tugas yang diberikan guru dikarenakan pada saat
proses pembelajaran siswa kurang memahami tentang apa yang dijelaskan
oleh guru dikarenakan hanya menggunakan metode ceramh.
Selain itu, beberapa siswa mengalami kesulitan saat mengerjakan PR di
rumah karena tidak memahami materi yang dijelaskan guru di kelas. Hampir
sebagian besar siswa menyimpan buku pegangan di sekolah sehingga ketika di
rumah siswa tidak menggulang kembali materi yang didapat di sekolah dan
tidak dapat mempelajari materi yang akan dipelajari di sekolah sehingga
ketika siswa mengikuti pelajaran di dalam kelas siswa tidak memiliki bekal
apapun untuk dipelajari di dalam kelas. Selain itu, siswa lebih senang
menggunakan smartphone sebagai media hiburan bukan untuk pembelajaran.
Mereka lebih senang menghabiskan waktunya untuk bermain game dari pada
harus memahami konsep materi pelajaran.
Salah satu pendekatan atau model pembelajaran yang didukung dengan
penggunaan teknologi adalah Flipped Classroom. Flipped Classroom ini
bertujuan untuk menimbulkan rasa ketertarikan pada diri siswa, karena
pembelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang erat dengan kehidupan
sehari-hari. Flipped Classroom adalah konsep yang berprinsip untuk
menukarkan kegiatan-kegiatan di kelas seperti penjelasan-penjelasan guru
melalui presentasi di kelas, dengan kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan
diluar kelas seperti mengerjakan pekerjaan rumah. Pembelajaran dengan
Flipped Clasroom dapat melatih siswa menjadi lebih aktif saat pembelajaran
karena dalam mengkonstruksi konsep, siswa akan mempelajari melalui
kegiatan diskusi di kelas (Djajalaksana, 2014). Dengan model pembelajaran
flipped classroom dengan pendekatan Education for Sustainaible
Development (ESD) di dalam kurikulum 2013 telah menunjukan bahwa
pendidikan karakter berlaku di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan adanya
kompetensi inti mengenai sikap religius dan sikap sosial disetiap mata
pelajaran. Dalam perspektif pembangunan berkelanjutan pada dasarnya
mengajarkan tata nilai, bahwa manusia dapat memahami dirinya dan makhluk
lain serta dapat memahami hubungannya dengan lingkungan alam dan sosial
yang lebih jelas. Pendidikan untuk keberlanjutan (ESD) adalah pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan merupakan pendidikan yang menyisipkan
wawasan secara luas dan futuristik tentang lingkungan global untuk memberi
kesadaran kepada masyarakat agar berkontribusi dalam pengembangan
berkelanjutan di masa sekarang dan masa depan (KPN, 2010). Pembelajaran
dengan konteks ESD akan mengarahkan siswa untuk belajar mengajukan
pertanyaan yang kritis, belajar memperjelas nilai-nilai seseorang, belajar untuk
membayangkan masa depan yang lebih positif dan berkelanjutan, belajar
berpikir sistematik, dan lainnya (Tilbury, 2011). Diharapkan siswa dapat
menyelesaikan permasalahan yang nyata dalam pembelajaran dengan
memperhatikan dampak bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran menggunakan konteks
ESD dapat mengarahkan siswa untuk memiliki keterampilan dalam
menyelesaikan masalah sehingga minat dan prestasi belajar siswa dapat
meningkat. Dengan menggunakan konteks ESD kedalam model pembelajaran
Flipped Classroom diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif
siswa dan siswa akan memiliki kesadaran atas nilai-nilai keberlanjutan
(sustainability awareness). Sustainability awareness adalah kesadaran yang
bersifat berkelanjutan terkait dengan lingkungan sekitar siswa untuk menjaga
dan menghargai lingkungan dan kehidupan lain disekitarnya (Nursadiah dan
Ramalis, 2018). Sebaiknya Sustainability awareness dibangun sejak dini
karena Sustainability awareness merupakan komponen yang sangat penting
untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Kemudian dengan belajar
aktif siswa akan belajar lebih efektif dan konsisten ketika belajar suatu konsep
yang dikaitkan dengan kehidupan nyata, di dalam pembelajaran aktif guru
hanya sebagai pembimbing dan menyiapkan kondisi kelas untuk
pembelajaran, sedangkan siswa berpartisipasi aktif secara kognitif, emosional,
sosial dan fisik.
Kemudian dalam mengukur kemampuan siswa, seorang guru dapat
mengukur perkembangan menggunakan aspek kognitif, afektif dan

psikomotor, Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan otak.


Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di
dalamnya kemampuan mengahafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
menyintesis dan kemampuan mengevaluasi (Sukirman, 2012). Di dalam
taksonomi Bloom revisi, ranah dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif. Pada ranah dimensi proses
kognitif terdiri dari beberapa kategori yaitu mengingat (C1), memahami (C2),
mengaplikasi (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6).
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir salah satunya
yang mencangkup kemampuan dalam memecahkan masalah. Guru dapat
melakukan 4 langkah-langkah umum yang memandu pemecahan masalah
dalam menemukan solusi masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan
pemecahan masalah, melakukan pemecahan masalah, mengecek kembali.
Model pembelajaran yang akan diterapkan oleh seorang guru dapat
mempengaruhi kemampuan kognitif siswa. Oleh karena itu peneliti
bermaksud mengadakan penelitian mengenai ”Penerapan Flipped Classroom
Dalam Konteks Education For Sustainable Development Untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif dan membangun Sustainability Awareness siswa SMP
pada materi Suhu dan Perubahannya”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini yaitu:
a. Bagaimana peningkatan kemampuan kognitif siswa setelah diterapkan
Flipped Classroom dalam konteks ESD pada materi suhu dan
perubahannya?
b. Bagaimana Sustainability Awareness siswa setelah diterapkan Flipped
Classroom dalam konteks ESD pada materi suhu dan perubahannya?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti memiliki
tujuan yang ingin di capai yaitu:
a. Menganalisis peningkatan kemampuan kognitif siswa SMP setelah
diterapkannya Flipped Classroom dalam konteks ESD pada materi suhu
dan perubahnnya.
b. Menganalisis Sustainability awareness siswa SMP setelah diterapkannya
Flipped Classroom dalam konteks ESD pada materi suhu dan perubahnnya
dikelas.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak
diantaranya adalah:
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis untuk
menambah wawasan dan pengetahuan baru mengenai Flipped Classroom
menggunakan konteks ESD serta memberikan informasi untuk pembaca
Flipped Classroom menggunakan konteks ESD terhadap kemampuan
kognitif siswa khususnya pada materi suhu dan perubahnnya.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi guru
sebagai salah satu sumber referensi penerapan model pembelajaran
Flipped Classroom menggunakan konteks ESD ketika pembelajaran
berlangsung, khususnya pada materi suhu dan perubahnnya.
2. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi siswa,
yaitu dengan diterapkannya model pembelajaran Flipped Classroom
menggunakan konteks ESD ini kemampuan kognitif siswa dapat
mengalami peningkatan khususnya pada pembahasan materi suhu dan
perubahannya.
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi sekolah
dan membantu dalam melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai
dengan kurikulum 2013 dimana siswa dituntut untuk memiliki
keterampilan abad 21.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan mampu
menjadikan salah satu sumber guna perbaikan penelitian model
pembelajaran Flipped Classroom Menggunakan konteks ESD
selanjutnya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembelajaran Flipped Classroom


A. Pengertian Pembelajaran Flipped Classroom
Menurut Al-Ghazali dalam (Maskun, 2018) pembelajaran adalah proses
memanusiakan manusia, prinsip ini sesuai dengan aliran psikologi belajar
humanisme yang menawarkan prinsip-prinsip belajar humanistik yaitu
manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami, belajar berarti jika
mata pelajaran sesuai dengan maksudnya sendiri, dan belajar akan bermakna
jika siswa melakukannya, bertanggung jawab, berinisiatif, percaya diri,
kreatif, maas diri, intropeksi diri dan terbuka. Pembelajaran merupakan sebuah
tindakan atau proses yang dilakuakan, untuk memberikan pengetahuan kepada
individu. Pembelajaran pada pokoknya merupakan tahapan-tahapan kegiatan
guru dan siswa dalam menyelenggarakan program pembelajaran yaitu rencana
kegiatan yang menjabarkan kemampuan dasar dan teori pokok yang secara
rinci memuat alokasi waktu, indikator pencapaian hasil belajar, dan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran untuk setiap materi pokok mata pelajaran.
(Maskun 2018).
Flipped Classroom merupakan model dimana dalam proses belajar
mengajar tidak seperti pada umumnya, yaitu dalam proses belajar siswa
mempelajari materi pelajaran dirumah sebelum kelas dimulai dan kegiatan
belajar mengajar dikelas berupa mengerjakan tugas, berdiskusi tentang materi
atau masalah yang belum dipahami siswa (Yulietri, dkk, 2015). Sedangkan
menurut (Rindaningsih, 2018) Flipped Classroom, yakni model pembelajaran
terbalik atau membalik kelas yang diterapkan guru pada siswa. Model
pembelajaran flipped classroom membongkar kelas-kelas tradisional yang
pada umumnya telah menjadi rutinitas guru yakni memberikan materi di kelas
kemudian memberikan tugas untuk dikerjakan di kelas dan di luar kelas.
Pada dasarnya konsep model pembelajaran flipped classroom adalah
ketika pembelajaran yang seperti biasa dilakukan di kelas dilakukan oleh
siswa di rumah, dan pekerjaan rumah yang biasa di kerjakan di rumah
diselesaikan di sekolah (Choiroh, dkk 2018). Dengan demikian, pembelajaran
flipped classroom menghadirkan gaya belajar yang variatif dengan diskusi
ataupun individual ketika mempersiapkan materi di rumah ataupun
mengerjakan tugas di sekolah.
Model Pembelajaran berbasis flipped classroom adalah salah satu model
pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk meningkatkan efektifitas
pembelajaran. Flipped classroom memanfaatkan teknologi yang mendukung
materi pembelajaran yang dapat diakses kapanpun dan di manapun.
Sedangkan waktu pembelajaran di kelas digunakan siswa untuk berkolaborasi
dengan rekan-rekan proyek, keterampilan praktik, dan menerima umpan balik
tentang kemajuan mereka (Damayanti, 2016).
Model Pembelajaran Flipped Classroom juga dapat di artikan sebagai
salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk meningkatkan
efektifitas pembelajaran. Dahulu para pendidik umumnya menggunakan
model pembelajaran ceramah, dimana model pembelajaran ceramah
mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaran
kemudian beralih pada model alternatif yang disebut Flipped Classroom.
Menurut Johnson (dalam Yulietri, dkk, 2015) Flipped classroom merupakan
suatu cara yang dapat diberikan oleh pendidik dengan meminimalkan jumlah
instruksi langsung dalam praktek mengajar mereka sambil memaksimalkan
interaksi satu sama lain. Hal ini memanfaatkan teknologi yang menyediakan
tambahan yang mendukung materi pembelajaran bagi peserta didik yang dapat
diakses secara online. Hal ini membebaskan waktu kelas yang sebelumnya
telah digunakan untuk pembelajaran. Model Flipped Classroom bukan hanya
sekedar belajar menggunakan video pembelajaran, namun lebih menekankan
tentang memanfaatkan waktu di kelas agar pembelajaran lebih bermutu dan
bisa meningkatkan pengetahuan peserta didik.
Flipped classroom menggunakan strategi dimana memanfaatkan teknologi
yang mendukung materi pembelajaran tambahan bagi peserta didik yang dapat
diakses secara online maupun offline kapanpun dan dimanapun. Sedangkan
waktu pembelajaran di kelas digunakan peserta didik untuk berkolaborasi
dengan rekan-rekan proyek, keterampilan praktik, dan menerima umpan balik
tentang kemajuan mereka.
Suatu model pembelajaran tidak dapat mengatasai semua masalah yang
dihadapi pada saat pembelajaran. Sebuah model pembelajaran tentunya juga
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tidak terkecuali
flipped classroom. Kelebihan dan kekurangan tersebut bisa muncul dari model
pembelajaran itu sendiri, baik pada suasana pembelajaran, maupun dari
pelaksanaan pembelajaran. berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari
flipped classroom.
B. Kelebihan Flipped Classroom
Menurut .( Yulietri, dkk, 2015) kelebihan dari flipped classroom
adalah:
1. Peserta didik memiliki waktu untuk mempelajari materi pelajaran di
rumah sebelum guru menyampaikannya di dalam kelas sehingga
peserta didik lebih mandiri.
2. Peserta didik dapat mempelajari materi pelajaran dalam kondisi dan
suasana yang nyaman dengan kemampuannya menerima materi.
3. Peserta didik mendapatkan perhatian penuh dari guru ketika
mengalami kesulitan dalam memahami tugas atau latihan.
4. Peserta didik dapat belajar dari berbagai jenis konten pembelajaran
baik melalui video, buku, website.
C. Kekurangan Flipped Classroom
Meskipun kelebihan yang didapatkan dari model flipped classroom
tentunya terdapat juga kekurangan dari flipped classroom. Menurut Berret
D (dalam Wulandari, 2014) kekurangan dari flipped classroom antara lain:
1. Tidak semua guru/siswa/sekolah memiliki akses teknologi yang
dibutuhkan, seperti laptop dan koneksi internet.
2. Tidak semua peserta didik merasa nyaman belajar di depan
laptop/komputer padahal untuk melaksanakan metode pembelajaran
ini, peserta didik harus mengakses materi melalui perangkat tersebut.
3. Tidak semua siswa memiliki motivasi untuk belajar secara mandiri
dirumah. Apalagi terhadap materi yang belum disampaikan oleh guru.
sehingga motivasi dari guru selalu dibutuhkan agar peserta ddik
terbiasa mempelajari materi pelajaran secara mandiri, sebelum materi
tersebut disampaikan oleh guru di kelas.
4. Butuh waktu lama bagi guru untuk mempersiapkan materi dalam
bentuk video, terutama guru yang belum terbiasa membuat video.
D. Langkah-langkah Pembelajaran Flipped Classroom
Adapun langkah-langkah penerapan dari flipped classroom bergmann
dan sams yang dikutip dalam jurnal yeni anistyasari sebagai berikut:
1. Ajarkan peserta didik bagaimana cara mengakses atau menonton dan
berinteraksi dengan video. Hal yang paling penting sebelum
melakukan pembelajaran dikelas adalah mengajarkan peserta didik
cara mengakses video pembelajaran serta hal-hal penting dari video
yang perlu dicatat.
2. Mengarahkan peserta didik untuk menonton video mengenai materi
yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.
3. Sebagaimana konsep flipped classroomyang mempelajari materi
pelajaran di rumah, sebelum memulai pelajaran tentang materi tertentu,
arahkan peserta didik mempelajari video di rumah. Video tersebut bisa
menggunakan video yang sudah ada, yang disesuaikan dengan
kebutuhan pembelajaran, maupun video yang dibuat sendiri oleh guru.
4. Minta peserta didik untuk menanyakan pertanyaanyang menarik di
dalam kelas.
5. Untuk memastikan apakah peserta didik tersebut telah menonton video
pembelajaran atau belum adalah dari pertanyaan yang diberikan. Setiap
peserta didik minimal memiliki satu pertanyaan yang akan ditanyakan
saat pelajaran berlangsung. Dari pertanyaan tersebut peserta didik akan
saling berdiskusi dan menjawab pertanyaan.
6. Pemberian tugas baik secara pribadi maupun kelompok.
7. Pemberian tugas bertujuan agar peserta didik lebih memahami tentang
materi pelajaran. Dalam pengerjaan tugas tersebut, guru sebagai
fasilitator membantu peserta didik yang memiliki kesulitan dalam
memahami maupun mengerjakan tugas terebut.
8. Arahkan peserta didik untuk saling membantu. Sebagaimana
dijelaskan, fokus pembelajaran ini bukan lagi pada guru, melainkan
proses pembelajaran itu sendiri, sehingga sangat memungkinkan
peserta didik saling membantu jika ada kesulitan. Meskipun peran guru
tetap dibutuhkan untuk lebih memperjelas materi pembelajaran.
9. Penarikan kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Setelah semua tugas dapat dikerjakan, maka guru dan peserta didik
bersama-sama menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Guru dapat mengarahkan peserta didik untuk membuat
catatan tentang hal penting dari pembelajaran tersebut (Anistyasari,
2017).
2.2. Education for Sustainable Development (Pendidikan untuk Pembangunan
Berkelanjutan)
Pembangunan berkelanjutan adalah kata yang merupakan terjemahan dari
Bahasa Inggris, yaitu sustainable development. Pembangunan berkelanjutan
merujuk pada sebuah perubahan dan pengembangan yang meliputi kehidupan
sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan atau Education for Sustainable Development
merupakan sebuah paradigma baru dibidang pendidikan.Paradigma ini mampu
memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang, terutama generasi
muda untuk berkontribusi secara nyata bagi pengembangan berkelanjutan.
(Priyanto, dkk, 2013).
Lavanya & Saraswathi berpendapat pendidikan yang berorientasi pada
lingkungan alam dan sosial disebut sebagai education for sustainable
development, disingkat ESD. Berbeda dengan pendidikan yang hanya
dipahami sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah dan mendapatkan
kesejahteraan dan status sosial, maka ESD bertujuan meningkatkan kapasitas
dan komitmen yang dibutuhkan dalam membangun masyarakat yang
sustainabel, dimana pengambilan keputusan individu maupun kelompok
mempertimbangkan penghematan dan proses ekologis alam sehingga kualitas
kehidupan meningkat baik saat ini maupun di masa yang akan datang
(Prabawani, 2021)
Sebagai pedoman implementasi ESD dapat menggunakan pendekatan
sebagai berikut (Prabawani, 2021):
Implementasi ESD pada Pendidikan Formal

Tahap Pelaksanaan Manfaat


Taman kanak- Pengetahuan praktis Siswa belajar
kanak dengan bernyanyi, menunjukkan kasih
menari, bermain, dan sayang dan kepedulian
melihat video. terhadap lingkungan
sebagai dasar kuat untuk
Melibatkan siswa menjadi warga yang
dalam berbagai bertanggung jawab.
kegiatan bertema
lingkungan yang
menyenangkan
Sekolah Dasar Kurikulum disusun Mendorong pemikiran
untuk mendukung kritis dan perkembangan
student-centered perilakuyang bertanggung
active learning. jawab.

Timetable yang Mendorong proses


fleksibel sehingga pembelajaran yang aktif,
Guru dapat membuat active learning.
siswa terlibat dalam
sesi praktek dari teori
yang diajarkan.

Video yang terkait


dengan isu-isu
lingkungan diputar
untuk siswa. E-
learning diperbanyak.

Sekolah membuat
kegiatan “go green”
dengan siswa diminta
berperan aktif di
dalam, misalnya,
drama yang
menggambarkan
dampak aktifitas
manusia terhadap
lingkungan alam dan
sosial.
SLTP Menciptakan Siswa didorong menjadi
kesadaran atas warga negara yang aktif.
kelangkaan sumber Kesadaran lingkungan
daya, dan bagaimana menjadi bagian intrinsik
sebaiknya dari etika sekolah.
mengkonsumsinya
harus diajarkan. Mengembangkan
pengetahuan dan
Siswa dipercayai keterampilan pengawasan
projek-projek lingkungan
sustainable
development yang
menuntut siswa
mengeksplorasi dan
mengembangkan
pemahaman tentang
dimensi alam, sosial,
dan budaya.

Sekolah mendorong
siswa untuk
berpartisipasi dalam
pameran science dan
mempresentasikan
ide-ide inovatifnya
SLTA Siswa didorong untuk Siswa dapat membuat
berbicara dan keputusan berdasarkan
mengemukakan penilaian dan evaluasi
pendapat. reflektif guna
menghasilkan solusi
Mendorong tindakan inovatif untuk masalah-
nyata atas kesadaran masalah lingkungan.
lingkungan.

Manurut Shaw yang dikutip dalam jurnal Abd. Syakur menyatakan bahwa
Pendidikan untuk keberlanjutan (ESD) adalah proses belajar sepanjang hayat
yang bertujuan untuk menginformasikan dan melibatkan penduduk agar kreatif
juga memiliki keterampilan menyelesaikan masalah, saintifik, dan sosial literasi,
lalu berkomitmen untuk terikat pada tanggung jawab pribadi dan kelompok.
Tindakan ini akan menjamin lingkungan makmur secara ekonomi di masa depan
Jadi, ESD sangat potensial untuk menghubung kan jarak yang terpisah antara
bisnis dengan kelas yang ada di sekolah, juga antara kelas di sekolah dengan
masyarakat. Sehingga dengan hubungan yang erat, lingkungan yang merupakan
tempat tinggal manusia diharapkan akan terus terjaga dan mampu mendukung
kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Perusahaan yang merupakan
lembaga bisnis akan mendukung ESD dengan CSR (corporate social
responsibility) yang dapat dimanfaatkan oleh sekolah maupun masyarakat.
(Syakur, 2017).
Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan merupakan gabungan
dari dua istilah yang berbeda, yaitu Pendidikan dan Pembangunan
Berkelanjutan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Istilah ESD berasal dari istilah Education Sustainable Development atau di
singkat ESD minus for atau Pendidikan Pengembangan Berkelanjutan tanpa
memakai kata untuk. Mengapa di Indonesia ditambah dengan for atau untuk.
Kata untuk berarti menghasilkan sesuatu, ada tujuan yang ingin dicapai. Untuk
menghasilkan sesuatu atau mencapai tujuan, harus ada tindakan (action).
Sedangkan development diterjemahkan pengembangan bukan pembangunan,
karena pembangunan sering dimaknai pembangunan fisik atau infrastruktur
(Hastuti, 2009).
.UNESCO (2006) yang dikutip dalam buku Bulan Prabawani menekankan
7 karakteristik ESD, yaitu inter-disiplin dan komprehensif, value-driven,
critical thinking dan problem solving, multi-method, participatory decision
making, applicability, dan locally relevant. Inter-disiplin dan komprehensif
artinya pendidikan ESD melekat pada keseluruhan kurikulum, tidak sebagai
subyek terpisah. Values-driven artinya konsep dikembangkan kongkrit
sehingga mudah untuk dipahami, diuji, didiskusikan, dan diterapkan. Critical
thinking dan problem solving artinya ESD diharapkan dapat menumbuhkan
rasa percaya diri dalam mengatasi tantangan sustainabilitas. Multi-method
artinya melibatkan berbagai pendekatan dan terdapat kerjasama Guru dan
murid untuk mengembangkan lingkungan pendidikan. Participatory decision-
making artinya terdapat partisipasi aktif dari berbagai pihak akan bagaimana
mereka mempelajari lingkungan. Applicability artinya pengalaman belajar
terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari. Locally relevant yaitu
menggunakan Bahasa yang mudah dipahami untuk menangani persoalan lokal
maupun global (Prabawani, 2021).
Untuk memahami konsep ESD tidak hanya mengkaji aspek lingkungan
sebagai suatu bagian dalam pembangunan di Indonesia namun para fasilitator
pembangunan perlu memahami aspek-aspek dalam pembangunan
berkelanjutan yaitu pertama, keberlanjutan ekologi yaitu dengan memelihara
keberlanjutan biomass sehingga melewati daya dukungnya, kedua,
keberlanjutan sosial ekonomi yaitu dengan memperhatikan kesejahteraan
masyarakat, ketiga adalah keberlangsungan masyarakat sebagai pelaku dari
pembangunan (Shantin, 2015).
Menurut (Mohammad Ali, 2017) konsep pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan mencakup sebuah visi baru pendidikan yang mengusahakan
pemberdayaan orang segala usia untuk turut bertanggungjawab dalam
menciptakan sebuah masa depan berkelanjutan. Pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan merupakan bagian integrasi dalam mencapai tiga
pilar pembangunan manusia sebagai diusulkan oleh Program Pembangunan
PBB (UNDP) dan dikukuhkan dalam KTT Dunia untuk pembangunan
Berkelanjutan di Johannerburg 2002. Tiga pilar itu ialah, pertumbuhan
ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian lingkungan hidup. Unsur
budaya juga dimasukkan dalam tema dasar bagi pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan, mengingat pentingnya pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan menyentuh para pemangku kepentingan dan mitra
baru dalam kerangka lokal yang relevan.
ESD (Education for Sustainable Development) pertama disebutkan dalam
Bab 36 pada Agenda 21 (Earth Summit, 1992, Rio de Janeiro). Bab ini
mengidentifikasikan empat tujuan utama dalam memulai sebuah konsep ESD:
a. Meningkatkan pendidikan dasar.
b. Mengorientasi kembali pendidikan yang sudah sehingga bertujuan
pembangunan berkelanjutan
c. Mengembangkan kepedulian dan pengertian masyarakat, dan
d. Pelatihan (Mohammad Ali, 2009).
Selain itu dalam buku Education for sustainable development yang dikutip
dalam jurnal Aisya Rahma Fadhilla ESD (Education for Sustainable
Development) memiliki empat dorongan atau bidang penekanan :
a. Meningkatkan akses dan retensi dalam kualitas dasar pendidikan
Mendaftarkan dan mempertahankan anak laki-laki dan perempuan dalam
kualitas dasar pendidikan adalah penting untuk kesejahteraan mereka di
seluruh mereka hidup dan kepada masyarakat di mana mereka tinggal.
Pendidikan dasar berfokus untuk membantu siswa memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan perspektif yang mendorong
penghidupan yang berkelanjutan dan terus mendukung warga untuk
menjalani kehidupan yang berkelanjutan.
b. Reorientasi program pendidikan yang ada untuk mengatasi keberlanjutan
Reorientasi pendidikan membutuhkan revisi pendidikan sejak dini
perawatan anak dan melalui pendidikan tinggi. Itu membutuhkan
Memikirkan kembali apa yang diajarkan, bagaimana itu diajarkan, dan apa
adanya dinilai, dengan keberlanjutan sebagai tema sentral. Ini adalah
proses berorientasi masa depan karena murid hari ini akan harus mampu
mengatasi tantangan masa depan, yang akan membutuhkan kreativitas
serta keterampilan analisis dan pemecahan masalah.
c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran publik tentang keberlanjutan
Mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan membutuhkan warga negara
yang memiliki pengetahuan tentang keberlanjutan dan tentang tindakan
sehari-hari yang diperlukan untuk membantu mencapai komunitas dan
tujuan keberlanjutan nasional. Warga ini akan membutuhkan pendidikan
masyarakat luas dan media yang bertanggung jawab yang berkomitmen
untuk mendorong informasi dan aktif rakyat untuk belajar sepanjang
hidup.
d. Memberikan pelatihan untuk semua sektor tenaga kerja Semua sektor
tenaga kerja dapat berkontribusi untuk lokal, regional dan keberlanjutan
nasional. Baik sektor publik maupun swasta karyawan sektor harus
menerima vokasional yang sedang berlangsung dan pelatihan profesional
diresapi dengan praktik dan prinsip keberlanjutan, sehingga semua
anggota tenaga kerja dapat mengakses pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk membuat keputusan dan bekerja secara berkelanjutan.
Dorong satu dan dua terutama melibatkan pendidikan formal. Dorongan
tiga dan empat terutama berkaitan dengan non-formal dan pendidikan
informal. Mengatasi keempat dorongan ESD membutuhkan tindakan oleh
formal, non-formal dan informal sektor komunitas pendidikan (Fadhilla,
2019).
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa education for
sustainable development (ESD) atau pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan adalah sebuah proses dalam membangun sebuah kelompok
masyarakat yang dipersiapkan dalam menghadapi berbagai masalah yang akan
datang baik masalah saintifik ataupun sosial literasi.
2.3. Kemampuan Kognitif
A. Pengertian Kemampuan Kognitif
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kemampuan berasal dari kata
mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu, sedangkan
kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Sedangkan kognitif
merupakan kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk
kesadaran, perasan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman
sendiri.
Menurut Schermerhorn (2009) kemampuan kognitif, intelejensia, dan
intelejensia sosial adalah kemampuan untuk mengumpulkan, menyatukan, dan
mengintepretasikan informasi, dan pengertian kepada lingkup sosial. Dari
beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif
merupakan kemampuan seseorang dalam memperoleh sebuah informasi atau
pengetahuan kemudian menyatukannya sesuai pemahamannya yang kemudian
akan menginterpretasikan pengetahuan tersebut untuk disampaikan kepada
orang lain.
Pada dunia pendidikan ada tiga tiga tujuan yang sangat penting dan diakui
oleh para ahli pendidikan yaitu, ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam
hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling
utama. Yang menjadi tujuan pengajaran di SD, SMP dan SMA pada umunya
adalah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. Dalam peneletian
ini menggunakan level kognitif yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom
dengan enam jenjang kemampuan, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep,
prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya.
2. Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk memahami ataumengerti tentang materi pelajaran yang
disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain.
3. Penerapan, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori-
teori dalam situasi baru dan konkret.
4. Analisis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsuratau
komponen pembentunya.
5. Sintesis, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai
faktor, hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme.
6. Evaluasi, yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk
dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep
berdasarkan kriteria tertentu.
Sehingga untuk mengetahui kemampuan kognitif dalam penelitian ini
menggunakan indikator-indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
disandarkan pada jenjang kognitif yang dikembangakan oleh Benyamin S.
Bloom. Dalam pembelajaran kurikulum 2013 terdapat beberapa penilaian
salah satunya ialah penilaian aspek kognitif terhadap siswa dimana dalam
penilaian aspek kognitif ini dapat mengukur kemampuan kognitif siswa di
ranah pengetahuan selama pembelajaran.
Selain itu, dalam ranah kompetensi pengetahuan atau kognitif bloom
(dalam Daryanto, 2012) terdapat 6 jenjang proses berfikir yaitu:
1. Pengetahuan (C1)
Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom.
Seringkali disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan
ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya
konsep, fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya tanpa harus mengerti
atau dapat menggunakannya. Karena pada aspek ini hanya merupakan
ingatan atau hapalan. Kata kerja oprasional yang digunakan untuk
mengukur kemampuan ini adalah menyebutkan, menunjukkan, mengenal,
mengingat kembali, menyebutkan definisi, memilih, dan menyatakan.
Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini antara lain:
benar-salah, menjodohkan, isian atau jawaban singkat.
2. Pemahaman (C2)
Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-
mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan,
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan
isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Bentuk
soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah
pilihan ganda atau uraian. Kemampuan pemahaman dapat dijabarkan
menjadi tiga, yaitu :
 Menerjemahkan (translation)
 Menginterpretasi (interpretation)
 Mengekstrapolasi (extrapolation)
Kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk mengukur
kemampuann-kemampuan ini adalah memperhitungkan, memprakirakan,
menduga, menyimpulkan, meramalkan, membedakan, menentukan,
mengisi, dan menarik kesimpulan.
3. Penerapan (C3)
Dalam jenjang kemampuan ini dituntut kesanggupan ide-ide umum,
tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam
situasi baru dan konkret. Situasi dimana ide, metode dan lain-lain yang
dipakai itu harus baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan
yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata. Suatu soal
yang telah dipakaisebagai contoh di kelas mengenai penerapan suatu
rumus, misalnya jangan lagi dipakai dalam tes atau ulangan. Kalau soal
yang persis sama itu disajikan, maka siswa dapat menjawab hanya
berdasarkan ingatan, bukan melalui penerapan kaidah atau rumus tertentu.
Harus diciptakan butir soal baru yang serupa tetapi tidak sama. Kata kerja
operasional yang dapat dipakai untuk mengukur kemampuan ini adalah
menggunakan, meramalkan, menghubungkan, menggeneralisasi, memilih,
mengembangkan, mengorganisasi, mengubah, menyusun kembali,
mengklasifikasikan, menghitung, menerapkan, menentukan, dan
memecahkan masalah.
4. Analisis (C4)
Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat
menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau
komponen-komponen pembentuknya. Dengan jalan ini situasi atau
keadaan tersebut menjadi jelas. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur
kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian. Kemampuan analisis
diklasifikasi atas tiga kelompok, yaitu :
 Analisis unsur
 Analisis hubungan
 Analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi
5. Sintesis (C5)
Pada jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu
yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil
yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa:
 Tulisan
Dari hal-hal yang sifatnya tidak sistematis ataupun sistematis, kita
coba membuat kesimpulan melalui suatu analisis. Dapat pula dibuat
sintesis dari tulisan menjadi lisan dan sebaliknya, dari tulisan menjadi
tulisan yang lain, atau dari lisan menjadi lisan lain pula. kata kerja
operasional yang dipakai antara lain: menulis, membicarakan,
menghubungkan, menghasilkan, mengangkat, memodifikasi,
meneruskan dan membuktikan kebenaran
 Rencana atau mekanisme
Dengan sintesis dapat pula dibuat suatu rencana atau mekanisme
kerja. Semakin baik sintesis itu dibuat, akan semakin baik pula rencana
atau mekanisme kerja itu. Kata kerja operasional yang dipakai antara
lain : mengusulkan, mengemukakan, merencanakan, menghasilkan,
mendesain, memodifikasi, dan menetukan.
6. Evaluasi (C6)
Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat
mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakan
kondisinya sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan
kriteria, standar, atau ukuran untuk mengevaluasi sesuatu. Kemampuan
evaluasi adalah jenjang tertinggi dari aspek kognitif menurut Bloom. Kata
kerja operasional yang dipakai adalah menafsirkan, mempertimbangkan
menduga, mengevaluasi, menentukan, dan sebagainya.
Dari berbagai konsep diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
kognitif adalah kebiasaan seseorang dalam melakukan berbagai macam tugas
yang dibebankan pada khususnya mengenai pengumpulan informasi,
pengintepretasian informasi, dan bagaimana transfer informasi tersebut kepada
orang lain. Kemampuan kognitif menjadi sangat penting dalam hal pemecahan
masalah, karena dalam pemecahan masalah tersebut maka seseorang yang
kemampuan kognitifnya baik, dia akan dengan cepat 29menemukan inti
masalah itu dan mengintepretasikan serta mencari jalan keluarnya.
Dengan demikian maka indikator yang dapat dibuat dari berbagai teori
tersebut untuk mengukur kemampuan kognitif seseorang adalah sebagai
berikut:
1. cara dan trik seseorang dalam mendapatkan dan mengumpulkan informasi
yang benar-benar penting.
2. cara seseorang dalam mengintepretasikan atau memproses informasi
tersebut agar manjadi berguna dalam pemecahan masalah.
3. Bagaimana seseorang mentransfer informasi yang sudah diintepretasikan
tersebut kepada orang lain agar bisa menemukan pemecahan masalah.
2.4. Sustainability Awarenss
Sustainability awareness adalah kesadaran yang bersifat berkelanjutan
terkait dengan lingkungan sekitar siswa untuk menjaga dan menghargai
lingkungan dan kehidupan lain disekitarnya (Nursadiah dan Ramalis, 2018).
Sustainability awareness dan tindakan individu dalam praktik gaya hidup
berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung dapat
mewujudkan 17 tujuan SDGs. Pengetahuan merupakan bagian dari kesadaran,
jika sadar itu berarti mengetahui suatu pengetahuan. Berbeda dengan
pengetahuan, kesadaran itu dapat diperiksa atau diujikan sendiri melalui apa
yang siswa ketahui dan juga yang tidak mereka ketahui (Amelia, 2020).
Salah satu cara menumbuhkan kesadaran berkelanjutan (Sustainability
awareness) yaitu melakukan proses pembelajaran dengan pendekatan ESD
dengan cara memilih topik-topik yang disesuaikan dengan ketiga pilar ESD
(Mochtar dkk., 2014). Sustainability awareness sangat penting bagi guru agar
dapat mengukur sustainability awareness pada siswa. Untuk dapat mengukur
sustainability awareness yang dimiliki oleh siswa, maka diperlukan instrumen
yang dapat mengukur sustainability awareness.
Sustainability awarenss merupakan sebuah program pendekatan
pembanguanan berkelanjutan yang dikemas dengan memenuhi empat tujuan
seperti yang diusulkan oleh UNESCO (1999): (i) Pengetahuan, (ii) Kesadaran,
(iii) Keterampilan, dan (iv) Partisipasi dalam memenuhi tujuan utama dari
ESD. Dari definis ipembangunan berkelanjutan tersebut , teks internasional
dan pendekatan pembangunan berkelanjutan, terlihat bahwa pembangunan
berkelanjutan memiliki tiga dimensi, yaitu ekonomi, lingkungan, dan
masyarakat (Amelia, 2020).
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sustainability
awareness adalah proses pendekatan education for sustainable development
dalam kesadaran yang bersifat berkelanjutan terkait dengan lingkungan dan
pengetahuan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi permasalahan yang
akan datang.
2.5. Hubungan Flipped Classroom dengan konteks ESD
Dalam proses pembelajaran masih banyak kendala-kendala yang dihadapi
baik dari siswa maupun guru. Dalam menghadapi kendala tersebut untuk
menciptakan sebuah proses pembelajaran yang efektif dan efisien maka guru
harus memperhatikan prinsip-prinsip mengajar antara lain menggunakan alat
bantu mengajar atau alat peraga. Dikarenakan permasalahan yang sering
muncul dalam proses pembelajaran seperti kurangnya inovasi model
pembelajaran yang berdampak pada kurang aktifnya peserta didik pada saat
proses pembelajaran. hal ini mungkin terjadi dikarenakan metode pendekatan
yang dilakukan hanya monoton pada metode tradisional atau metode ceramah,
sehingga peserta didik hanya mendengarkan, menulis, bertanya dan yang
bertanya biasanya hanya beberapa orang saja, jadi siswa cenderung bersifat
pasif sedangkan yang bersifat aktif biasanya hanya guru saja sebagai pemberi
informasi.
Dalam kurikulum 2013 guru dituntut untuk memilih dan menggunakan
metode pembelajaran yang sesuai sehingga dapat meningkatkan nilai-nilai
sustainability awareness siswa. Kurikulum 2013, siswa dibimbing untuk
mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri sehingga dengan adanya
hal tersebut anak belajar mengalami, mencatat sendiri pengetahuan baru yang
didapatkan bukan diberi begitu saja oleh guru dan pengetahuan yang dimiliki
seseorang itu mencerminkan pemahaman yang mendalam mengenai suatu
persoalan. Empat pilar Pendidikan yang dirancang oleh UNESCO yaitu
learning to do ,learning to know, learning to be, and learning to live
together.Pembelajaran tidak seharusnya berpusat pada guru saja tetapi siswa
adalah pusat belajar sesungguhnya. Siswa harus digali potensi dan
kemampuannya (learning to do) dengan meningkatkan mobilitas kegiatan,
sehingga siswa akan mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi (learning to
know). Kegiatan yang membuat siswa lebih aktif dan sangat mementingkan
peran siswa diharapkan akan bisa membuat siswa lebih kreatif (learning to
be). Kekreatifan siswa akan memberikan semangat belajar tinggi antar sesame
siswa yang akan menjadikan proses pembelajaran lebih menarik dan efisien
(learning to live together) (Sukini, 2019).
Salah satu model pembelajaran yang didukung dengan penggunaan
teknologi adalah flipped classroom. Flipped Classroom ini bertujuan untuk
menimbulkan rasa ketertarikan pada diri siswa pada saat proses pembelajaran.
Pembelajaran dengan Flipped Classroom dapat melatih siswa menjadi lebih
aktif saat pembelajaran karena dalam mengkonstruksi konsep, siswa akan
mempelajari melalui kegiatan diskusi di kelas.
Dengan model flipped classroom dengan pendekatan Education for
Sustainaible Development (ESD) di dalam kurikulum 2013 telah menunjukan
bahwa pendidikan karakter berlaku di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan
adanya kompetensi inti mengenai sikap religius dan sikap sosial disetiap mata
pelajaran. Dalam perspektif pembangunan berkelanjutan pada dasarnya
mengajarkan tata nilai, bahwa manusia dapat memahami dirinya dan makhluk
lain serta dapat memahami hubungannya dengan lingkungan alam dan sosial
yang lebih jelas.
Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran menggunakan konteks
ESD dapat mengarahkan siswa untuk memiliki keterampilan dalam
menyelesaikan masalah sehingga minat dan prestasi belajar siswa dapat
meningkat. Dengan menggunakan konteks ESD kedalam model pembelajaran
Flipped Classroom diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif
siswa dan siswa akan memiliki kesadaran atas nilai-nilai keberlanjutan
(sustainability awareness). Sustainability awareness merupakan kesadaran
berkelanjutan terkait lingkungan sekitar siswa atau dapat dikatakan juga
sebagai kesadararan untuk menjaga serta menghargai lingkungan dan
kehidupan disekitarnya. Sebaiknya Sustainability awareness dibangun sejak
dini karena Sustainability awareness merupakan komponen yang sangat
penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Kemudian dengan
belajar aktif siswa akan belajar lebih efektif dan konsisten ketika belajar suatu
konsep yang dikaitkan dengan kehidupan nyata, di dalam pembelajaran aktif
guru hanya sebagai pembimbing dan menyiapkan kondisi kelas untuk
pembelajaran, sedangkan siswa berpartisipasi aktif secara kognitif, emosional,
sosial dan fisik.
2.6. Deskripsi Materi Suhu dan perubahannya
A. Pengertian Suhu
Suhu menyatakan derajat panas benda. Secara mikroskopik, suhu
berkaitan dengan gerak partikel-partikel penyusun benda. Untuk benda
padat, berupa getaran atom- atom/molekul-molekul penyusun benda.
Semakin cepat getaran partikel-partikel benda, berarti suhu benda semakin
tinggi, dan sebaliknya (Widodo, dkk, 2017).
Pengukuran suhu dengan termometer memanfaatkan prinsip dari
kesetimbangan termal: energi panas akan pindah dari benda bersuhu tinggi
ke benda bersuhu rendah, hingga tingkat panaskeduanya sama (berada
pada kesetimbangan termal).
Pada dasarnya, suhu digunakan untuk menyatakan tingkatan panas
suatu benda secara akurat. Untuk mengukur suhu, diperlukan sebuah alat
ukur yang bernama thermometer. Dengan menggunakan thermometer, kita
dapat mengetahui suhu sebuah benda secara akurat (Widodo, dkk, 2017).
B. Alat ukur Suhu
Dengan secara kualitatif, kita dapat melihat bahwa suhu itu merupakan
sensasi dingin atau juga hangatnya suatu benda yang dirasakan pada saat
menyentuhnya, dengan ini kita dapat mengetahuinya dengan memakai alat
ukur yakni termometer. Suhu tersebut bisa diukur dengan memakai alat
termometer yang berisi air raksa atau alkohol. kata termometer ini diambil
dari dua kata yakni “thermo” yang artinya “panas” serta meter yang
artinya adalah “mengukur”. Adapun jenis dari thermometer yaitu :
 termometer alcohol
 termometer basal
 termometer merkuri
 termometer oral
 termometer Galileo
 termometer infra merah
 termometer cairan kristal
 termistor
Adapun thermometer yang sering digunakan antara lain:
 Termometer bulb (air raksa atau alkohol)
 Termometer spring
 Termometer nonkontak
 Termometer elektronik
Selain itu, ada cara untuk menentukan titik tetap bawah serta titik tetap
atas thermometer: yaitu :
 Titik tetap bawah (0°C) tersebut diambil dari suhu es yang sedang
mencair ditekanan 1 atm
 Titik tetap atas (100°C) tersebut diambil dari air yang sedang mendidih
ditekanan 1 atm
Diantara titik bawah serta titik atas tersebut dibagi menjadi seratus
bagian, pada tiap-tiap bagiannya itu disebut dengan satu derajat.
Perhatikan gambar pembagian derajat suhu dari keempat macam skala
thermometer dibawah ini:
:

Sumber: Dok Kemendikbud Gambar 1. Titik tetap bawah dan titik


tetap atas pada beberapa skala suhu rentang skala Celsius, Fahrenheit,
Reamur, dan Kelvin
Jadi pada perbandingan Skala Reamur, Celcius, serta Fahrenheit, ialah
R : C : F (+32) = 80 : 100: 180 (+32)
= 4 : 5 : 9 (+32)
Rumus skala pada thermometer:
 Untuk Mencari R dari C : R = 45 x C
 Untuk Mencari R dari F : R = (F – 32) x 49
 Untuk Mancari F dari R : F = (R x 94 ) + 32
 Untuk Mencari F dari C : F = (C x 95 ) + 32
 Untuk Mencari C dari R : C = 54 x R
 Untuk Mencari C dari F : C = (F – 32) x 59
 Untuk Mencari C dari K : C = K – 273
 Untuk Mencari K dari C : K = 273 + C (Widodo, dkk, 2017).
C. Pemuaian
Salah satu akibat dari terjadinya perubahan suhu yakni pemuaian.
Pemuaian merupakan bertambah besarnya ukuran pada suatu benda
disebabkan karena kenaikan suhu yang terjadi pada benda tersebut.
Kenaikan suhu yang tersebut terjadi menyebabkan benda itu mendapat
tambahan energi yang berupa kalor yang menyebabkan molekul-molekul
pada benda itu juga bergerak lebih cepat. tiap-tiap zat memiliki
kemampuan memuai yang berbeda beda. misalnya Gas, mempunyai
kemampuan memuai lebih besar ketimbang zat cair atau juga zat padat.
Adapun kemampuan memuai zat cair itu lebih besar ketimbang zat padat.
1. Pemuaian Zat Padat
Pemuaian zat padat merupakan jenis pemuaian yang terjadi pada suatu
benda padat. Dalam pemuaian zat padat terbagi menjadi 3 bagian
yaitu:
 Pemuaian panjang merupakan bertambahnya ukuran panjang suatu
benda, karena menerima kalor. Pada pemuaian panjang nilai lebar dan
tebal sangat kecil, dibandingkan dengan nilai panjang benda tersebut.
Jadi, lebar dan tebal dianggap tidak ada. Contoh benda yang cuma
mengalami pemuaian panjang aja adalah kawat kecil yang panjang
sekali.
 Pemuaian luas merupakan pertambahan ukuran luas suatu benda,
karena menerima kalor. Pemuaian luas terjadi pada benda yang
mempunyai ukuran panjang dan lebar, sedangkan tebalnya sangat kecil
dan dianggap tidak ada. Contoh benda yang mempunyai pemuaian luas
yaitu jendela kaca rumah.
 Pemuaian volume merupakan pertambahan ukuran volume suatu
benda, karena menerima kalor. Pemuaian volume terjadi benda yang
mempunyai ukuran panjang, lebar dan tebal. Contoh benda yang
mempunyai pemuaian volume yaitu seperti kubus, air, dan juga udara.
2. Pemuaian Zat Cair
Pemuaian zat cair ini tidsk melibatkan muai panjang ataupun muai
luas, tapi cuma dikenal sebagai muai ruang atau muai volume saja.
Jadi, semakin tinggi suhu yang diberikan pada zat cair, maka akan
semakin besar juga muai volumenya. Pemuaian zat cair buat masing-
masing jenis zat cair beda-beda, akibatnya walaupun mula-mula
volume zat cair sama tapi setelah dipanaskan volumenya jadi beda-
beda. Pemuaian volume zat cair terkait dengan pemuaian tekanan,
karena peningkatan suhu. Titik pertemuaan antara wujud cair, padat,
dan gas disebut dengan triple point.
3. Pemuaian Zat Gas
Gas mengalami pemuaian saat suhunya bertambah dan akan
mengalami penyusutan, jika suhunya menurun. Pada pemuaian zat gas,
tidak dikenal muai panjang dan juga muai luas, yang ada hanya muai
volume gas tersebut saja. kemudian, pada pemuaian gas terdapat 3
jenis pemuaian yaitu:
 Pemuaian gas saat isotermal merupakan pemuaian gas pada suhu tetap
berlaku hukum Boyle yang menyatakan kalo gas didalam ruang
tertutup yang suhunya dijaga tetap, maka hasil kali tekanan dan
volume gas adalah tetap.
 Pemuaian gas saat isobarik merupakan pemuaian gas pada tekanan
tetap berlaku hukum Gay Lussac yaitu gas didalam ruang tertutup
dengan tekanan dijaga tetap, maka volume gas sebanding dengan suhu
mutlak gas.
 Pemuaian gas saat isohkorik merupakan Pemuaian gas pada volume
tetap berlaku hukum Boyle-Gay Lussac yaitu kalo volume gas didalam
ruang tertutup dijaga tetap, maka tekanan gas sebanding dengan suhu
mutlaknya. (Widodo, dkk, 2017).
2.7. Penelitian yang Relevan
Pada dasarnya, penelitian tentang Penerapan Flipped Classroom Dalam
Konteks Education For Sustainable Development Untuk Meningkatkan
Kemampuan Kognitif dan membangun Sustainability Awareness siswa SMP
pada materi Suhu dan Perubahannya sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Berikut merupakan penelitian yang terkait dengan penelitian yang akan
dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irsa Indriati Pratiwi
(2019) tentang Penerapan PBL Dengan Konteks ESD Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Kognitif Peserta Didik diperoleh hasil, terjadi peningkatan hasil
belajar ranah kognitif pada materi pemanasan global dengan rata-rata nilai
gain ternormalisasi 0,69 pada kategori sedang, dan profil sustainability
awareness peserta didik dengan meantotal 0,71, dan nilai mean tertinggi
memprofilkan emotional awareness yaitu 0,99.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiastuti Putri (2019)
tentang Penerapan Model Real World Situation Problem Based Learning
Menggunakan Konteks ESD Dalam Meningkatkan Sustainability Awareness
Siswa Di Kelas X diperoleh hasil profil Sustainability Awareness siswa yang
terbagi menjadi 3 kategori yaitu Sustainability practice awareness dengan
presentase sebesar 28% sangat jarang dilakukan, Behavioral and attitude
awareness presentase 81,67% sering dilakukan dan Emotional awareness
dengan presentase 99,1% hampir selalu dilakukan oleh siswa. Menunjukkan
bahwa setelah kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Real World
Situation Problem Based Learning Menggunakan Konteks ESD dapat
meningkatkan profil Sustainability Awareness.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yulia Janatin (2019) tentang
Penerapan Model Flipped Classroom Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP yang menunjukan hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematis siswa kelas eksperimen sebesar 0.809, sedangkan rata-rata
peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematissiswakelas kontrol
sebesar 0.433. Selanjutnya hasil analisis dan pengolahan data menggunakan
uji–t dengan taraf signifikan 5%. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
thitung= 3.0438dan ttabel= 2.0024 dengan demikianthitung> ttabel, maka H0
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan pemahaman konsep matematis siswa menggunakan Model
Pembelajaran Flipped Classroom dengan model pembelajaran konvensional.
Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan Model
Pembelajaran Flipped Classroom lebih baik daripada model pembelajaran
konvensional.
2.8. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting (Sugiyono 2018). Kerangka berpikir adalah suatu inti dari
permasalahan atau teori yang dikembangkan dan dapat mendasari perumusan
hipotesis. Teori atau permasalahan yang dikembangkan akan memberikan
jawaban terhadap pendekatan pemecahan masalah yang menyatakan hubungan
antar variabel berdasarkan pembahasan teoritis.
Pembelajaran menggunakan konteks ESD dapat mengarahkan siswa untuk
memiliki keterampilan dalam menyelesaikan masalah sehingga minat dan
prestasi belajar siswa dapat meningkat. Dengan menggunakan konteks ESD
kedalam model pembelajaran Flipped Classroom diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan kognitif siswa dan siswa akan memiliki kesadaran
atas nilai-nilai keberlanjutan (sustainability awareness). Sustainability
awareness merupakan kesadaran berkelanjutan terkait lingkungan sekitar
siswa atau dapat dikatakan juga sebagai kesadararan untuk menjaga serta
menghargai lingkungan dan kehidupan disekitarnya. Kemudian dengan belajar
aktif siswa akan belajar lebih efektif dan konsisten ketika belajar suatu konsep
yang dikaitkan dengan kehidupan nyata, di dalam pembelajaran aktif guru
hanya sebagai pembimbing dan menyiapkan kondisi kelas untuk
pembelajaran, sedangkan siswa berpartisipasi aktif secara kognitif, emosional,
sosial dan fisik. Oleh karena itu kerangka berfikir yang akan peneliti lakukan
adalah bagaiaman penerapan flipped classroom dalam konteks ESD (variabel
bebas) untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan membangun
sustainability awareness (variabel terikat) siswa SMP pada materi suhu dan
perubahnnya.
2.9. Hipotesis
Menurut Rasimin (2018) hipotesis atau hipotesa adalah mengemukakan
jawaban sementara (masih bersifat dugaan) atas pertanyaan yang di ajukan
sebelumnya. Hipotesis penelitian dapat diperoleh dengan mengkaji berbagai
teori berkaian dengan bidang ilmu yang dijadikan dasar dalam perumusan
masalah. Dalam penelitian ini peneliti menentukan hipotesis yaitu terdapat
peningkatan kemampuan kognitif siswa dan Sustainability Awareness setelah
diterapkan Flipped Classroom dalam konteks ESD pada materi suhu dan
perubahannya.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan beberapa instrumen penelitian dalam mengukur hasil yang
didapatkan. Penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan angka, mulai
dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan
dari hasilnya, serta pemahaman akan kesimpulan penelitian akan lebih baik
jika disertai Tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain (Arikunto, 2014).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi-experiment.
Metode quasi-experiment merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan dan meramalkan yang akan terjadi pada suatu variabel manakala
diberikan suatu perlakuan tertentu pada variabel lainnya serta ditandai dengan
tidak dapat menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara
random (Arikunto, 2014)
Desain penelitian yang dipakai adalah The one group pretest-posttest
design. Arikunto (2014) menyatakan bahwa desain penelitian The one group
pretest-posttest design merupakan desain penelitian yang observasinya
dilakukan sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan sesudah eksperimen, dengan
observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut pre-test, dan
observasi sesudah eksperimen (O2) disebut post-test. Dengan menggunakan
desain ini, peneliti hanya akan meneliti satu kelas sehingga tidak diperlukan
kelas pembanding, sebelumnya pada kelas ini diberikan suatu tes awal
(pretest) untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa secara pasti. Setelah
diberikan tes awal, selanjutnya siswa akan diberi treatment yaitu
pembelajaran IPA-fisika dengan menggunakan model Flipped Classroom.
Setelah treatment selesai diberikan maka siswa akan diberikan tes akhir
(posttest) untuk mengetahui dengan pasti sejauh mana pengaruh
pembelajaran IPA-fisika dengan menggunakan model Flipped Classroom
terhadap peningkatan kemampuan kognitif. Desain penelitian The one group
pretest posttest design disajikan pada tabel 3.1
Tabel 3.1 Desain penelitian The one group pretest-posttest design

Pretest Treatment Posttest


O1 X O2
Keterangan :

O1 : pretest pada tes kemampuan kognitif

O2: posttest pada tes kemampuan kognitif

X : Treatment/ perlakuan (Flipped learning)

3.2. Partisipan dan Tempat Penelitian


Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah pihak sekolah, guru,
siswa dan observer. Dalampenelitian ini, peneliti memilih siswa kelas VII
SMP yang akan mempelajari materi Suhu dan Perubahannya. Penelitian ini
dilaksanakan di salah satu SMPN di Kota Gorontalo.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah flipped classroom dalam
konteks ESD. Sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif dan
sustainability awareness.
3.4. Populasi dan Sampel
Berdasarkan materi yang telah dipilih oleh peneliti yaitu suhu dan
perubahannya, maka subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP kelas VII
yang sedang mempelajari materi suhu dan perubahannya. Populasi dalam
penelitian adalah siswa kelas VII di salah satu SMP negeri di Kota Gorontalo.
Sampel sebanyak 25 siswa yang diambil sebanyak satu kelas yang sesuai dan
dapat dijadikan sebagai objek untuk penelitian. Teknik pengambilan sampel
yang diambil adalah convenience sampling, dimana penentuan kelas yang
digunakan sebagai kelompok subjek dalam penelitian ini dilakukan pada kelas
yang memungkinkan sebagai sampel.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes Kemampuan
Kognitif. Tes yang dilakukan berupa soal pilihan ganda sebanyak 10 soal
yang berkaitan dengan materi suhu dan perubahannya. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif setelah diterapkannya
model Flipped Classroom yang dialami siswa yang merupakan sampel
penelitian. Sebelum tes ini diberikan kepada siswa peneliti terlebih dahulu
melakukan judgment instrumen kepada dosen dan uji coba soal kepada siswa
yang sudah melakukan pembelajaran materi suhu dan perubannya (kelas yang
lebih tinggi dari sampel). Selain itu, peneliti juga membutuhkan hasil
observasi yang didapat selama kegiatan pembelajaran dan Sustainability
Awaraness terhadap lingkungan setelah penerapan model Flipped Classroom
dalam konteks ESD. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini peneliti
menggunakan tiga macam instrumen yang disajikan dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2 instrumen

No Variabel Penelitian Instrumen Tujuan


1 Model flipped Lembar observasi Observasi dengan
classroom dalam keterlaksanaan model menggunakan lembar
konteks ESD Flipped Classroom checklistsehingga
dalamkonteks ESD dapatmengetahui
keterlaksanaan
pembelajaran
2 Kemampuan kognitif Tes kemampuan Soal tes digunakan
kognitif, berupa soal ketika pretest dan post
pilihan ganda pada tes tuntuk mengetahui
materi Energi kelas VII peningkatan
kemampuan kognitif
3 Sustainability Angket Sustainability Berupa angket yang
awaraness awaraness diadaptasi dari jurnal
berjumlah 10 butir
untuk memprofilkan
Sustainability
Awareness siswa

3.4.1. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Flipped Classroom dalam


konteks ESD
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
pembelajaran dan respon siswa terhadap model pembelajaran Flipped
Classroom yang digunakan yaitu berupa lembar checklist. Di dalam lembar
checklist tersebut terdiri atas tujuh tahap pembelajaran dengan tujuh tahap
pembelajaran. Pada tahap pendahuluan peryataan yang ada pada lembar
observasi akan mengukur apersepsi dan motivasi yang dikaitkan dengan tiga
aspek dalam ESD yaitu aspek sosial, lingkungan dan ekonomi. Cara
mengolah data dalam lembar observasi ini, dengan cara membubuhkan tanda
checklist pada kolom penilaian jika kegiatan pembelajaran terlaksana dan
dengan pemberian skor ideal (SI) dan skor observasi (SO) 1 jika kegiatan
pembelajaran yang sesuai dan 0 jika kegiatan pembelajaran tidak sesuai.
Jumlah skor SI dan SO tidak selalu sama melainkan disesuaikan dengan
jumlah kegiatan pembelajaran yang ada pada lembar observasi. Sampel
lembar observasi yang digunakan seperti berikut.
Pertemuan ke :
Hari/tanggal :
Materi :
Berilah tanda checklist pada kolom ya jika kegiatan terlaksana atau tidak
jika kegiatan tidak terlaksana.

Tahapan Aspek Deskripsi keterlaksanaan Deskripsi keterlaksanaan


flipped ESD kegiatan kegiatan
classroom peserta
didik
Kegiatan Guru Kegiatan
peserta didik
Guru Ya Tidak Ya Tidak
Tahap 1
pendahuluan

3.4.2. Tes Kemampuan Kognitif


Bentuk tes yang digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa
baik sebelum maupun sesudah diterapkannya model Flipped Classroom
dalam konteks ESD yaitu berupa soal pilihan ganda yang berjumlah 10
soal. 5 soal tersebut ini mengacu pada dimensi kognitif taksonomi Bloom
revisi yang meliputi dimensi mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4),
dan mengevaluasi (C5). Matriks instrument tes kognitif disajikkan pada
Tabel 3.3.
Tabel 3.3 matriks instrument tes kognitif

No Indikator Soal Nomor Soal


C3 C4 C5
1 Menghitung perubahan suhu 1,2
2 Menganalisis perubahan suhu 3,9
pada kehidupan sehari-hari
3 Menghitung pemuaian zat 4,8
padat
4 Membandingkan skala suhu 6,7
5 Menghitung pemuaian zat gas 5,10

3.4.3. Angket Sustainability Awareness


Sustainability Awareness merupakan salah satu penunjang
keterlaksanaan konsep ESD yang memiliki arti sikap peduli yang
ditunjukkan oleh seseorang terhadap permasalahan lingkungan dengan
menghargai dan melestarikan lingkungan serta kehidupan di sekitarnya.
Untuk mengetahui Sustainability Awareness siswa pada materi energi
maka digunakan instrumen berupa angket dengan jumlah pernyataan 10.
Cara mengolah data anget profil Sustainability Awareness yaitu dengan
menggunakan skala Guttman. Skala Guttman merupakan salah satu skala
pengukuran yang dapat digunakan dalam soal pilihan ganda, skala
Guttman juga dapat digunakan dalam bentuk lembar checklist serta akan
mendapatkan jawaban yang tegas seperti “benar-salah”, “positif-negatif”
ya-tidak”, dan lain-lain dengan data berupa data interval. Pada skala
Guttman ini jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan skor terendah
nol, misalnya untuk jawaban ya diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi
skor 0. Kemudian data dibuat ke dalam bentuk persentase dengan cara
sebagai berikut:
jumla h skor yang diperole h
Presentase % = x 100%
jumla h skor maksimum
Setelah didapatkan hasilnya dengan menggunakan skala Guttman maka
untuk memprofilkan sustainability awareness diklasifikasikan berdasarkan
kriteria yang ada pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Persentase sustainability awareness

Persentase sustainability awareness Meaning


0 % - 50 % Practices that seldom or dislike to
be done
50 % - 70 % Practices that are done/happened
moderate/medium
70 % - 100 % Practices/feelings that are most
likely one/happened

3.5. Teknik Pengumpulan Data


3.5.1. Data Observasi
Data hasil observasi yang diperoleh dari lembar keterlaksanaan
pembelajaran oleh guru dan dua orang praktikan dianalisis dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Menjumlahkan kegiatan yang terlaksana dengan dengan menerapkan
model Flipped Classroomdalam konteks ESD dalam pembelajaran
b. Menghitung persentase keterlaksanaannya dengan menggunakan
rumus :
Σskor kegiatan yang terlaksana
:% keterlaksanaan pembelajaran = x 100%
Σskor total

Tabel 3.5. implementasi keterlaksanaan model pembelajaran

Keterlaksanaan Model Kriteria


Pembelajaran (KM) %
0,00 ≤x ≤25,00 Sangat kurang
25, 00<x ≤37,60 Kurang
37, 60 <x ≤62, 60 Sedang
62, 60 < x ≤87,60 Baik
87, 60 < x ≤100,00 Sangat baik
(Koswara, dalam mathari 2015),

3.5.2. Perhitungan Gain yang Dinormalisasi


Untuk mengukur peningkatan kemampuan kognitif siswa yang diperoleh
sebelum dan sesudah pembelajaran. Maka dihitunglah dengan
menggunakan nilai rata-rata gain yang dinrmalisasi. Perumusan rata-rata
gain yang dinormalisasi menurut Hake (1998, hlm 4) adalah sebagai
berikut:
¿ g≥%<G> ¿ ¿ % <Sf >−%< Si> ¿
%<G>max =
¿
100−% <Si>¿ ¿
Keterangan :
<g> = rata-rata gain yang dinormalisasikan
<G> = rata-rata gain actual
<G>max = rata-rata gain maksimum yang mungkin terjadi
<Sf> = nilai rata-rata posttest
<Si> = nilai rata-rata pretest
Nilai rata-rata N-Gainyang diperoleh kemudian diinterpretasikan kriteria
nilai gain disajikan dalam tabel 3.6

Nilai rata-rata N-Gain Kategori


(<g>) ≥ 0,7 Tinggi
0,7 > (<g>) ≥ 0,3 Sedang
(<g>) < 0,3 Rendah
(Hake, 1998).
3.5.3. Perhitungan Sustainability Awarenss
Sustainability Awareness merupakan salah satu penunjang
keterlaksanaan konsep ESD yang memiliki arti sikap peduli yang
ditunjukkan oleh seseorang terhadap permasalahan lingkungan dengan
menghargai dan melestarikan lingkungan serta kehidupan di sekitarnya.
Untuk mengetahui Sustainability Awareness siswa pada materi energi
maka digunakan instrumen berupa angket dengan jumlah pernyataan 10.
Cara mengolah data anget profil Sustainability Awareness yaitu dengan
menggunakan skala Guttman. Skala Guttman merupakan salah satu skala
pengukuran yang dapat digunakan dalam soal pilihan ganda, skala
Guttman juga dapat digunakan dalam bentuk lembar checklist serta akan
mendapatkan jawaban yang tegas seperti “benar-salah”, “positif-negatif”
ya-tidak”, dan lain-lain dengan data berupa data interval. Pada skala
Guttman ini jawaban dapat dibuat skor tertinggi satu dan skor terendah
nol, misalnya untuk jawaban ya diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi
skor 0. Kemudian data dibuat ke dalam bentuk persentase dengan cara
sebagai berikut:
jumlah skor yang diperoleh
Presentase % = x 100%
jumlah skor maksimum
Setelah didapatkan hasilnya dengan menggunakan skala Guttman maka
untuk memprofilkan sustainability awareness diklasifikasikan berdasarkan
kriteria yang ada pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Persentase sustainability awareness

Persentase sustainability awareness Meaning


0 % - 50 % Practices that seldom or dislike to
be done
50 % - 70 % Practices that are done/happened
moderate/medium
70 % - 100 % Practices/feelings that are most
likely one/happened
(hasan, dkk. 2010)

3.6. Teknik Analisis Data


Variabel yang hendak diukur dalam penelitian ini yaitu peningkatan
kemampuan kognitif siswa dan memprofilkan sikap Sustainability
Awarenesssetelah diterapkan model pembelajaran Flipped Classroom dalam
konteks Education For Sustainable Development (ESD). Instrument yang
digunakan untuk memprofilkan sikap Sustainability Awareness
menggunakan angket. instrument untuk mengukur peningkatan kemampuan
kognitif menggunakan tes kemampuan kognitif berupa soal pilihan ganda.
Sehingga untuk tes kemampuan kognitif dilakukan uji validitas kepada tim
ahli yaitu dosen.
3.6.1. Pemberian Skor
a. Pemberian skor untuk hasil tes kemampuan kognitif yaitu dengan
memberikan skor tertinggi 1 dan skor terendah sebesar 0.
b. .Pemberian skor untuk sustainability awareness yaitu dengan
memberikan skor yang menjawab “ya” adalah 1 dan yang menjawab
“tidak” adalah 0.
3.6.2. Teknik Analisis Instrumen
a. Uji Validtas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen, suatu instrumen dikatakan
valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2014).
Uji validitas dilakukan untuk memastikan seberapa baik suatu
instrumen digunakan untuk mengukur konsep yang seharusnya diukur.
Uji validitas dilakuakn dengan cara meminta pertimbangan kepada
para ahli (judgment) dan perhitungan statistik, selain itu mengujikan
soal kepada siswa yang lebih tinggi tingkatan kelasnya atau siswa yang
sudah mempelajari materi suhu dan perubahnnya. Sedangkan,
perhitungan secara statistik, nilai validitas dapat dihitung
menggunakan korelasi product moment. Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut:

ΝΣΧΥ −( Σ X ) (Σ Y )
rxy = ( N Σ X 2 ) −( Σ X 2 )( N Σ Y 2 )−( Σ Y 2 )

Keterangan:

rxy= Angka Indeks Korelasi “r” product moment (variabel x dan y)

N = Jumlah Responden

∑XY = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y

∑X= Jumlah seluruh skor x

∑Y= Jumlah seluruh skor y (Arikunto, 2014).

Sedangkan interpretasi dari nilai validitas soal adalah sebagai berikut:


Tabel 3. 5 Interpretasi validitas butir soal

rxy Kriteria
0.00 – 0.20 Sangat rendah
0.21 – 0.40 Rendah
0.41 – 0.60 Sedang
0.61- 0.80 Tinggi
0.81 – 1.00 Sangat tinggi
b. Uji Reliabilitas
Arikunto (2014) berpendapat bahwa reliabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik. Arikunto (2014) juga menambahkan bahwa instrumen
yang sudah reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya,
apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka
berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan 10 butir soal pilihan ganda untuk menguji kemampuan
kognitif siswa, sehingga reliabilitas dihitung dengan menggunakan
rumus:

n S ²−Σpq ²
r11 =( n−1 ) ( S² )
keterangan :

r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan


p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
𝑞 = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (𝑞= 1 − 𝑝)
∑𝑝𝑞= Jumlah hasil perkalian antara 𝑝 dan 𝑞
𝑛= banyaknya item
𝑆= standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)
Kategori nilai reliabilitas yang didapatkan dapat diterjemahkan
menggunakan standar yang dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:
Tabel 3. 6 Kategori uji reliabilitas

Koefisien kolerasi Kriteria


0,80 ≤ x ≤ 1,00 Sangat tinggi
00,60 ≤ x ≤ 0,79 Tinggi
,40 ≤ x ≤ 0,59 Cukup
0,20≤ x ≤ 0,39 Rendah
0,00 ≤ x ≤ 0,19 Sangat rendah

c. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan
rendah. Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan persamaan:
B A BB
DP= -
J A JB

Dengan
DP = Indeks daya pembeda
BA= banyaknya peserta tes kelompok atas
BB= banyaknya peserta tes kelompok bawah
JA = banyaknya peserta tes kelompok atas
JB = banyaknya peseta tes kelompok bawah
Implementasi daya pembeda dapat diihat pada tabel 3.7
Tabel 3.7 imp;ementasi daya pembeda

DP kategori
Negatif Tidak baik
0,00 –0,19 Jelek (poor)
0,20 –0,39 Cukup (satisfactory)
0,40 –0,69 Baik (good)
0,70 –1,00 Baik sekali (execellent)

d. Tingkat Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah
soal tersebut tergolong mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah
bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal
(Arikunto S. , 2014). Untuk menghitung tingkat kesukaran tiap butir
soal digunakan persamaan:
B
P=
JS

dengan,
𝑃 = indeks kesukaran
𝐵 = Nilai rata-rata soal
𝐽𝑠 = Skor
maksimum soal Interpretasi dari nilai indeks kesukaran yang diperoleh
disajikan pada Tabel 3.8.
Tabel 3. 8 Interpretasi indeks kesukaran

Batasan Kriteria
0.00 0 0.29 Sukar
0.30 – 0.69 Sedang
0.70 – 1.00 Mudah
DAFTAR PUSTAKA

Adinda Amelia, Muslim, Agus Fany Chandra (2020) KARAKTERISTIK


INSTRUMEN NON- TES SUSTAINABILITY AWARENESS
MENGGUNAKAN ANALISIS RASCH MODEL MATERI
PEMANASAN GLOBAL UNTUK SISWA SEKOLAH MENENGAH.
WaPFi (WahanaPendidikan Fisika) 2020, Vol.5 No.2,49-56. September
2020

Aisya Rahma Fadhilla, 2019. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN


ENTERPREUNERSHIP BERBASIS ESD (EDUCATION FOR
SUSTAINABLE DEVELOPMENT) DALAM UPAYA
MENUMBUHKAN NILAI ENTERPREUNER SISWA KELAS 3 DI SD
ISLAM KHALIFAH YOGYAKARTA. PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM SUNAN
KALIJAGA. YOGYAKARTA

Arikunto, Suharsimi. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ayu Nur Laily Choiroh, dkk., “Pengaruh Model Pembelajaran Flipped


ClassroomMenggunakan Metode Mind MappingTerhadap Prestasi dan
Kemandirian Belajar Fisika”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.7 (2018),
hal.2.

Budi Sri Hastuti, Pendidikan untuk Pengembangan Berkelanjutan (Education for


Sustainable Development) dalam Perspektif PNFI (Implementasi ESD
pada Program PNFI), Jurnal Andragogia, Vol.1, No.1, 2009, hlm.46

Bulan Prabawan, 2021. Education for Sustainable Development: Pembentukan


Karakter dan Perilaku Berkelanjutan. PENERBIT ARTI BUMI
INTARAN. Yogyakarta

Dayanto. 2012. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Endah Loeloek Poerwati, Panduan Memahami Kurikulum 2013, (Jakarta: PT.


Prestasi Pustakarya, 2013)

Fradila Yulietri, Mulyoto, Dan Leo Agung S. Model Flipped Classroom Dan
Discovery Learning Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Ditinjau Dari Kemandirian Belajar, h. 2-3.
Heni Wulandari, Uns (Sebelas Maret University, 2014), h. 19-20 (Online)
Tersedia Di: Https://Scholar.Google.Co.Id/Scholar?
Hl=Id&As_Sdt=0%2C5&Q=Pengaruh+Flipped+Classroom+Terhadap+Ke
mandirian&Btng=#D=Gs_Qabs&U=%23p%3deeprmp4cxgij(Diakses
Pada 18 Juni 2021; 19:44)

Herry Novis Damayanti Dan Sutama, Efektivitas Flipped Classroom Terhadap


Sikap sikap dan keterampilan belajar Smk, h. 3. (online) tersedia di:
Http://Journals.Ums.Ac.Id/Index.Php/Jmp/Article/View/1799, (Diakses
Pada 20 Jun 2021: 16.30)

Ida Rindaningsih, “Efektifitas Model Flipped Classroom dalam Mata Kuliah


Perencanaan Pembelajaran Prodi S1 PGMI UMSIDA”, Seminar Nasional
FKIP UMSIDA, Vol. 1 (2018), hal. 2.

Irsa Indriati Pratiwi, Agus Fany Chandra Wijaya, Taufik Ramlan Ramalis.
Penerapan PBL Dengan Konteks ESD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Kognitif Peserta Didik Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal)
SNF2019 VOLUME VIII, DESEMBER 2019

Kemenkominfo, minggu 7 maret 2021.diakses dari :

https://mediaindonesia.com/humaniora/389057/kemenkominfo-89-
penduduk-indonesia-gunakan-smartphone

Kementerian Pendidikan Nasional (KPN). (2010). Model Pendidikan untuk


Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development/
ESD) melalui kegiatan Intrakulikuler. Jakarta: Balitbang Kemdiknas.

Mochtar, N. E., Hasnah Gasim, H., lndrastuti, N., Wijiasih, A., Suryana, C.,
Restuningsih, K., et al. (2014). PENDIDIKAN UNTUK
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Education for Sustainable
Development) di INDONESIA. Jakarta: Komisi Nasional Indonesia untuk
UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Mohammad Ali, Curriculum Development for Sustainable Development,


(Bandung:UPI Press, 2017), hlm.104.

Mohammad Ali, Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional : Menuju bangsa


Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi, ( Bandung : Imperial
Bhakti Utama, 2009), hlm. 105

Naurah Dewi Kurnia, Agus Fany Chandra, David Edison Tarigan. 2020.
PENGEMBANGAN INSTRUMEN SUSTAINABILITY AWARENESS
DALAM MATERI ALAT-ALAT OPTIK PADA SISWA SEKOLAH
MENEGAH ATAS. WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika) 2020, Vol.5
No.2,16-23. SEPTEMBER 2020.
Nursadiah, Suyana, I., & Ramalis, T. R. (2018). Profil Sustainability Awareness
Siswa Melalui Integrasi ESD Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Pada Topik Energi di SMP . Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI
) 2018 , 207-212.
Nursadiah, Suyana, I., & Ramalis, T. R. (2018). Profil Sustainability Awareness
Siswa Melalui Integrasi ESD Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Pada
Topik Energi di SMP . Prosiding Seminar Nasional Fisika (SINAFI) 2018
, 207-212.

Priyanto, Yuli,M. Sasmito Djati, Soemarno, dan Zaenal Fanani. Pendidikan


Berperspektif Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan.
Wacana.Vol. 16.No. 1, 2013.

Rasimin. 2018. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Mitra Cendekia.


Shohib Dan Anistyasari, Yeni. (2017). Pengeruh Model Pembelajaran Flipped
ClassroomTerhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Racang
Bangun Jaringan Di SMKNegeri 3 Buduran Siduarjo. Jurnal It –Edu.Vol
02 No 02

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV


Alfabeta

Sukini. (2019). Penerapan Pembelajaran Guided InquiryBerbasis Pendekatan


saintifik untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Kognitif Biologi
Siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 3 Dumai. Journal of Natural Science
and Integration, 105-121.

Sukirman. (2012). Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: PT. Pustaka


Insan Madani.

Tiastuti Putri, Irma Rahma Suwarma, Agus Danawan, Agus Fany Candra Wijaya.
PENERAPAN MODEL REAL WORLD SITUATION PROBLEM
BASED LEARNING MENGGUNAKAN KONTEKS ESD DALAM
MENINGKATKAN SUSTAINABILITY AWARENESS SISWA DI
KELAS X SNF2019-PE-419 Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-
Journal) SNF2019. VOLUME VIII, DESEMBER 2019

Tim penyusun, Kamus besar Bahasa Indonesia, diakses di


http://kbbi.web.id/mampu, pada tanggal 18 Juni 2021.
Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hlm.1

Wahono Widodo, Fida Rachmadiarti, dan Siti Nurul Hidayati. 2017 Ilmu
Pengetahuan Alam/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Edisi
Revisi. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud

Yanti Shantini, “Penyelenggaraan Efsd Dalam Jalur Pendidikan Di Indonesia” .


JurnalPedagogia : Ilmu Pendidikan Volume 13 No 1 2015, hlm. 137

Yulia Janatin. 2019. Penerapan Model Flipped Classroom Untuk Meningkatkan


Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP. FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
PENERAPAN FLIPPED CLASSROOM DALAM KONTEKS EDUCATION
FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOGNITIF DAN MEMBANGUN SUSTAINABILITY
AWARENESS SISWA SMP PADA MATERI SUHU DAN
PERUBAHANNYA

PROPOSAL

(Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Mengikuti Ujian Proposal Pada Program


Studi Pendidikan Fisika Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo)

OLEH :

ANDI ISKANDAR

NIM : 421417006

PROGRAM STUDI PRNFIFIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021

Anda mungkin juga menyukai