Anda di halaman 1dari 14

INKORPORASI EKSTRAK BIOAKTIF DAUN KELOR (Moringa

Oleifera) DALAM HIDROGEL BERBASIS KARBOKSIMETIL


SELULOSA DAN ASAM MALEAT DENGAN PENGISI SELULOSA
BAKTERI TEH KOMBUCHA

PROPOSAL TESIS

TANTY NAOMI BORU SIAHAAN


NIM: 217006006

PROGRAM PASCASARJANA KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Pembatasan Masalah
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6


2.1 Tanaman Kelor 6
2.2 Selulosa Bakteri 7
2.3 Hidrogel 8
2.7.5 Antibakteri dan Antifungi 14
2.7.5.1 Antibakteri 14
2.7.5.2 Antifungi 15

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 17


3.1 Waktu dan Tempat 17
3.2 Alat dan Bahan 17
3.2.1 Alat 17
3.2.2 Bahan 17
3.3 Prosedur Penelitian 18
3.3.1 Preparasi dan Karakterisasi Selulosa Bakteri dari Teh
Kombucha (SBTK) 18
3.2.2 Preparasi Ekstrak Etanol Daun Kelor dan Analisis Komponen Kimia
dengan GC-MS 18
3.2.3 Inkorporasi EEDK dalam hidrogel berbasis KMS dan asam
maleat (AM) dengan pengisi SBTK 19
3.1.4 Pengujian efisiensi inkorporasi dengan perendaman dalam etanol
dan uji GC-MS 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Selain sebagai bahan sumber makanan, sumber daya alam tumbuhan juga sering
dimanfaatkan sebagai bahan obat alami. Salah satu contoh tumbuhan yang telah
digunakan sebagai bahan obat tradisional adalah tumbuhan kelor (Moringa oleifera).
Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat pedesaan telah lama memanfaatkan kelor
baik sebagai obat tradisional, sayuran, maupun makanan ternak. Keberadaan tumbuhan
kelor sangat mudah didapatkan di seluruh wilayah Indonesia, [1]. Berbagai senyawa
metabolit dari tanaman kelor dilaporkan dapat berfungsi sebagai stimulan jantung dan
peredaran darah, memiliki sifat antitumor, antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi,
antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan, antibakteri dan antijamur. [2].
Dalam hal lain, selulosa bakteri telah lama dikenal sebagai senyawa selulosa,
dengan kemurnian tinggi (>99 %), yang disintesis oleh golongan bakteri seperti bakteri
acetobacter xylinum, dari bahan baku sukrosa dan nutrisi mineral, yang membentuk
biofilm sebagai media hidup bakteri. Selulosa bakteri memiliki rumus molekul sama
dengan selulosa tanaman, yaitu (C6H10O5)n, akan tetapi struktur fisika serat selulosa
bakteri berdiameter halus (<100 nm) dan membentuk jaringan sehingga dapat mengikat
air sampai 95 % dari berat total biofilm yang dihasilkan. Sebagai nanoserat (dengan
diameter <100 nm), selulosa bakteri sangat luas digunakan pada banyak industri,
seperti: industri biomedis, produksi kertas, industri makanan, dan kosmetika, [3].
Hidrogel adalah jaringan tiga dimensi dari polimer hidrofilik yang mampu
mengikat air sampai > 500% dari berat padatannya. Hidrogel juga merupakan jarngan
polimer interpenetrasi (IPN) berbsis air, sehingga mampu menjadi media inkorporasi
maupun imobilisasi berbagai bahan bioaktif berkhasiat sebagai obat herbal, suplemen
makanan bergizi, maupun produk kosmetika. Hidrogel juga mempunyai
biokompatibilitas yang baik terhadap jaringan tubuh, dan tidak mempunyai sifat
toksisitas. Akan tetapi, kekuatan mekanik dan daya adsorpsi hidrogel perlu
ditingkatkan, misalnya dengan menggunakan bahan pengisi nanosert maupun
nanokristal, [4]. Untuk itu, selulosa bakteri teh kombucha (SBTK) dipilih sebagai
kandidat yang menjanjikan sebagai bahan pengisi hidrogel, sehubungan kekuatan
mekanis dan sifat kompatibilitasnya yang tinggi.
Dalam penelitian ini, SBTK disiapkan menggunakan seduhan teh hitam
kombucha sebagai inokulan, [5]. Sedangkan ekstrak etanol daun kelor (EEDK)
dipreparasi dengan metode maserasi dalam pelarut etanol absolut, [6]. Inkorporasi in-
situ dari EEDK dilakukan dalam matrik karboksimetil selulosa (KMS), [7], dengan
monomer interpenetrasi asam maleat (AM), [8], bahan pengikat silang metilena
bisakrilamida (MBA), dan inisiator kaliumpersulfat (KPS), [9]. Pengujian sifat
pelepasan lambat dari EEDK dilakukan dengan analisis khromatografi (GCMS) setelah
perendaman dalam pelarut etanol absolut.

1.2 Masalah Penelitian

1. Bagaimana preparasi dan karakterisasi selulosa bakteri dengan inokulan seduhan


teh hitam kombuca (SBTK) dan sukrosa?

2. Bagaimana preparasi ekstrak etanol daun kelor (EEDK) dan analisis komponen
kimia metabolit bioaktifnya dengan kromatografi GC-MS?

3. Bagaimana prosedur oprimum inkorporasi EEDK dalam hidrogel berbasis


karboksimetil selulosa (KMS) dan asam maleat (AM) dengan pengisi SBTK, pengikat
silang MBA, dan inisiator KPS?

4. Bagaimana efisiensi inkorporasi EEDK dalam hidrogel KMS/AM/MBA/STBK


dengan analisis GC-MS setelah perendaman dalam etanol absolut?

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Selulosa bakteri yang digunakan berasal dari fermentasi teh kombuca
2. Monomer yang digunakan untuk pembuatan hidrogel adalah asam maleat (AM),
kalium persulfat (KPS) sebagai inisiator dan N’N-metilen bisakrilamida (MBA)
sebagai crosslinker
3. Ekstrak daun kelor diperoleh dari proses maserasi ekstrak daun kelor
1.4 Tujuan Penelitian

1. Prosedur preparasi fermentasi dan karakterisasi selulosa bakteri dari seduhan teh
kombuca (SBTK) dan sukrosa

2. Metode preparasi maserasi ekstrak etanol daun kelor (EEDK) dan analisis
komponen metabolit kimianya dengan kromatografi GC-MS

3. Prosedur optimum inkorporasi EEDK dalam hidrogel berbasis karboksimetil


selulosa (KMS) dan asam maleat (AM) dengan pengisi SBTK, pengikat silang
MBA, dan inisiator KPS

4. Karakteristik efisiensi inkorporasi EEDK dalam hidrogel KMS/AM/MBA/STBK


dengan analisis GC-MS setelah peredaman dalam etanol absolut

1.5 Metodologi Penelitian

1. Preparasi selulosa bakteri dari seduhan teh kombucha(SBTK) melalui fermentasi


teh hitam, analisa gugus fungsi dengan FT-IR
2. Preparasi ekstrak etanol daun kelor(EEDK) dan analisis komponen kimia dalam
EEDK dengan analisa GC-MS
3. Inkorporasi EEDK dalam hidrogel berbasis karboksimetil selulosa(KMS) dan asam
maleat dengan pengisi selulosa bakteri dari teh kombucha. Karakterisasi hidrogel
dengan uji daya serap air, FT-IR, derajat ikat silang, sifat termal dan kristalinitas
4. Pengujian efisiensi inkorporasi dengan perendaman dalam etanol dan uji pelepasan
GC-MS
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelor (Moringa oleifera)


Tanaman kelor Moringa oleifera, (Gambar 1) termasuk dalam keluarga
Moringaceae yang kaya akan nutrisi karena adanya berbagai kandungan esensial
fitokimia dalam daun, polong dan bijihnya. Bijih kelor dilaporkan mengandung vitamin
C 7 kali lebih banyak dari jeruk, vitamin A 10 kali lebih banyak dari wortel, kalsium 17
kali lebih banyak dari susu, protein 9 kali lebih banyak dari yoghurt, potasium 15 kali
lebih banyak dari pisang dan zat besi 25 kali lebih banyak dari bayam [10].

(a) (b)
Gambar 1. (a) Tanaman kelor Moringa oleifera, (b) serbuk kering daun kelor
Daun kelor telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan sayuran dan
bahan obat yang kaya akan bahan antioksidan, [3]. Daun kelor telah digunakan untuk
pengobatan berbagai penyakit mulai dari malaria dan demam tifoid hingga hipertensi
dan diabetes. Ekstrak daun kelor dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri
gram positif dan gram negatif patogen, dan memiliki proporsi asam amino esensial yang
tertinggi dan jumlah mineral yang signifikan, [11]. Moringa oleifera juga kaya akan
senyawa seperti glucosinolates dan isothiocyanates, [12], dan kulit batangnya telah
dilaporkan mengandung alkaloid yaitu moringinin dan moringin. Bunganya
mengandung pigmen seperti alkaloid, kaempferol, rhamnetin, isoquercitrin dan
kaempferritin, [13].
Karena tingginya konsentrasi antioksidan, daun kelor dapat digunakan pada
pasien dengan kondisi inflamasi, termasuk kanker, hipertensi, dan kardiovaskular
penyakit, [14]. Karoten yang ditemukan dalam daun kelor telah terbukti bertindak
sebagai antioksidan. Antioksidan memiliki efek maksimal pada kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas hanya ketika mereka tertelan dalam kombinasi.
Kombinasi antioksidan yang terdapat pada daun kelor terbukti lebih banyak efektif
daripada antioksidan tunggal, mungkin karena mekanisme sinergis dan peningkatan
antioksidan. Sebuah studi baru-baru ini pada anak-anak menunjukkan bahwa daun kelor
bisa menjadi sumber penting vitamin A, [15].
Hasil uji fitokimia pada ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera L.)
menunjukkan adanya kandungan senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid merupakan
senyawa organik terbanyak yang ditemukan di alam. Senyawa ini biasanya ditemukan
pada daun-daunan yang memiliki rasa pahit. Hampir semua alkaloid yang ditemukan di
alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada juga
yang sangat berguna dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin, dan stiknin adalah
alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis serta psikologis. Fungsi senyawa
alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai zat racun untuk melawan serangga atau hewan
pemakan tanaman dan sebagai faktor pengaruh pertumbuhan. Kegunaan lain dari
senyawa ini di bidang farmakologi sebagai stimulan sistem saraf, obat batuk, obat tetes
mata, sedative, obat malaria, kanker, dan anti bakteri. Selain itu, senyawa alkaloida
dapat mempercepat kesembuhan luka dengan meningkatkan Transforming Growth
Factor α1 (TGFα1) dan Epidermal Growth Factor (EGF) (Porras-Reyee et al., 1993 ;
Dong et al., 2005).

2.2 Selulosa Bakteri


Selulosa adalah polimer alami glukosa yang paling melimpah, yang umumnya
terdapat sebagai komponen utama tumbuhan dan alam serat seperti kapas. Selulosa
adalah homopolimer karbohidrat yang terdiri dari: Unit -D-glukopiranosa bergabung
bersama oleh ikatan 1,4-glikosidik, [16]. Selulosa bakteri (SB) adalah polimer alam
potensial yang disintesis oleh bakteri dan karena keunikannya sifat struktural dan
mekanik, dibandingkan dengan selulosa tanaman yang lebih tinggi; SB diharapkan
menjadi bahan yang menarik untuk digunakan, [17].
Selain biodegradable, tidak beracun dan biokompatibel, salah satu keuntungan
utama dari selulosa bakteri (SB) dibandingkan selulosa nabati adalah kemurnian aslinya
yang unik yang memungkinkan untuk pemanfaatan langsung. Secara kimia SB setara
dengan selulosa tanaman, tetapi bebas dari produk sampingan seperti lignin, pektin,
hemiselulosa dan konstituen lain dari lignoselulosa bahan, [18]. SB diperoleh dengan
fermentasi yang menghasilkan biofilm dan hanya mengandung sisa-sisa mikroba, nutrisi
dan metabolit sekunder lainnya yang dapat dengan mudah dibersihkan, menghasilkan
selulosa murni.
Kombucha merupakan hasil fermentasi minuman yang disiapkan menggunakan
seduhan teh hitam atau teh hijau atau dari rumput laut kombucha, (Gambar 2). Kultur
kombucha terdiri dari tumbuhan simbiosis bakteri penghasil asam dan spesies ragi
osmofilik dalam zoogleal.

(a) (b) (c)


Gambar 2. (a) Rumput laut kering kombucha, (b) seduhan teh kombucha, (c)
fermentasi seduhan teh kombucha
Selama fermentasi teh kombucha, biofilm berbasis selulosa terbentuk pada
antarmuka udara-cair. Biofilm ini adalah simbiosis kultur bakteri dan ragi yang
umumnya dikenal sebagai jamur teh. Populasi mikroba dalam biofilm kombucha
mungkin bervariasi, tetapi umumnya termasuk spesies bakteri Acetobacter, berbagai
Saccharomyces dan sejumlah jenis ragi lainnya. Selain itu, Acetobacter juga dapat
mempolimerisasi residu glukosa membentuk lembaran selulosa bakteri yang
mendukung kultur mikroba., [19].

2.3 Hidrogel
Hidrogel merupakan jaringan polimer yang mengembang secara ekstensif bila
menyerap air mencapai 500 % dari berat padatannya. Gel hidrofilik yang biasanya
disebut sebagai hidrogel adalah jaringan rantai polimer yang kadang-kadang ditemukan
sebagai gel koloid, [20]. Definisi lain hidrogel adalah bahan polimer yang menunjukkan
kemampuan untuk mengembang dan menahan sebagian besar air dalam strukturnya,
tetapi tidak akan larut dalam air. Hidrogel mendapat perhatian yang cukup besar dalam
50 tahun terakhir, karena kemungkinan pemanfaatannya dalam berbagai aplikasi.
Hidrogel juga memiliki tingkat fleksibilitas yang sangat mirip dengan jaringan alami
karena kandungan airnya yang besar.
Hidrogel dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan: sifat kimia atau fisik
dari cross-link junction. Jaringan ikatan silang secara kimiawi memiliki sambungan
permanen, sedangkan jaringan fisik memiliki persimpangan sementara yang muncul
dari keterikatan rantai polimer atau interaksi fisik. Selain itu, hidrogel digunakan dalam
berbagai bentuk fisik, yang bisa berupa bentuk padat (soflens), matriks padat (tablet
atau kapsul) untuk konsumsi oral, mikropartikel (sebagai pembawa bio-perekat), pelapis
(pada implan atau kateter), membran atau lembaran,pada pelepasan obat, padatan
terenkapsulasi dan cairan yang membentuk gel saat dipanaskan atau didinginkan, [21],
22].
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascasarjana FMIPA USU,
analisis gugus fungsi dengan menggunakan Fourier Transform Infrared
Spectroscopy (FTIR) di Laboratorium Terpadu Universitas Lampung, analisis
sifat morfologi dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilakukan
di Laboratorium Forensik Mabes Polri Jakarta, dan analisa GC-MS di
Laboratorium Bea Cukai, Belawan.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas, panic
aluminium, termometer, sampel cup, statif dan klem, magnetic stirrer, hot
plate, oven, desikator, set peralatan FT-IR, set peralatan GC-MS 7890B dan set
peralatan SEM Agilent.

3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hitam, sukrosa,
asam maleat, Kalium Persulfat, N’N-Metilen Bisakakrilamida (Sigma
Aldrich), kloroform (CHCl3) (E.Merck), Buffer fosfat (E.Merck),ekstrak daun
kelor dan Aquadest.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Preparasi dan Karakterisasi Selulosa Bakteri dari Teh Kombucha (SBTK)
Preparasi SBTK dilakukan dengan penambahan 2 g teh hitam pada air suling yang telah
dipanaskan pada suhu 1050C dengan penambahan 50 g sukrosa lalu didinginkan pada
suhu ruangan, kemudian ditambahkan 50 ml ekstrak kombucha dan difermentasi selama
7 hari. Lembaran biofilm SBTK hasil fermentasi direndam dengan 0.5 N NaOH selama
1 jam lalu dicuci dengan air suling hingga pH netral dan dikeringkan. Hasil SBTK
kering dikarakterisasi struktur kimianya, morfologi dan sifat termalnya, masing-masing
dengan spektroskopi FT-IR, mikroskopi SEM, dan gravimetri/kalorimetri TGA/DSC.
3.2.2 Preparasi Ekstrak Etanol Daun Kelor dan Analisis Komponen Kimia dengan
GC-MS
Daun kelor segar yang telah dikeringkan, dihaluskan menggunakan blender.
Serbuk kering daun kelor dimaserasi dengan etanol. Sebanyak 25 mg serbuk kering
daun kelor dimasukkan dalam labu ukur 25 mL lalu ditambahkan pelarut etanol sampai
tanda batas. Proses maserasi dilakukan selama 3x24 jam dan penyaringan dilakukan
setiap 1x24 jam. Maserat total yang diperoleh dievaporasi menggunakan vacum rotary
evaporator pada suhu 400C untuk memisahkan pelarut dengan ekstrak. Dilakukan
analisa komponen kimia pada EEDK yang dihasilkan dengan khromatografi GC-MS

3.2.3 Inkorporasi EEDK dalam hidrogel berbasis KMS dan asam maleat (AM)
dengan pengisi SBTK
Hidrogel berbasis KMS dengan asam maleat, pada tahap ini KMS ditambahkan dengan
AM dengan perbandingan 1:1 lalu ditambahkan SBTK sebagai filler kemudian
ditambahkan inisiator KPS 0.08 g sambil diaduk selama 15 menit pada suhu 60 oC
kemudian ditambahkan metilena bisakrilamida (MBA) 0.10 g sambil diaduk selama 3
jam pada suhu 60oC. Campuran dituangkan pada plat kaca kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 45 oC selama 24 jam. Sampel hidrogel diuji daya serap air, FT-
IR, derajat ikat silang, sifat termal dan kristalinitas.

3.1.4 Pengujian efisiensi inkorporasi dengan perendaman dalam etanol dan uji
GC-MS
Hidrogel berbasis KMS/AM/SBTK inkorporasi EEDK diuji efisiensi dan selektivitas
dengan uji pelepasan dalam air suling dan analisis GC-MS.
DAFTAR PUSTAKA

Rizkayanti, 2017. Antioxidant Activity Tests of Water and Ethanol Extracts of Moringa
(Moringa oleifera LAM) Leaves. ISSN 2302-6030 (p), 2477-5185 (e)
Gopalakrishnan, 2016. Title: Moringa Oleifera: A Review on Nutritive Importance
and its Medicinal Application
Bhavana, V. 2018. Bacterial Cellulose-Based Hydrogels:ynthesis, Properties, and
Applications. doi.org/10.1007/978-3-319-76573-0_2-1
Arikibe, J.E. 2021. Bacterial Cellulose/Chitosan Hydrogels Synthesized In situ for
Biomedical Application. Journal of Applied Biosciences 162: 16675 - 16693 ISSN
1997-5902
Ananda, S. 2020. A comparison of kombucha SCOBY bacterial cellulose purification
Methods. doi.org/10.1007/s42452-020-1982-2
Husni, E. 2021. The Effect of Ethanol Extract of Moringa Leaf (Moringa oleiferaLam)
Against the Activity and Capacity of Phagocytosis of Macrofag Cells and the
Percentage of Leukosit Cells of White Mice. 10.5530/pj.2021.13.90
Chen, W. 2019. High-strength, tough, and self-healing hydrogel based on
carboxymethyl cellulose. 10.1007/s10570-019-02797-z(0123456789().,-
volV()0123456789().,-volV)
Astrini, N. 2016. THE EFFECT OF METHYLENE BISACRYLAMIDE (MBA) ON
THE PRODUCTION OF CELLULOSE BASED SUPERABSORBENT HYDROGEL
TOWARD WATER SORPTION BEHAVIOUR.
Huang, C. 2017. Enhancing the self-recovery and mechanical property of hydrogels by
macromolecular microspheres with thermal and redox initiation systems. DOI:
10.1039/c7ra00317j
J.L. Rockwood, B.G. Anderson, D. a. Casamatta, Potential uses of Moringa oleifera and
an examination of antibiotic efficacy conferred by M. oleifera seed and leaf extracts
using crude extraction techniques available to underserved indigenous populations, Int.
J.Phytothearpy Res. 3 (2013) 61–71.
O.S. Ijarotimi, O. Adeoti, O. Ariyo, Comparative study on nutrient composition,
phytochemical, and functional characteristics of raw, germinated, and fermented
Moringa
oleifera seed flour, Food Sci. Nutr. 1 (2013) 452-463.
B. Sallau, S.B. Mada, S. Ibrahim, U. Ibrahim, Effect of boiling , simmering and
blanching on the antinutritional content of Moringa oleifera Leaves, Int J Food Nutr
Saf., 2 (2012) A.A. Abou-zaid, A.S. Nadir, Quality Evaluation of Nutritious Chocolate
and Halawa
Tahinia Produced with Moringa (Moringa oleifera ) Leaves Powder, Middle East J Appl
Sci.4 (2014) 1007–1015.
O.S. Ijarotimi, O. Adeoti, O. Ariyo, Comparative study on nutrient composition,
phytochemical, and functional characteristics of raw, germinated, and fermented
Moringa oleifera seed flour, Food Sci. Nutr. 1 (2013) 452-463.
A.K. Arise, R.O. Arise, M.O. Sanusi, O.T. Esan, S.A. Oyeyinka, Effect of Moringa
oleifera flower fortification on the nutritional quality and sensory properties of weaning
food. Croatian Journal of Food Science and Technology. 6 (2014) 65-71.
Qin C, Soykeabkaew N, Xiuyuan N, Peijs T (2008) The effect of fibre volume fraction
and mercerization on the properties of all-cellulose composites. Carbohydr Polym
71(3):458 467
Mohite BV, Patil SV (2014) A novel biomaterial: bacterial cellulose and its new era
applications. Biotechnol Appl Biochem 61(2):101–110
Rahman, M.M., and Netravali, A.N. (2016) Aligned bacterial cellulose arrays as
―Green‖ nanofibers for composite materials. ACS Macro Lett 5: 1070–1074.
Jayabalan R, Malbaša RV, Lončar ES, Vitas JS, Sathishkumar M (2014) A review on
kombucha tea—microbiology, composition, fermentation, beneficial effects, toxicity,
and tea fungus comprehensive. Rev Food Sci Food Saf 13:538–55
Ahmed EM (2015) Hydrogel: preparation, characterization, and applications:a review. J
Adv Res 6:105–121
Ebara M et al (2014) Smart hydrogels. In: Ebara M et al (ed) Smart Biomaterials.
Springer,
Japan, pp 9–65
Esa, F. 2014. Overview of Bacterial Cellulose Production and Aplication. the Scientific
Committee of CAFEi2014. doi: 10.1016/j.aaspro.2014.11.017.

Anda mungkin juga menyukai