Anda di halaman 1dari 77

EVALUASI TEKNIK BUDIDAYA CABAI SEBAGAI KOMODITI URBAN

FARMING PADA KECAMATAN TAMALATE DALAM RANGKA


MENUNJANG KETERSEDIAAN PANGAN

RINA YUNIARSIH HASYIM


G111 13 065

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
EVALUASI TEKNIK BUDIDAYA CABAI SEBAGAI KOMODITI URBAN
FARMING PADA KECAMATAN TAMALATE DALAM RANGKA
MENUNJANG KETERSEDIAAN PANGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Agroteknologi


Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

RINA YUNIARSIH HASYIM


G11113065

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Evaluasi teknik budidaya Cabai Sebagai Komoditi Urban
Farming Pada Kecamatan Tamalate dalam rangka Menunjang
Ketersediaan Pangan

Rina Yuniarsih Hasyim, Novaty Eni Dungga , Cri Wahyuni Brahmiyanti


Email : rinayuniarsihhasyim@yahoo.com

RINGKASAN

Cabai merupakan salah satu kebutuhan pangan masyarakat Indonesia yang


merupakan salah satu penyumbang inflasi dan ketersediaannya bersifat musiman.
Ketersediaan cabai yang cukup sepanjang waktu diharapkan dapat menstabilkan
harga cabai dan mencegah inflasi. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Kota
Makassar membuat konsep urban farming dengan program BULo (Badan Usaha
Lorong). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keberhasilan kegiatan budidaya
cabai sebagai komoditi urban farming pada Kecamatan Tamalate dalam rangka
menunjang ketersediaan pangan dan permasalahan yang terjadi selama program
dijalankan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melakukan
observasi dan wawancara pada 22 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan
keberhasilan kegiatan urban farming tanaman cabai berdasarkan penerapan SOP
(Standar Operasional Prosedur) budidaya cabai di Kecamatan Tamalate Kota
Makassar mencapai 52% dengan persentase penerapan SOP teknik budidaya cabai
yaitu teknik penyemaian (38%), teknik penanaman (67%), teknik pemeliharaan
(50%) dan teknik panen (52%) dan untuk penerapan urban farming yang dilakukan
yaitu sistem vertikultur. Rata-rata produksi cabai di Kecamatan Tamalate yaitu 1,2
kg/pohon. Produksi cabai di Kecamatan Tamalate tertinggi yaitu Kelurahan
Barombong yaitu 1,6 kg/pohon dengan persentase 29,96% dan produksi cabai
terendah yaitu Kelurahan Pa’baeng baeng yaitu 0,6kg/pohon dengan persentase
0,69%. Permasalahan yang paling banyak dihadapi oleh responden yaitu serangan
hama dan penyakit

Kata Kunci: Budidaya cabai, Urban farming, Ketersediaan pangan

Copyright © Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah

dan taufikNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi

Pengembangan Tanaman Cabai Sebagai Komoditi Urban Farming di Kecamatan

Tamalate” Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

sarjana Departemen Budidaya Pertanian di Universitas Hasanuddin.

Terimakasih kepada keluarga terutama kepada kedua orang tua, ayahanda

Muh. Hasyim Kada (Alm) dan ibunda Hj Fatmawati, dan adik saya Riska, Sulfi,

dan Faiz, atas doa restu sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan

ini.

Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Novaty Eny Dungga, M.P. Selaku pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, ide, petunjuk, saran,

motivasi dan dukungan moral bagi penulis sejak awal hingga penyelesaian tugas

akhir.

2. Cri Wahyuni Brahmiyanti, S.P, M.Si , selaku Penasehat Akademik (PA) dan

sekaligus pembimbing II yang telah memberikan ide, motivasi arahan dan saran

selama penelitian dan penyusunan tugas akhir.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Yunus Musa, Msc, Bapak Rahmansyah Dermawan, S.P.,

M.Si , Ibu Dr. Ir. Fachirah Ulfa, MP., Ibu Dr. Ir Syatrianti A. Syaiful, MS. , dan

Ibu Tigin Dariati,S.P, MES. sebagai dosen Penguji yang telah membantu

memberikan kritik dan sarannya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas

akhir.

ii
4. Seluruh Dosen Pengajar dan karyawan Fakultas Pertanian Khususnya Ketua,

Dosen Pengajar, dan Staf Departemen Budidaya Pertanian

5. Keluarga Besar KKN PPM Dikti khususnya posko 3, Agrotek B, Katalis,

KKMB, dan Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRO) yang telah

memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

6. Terima kasih kepada Fikri Tri Putra orang yang selalu setia menemani dan

memberikan motivasi dalam menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi.

7. Terima kasih khusus buat Sahabat-sahabatku, Fahmiyanti. S, A.Reski Amelia

Hidayah, Nisma Waldani, Muh Dzulkifli Ashan SP, Jufriadi SP, Shoflyah Dwi

Cahyani SP, Ivan Azen Raganti, yang banyak berjasa dan memberi dukungan

dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir.

8. Terima kasih kepada Sahabat-sahabatku Citra Mauliana, Andi Nurafiah, Sri

Reski Ayu, Edi Kurniawan dan Andi Basofi Iskandar yang memberi dukungan

dan motivasi dalam penyelesaian tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini,

masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan mendorong

penulis untuk menulis karya yang lebih baik dimasa yang akan datang. Akhir kata

penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang

membacanya. Amin.

Makassar, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Kegunaan Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budidaya Cabai 6
2.2 Urban Farming 9
2.3 Ketahanan Pangan 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu 18
3.2 Jenis Penelitian 18
3.3 Sumber Data 18
3.4 Metode Pelaksaan Penelitian 19
3.5 Analisis Data 20
3.6 Penetapan Skoring Teknik Budidaya Cabai 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Kecamatan Tamalate 27
4.2 Teknik Budidaya 30
4.3 Hasil panen cabai 38
4.4 Evaluasi teknik budidaya cabai di Kecamatan Tamalate 41
4.5 Jenis Urban Farming yang diterapkan 45

iv
4.6 Budidaya cabai menunjang Ketahanan Pangan 46
4.7 Permasalahan yang muncul 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran 51
DAFTAR PUSTAKA 52
LAMPIRAN 53

v
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Data yang digunakan dalam penelitian.. ......................................................19

2. Pembobotan kriteria teknik budidaya cabai............................................ 22

3. Jumlah pendududk yang ada di Kecamatan Tamalate................................. 29

4. Pemanfaatan hasil panen cabai di Kecamatan Tamalate.............................. 44

Lampiran

Nomor Halaman
1. Tabel persentase umur responden................................... ..................60

2. Tabel persentase tingkat pendidikan responden................................60

3. Tabel persentase pengalaman bertani................................................60

4. Tabel data penyuluhan di Kecamatan Tamalate ...............................60

5. Persentase hama dan penyakit yang muncul......................................61

6. Tabel hasil panen cabai di Kecamatan Tamalate ..............................62

7. Tabel identitas responden.................................................................. 63

8. Identitas kelompok tani di Kecamatan Tamalate ..............................63

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Gambar sistem vertikultur............................................................................11

2. Gambar sistem hidroponik...........................................................................13

3. Gambar sistem aquaponik............................................................................14

4. Grafik teknik penyemaian cabai yag dilakukan oleh responden di

Kecamatan Tamalate....................................................................................31

5. Grafik teknik penanaman cabai yang dilakukan oleh responden di

Kecamatan Tamalate....................................................................................33

6. Grafik teknik pemeliharaan cabai yang dilakukan oleh responden

di Kecamatan Tamalate................................................................................34

7. Gambar teknik panen cabai yang dilakukan oleh responden di

Kecamatan Tamalate ...................................................................................37

8. Hasil panen cabai di Kecamatan Tamalate.................................................. 38

9. Evaluasi teknik budidaya cabai di Kecamatan Tamalate…………………. 42

10. Permasalahan yang muncul………………………………………………...48

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Jumlah penduduk Kota Makassar terus mengalami peningkatan setiap

tahun. Tahun 2015 jumlah penduduk Kota Makassar berada diangka 1.653.386.

Angka tersebut mengalami penambahan sebesar 5.117 ditahun 2016 menjadi

1.658.503 jiwa. Sedang tahun 2017 angka ini kembali mengalami meningkatan

yang cukup signifikan sebesar 111.417. Sehingga, jumlah penduduk di Kota

Makassar hingga Maret 2017 mencapai 1.769.920. Akibatnya luas lahan pertanian

produktif di Kota Makassar dari tahun ke tahun terus mengalami penyempitan,

seiring dengan pesatnya pertambahan penduduk. Setiap tahun lahan pertanian

beralih fungsi menjadi lahan perumahan (Dinas Kependudukan Catatan Sipil,

2015)

Kecamatan Tamalate salah satu kecamatan di Kota Makassar yang

memiliki tingkat populasi penduduk tertinggi. Berdasarkan data Badan Pusat

Statistik 2017 yakni 172.506 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,48.

Pertumbuhan jumlah angka penduduk yang semakin meningkat patut menjadi

sebuah kekhawatiran besar, mengingat selaras dengan hal tersebut kebutuhan

pangan juga akan tinggi, sementara produktivitas hasil pertanian menurun. Serta

berdasarkan hasil survey pola konsumsi masyarakat dari Ketahanan Pangan Kota

Makassar, Kecamatan Tamalate juga termasuk kecamatan yang masih kesulitan

dalam mengakses beragam jenis pangan dengan kata lain adanya kerawanan

pangan. Namun hal tersebut dapat diminimalisir dengan adanya kegiatan urban

farming (BPS, 2017).

1
Kegiatan urban farming secara umum memiliki peranan yang sangat

penting karena diperlukan dalam mendukung ketahanan pangan dengan

ketersediaan pangan yang cukup, kemampuan untuk mengakses (termasuk

membeli) pangan, dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak

manapun, maka kedudukan petani dalam kegiatan pertanian perkotaan memiliki

posisi strategis untuk mendukung ketahanan pangan. Hal ini disebabkan karena

petani adalah produsen pangan dan juga sekaligus kelompok konsumen terbesar.

Urban farming selain mempunyai manfaat ekonomi, juga mempunyai

manfaat sosial dan manfaat lingkungan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

(Slabinski, 2013) yang menyimpulkan bahwa pertanian perkotaan dapat menjadi

salah satu solusi karena tidak hanya menjadikan lahan kosong menjadi berguna

tetapi juga memberikan solusi murah dan fleksible bagi masyarakat yang kesulitan

finansial.

Cabai merupakan kebutuhan pokok yang ditetapkan melalui Peraturan

Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpangan

Harga kebutuhan pokok dan barang penting. Sebagai salah satu barang kebutuhan

pokok, maka pemerintah wajib melakukan upaya untuk menjamin ketersediaan

dan keterjangkauan harga cabai sepanjang waktu. Melihat hal tersebut, pada tahun

2009 pemerintah Kota Makassar membuat program P2KP ( Pelaksanaan kegiatan

Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Dalam rangka mendorong

upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan

lokal serta kerjasama terintegrasi antara pemerintah, pemerintah daerah dan

masyarakat. Kemudian pada tahun 2017 pemerintah Kota Makassar kembali

2
membuat program yang merupakan bentuk keberlanjutan Gerakan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang diimplementasikan melalui

kegiatan Optimalisasi pemanfaatan Pekarangan Lorong melalui terbentuknya

Badan Usaha Lorong (BULo), yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk

Kelompok Tani Lorong (Poktanrong) untuk budidaya cabai (Dinas Ketahanan

Pangan, 2017)

Adanya BULo yang merupakan kebijakan Walikota Makassar sesuai

visinya menciptakan kota dunia melalui tata lorong. Salah satu tujuannya untuk

menciptakan lorong produktif melalui penanaman cabai dan sayuran lainnya

sehingga dapat mengendalikan atau menekan inflasi cabai di masyarakat (Dinas

Ketahanan Pangan,2017).

Komoditas cabai, penting karena merupakan komoditas utama

penyumbang inflasi dan ini terlihat dan tingginya fluktuasi harga cabai bersifat

musiman, dengan potensi kenaikan harga cabai umumnya terjadi pada akhir tahun

dan awal tahun, utamanya di saat musim penghujan. Faktor lain yang

mempengaruhi fluktuasi harga cabai adalah pola produksi yaitu ketersediaan yang

melimpah saat musim panen dan kelangkaan saat di luar musim panen (off

season). Di sisi lain cabai merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia

yang permintaannya memiliki kecenderungan untuk meningkat seiring dengan

pertumbuhan jumlah penduduk dan industri makanan. Ketersediaan cabai yang

cukup sepanjang waktu diharapkan dapat menstabilkan harga cabai dan mencegah

inflasi.

3
Terlaksanaya program yang dijalanakan pemerintah, tidak serta merta

berjalan dengan baik, masih terdapat beberapa kendala ataupun masalah yang

terjadi di lapangan.

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian kali ini peneliti akan

melakukan penelitian mengenai evaluasi teknik budidaya tanaman cabai sebagai

komoditi urban farming di Kecamatan Tamalate Kota Makassar dalam rangka

menunjang ketersediaan pangan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana keberhasilan kegiatan budidaya cabai sebagai komoditi urban

farming pada Kecamatan Tamalate dalam rangka menunjang ketersediaan

pangan ?

2. Bagaimana permasalahan kegiatan budidaya cabai sebagai komoditi urban

farming pada Kecamatan Tamalate dalam rangka menunjang ketersediaan

pangan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan budidaya cabai sebagai komoditi

urban farming pada Kecamatan Tamalate dalam rangka menunjang

ketersediaan pangan.

2. Untuk mengetahui permasalahan kegiatan budidaya cabai sebagai

komoditi urban farming pada Kecamatan Tamalate dalam rangka

menunjang ketersediaan pangan.

4
1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaanya adalah :

1. Bagi petani sebagai pelaku utama : Hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam

pengembangan tanaman cabai dalam kegiatan urban farming.

2. Bagi Dinas/ Instansi Ketahanan Pangan diharapkan dapat menjadi

masukan dalam penyusunan kebijakan teknis yang berkaitan dengan

pengembangan urban farming khususnya komoditas cabai.

3. Bagi pihak yang berkompeten diharapkan dapat menjadi informasi dalam

membangun koordinasi yang harmonis dalam kaitannya dengan

pengembangan tanaman cabai sebagai komoditas urban farming.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Cabai


2.2.1 Syarat tumbuh
Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap

tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-28oC. Pada suhu

tertentu seperti 15oC dan lebih dari 32oC akan menghasilkan buah cabai yang

kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya

kurang dingin (Tjahjadi, 1991). Cabai merah dapat dibudidayakan di dataran

rendah maupun dataran tinggi, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian

0-1000 m dpl. Permukaan tanah yang paling ideal adalah datar dengan sudut

kemiringan lahan 0 sampai 10 derajat serta membutuhkan sinar matahari penuh

dan tidak ternaungi. pH tanah yang optimal antara 5,5-7,0. Tanaman cabai

menghendaki pengairan yang baik tetapi apabila jumlahnya berlebihan dapat

menyebabkan kelembaban tinggi dan merangsang tumbuhnya penyakit jamur dan

bakteri. Jika kekurangan air pertumbuhan tanaman cabai akan kurus, kerdil, layu

dan mati. Pengairan dapat menggunakan irigasi, air tanah dan air hujan. (Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian, 2012).

2.2.2 Persiapan benih

Penggunaan benih yang bermutu baik menjadi kunci pertama keberhasilan

penanaman cabai. Tanaman cabai yang dipilih harus berjenis murni dan sehat,

bentuk buahnya sempurna, tidak cacat, serta bebas hama dan penyakit. (Santika,

2002). Sebelum disemai, benih direndam dahulu dalam air hangat (50oC) selama

satu jam. Benih disebar secara merata pada bedengan persemaian dengan media

6
berupa campuran tanah dan pupuk kandang/kompos (1:1), kemudian ditutup

dengan daun pisang selama 2-3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap

dari screen/kasa/plastik transparan kemudian persemaian ditutup dengan screen

untuk mengindari OPT. Setelah berumur 7-8 hari, bibit dipindahkan ke dalam

bumbunan daun pisang/pot plastik dengan media yang sama (tanah dan pupuk

kandang steril). Penyiraman dilakukan setiap hari. Bibit siap ditanam di lapangan

setelah berumur 4-5 minggu (Sumarni dan Muharram, 2005).

2.2.3 Penanaman

Bibit cabai dipersemaian yang telah berumur 7-30 hari atau telah memiliki

3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit dengan fungisida

dan insektisida 1-3 hari sebelum dipindahtanamkan untuk mencegah serangan

penyakit jamur dan hama sesaat setelah pindah tanam. Penanaman sebaiknya

dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca tidak terlalu panas, dengan cara

merobek kantong semai dan diusahakan media tidak pecah dan langsung

dimasukan pada lubang tanam (Dermawan dan Asep, 2010).

2.2.4 Pemupukan

Pemberian pupuk yang berimbang, yaitu 150-200 kg/ha Urea + 450-500

kg/ha ZA, 100-150 kg SP-36, 100-150 KCl,dan 20-30 ton pupuk kandang tiap

hektar cukup memadai untuk mendapatkan hasil dan mutu cabai yang tinggi.

Pupuk kandang dan pupuk SP-36 diberikan sekaligus sebelum tanam, sedangkan

pupuk Urea + ZA dan pupuk KCl diberikan tiga kali, yaitu pada waktu tanam,

pada umur 1 bulan, dan dua bulan setelah tanam (Santika, 2002).

7
Untuk penanaman cabai pada lahan sawah di dataran rendah (jenis

alluvial) pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha) atau kompos (5-10 ton) dan SP-36

(300-400 kg/ha) diberikan sebagai pupuk dasar satu minggu sebelum tanam.

Pupuk susulan terdiri dari urea (150-200 kg/ha), ZA (400-500 kg/ha) dan KCl

150-200 kg/ha) atau pupuk N, P dan K 16-16-16 (1 ton/ha), diberikan 3 kali pada

umur 0, 1 dan 2 bulan setelah tanam masing-masing 1/3 dosis. (Sumarni dan

Muharram, 2005).

2.2.5 Pemeliharaan

Pemeliharaan terdiri dari penyulaman, pemasangan ajir, penyiraman,

pengaturan drainase, penyiangan, perempelan, penggemburan, dan pemupukan.

Penyulaman dilakukan paling lambat 1-2 minggu setelah tanam untuk mengganti

bibit yang mati atau sakit. Penggemburan tanah atau pendangiran dilakukan

bersamaan dengan pemupukan kedua atau pemupukan susulan. Pemberian ajir

dilakukan untuk menopang berdirinya tanaman. Tunas air yang tumbuh dibawah

cabang utama sebaiknya dipangkas (Wiwin dkk, 2007).

Penyiraman harus dilakukan secara kontinyu terutama pada fase vegetatif,

frekuensi penyiraman 1-2 kali sehari terutama pada musim kemarau, pada fase

pertumbuhan generatif (pembungaan dan pembuahan), pengairan dikurangi secara

bertahap, jumlah maupun frekuensinya. Penyiraman sebaiknya dilakukan pada

pagi hari (Elvina H, 2013).

Salah satu faktor penghambat peningkatan produksi cabai adalah adanya

serangan hama dan penyakit yang fatal. Strategi pengendalian hama dan penyakit

pada tanaman cabai dianjurkan dengan penerapan pengendalian secara terpadu.

8
Jika serangan terjadi maka menurut prinsip PHT dimana penggunaan pestisida

merupakan langkah terakhir. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2012).

Menurut (Dermawaan dan Asep, 2010), beberapa hama yang paling sering

menyerang dan mengakibatkan kerugian yang besar pada produksi cabai adalah

hama Ulat Grayak, Kutu Daun, Lalat buah, dan Thrips.

Menurut (Hewindati, 2006) selain hama, musuh tanaman cabai adalah

penyakit yang umumnya disebabkan oleh jamur/cendawan ataupun bakteri.

Setidaknya ada enam penyakit yaitu bercak daun, busuk Phytoptora,

Antraksona/Patek, Layu Bakteri, Layu Fusarium dan rebah semai.

2.2.6 Panen

Umur panen cabai merah biasanya 70-90 hari tergantung varietasnya, yang

ditandai dengan 60 % cabai sudah berwarna merah. Untuk dijadikan benih maka

cabai dipanen bila buah sudah menjadi merah semua. Cabai yang sudah berwarna

merah sebagian berarti sudah dapat dipanen. Ada juga petani yang sengaja

memanen cabainya pada saat masih muda (berwarna hijau). Panen cabai yang

ditanam di dataran rendah lebih cepat dipanen dibandingkan dengan cabai dataran

tinggi. Panen pertama cabai dataran rendah sudah dapat dilakukan pada umur 70-

75 hari. Sedang di dataran tinggi panen baru dapat dimulai umur 4-5 bulan.

Setelah panen pertama, setiap 3-4 hari sekali dilanjutkan dengan panen rutin.

2.2 Urban Farming

Pertanian kota atau yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Urban

farming adalah praktek pertanian (meliputi kegiatan tanaman pangan, peternakan,

perikanan, kehutanan) di dalam atau di pinggir kota. Pada zona bingkai kota, yang

9
merupakan perumahan/pemukiman, kegiatan di sektor pertanian umumnya berupa

taman disertai penanaman tanaman pekarangan, baik tanaman hias, maupun

tanaman obat rumah tangga pada lahan atau di pot. Hal ini sejalan dengan

keunggulan kedekatannya dengan pasar serta masih terdapat ruang yang

memungkinkan untuk melakukan kegiatan pertanian di perkotaan. Di samping itu,

terdapat pula lahan terbuka statusnya telah beralih penggunaan ke non pertanian,

namun secara fungsional dalam jangka waktu tertentu dapat dimanfaatkan untuk

usaha pertanian dan dapat menghasilkan produk pertanian yang dibutuhkan

(Adiyoga, 2003 ).

Pengembangan pertanian perkotaan secara terpadu dan berkelanjutan juga

memiliki nilai kesehatan, edukasi serta wisata. Wilayah perkotaan yang padat

dengan bangunan membuat ruang terbuka hijau (RTH) semakin terbatas. Hal ini

akan berdampak pada degradasi kualitas lingkungan. Dengan adanya pertanian

perkotaan ruang hijau di kota bisa bertambah, wilayah penyerap CO2 menjadi

lebih banyak sehingga kualitas udara menjadi lebih baik. Edukasi seperti ini yang

akan muncul ketika pertanian perkotaan berkembang secara terpadu. Keberadaan

RTH bukan hanya digunakan sebagai tempat berkumpul penghuni untuk

bersosialisasi dan berekreasi, melainkan juga memberi kontribusi positif bagi

peningkatan kualitas dan keberlanjutan lingkungan hidup kawasan kota.Pertanian

perkotaan juga memberikan nilai wisata bagi penduduk kota. Terbatasnya RTH

dan langkanya praktik pertanian, menjadikan contoh-contoh nyata pertanian

perkotaan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berwisata sekaligus

menjadi sarana edukatif bagi anak-anak ( Fauzy, Ichniarsyah dan Agustin. 2016)

10
Terdapat beberapa jenis-jenis pertanian perkotaan yang merupakan salah

satu usaha dalam rangka menjadikan kota lebih hijau, indah, sehat, asri, dan

produktif, sehingga manfaatnya bukan hanya dirasakan oleh pelaku namun juga

khalayak ramai di wilayah sekitar. Menurut BPTP (2016) berikut beberapa jenis-

jenis urban farming :

2.3.1 Vertikultur.

Teknis budidaya secara vertikal atau disebut dengan system vertikultur,

merupakan salah satu strategi untuk mensiasati keterbatasan lahan, terutama

dalam rumah tangga. Vertikultur ini sangat sesuai untuk sayuran seperti bayam,

kangkung, kucai, sawi, selada, kenikir, seledri, dan sayuran daun lainnya. Namun

demikian, untuk budidaya vertikultur yang menggunakan pot, polybag, wadah

talang/ paralon, bamboo kurang sesuai untuk sayuran buah seperti cabai, terong,

tomat, pare dan lainnya. Hal ini disebabkan dangkalnya wadah pertanaman

sehingga tidak cukup kuat menahan tumbuh tegak tanaman. Biasanya model

vertikultur yang digunakan adalah menyusun pot/polybag secara bertingkat

ataupun memanfaatkan dinding sebagai tempat untuk menempatkan modul

pertanaman.

Gambar 2.3.1 . sistem vertikultur

11
2.3.2 Hidroponik

Hidroponik berarti budidaya tanaman yang memanfaatkan air dan tanpa

menggunakan tanah sebagai media tanam. Berdasarkan media tumbuh yang

digunakan, hidroponik dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu a) kultur air yakni

hidroponik yang dilakukan dengan menumbuhkan tanaman dalam media tertentu

yang dibagian dasar terdapat larutan hara, sehingga ujung akar tanaman akan

menyentuh laruan yang mengandung nutrisi tersebut, b) hidroponik kultur

agregat, yaitu metode hidroponik yang dilakukan dengan menggunakan media

tanam berupa kerikil, pasir, arang sekam pasi, dan lain-lain. Pemberian hara

dilakukan dengan cara mengairi media tanam atau dengan cara menyiapkan

larutan hara dalam tangki lalu dialirkan ke tanaman melalui selang plastik, dan c)

Nutrient Film Technique (NFT) adalah metode hidroponik yang dilakukan dengan

cara menanam tanaman dalam selokan panjang yang sempit yang dialiri air yang

mengandung larutan hara. Maka di sekitar akar akan terbentuk film (lapisan tipis)

sebagai makanan tanaman tersebut. Faktor penting yang perlu diperhatikan pada

hidroponik adalah unsur hara, media tanam, oksigen dan air. Hara akan tersedia

bagi tanaman pada pH 5.5-7.5, sedangkan yang terbaik adalah pada pH 6.5. Jenis

larutan hara pupuk yang sudah sangat dikenal untuk tanaman sayuran hidroponik

adalah AB mix solution. Sedangkan untuk kualitas air yang sesuai adalah yang

tidak melebihi 2500 ppm atau mempunyai nilai EC tidak lebih dari 6,0 mmhos/cm

serta tidak mengandung logam berat dalam jumlah besar.

12
Gambar 2.3.2 Sistem hidroponik

2.3.3 Aquaponik dan Vertiminaponik

Akuaponik merupakan sistem produksi pangan, khususnya sayuran yang

diintegrasikan dengan budidaya hewan air (ikan, udang dan siput) di dalam suatu

lingkungan simbiosis. Salah satu model akuaponik yang diintroduksikan oleh

BPTP Jakarta “vertiminaponik”., yang merupakan kombinasi antara sistem

budidaya sayuran berbasis pot talang plastik secara vertikal dengan sistem

akuaponik. Oleh karena itu sistem ini dinamakan “vertiminaponik”.

Vertiminaponik diintroduksikan dengan bentuk persegi berukuran panjang 140

cm, lebar 100 cm dan tinggi 90 cm berupa tandon air berbahan fibreglass dengan

volume 500 liter air. Sistem ini dilengkapi dengan talang plastik dengan panjang 1

meter sebanyak delapan buah yang disusun di rak besi yang diletakkan diatas

tandon air/kolam. Media tanam yang digunakan adalah batu zeolit berukuran 20

mesh yang dicampur dengan bahan organik dan tanah mineral dengan

perbandingan 3:1. Sistem penanaman dengan menggunakan vertiminaponik

dilakukan secara padat tebar, yang artinya benih disebar dengan jarak tanam

sangat padat. Selain itu, ikan yang dibudidayakan juga secara padat tebar, yaitu

300 ekor untuk ikan lele, sedangkan bawal, nila dan patin sekitar 150-200 ekor.

13
Gambar 2.3.3 Sistem aquaponik

2.3 Ketahanan Pangan

2.4.1 Definisi Ketahanan Pangan

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012,

tentang pangan, dijelaskan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari

sumber hayati produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan,

perairan, dan air baik yang dioleh maupun tidak diolah yang diperuntukkan

sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan

pangan, bahan baku pangan dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses

penyiapan, pengolahan dan/ atau pembuatan makanan atau minuman.

Pengertian ketahanan pangan pada International Food Submit dan

International Conference of Nutrition 1992 (FAO 1997) diperluas menjadi

kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang setiap saat

untuk hidup sehat, aktif, dan produktif. Makna yang terkandung dalam pengertian

ketahanan pangan tersebut mencakup dimensi fisik pangan (ketersediaan),

dimensi ekonomi (daya beli), dimensi pemenuhan kebutuhan gizi individu

(dimensi gizi) dan dimensi nilai-nilai budaya dan religi (pola pangan yang sesuai

untuk hidup sehat, aktif, dan produktif serta halal), dimensi keamanan pangan

14
(kesehatan), dan dimensi waktu (tersedia secara berkesinambungan). Mengingat

kompleksnya pembangunan ketahanan pangan yang melibatkan banyak pelaku

dan daerah, dengan dinamika perubahan antar waktu, maka koordinasi dan sinergi

yang baik merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan ketahanan pangan.

Ketahanan Pangan menurut Undang-Undang nomor : 18 tahun 2012

adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan,

yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun

mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan

dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif

dan produktif secara berkelanjutan. Ada 3 komponen yang harus dipenuhi untuk

mencapai kondisi ketahanan pangan rumah tangga yaitu :

1. Kecukupan ketesediaan pangan

2. Tercukupinya kebutuhan konsumsi

3. Distribusi pangan yang merata

Fungsi subsistem ketersediaan ini menjamin pasokan pangan untuk

memenuhi kebutuhan penduduk baik dari sisi jumlah, kualitas, keragaman

maupun keamanan. Komponen ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan

kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah

produksi, stok, cadangan serta keseimbangan impor dan ekspor pangan, yang

harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagian

bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi

keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu ke waktu

(DKP,2006).

15
Komponen distribusi mencakup upaya memperlancar proses peredaran

pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas pangan. Hal ini ditujukan

untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup. Surplus

pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi individu/

masyarakatnya. Subsistem ini menyangkut aspek aksesibilitas secara fisik,

ekonomi maupun sosial atas pangan secara merata sepanjang waktu. Akses

pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga untuk secara periodik

memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui berbagai sumber atau kombinasi

cadangan pangan yang dimiliki, hasil produksi pangan dan bantuan pangan. Akses

fisik berupa infrastruktur mauun kondisi sumber daya alam dan lingkungan (DKP,

2006).

Dalam penelitian ini salah satu komponen tersebut digunakan untuk

mengukur ketahanan pangan tingkat rumah tangga, yaitu tercukupinya kebutuhan

konsumsi atau ketersediaan pangan (komponen kedua). Konsumsi pangan tanpa

memperhatikan asupan gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif bagi

pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan

produktif Dalam hal ini pemerintah harus bisa mengontrol agar harga pangan

masih terjangkau untuk setiap individu dalam mengaksesnya, karena kecukupan

ketersediaan pangan akan dirasa percuma jika masyarakat tidak punya daya beli

yang cukup untuk mengakses pangan. Oleh karena itu faktor harga pangan

menjadi sangat vital perannya dalam upaya mencukupi kebutuhan konsumsi

pangan (Thaha, dkk, 2000).

16
Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem

ketersediaan dan distribusi pangan serta subsistem konsumsi. Ketersediaan dan

distribusi menfasilitasi pasokan pangan yang stabil dan merata ke seluruh wilayah,

sedangkan subsistem konsumsi memungkinkan setiap rumah tangga memperoleh

pangan yang cukup dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk

memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggotanya. Dengan demikian, ketahanan

pangan adalah isu ditingkat wilayah hingga tingkat keluarga, dengan dua elemen

penting yaitu ketersediaan pangan dan akses setiap individu terhadap pangan yang

cukup (Dirhamsyah dkk, 2016).

17
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamalate, Kota

Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, penelitian berlangsung dari Oktober sampai

Desember 2017.

3.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Metode desktiptif adalah suatu

metode dalam penelitian mengenai kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu

objek, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

Metode deskriptif ini digunakan dengan pertimbangan bahwa peneliti melakukan

penelitian yang terperinci tentang kegiatan atau suatu unit sosial selama kurun

waktu tertentu (Bungin, 2006). Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah

membuat mengenai situasi atau kejadian, menerangkan hubungan antar fenomena,

menguji hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari

suatu masalah yang ingin dipecahkan.

3.3 Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini didapatkan dari beberapa informan.

Terdapat 22 informan pada penelitian ini dengan rincian sebagai berikut :

1. Informan kunci, yaitu Penyuluh Pertanian di Kecamatan Tamalate yang

mendampingi dan memberikan penyuluhan kepada kelompok tani di

Kecamatan Tamalate

2. Informan dari masyarakat. 1 orang dari pemerintah (Dinas Ketanahan

Pangan, selaku yang bertugas dan bertanggungjawab dalam memfasilitasi

18
pembentukan kelompok tani lorong dan 20 orang dari masyarakat yang

ikut bergabung dalam kelompok tani lorong.

3.4 Metode Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer dilakukan dengan observasi lapangan dan wawancara

dengan informan kunci 1 orang yaitu Penyuluh pertanian dan informan dari

masyarakat (1 orang dari pemerintah dan 20 orang dari masyarakat yang masing-

masing kelurahan di Kecamatan Tamalate sebanyak 2 orang yang bergabung

dalam kelompok tani) yang bersangkutan dengan penelitian. Dan untuk data

sekunder dilakukan dengan cara pengumpulan data dari instansi yang terkait yaitu

Dinas Ketahanan Pangan Kota Makassar) dengan melakukan studi literatur.

Berikut ini merupakan tabel hal-hal yang diamati dalam penelitian:

Tabel 1. Data yang digunakan dalam penelitian

Prosedur
N Jenis
Data pengumpulan Sumber Data
o Data
data
1. Data titik lokasi kegiatan Data Kecamatan Dinas
urban farming : Sekunder Tamalate dalam Ketahanan
 Alamat kelompok angka, Pangan
tani lorong Kunjungan ke Makassar
 Data ketua instansi terkait
kelompok tani
2. Tujuan budidaya tanaman Data Observasi dan Dinas
cabai sebagai komoditi primer wawancara Ketahanan
urban farming dalam dengan pelaku Pangan Kota
menunjang ketahanan kegiatan di Makassar,
pangan. Kecamatan Penyuluh,
Tamalate kelompok tani

19
Teknik budidaya cabai Data Observasi dan Penyuluh,
yang digunakan untuk primer wawancara Ketua
kegiatan urban farming. dengan pelaku kelompok tani
kegiatan urban
farming
Kecamatan
Tamalate
5. Data mengenai fungsi Data Wawancara Ketua
tanaman cabai primer dengan kelompok tani
dikembangkan sebagai masyarakat
komoditas urban farming Kecamatan
(untuk Tamalate
perekonomian/pemenuhan
ruang terbuka hijau/ akses
pangan pribadi)
6. Data mengenai masalah/ Data Wawancara Ketua
kendala yang dihadapi primer dengan pelaku kelompok tani
selama menjalankan kegiatan urban
kegiatan pengembangan farming
tanaman cabai sebagai Kecamatan
komoditas urban farming. Tamalate
Sumber : Data primer setelah diolah 2018

3.4.2 Analisis Data

1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap informan kunci yang

kompatibel terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan

untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber

data yang diharapkan.

2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyerderhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-

catatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan transkrip data

(transformasi data) untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai

dan tidak sesuai dengan masalah yang menjadi pusat penelitian di

lapangan.

20
3. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam

bentuk naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan

mempertajam mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi

yang dipilih kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan.

4. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion

drawing/verivication), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi

yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. Penarikan kesimpulan

dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan.

3.5 Penetapan Skoring Teknik Budidaya Tanaman Cabai

Data yang diperoleh dari lapangan secara umum bersifat kualitatif,

sebelum dianalisis dilakukan skoring terhadap teknik budidaya pada tanaman

cabai tersebut. Skor yang diberikan pada masing-masing teknik budidaya tanaman

cabai berdasarkan hasil wawancara, studi pustaka serta pengamatan yang

disajikan dalam bentuk tabel.

Teknik budidaya pada tanaman cabai meliputi beberapa tahapan

diantaranya penyemaian (Media tanam bibit, perbandingan dosis media tanam,

lama perendaman benih, pemeraman benih), penanaman (Jenis media tanam,

perbandingan dosis media tanam, waktu tanam), pemupukan (jenis pupuk, dosis

pupuk, frekuensi pemupukan, waktu pemupukan, cara pemupukan), pemeliharaan

(penyiraman, pemangkasan, penyiangan), panen sering (frekuensi panen, cara

panen, kriteria panen). Penanganan teknik budidaya tanaman cabai sangat perlu

diperhatikan untuk meningkatkan produksi tanaman cabai di daerah penelitian.

Berikut penetapan skoring pada masing-masing teknis budidaya :

21
Tabel 2.Pembobotan Kriteria Teknik Budidaya Tanaman Cabai rawit di Kota
Makassar :
No TEKNIK BUDIDAYA CABAI (POLYBAG) Skor
1 Penyemaian 1  Melakukan perendaman benih 100
menggunakan air hangat dan zpt
selama1-3 jam
 Melakukan pemeraman benih dengan
menggunakan kain basah (kelembaban
terjaga) berbahan kaos.memindahkan
benih setelah berkecambah.
 Menyemai benih dengan media tanam +
kompos+ arang sekam
2  Melakukan perendaman benih 75
menggunakn air hangat selama > 3 jam
atau tanpa zpt
 Melakukan pemeraman benih dengan
menggunakan kain berbahan kaos dan
segera memindahkan setelah
berkecambah
 Menyemai benih dengan media
tanah+kompos/arang sekam
3  Melakukan perendaman benih 50
menggunaka air hangat
 Menyemai benih dengan media
tanah+kompos/arang sekam
4  Menymai benih dengan media 25
tanah+kompos+arang sekam
5 Tidak melakukan penyemaian 0
2 Penanaman 1  Menggunakan media 100
tanah+kompos+sekam padi+NPK
 Proses pindah tnamn melewati tahap

22
pemeraman – semaian polybag kecil –
polybag besar dengan membalik polybag
atau melakukan secara hati-hati agar
bibit tidak mudah patah
2  Menggunakan media tanah – kompos – 75
NPK
 Proses pindah tanam melewati tahap
pemeraman – semaian polybag kecil –
polybag besar dengan membalik polybag
atau melakukannya secara hati-hati agar
bibit tidak mudah patah
3  Menggunakan media tanah + kompos 50
 Proses pindah tanam melewati tahap
pemeraman – semaian/polybag kecil –
polybag besar dengan membalik polybag
atau melakukannya secara hati-hati agar
bibt tidak mudah patah
4  Menggunakan media tanam + kompos 25
 Proses pindah tanam hanya melewati
tahap semaian/ polybag kecil – polybag
besar
5  Menggunakan media tanah+kompos 0
 Proses penanaman langsung di polybag
besar
3 Pemeliharaan 1  Melakukan penyiraman secara rutin 100
namun tidak menghindari penyiraman
dari atas terutama pada saat berbunga
 Mengaplikasikan pupuk daun sejak
persemaian sampai umur tanaman <50
hari dengan dosis 2-3 gram/liter

23
 Mengaplikasikan pupuk bunga dan NPK
50 hst dengan dosis 2-3 gram/liter
dengan interval waktu 10-14 hari
 Melakukan penyiangan dan pengamatan
tanaman ( perkembangan dan serangan
OPT)
2  Melakukan penyiraman secara rutin 75
namun tidak menghindari penyiraman
dari atas terutama pada saat berbunga
 Mengaplikasikan puuk daun, bunga dan
NPK namun tidak berdasarkan SOP
 Melakukan penyiangan dan pengamatan
tanaman ( perkembangan dan serangan
OPT)
3  Melakukan penyiraman secara rutin 50
namun tidak menghindari penyiraman
dari atas terutama pada saat berbunga
 Mengaplikasikan pupuk daundan bunga
 Melakukan penyiangan dan pengamatan
tanaman ( perkembangan dan serangan
OPT)
4  Melakukan penyiraman secara rutin 25
namun tidak menghindari penyiraman
dari atas terutama pada saat berbunga
 Melakukan penyiangan dan pengamatan
tanaman ( perkembangan dan serangan
OPT) beberapa waktu
5  Melakukan penyiraman secara rutin 0
namun tidak menghindari penyiraman
dari atas terutama pada saat berbunga

24
4 Panen 1  Cabai pertama dipanen pada umur 70-75 100
hst
 Petik buah yang sudah tua (berwarna
merh dan tidak metahkan tangkai
 Panen berikut dilakukan dengan interval
waktu 7-10 hari
2  Cabai pertama dipanen pada umur 70-75 75
hst
 Petik buah yang sudah tua (berwarna
merh dan tidak metahkan tangkai
 Panen berikut dilakukan dengan interval
waktu < 7 hari
3  Cabai pertama dipanen pada umur 70-75 50
hst
 Petik buah yang sudah tua (berwarna
merh dan tidak metahkan tangkai
 Panen berikut dilakukan dengan tanpa
melihat interval waktu lagi
4  Petik buah yang sudah tua dengan tidak 25
mematahkan tangkai
5  Tidak sesuai prosedur 0

25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Kecamatan Tamalate

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2017, berikut adalah

keadaan umum Kecamatan Tamalate :

4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kecamatan Tamalate merupakan salah satu dari 14 kecamatan di Kota

Makassar yang berbatasan di sebelah utara dengan Kecamatan Mamajang, di

sebelah timur Kabupaten Gowa, di sebelah selatan Kabupaten Takalar dan di

sebelah barat dengan Selat Makassar. Sebanyak 3 kelurahan di kecamatan

Tamalate merupakan daerah pantai dan 8 kelurahan lainnya merupakan daerah

bukan pantai dengan topografi dibawah 500 meter dari permukaan laut. Menurut

jaraknya, letak masing-masing kelurahan ke ibukota kecamatan bervariasi antara

1-2 km (Maccini Sombala dan Balang Baru), antara 3-4 km (Jongaya, Bontoduri

dan Parang Tambung), kelurahan lainnya berjarak 5-10 km.

4.1.2 Kondisi Iklim

Berdasarkan keadaan cuaca serta curah hujan, Tamalate termasuk daerah

yang beriklim sedang sehingga tropis. Sepanjang 5 tahun terakhir suhu udara rata-

rata Kecamatan Tamalate berkisar antara 25º C sampai 33º C. curah hujan terbesar

terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari dan Maret dengan rata-rata curah

hujan 227 mm dan jumlah hari hujan bekisar 144 hari per tahun. Hujan basah di

Kecamatan Tamalate yang termasuk daerah pantai, umumnya sampai bulan April.

26
4.1.3 Hidrologi

Kecamatan Tamalate adalah Kecamatan yang letaknya berada dekat

dengan pantai, membentang sepanjang koridor Barat dan Utara, di dalamnya

mengalir beberapa sungai yamg kesemuanya bermuara ke dalam Sungai

Jeneberang , yang mengalir melintasi wilayah Kabupaten Gowa dan bermuara ke

bagian selatan Kota Makassar merupakan sungai dengan kapasitas sedang (debit

air 1-2 m/detik). Sedangkan sungai Tallo dan Pampang yang bermuara di bagian

utara Makassar adalah sungai dengan kapasitas rendah berdebit kira-kira hanya

mencapai 0-5 m/detik di musim kemarau.

Kecamatan Tamalate yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah

dataran rendah, yang membentang dari tepi pantai sebelah barat dan melebar

hingga kearah Timur sejauh kurang lebih 20 km dan memanjang dari arah selatan

ke utara merupakan koridor utama kota yang termasuk dalam jalur-jalur

pengembangan, pertokoan, perkantoran, pendidikan dan pusat kegiatan industri di

Makassar.

4.1.4 Luas Wilayah

Pada tahun 2016 kelurahan Parang Tambung mengalami pemekaran

menjadi 2 kelurahan, yakni kelurahan Parang Tambung dan kelurahan Bontoduri.

Oleh karena itu, kecamatan Tamalate pada tahun 2016 terdiri dari 11 kelurahan

dengan luas wilayah 20,21 km². Dari luas wilayah tersebut tercatat bahwa

Kelurahan Barombong memiliki wilayah terluas yaitu 7,34 km², terluas kedua

adalah Kelurahan Tanjung Merdeka dengan luas wilayah 3,37 km², sedangkan

yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kelurahan Bungaya yaitu 0,29 km².

27
4.1.5 Jumlah Penduduk

Dalam kurun waktu tahun 2015-2016 jumlah penduduk kecamatan

Tamalate mengalami peningkatan. Pada Tabel 3.1, tampak bahwa jumlah

penduduk tahun 2016 sebanyak 194.493 jiwa. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan jumlah penduduk sebanyak 3.799 jiwa atau sekitar 1,99% bila

dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2015 yang berjumlah 190.694

jiwa. Berdasarkan jenis kelamin tampak bahwa jumlah penduduk laki-laki sekitar

96.516 jiwa dan perempuan sekitar 97.977 jiwa. Dengan demikian rasio jenis

kelamin adalah sekitar 99,18% yang berarti setiap 100 orang penduduk

perempuan terdapat sekitar 99 orang penduduk laki-laki. Jika diperhatikan

Distribusi penduduk kecamatan Tamalate menurut Kelompok umur, tampak

bahwa pada kelompok umur 20-24 tahun tercatat mempunyai populasi terbanyak

menyusul umur 0-4 tahun.

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk yang ada di Kecamatan Tamalate


Luas Kepadatan
No Kelurahan
(Km2) Penduduk per Km2
1 BALLA LOMPOA 7,34 13,027 1.775
2 MANGASA 3,37 11,200 3.323
3 PARANGTAMBUNG 2,04 22,160 10.863
4 MANNURUKI 1,18 18,701 15.848
5 TANJUNG MERDEKA 0,51 15,384 30.165
6 MACCINI SOMBALA 0,29 8,781 30.279
7 BALANGBARU 0,53 20,342 38.381
8 PA'BAENG-BAENG 1,54 11,855 7.698
9 BONGAYA 1,38 41,601 30.146
10 JONGAYA 2,03 31,442 15.489
Kecamatan 20,21 194 9.624
Sumber :Data primer setelah diolah (2018)

28
4.2 Teknik Budidaya

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai yan akan dihasilkan saat

panen sangat berpengaruh oleh banyak faktor, antara lain faktor teknik budidaya

dan lingkungannya. Faktor teknik budidaya menjadi begitu penting dalam

program pengembangan tanaman cabai sebagai komoditas urban farming di

Kecamatan Tamalate. Teknik budidaya cabai yang dilakukan berdasarkan SOP

(Standart Operational Procedur) yang telah ditetapkan khusus di Kota Makassar.

Terdapat beberapa teknik budidaya yang dilakukan di wilayah pengembangan

tanaman cabai di Kecamatan Tamalate, diantaranya yaitu penyemaian ( Persiapan

media tanam, perendaman benih, pemeraman benih, pemindahan benih, menjaga

kondisi benih, dan seleksi bibit), penanaman (persiapan media tanam, waktu

tanam, dan cara tanam ), pemeliharaan (penyiraman, pemupukan, pemangkasan,

dan penyiangan), serta panen ( umur panen dan kriteria panen).

4.2.1 Teknik Penyemaian

Adapun persentase skoring teknik penyemaian dalam budidaya cabai yang

dilakukan dengan membandingkan Standart Operasional Procedur (SOP) di

Kecamatan Tamalate disajikan pada gambar 1 dibawah ini :

29
penyemaian

80 , 70.83 , 64.66
70 , 58.41 56.5
60 45.83,
, 45.41
50 41.66
31.25,
40 , 33.33 35.41
30
20
10
0

Sumber :Data primer setelah diolah 2018

Gambar 1. Teknik penyemaian cabai yang dilakukan oleh responden di

Kecamatan Tamalate berdasarkan SOP

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa teknik penyemaian cabai

yang dilakukan di Kelurahan Barombong memiliki persentase yaitu 70,83%,

Kelurahan Mangasa dengan persentase 45,83%, Kelurahan Parangtambung

dengan persentase 31,25%, Kelurahan Mannuruki dengan persentase 41,67%,

Kelurahan Tanjung Merdeka dengan persentase 45,83%, Kelurahan Maccini

Sombala dengan persentase 39,58%, Kelurahan Balangbaru dengan persentase

41,67%, Kelurahan Pa’baeng-baeng dengan persentase 33,33%, Kelurahan

Bongaya dengan persentase 35,42%, Kelurahan Jongaya dengan persentase

35,42%.

Persentase tertinggi dalam melakukan penyemaian berdasarkan SOP yaitu

Kelurahan Barombong dengan persentase 70,83%, hal itu cukup sesuai karena

pemilihan media tanam yang digunakan untuk menyemai menggunakan campuran

30
dari tanah subur dan kompos dan melakukan pemeraman benih dengan lama

perendaman tidak lebih dari 9 jam dan media yang digunakan yaitu tanah.

responden di Kelurahan Barombong tidak sepenuhnya mengikuti SOP karena

responden di Kelurahan Barombong pengalaman dalam bertaninya sudah ada dan

dilihat dari tingkat pendidikannya sudah cukup tinggi yaitu tamatan SMA, karena

semakin banyak pengalaman bertani yang dimiliki dan tingkat pendidikan yang

tinggi mempengaruhi dalam melakukan kegiatan budidaya cabai.

Kelurahan Parangtambung yang memiliki persentase terendah yaitu

31,25% karena dalam proses penyemaian benih, tidak melakukan seleksi benih

cabai dan tidak melakukan pemeraman benih yang dapat meningkatkan vigor dan

viabilitas benih dan hal tersebut tidak sesuai dengan SOP.

Sesuai yang dikemukakan oleh salah satu informan (D, 36 tahun) di

Kelurahan Parangtambung bahwa :

“Benih yang telah direndam, saya tidak melakukan pemeraman,saya


langsung menanamnya di polybag kecil karena menurut saya benih yang
diberikan itu merupakan benih yang bagus. Karena biasanya kalau saya
melakukan pemeraman, benihnya dimakan oleh ayam”.

Responden di Kelurahan Parangtambung berbeda dengan responden yang

ada di Kelurahan Barombong yang memiliki pengalaman bertani. Kurangnya

pengalaman bertani dan tingkat pendidikan yang masih rendah sehingga bagi

mereka pemeraman benih tidak perlu untuk dilakukan.

4.2.2 Teknik Penanaman

Adapun persentase skoring penyemaian dalam budidaya cabai yang

dilakukan dengan membandingkan standar operasional prosedur (SOP) di

Kecamatan Tamalate disajikan pada gambar 2 dibawah ini :

31
penanaman
87.5
90
80
70 56.25
60 50 50 50 50 50 50 50
50
40
25
30
20
10
0

Sumber :Data primer setelah diolah 2018

Gambar 2 : Teknik penanaman cabai yang dilakukan oleh responden di

Kecamatan Tamalate berdasarkan SOP

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa teknik penanaman cabai

yang dilakukan berdasarkan SOP di Kecamatan Tamalate memiiki hasil skoring

dengan persentase di Kelurahan Barombong yaitu 87,50%, Kelurahan Mangasa

dengan persentase 56,25%, Kelurahan Parangtambung dengan persentase 50,00%,

Kelurahan Mannuruki dengan persentase 50,00%, Kelurahan Tanjung Merdeka

dengan persentase 50,00%, Kelurahan Maccini Sombala dengan persentase

50,00%, Kelurahan Balangbaru dengan persentase 50,00%, Kelurahan Pa’baeng

baeng dengan persentase 25,00%, Kelurahan Bongaya dengan persentase 50,00%,

Kelurahan Jongaya dengan persentase 50,00%.

Kelurahan Pa’baeng-baeng meiliki persentase terendah yaitu 25,00%

karena ada kelompok tani yang tidak melakukan penanaman disebabkan benih

cabai yang disemaikan tidak berhasil. Hal itu disebabkan karena pada saat

32
pemeraman benih dilakukan di tanah dan semuanya habis dimakan oleh ayam.

Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh

responden yang hanya tamatan SD dan umur yang sudah tidak produktif yaitu

lebih dari 60 tahun.

Kelurahan Barombong dengan persentase tertinggi yaitu 87,50% yang

cukup sesuai dengan SOP. Dalam hal ini, media tanam yang digunakan yaitu

campuran tanah, kompos, dan NPK, cara menanamnya yaitu dengan

memindahkan bibit cabai dari polybag kecil ke polybag besar, dan dilakukan pada

pagi hari. Semua kegiatan tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan

anggota kelompok tani dan sudah memiliki pengalaman dalam bidang pertanian.

4.2.3 Teknik Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan dalam budidaya cabai di Kecamatan

Tamalate yaitu pemupukan, penyiraman, pemangkasan, dan penyiangan. Adapun

persentase skoring penyemaian dalam budidaya cabai yang dilakukan dengan

membandingkan Standar Operasional Procedur (SOP) di Kecamatan Tamalate

disajikan pada gambar 3 dibawah ini :

33
pemeliharaan
83.33
90
75
80
70 60.41 60.41
60 47.91 45.83 47.91 47.91
43.75
50
33.33
40
30
20
10
0

Sumber : Data primer setelah diolah 2018

Gambar 3 : Teknik pemeliharaan cabai yang dilakukan oleh responden di

Kecamatan Tamalate berdasarkan SOP

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa teknik pemeliharaan

cabai yang dilakukan berdasarkan SOP di Kecamatan Tamalate memiiki hasil

skoring dengan persentase di Kelurahan Barombong yaitu 83.33%, Kelurahan

Mangasa dengan persentase 47,91%, Kelurahan Parangtambung dengan

persentase 45,83%, Kelurahan Mannuruki dengan persentase 43,75%, Kelurahan

Tanjung Merdeka dengan persentase 75.00%, Kelurahan Maccini Sombala

dengan persentase 60.41%, Kelurahan Balangbaru dengan persentase 60.41%,

Kelurahan Pa’baeng baeng dengan persentase 33,33%, Kelurahan Bongaya

dengan persentase 47,91%, Kelurahan Jongaya dengan persentase 47,91%.

Kelurahan Barombong memiliki persentase tertinggi yaitu 83,33% pada

teknik pemeliharaan. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiraman pagi dan

sore, pemupukan menggunakan pupuk daun dan buah, dan pupuk NPK,

34
pemangkasan daun cabai yang kering/layu dan pemangkasan tunas untuk

menghambat tanaman cabai semakin tinggi dan pembentukan cabang sehingga

pembentukan bunga banyak, dan pemeliharaan lainnya yaitu penyiangan.

Kelurahan Pa’baeng-baeng dengan persentase skoring pemeliharaan

terendah yaitu 33,33% disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya dosis

pemupukan yang tidak sesuai dengan SOP dan tidak melakukan pemangkasan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Budi dan Cahyo (2008) bahwa dalam penggunaan

pupuk, para petani harus mengetahui secara pasti tentang takaran dosis

pemupukan pertama dan pemupukan selanjutnya, serta interval pemupukan yang

harus disesuaikan dengan media tanam yang dipakai agar dapat mengoptimalkan

pertumbuhan dan produktivitas tanaman, karena pemberian pupuk yang tidak

sesuai dosisnya, terutama untuk pupuk buatan dapat menimbulkan kerusakan sifat

fisik, kimia, dan biologi tanah.

Pemangkasan dimaksudkan untuk memperkuat batang dan mengurangi

pertumbuhan vegetatif yang tidak perlu di bagian bawah tubuh tanaman dan

diarahkan ke bagian atas, selain juga untuk memperluas ruang sirkulasi udara dan

penetrasi sinar matahari ke seluruh bagian tanaman. Pemangkasan juga

dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan higienis

sehingga tanaman bisa terbebas dari serangan hama dan penyakit. Keseluruhan

tujuannya adalah agar tanaman dapatn memberikan hasil dan kualitas buah yang

maksimal (Prajnanta, 2003).

35
4.3.4 Teknik Panen

Panen cabai dilakukan pada saat cabai berumur 70-75 hari setelah tanam

dan memperhatikan kriteria cabai yang akan dipanen. Adapun persentase skoring

panen dalam budidaya cabai yang dilakukan dengan membandingkan standar

operasional prosedur (SOP) di Kecamatan Tamalate disajikan pada gambar 4

dibawah ini :

panen
68.75 68.75 68.75 68.75
70 62.5 58.33
56.25 56.25
60
50 43.75 43.75
40
30
20
10
0

Sumber : Data primer setelah diolah 2018

Gambar 4 : Teknik panen cabai yang dilakukan oleh responden di Kecamatan

Tamalate berdasarkan SOP

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa teknik panen cabai yang

dilakukan berdasarkan SOP di Kecamatan Tamalate memiiki hasil skoring dengan

persentase di Kelurahan Barombong yaitu 68,75%, Kelurahan Mangasa dengan

persentase 68,75%, Kelurahan Parangtambung dengan persentase 56,25%,

Kelurahan Mannuruki dengan persentase 68,75%, Kelurahan Tanjung Merdeka

dengan persentase 68,75%, Kelurahan Maccini Sombala dengan persentase

36
62,50%, Kelurahan Balangbaru dengan persentase 58.83%, Kelurahan Pa’baeng

baeng dengan persentase 43,75%, Kelurahan Bongaya dengan persentase 56,25%,

Kelurahan Jongaya dengan persentase 43,75%..

Kelurahan Barombong, Kelurahan Mangasa, Kelurahan Mannuruki dan

Kelurahan Tanjung Merdeka memiliki persentase tertinggi yaitu 81,2% karena

teknik panen yang digunakan telah sesuai dengan SOP, yaitu waktu panen 70-75

hari, dan kriteria cabai yang dipanen yaitu buah masak kuning/kemerahan. Hal

tersebut dilakukan karena ingin memanen cabainya secara serentak, sedangkan

Kelurahan lainnya ada yang memanen cabai tidak serentak, dalam hal ini hanya

akan melakukan panen jika ada yang mulai tampak kuning/kemerahan.

4.3 Hasil Panen Cabai di Kecamatan Tamalate

Berdasarkan dari hasil wawancara di lapangan, hasil panen cabai di

Kecamatan Tamalate dapat dilihat pada gambar berikut :

Persentase hasil panen cabai


29.96
30

20 14.32 12.92
11.74
6.54 8.39
10 4.50 5.18 5.70
0.69
0

Jumlah produksi cabai (kg)

Sumber :Data primer setelah diolah (2018)

Gambar 5. Persentase hasil panen cabai di tanaman cabai di Kecamatan Tamalate

37
Berdasarkan gambar 5 diatas menunjukkan bahwa Kelurahan Barombong

mempunyai persentase hasil panen yaitu 29,96%, Kelurahan Mangasa 6,54% ,

Kelurahan Parangtambung 8,39% , Kelurahan Mannuruki 4,50%, Kelurahan

Tanjung Merdeka 14,32%, Kelurahan Maccini Sombala 12,92%, Kelurahan

Balangbaru 11,74%, Kelurahan Pa’baeng baeng 0,69% , Kelurahan Bongaya

5,18%, Kelurahan Jongaya 5,70%. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa

Kelurahan yang memiliki persentase hasil panen tertinggi yaitu Kelurahan

Barombong dan yang memiliki persentase terendah yaitu Kelurahan Pa’baeng-

baeng.

Berdasarkan hasil di lapangan dapat diperoleh kesimpulan bahwa hasil

panen cabai di Kecamatan Tamalate tergolong rendah. Hal tersebut dapat dilihat

pada gambar 5 dan pada tabel yang terlampir hanya ada 1 Kelurahan yang

memiliki persentase hasil panen yang tinggi diantara 10 kelurahan yaitu

Kelurahan Barombong yaitu 35,09% dengan rata-rata produksi cabainya yaitu 270

gr/pohon. Kelurahan Mangasa 7,02% dengan 200 gr/pohon, Kelurahan

Parangtambung 8,19% dengan 225gr/pohon, Kelurahan Mannuruki dengan

225gr/pohon, Kelurahan Tanjung Merdeka dengan 225gr/pohon, Kelurahan

Maccini Sombala dengan 275gr/pohon, Kelurahan Balangbaru 11,11% dengan

250gr/pohon, Kelurahan Pa’baeng baeng 1,46% dengan 125gr/pohon, Kelurahan

Bongaya 4,68% dengan 225gr/pohon, Kelurahan Jongaya 5,26% dengan

225gr/pohon.

Seperti yang dikemukakan salah satu informan (R, 42 tahun), di Kelurahan

Barombong Kecamatan Tamalate :

38
“Untuk produksi cabai disini kita sudah memaksimalkannya dengan
produksi perpohon itu seperlima-seperempat kilogram, itupun dengan hasil itu
masih banyak tanaman cabai yang mati karena diserang oleh hama”

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan (F) di Dinas

Ketahanan Pangan bahwa :

“Produksi cabai dikatakan sudah tinggi atau berhasil jika produksi cabai
mencapai 200gr/pohon dengan tingkat kematian tanaman cabai mencapai 15%.
Tanaman yang mati itu sudah mencakup mulai dari pembibitan hingga proses
panen”

Berdasarkan hasil wawancara di atas, terlihat bahwa hasil panen cabai di

Kecamatan Tamalate tergolong rendah. Hal ini dikarenakan masih kurangnya

antusias mereka terhadap inovasi dan motivasi di dunia pertanian. Responden

yang memiliki motivasi keberhasilan kuat akan selalu menerima kritik dan saran

dari luar, serta telah mempersiapkan diri secara matang tentang hal-hal yang akan

terjadi di lapangan. Semakin kuat motivasi keberhasilan petani, maka semakin

tinggi produktivitas dalam membudidayakan cabainya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Kadarisman (2012), menyebutkan motivasi

kerja seseorang di dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu faktor internal faktor eksternal. Faktor internal yaitu tingkat

pendidikan dan kepuasan kerja. Melihat tingkat pendidikan yang dimiliki oleh

anggota kelompok tani di Kecamatan Tamalate yang tertinggi yaitu hanya sampai

pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan persentase 55%. Dalam hal

ini tingkat pendidikan yang cukup tinggi dapat mendukung dalam memperoleh

produksi yang lebih banyak dan meningkatkan serta mengembangkan

usahataninya. Selain itu, sebagian responden yang memiliki tingkat pendidikan

SMA dan S1 dapat memperoleh produksi yang lebih banyak dibandingkan dengan

39
petani yang memiliki tingkat pendidikan SD dan SMP. Hal ini dapat diduga

karena petani dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi lebih mudah dalam

menerima informasi baru dan memiliki wawasan yang lebih luas sehingga dapat

membantu mereka dalam meningkatkan produksi

Seperti yang dikemukakan oleh salah satu Penyuluh Pertanian (Karim, 45

tahun) di Kecamatan Tamalate bahwa :

“Mengingat kegiatan budidaya cabai ini merupakan salah satu program


pemerintah yang sebagian masyarakat mengangap hal ini hal yang baru, jadi
yang pertama kita harapkan itu yaitu motivasi serta partisipasi dari masyarakat
itu sendiri. Karena yang sangat susah sebenarnya adalah keseriusan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan ini.”

Tingkat umur responden yang mendominasi di umur 41-50 tahun dimana

telah melewati umur produktif dalam berusaha tani karena tingkat umur erat

kaitanya dengan aktivitas usahatani yang lebih banyak memerlukan kemampuan

fisik. Dengan demikian petani dalam kategori umur produktif memiliki

kemampuan fisik yang memadai akan memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi

(Indraningsih,2011).

Serta pengalaman bertani yang masing-masing responden memiliki

pemahaman yang berbeda. Pengalaman bertani berpengaruh pada cara responden

melakukan budidaya tanaman cabai. Pengalaman bertani merupakan salah satu

factor yang mempengaruhi tingkat keterampilan responden dalam mengelola

usaha taninya. Pengalaman kerja yang lebih lama dapat membuat petani memiliki

kemampuan dalam melakukan kegiatan produksi dan pengembangan dibidang

sektor pertanian dibandingkan dengan petani yang kurang berpengalaman. Namun

hal ini bukan sesuatu yang tentu pasti bahwa petani yang berpengalaman akan

40
lebih baik dibandingkan dengan yang kurang berpengalaman karena terdapat

faktor lain di dalam melakukakan suatu kegiatan produksi di sektor pertanian

(Indraningsih,2011).

Rendahnya produksi disebabkan juga karena sarana dan prasarana dalam

budidaya cabai yang diberikan oleh lembaga terkait yang memberikan bantuan

masih kurang dan juga yang kualitasnya sudah tidak bagus. Seperti benih dengan

daya kecambah 85%, pupuk dan pestisida yang kadaluarsa serta media tanam

yang kurang.

Sesuai dengan hasil wawancara dengan salah satu informan (A, 80 tahun )

di Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate bahwa :

“Disini bantuan yang diberikan berupa benih, pupuk, dan racun memang
ada, tapi saya liat dilabelnya sudah kadaluarsa tapi kita tetap pakai, media
tanamnya juga yang diberikan kurang tanah subunyar, yang banyak itu hanya
kompos padahal yang kita butuhkan disini lebih banyak tanah subur”.

4.4 Evaluasi Budidaya Cabai Berdasarkan SOP di Kecamatan Tamalate

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di Kecamatan Tamalate, evaluasi

budidaya cabai di Kecamatan Tamalate adalah sebagai berikut :

41
EVALUASI BUDIDAYA CABAI BERDASARKAN SOP

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Baro mang paran mann tanju macci balan pa'ba bong jonga
mbon asa gtam uruki ng ni gbaru eng- aya ya
g bung merd somb baen
eka ala g
penyemaian 70.83 45.83 31.25 41.66 64.66 58.41 56.5 33.33 35.41 45.41
penanaman 87.5 56.25 50 50 50 50 50 25 50 50
pemeliharaan 83.33 47.91 45.83 43.75 75 60.41 60.41 33.33 47.91 47.91
panen 68.75 68.75 56.25 68.75 68.75 62.5 58.33 43.75 56.25 43.75
hasil panen 29.96 6.54 8.39 4.5 14.32 12.92 11.74 0.69 5.18 5.7

penyemaian penanaman pemeliharaan panen hasil panen

Sumber :Data primer setelah diolah 2018

Gambar 6. Evaluasi budidaya cabai berdasarkan SOP pada Kecamatan Tamalate

Adapun hasil evaluasi cabai berdasarkan SOP di Kecamatan Tamalate dapat

dilihat pada gambar 6 bahwa teknik budidaya yang diterapkan di Kecamataan

Tamalate berdasarkan kesesuaian SOP yang memiliki persentase tertinggi yaitu

pada teknik pemeliharaan dan teknik panen dengan rata-rata skor yang didapat

yaitu 57.08 dengan skor tersebut termasuk dalam kategori cukup sesuai untuk

kesesuaian teknik budidaya cabai.

Adapun keberhasilan teknik budidaya cabai dan produksi setiap kelurahan di

Kecamatan Tamalate yaitu pada Kelurahan Barombong dengan skoring rata-rata

teknik budidaya tanaman cabai yang diterapkan yaitu 77.60 atau sesuai dengan

teknik budidaya cabai berdasarkan SOP dan presentase hasil panen yang

didapatkan yaitu 29.96%, Kelurahan Mangasa dengan skoring teknik budidaya

cabai yaitu 54.68 atau cukup sesuai dengan teknik budidaya cabai berdasarkan

42
SOP dan presentase hasil panen yaitu 6.54%, Kelurahan Parangtambung dengan

skoring rata-rata teknik budidaya tanaman cabai yang diterapkan yaitu 45.83 atau

kurang sesuai dengan teknik budidaya cabai berdasarkan SOP dan presentase hasil

panen yang didapatkan yaitu 8,39%, Kelurahan Mannuruki dengan skoring rata-

rata teknik budidaya tanaman cabai yaitu 51.04 atau cukup sesuai dengan teknik

budidaya cabaiberdasarkan SOP dan presentase hasil panen yaitu 4.50%,

Kelurahan Tanjung Merdeka dengan skoring rata-rata teknik budidaya tanaman

cabai yang diterapkan yaitu 64.50 atau sesuai dengan teknik budidaya cabai

berdasarkan SOP dan persentase hasil panen yaitu 14.32%, Kelurahan Maccini

Sombala dengan skoring rata-rata teknik budidaya tanaman cabai yaitu 57.83 atau

cukup sesuai dengan teknik budidaya cabai berdasarkan SOP dan persentase hasil

panen yaitu 12.92%, Kelurahan Balangbaru dengan skoring rata-rata teknik

budidaya tanaman cabai yaitu 56.31 atau cukup sesuai dengan teknik budidaya

cabai berdasarkan SOP dan persentase hasil panen yaitu 1.74%, Kelurahan

Pa’baeng baeng dengan skoring rata-rata teknik budidaya tanaman cabai yang

diterapkan yaitu 33.85 atau kurang sesuai dengan teknik budidayacabai

berdasarkan SOP dan persentase hasil panen yaitu 0.69%, Kelurahan Bongaya

dengan skoring rata-rata teknik budidaya tanaman cabai yaitu 47.39 atau kurang

sesuai dengan teknik budidaya cabai berdasarkan SOP dan persentase hasil panen

yaitu 5,18%, Kelurahan Jongaya dengan skoring rata-rata teknik budidaya

tanaman cabai yang diterapkan yaitu 46.77 atau kurang sesuai dengan teknik

budidaya cabai berdasarkan SOP dan persentase hasil panen yaitu 5.7%.

43
Dari uraian di atas terlihat bahwa Kelurahan Barombong dan Tanjung

Merdeka memiliki persentase keberhasilan kegiatan budidaya cabai rata-rata

70.60 dan 64.60 atau sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). Dari

hasil tersebut, kesesuaian budidaya tanaman cabai berdasarkan Standar

Operasional Prosedur (SOP) terutama pada teknik pemeliharaan dan teknik panen

yang memiliki skor tertinggi. Hal tersebut berbanding lurus dengan hasil panen

yang didapat, dimana Kelurahan Barombong dan Kelurahan Tanjung Merdeka

memiliki persentase hasil panen tertinggi yaitu 29.96% dan 14.32%. Pada teknik

pemeliharaan khususnya pada proses pemupukan memiliki pengaruh yang tinggi

dalam meningkatkan hasil panen. Pemupukan merupakan salah satu kunci utama

keberhasilan peningkatan produksi cabai, dampak pemupukan yang efektif akan

terlihat pada pertumbuhan tanaman yang optimal dan produksi yang meningkat

dengan signifikan (Hasibuan, 2004) namun beberapa tahap sebelumnya juga

mempengaruhi hasil panen cabai seperti kualitas dan kuantitas benih dan media

tanam yang digunakan.

Kelurahan Pa’baeng baeng memiliki skoring terendah terhadap kesesuaian

teknik budidaya dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu 33.85.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di Kelurahan Pa’baeng baeng, faktor

partisipasi dari anggota kelompok tani yang kurang dan ketidakpahaman terhadap

teknik budidaya serta usia ketua kelompok tani yang sudah tidak produktif lagi

Hal tersebut didukung (Soekarwati, 2001) salah satu indikator dalam menentukan

produktivitas kerja dalam melakukan pengembangan usaha tani adalah tingkat

umur, dimana umur petani yang berusia relatif muda lebih kuta bekerja, cekatan,

44
mudah menerima inovasi baru, tanggap terhadap lingkungan sekitar bila

dibandingkan tenaga kerja yang sudah memiliki usia yang relarif tua sering

menolak inovasi baru.

4.5 Jenis Urban Farming yang diterapkan

Vertikultur merupakan salah satu jenis urban farming yang dipilih oleh

seluruh masyarakat di Kecamatan Tamalate. Sistem tanam vertikultur sangat

cocok diterapkan, khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan

sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan bertingkat,

perumahan umum, atau bahkan pada pemukiman di daerah padat yang tidak

punya halaman sama sekali. Dengan metode vertikultur ini, kita dapat

memanfaatkan lahan semaksimal mungkin. Usaha tani secara komersial dapat

dilakukan secara vertikultur, apalagi kalau sekedar untuk memenuhi kebutuhan

sendiri akan sayuran atau buah-buahan semusim. Jenis tanaman yang cocok untuk

dibudidayakan secara vertikultur adalah jenis tanaman semusim yang tingginya

tidak melebihi satu meter seperti cabai, tomat, terong, kubis, sawi, selederi, daun

bawang (Noverita, 2009).

Seperti yang dikemukakan oleh salah satu informan (N, 56 tahun) di

Kelurahan Mannuruki bahwa :

“Sistem budidaya yang kita pakai untuk tanam cabai disini itu polybag yang
disusun bertingkat, karena hemat tempatki, biaya juga. Kan disini tempatta
lorong-lorong jadi susahki kalau mau pakai lahan yang luas”

Sistem vertikultur yang digunakan sebagai program urban farming dengan

cara membuat instalasi secara bertingkat (vertikal) dengan tujuan untuk

meningkatkan jumlah tanaman di lahan terbatas. Dengan bertambahnya jumlah

45
tanaman di daerah perkotaan sehingga ruang terbuka hijau juga semakin

bertambah dan penyerapan CO2 dan kontribusinya dalam meningkatkan O2 di

udara akan semakin meningkat.

Vertikultur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan-bahan dan

peralatan yang ada di sekitar kita. Di samping itu, mudah dalam penyiapan dan

pemeliharaannya sehingga dapat dilakukan oleh setiap orang yang benar benar

ingin rnenekuninya, Menurut Nitisapto (1993), beberapa rancangan wadah media

tanam yang sudah cukup banyak dicoba dan menunjukkan tingkat keberbasilan

yang tinggi, adalah sebagai berikut: Kolom wadah media tanam disusun secara

verrtikal, Kolom wadah media disusun secara horizontal, Wadah media

digantung, Pot susun (Sutarminingsih, 2003).

4.6 Budidaya Cabai menunjang Ketahanan Pangan

Budidaya cabai yang dilakukan di Kecamatan Tamalate merupakan salah

satu kegiatan yang menunjang ketahanan pangan dalam hal ini tercukupinya

kebutuhan konsumsi rumah tangga. Berikut adalah tabel pemanfaatan hasil panen

cabai di Kecamatan Tamlate :

Tabel 3. Pemanfaatan hasil panen cabai di Kecamatan Tamalate


Pemanfaatan hasil
panen cabai
No Kelurahan Konsumsi Dijual
1 Barombong 2 2
2 Mangasa 2 -
3 Parangtambung 2 -
4 Mannuruki 2 -
5 Tanjung merdeka 2 -
6 Maccini sombala 2 1
7 Balangbaru 2 1
8 Pa'baeng-baeng 2 -

46
9 Bongaya 2 -
10 Jongaya 2 -
Jumlah 20 4
Presentase 100 20
Sumber : Data primer setelah diolah 2018

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 100% kelompok tani yang

membudidayakan cabai, hasil panennya hanya untuk dikonsumsi. Dan 20% yakni

2 kelompok tani dari Kelurahan Ballalompoa, 1 kelompok tani dari Kelurahan

Maccini Sombala, dan 1 kelompok tani dari Kelurahan Balangbaru yang hasil

panennya selain dapat dikonsumsi , masih bisa untuk menjual baik dalam bentuk

produk olahan ataupun tidak diolah untuk memenuhi kebutuhan pangan lainnya.

Bentuk olahan cabai yang dijual ada yang dalam bentuk saos cabai dan juga

berbentuk cabai bubuk.

Seperti yang dikemukakan oleh satu informan (B, 40 tahun) di Kecamatan

Tamalate bahwa :

“Disini kita jual cabe dalam bentuk cabai bubuk, supaya hasilnya bisa
dipakai lagi untuk beli yang lainnya. Terus kalau diolah jadi cabai bubuk
baguski, tahan lama juga”

Hal ini sesuai dengan tujuan ketahanan pangan yang bertujuan untuk

menjamin ketersediaan pangan yang cukup dari segi jumlah, mutu, keamanan dan

keragaman sehingga setiap rumah tangga mampu mengkonsumsi pangan dalam

setiap saat secara cukup, aman, bergizi dan berimbang untuk menjalani hidup

sehat dan produktif (Dinas Ketahanan Pangan,2017).

47
4.6.1 Permasalahan yang muncul

Dalam melakukan pengembangan tanaman cabai sebagai komoditas urban

farming di Kecamatan Tamalate tidak terlepas dari berbagai masalah yang

muncul. Adapun masalah yang muncul di selama melakukan pengembangan

tanaman cabai sebagai komoditas urban farming disajikan dalam gambar 7

berikut:

Permasalahan Teknis
95
100 80
80
50
60 Masalah yang
30
40 muncul
20 5
0
a b c d e

Sumber :Data primer setelah diolah 2018

Gambar 7: Permasalahan teknis yang dihadapi responden pengembangan

tanaman cabai di Kecamatan Tamalate

Keterangan gambar :

a) Serangan hama dan penyakit

b) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai SOP tanaman cabai

c) Sarana dan prasarana yang diberikan lembaga terkait masih kurang

d) Benih, pupuk, dan pestisida yang diberikan kualitasnya kurang baik

e) Kurangnya penyuluhan

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa persentase masalah yang

dihadapi pada pengembangan tanaman cabai di Kecamatan Tamalate yaitu

serangan hama dan penyakit 95% (dapat dilihat pada tabel yang terlampir )

48
kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai SOP tanaman cabai 80%,

bantuan yang diberikan lembaga terkait masih kurang 50%, benih,pupuk, dan

pstisida yang diberikan kualitasnya kurang baik 5%, kurangnya penyuluhan 30%.

Dari berbagai masalah yang dikemukakan diatas maka masalah serangan

hama dan penyakit merupakan masalah terbesar bagi responden. Seperti yang

telah diketahui bahwa serangan hama dan penyakit pada tanaman cabai

menyebabkan produksi tanaman menjadi turun drastis. Serangan hama dan

penyakit merupakan salah satu masalah serius dalam budidaya, tetapi penanganan

dan pengendalian yang tepat itu dapat dikurangi maupun ataupun dihilangkan.

Adapun hama dan penyakit yang kebanyakan muncul di budidaya cabai pada

Kecamatan Tamalate yaitu kutu kebul, semut, layu bakteri, dan rebah kecambah.

Berdasarkan hasil wawancara di Kecamatan Tamalate serangan hama dan

penyakit yang sering muncul pada saat budidaya cabai adalah kutu putih, semut

dan busuk buah. Cara pengendalian yang banyak dilakukan yaitu dengan

pengendalian kimiawi, dikarenakan lembaga terkait memberikan bantuan berupa

pestisida kimia dan salah satu alasan responden menggunakan pestisida kimia

karena hasilnya cepat dibandingkan dengan pestisida nabati.

Adanya bantuan dari lembaga terkait membuat masyarakat memiliki

antusias untuk melakukan budidaya cabai. Namun berdasarkan hasil wawancara

bantuan yang diberikan masih kurang. Hal itu membuat responden menjadi

kurang bersemangat dalam melakukan budidaya dan menggunakan yang ada saja

sehingga budidaya cabai kurang optimal. Selain bantuan yang diberikan kurang,

sebagian dari bantuan tersebut ada yang kualitasnya kurang baik dalam hal ini

49
sudah kadaluarsa, namun tetap dipakai oleh responden. Sehingga hal ini sangat

berpengaruh pada tingkat keberhasilan dalam budidaya cabai.

Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai SOP teknik budidaya

tanaman cabai juga menjadi masalah bagi responden. Beberapa responden

melakukan budidaya cabai yang tidak sesuai dengan SOP, sehingga belum bisa

medapatkan hasil panen secara maksimal. Hal tersebut juga berkaitan dengan

kurangnya penyuluhan membuat responden melakukan budidaya sesuai yang

diketahuinya saja.

Berdasarkan hasil wawancara kebanyakan responden tidak memiliki

pengalaman bertani dan kurangnya penyuluhan membuat responden banyak

mengeluh karena tidak bisa memaksimalkan kegiatan budidaya cabai dengan

kemapuan yang terbatas. Namun disisi lain, berdasarkan hasil wawancara dengan

salah satu penyuluh di Kecamatan Tamalate bahwa penyuluhan memang belum

bisa maksimal karena dalam satu penyuluh memegang 3 kelurahan. Serta hasil

wawancara di Dinas Ketahanan Pangan mengatakan bahwa ada penyuluhan yang

dilakukan dan hanya mengundang beberapa kelompok tani saja, hal tersebut

karena melihat dari objek yang akan disuluhkan dan kelompok tani yang sesuai.

50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka disimpulkan sebagai

berikut :

1. Keberhasilan kegiatan urban farming tanaman cabai berdasarkan

penerapan SOP (Standar Operasional Prosedur) budidaya cabai di

Kecamatan Tamalate Kota Makassar mencapai 53% atau cukup sesuai

dengan SOP dengan persentase penerapan SOP teknik budidaya cabai

yaitu teknik penyemaian (38%), teknik penanaman (67%), teknik

pemeliharaan (50%) dan teknik panen (52%) dan untuk penerapan urban

farming yang dilakukan yaitu sistem vertikultur.

2. Rata-rata produksi cabai di Kecamatan Tamalate yaitu 1,2 kg/tanaman.

Produksi cabai di Kecamatan Tamalate tertinggi yaitu Kelurahan

Barombong yaitu 1,6 kg/tanaman dengan persentase 29,96% dan produksi

cabai terendah yaitu Kelurahan Pa’baeng baeng yaitu 0,6kg/tanaman

dengan persentase 0,69%.

3. Permasalahan yang paling banyak dihadapi oleh responden yaitu serangan

hama dan penyakit dengan persentase 95%.

5.2 Saran

Campur tangan dan perhatian penyuluh pertanian dan lembaga terkait

perlu dimaksimalkan serta perlunya penerapan teknik budidaya cabai yang sesuai

dengan SOP.

51
DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga W. 2002. Karakteristik Usaha Tani Sayuran Organik di Jawa Barat,


Status dan Prospek. Buletin Ristek Balitbangda Jawa Barat.1:01.

Achmad Suryana. (2003). Kapita Selekta, Evolusi Pemikiran Kebijakan


Ketahanan Pangan. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Alaerts, G dan S.S. Santika. 2002. Metoda Penelitian Air. Penerbit Usaha
Nasional Arikunto Suharsimi. Surabaya.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).2012. Pengelolaan Tanaman


Terpadu (PTT) Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Jawa Timur.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), 2016. Konsep Urban Farming
Sebagai Solusi Kota Hijau. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta
Balai Pusat Statistik,2017. Kecamatan Tamalate dalam Angka. Balai Pusat
Statistik Makassar. Makassar
Budi, Adri dan Cahyo W, R. 2008. Respon Aplikasi Pupuk Organik dan Waktu
Transplantasi Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Besar
(Capsicum annum). Jurnal Respon Aplikasi Pupuk Organik.
Dermawan,R dan Asep Harpenas. 2010. Budi Daya Cabai Unggul,Cabai Besar,
Cabai keriting, Cabai Rawit, dan Paprika. Penebar Swadaya: Jakarta
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.2017.
https://opendata.makassar.go.id/dataset/0a253f5c-61be-4567-a052
d36b01a98839/resource/372d1f9b-0941-4106-9068
a28491ee9768/download/7.-disdukcapil-kupas-tas.pdf. Di akses pada
November 2017.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, 2006. Kebijakan Pengelolaan
Sumberdaya Ikan Dalam Rangka Pengelolaan Perikanan Yang Bertanggung
Jawab Sebagai Upaya Penanggulangan Konflik Nelayan. Makalah Seminar,
Makassar.
Dirhamsyah, dkk. 2016. KETAHANAN PANGAN; Kemandirian Pangan dan
Kesejahteraan Masyarakat Daerah rawan Pangan di Jawa. Plantaxia.
Yogyakarta
Dinas Ketahanan Pangan,2017. Pedoman Umum Cabai. Dinas Ketahanan Pangan.
Makassar
Elvina, H. 2013. Cabe Rawit, Si Mungil yang Pedas. http://www.bbpp-
lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/671-cabe-rawit-si-
mungil-yang-pedas. Diakses pada tanggal 27 Desember 2017

52
Fauzi,Ahmad.R. Ichiarsyah,Annisa.N dan Agustin Heni. 2016. Pertanian
Perkotaan: Urgensi, Peranan, dan Praktik Terbaik. Universitas Trilogi.
Jakarta
Hewindati, Yuni T. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta.
Indraningsih, Kurnia.S. 2011. Pengaruh penyuluhan terhadap keputusan petani
Dalam adopsi inovasi teknologi usahatani terpadu. Pusat Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian. Bogor
Kadarisman, M. 2012. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Penerbit PT rajagrafindo persada. Jakarta.
Karyadi D, Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yag Dianjurkan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Julie M. Slabinski.2013 “From Wasteland To Oasis: How Pennsylivania Can
Appropriate Vacant Urban Land Into Functional Space Via Urban
Farming”, Widener Law Journal, Vol 22, 253-28. Diakses pada September
2017.
Nani Sumarni dan Agus Muharam. 2005. Budidaya Cabai Merah. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan
Penelitian dan Penegmbangan Pertanian. Bandung
Noverita, Sv.2009. Pengaruh konsentrasi pupuk pelengkap cair nipka- plus dan
jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman baby kaylan
(Brassica oleraceae L.
Prajnanta, F. 2003. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya, Jakarta.162 hlm
Sutarminingsih, L. 2003. Pola bertanam secara vertikal, vertikultur. Kanisius.
Yogyakarta
Soekarwati, 2005. Analisis Usaha Tani. Jakarta:UI Press 2006. Analisis Usaha
Tani.Jakarta: UI Press
Tjahjadi, N. 1991. Seri Budidayaa Cabai. Kanisius. Yogyakarta. 47 Hal.
Thaha R. Abd,Veni Hadju, Santoso dan Hardiansyah, 2002. Pangan Dan Gizi.
Penerbit DPP Pergizi Pangan Indonesia, Bogor.
Wiwin. R,Murtiningsih. A, Sopha and T, Handayani. 2007. Petunjuk Teknis

Budidaya Tanaman Sayuran. BALITSA. Bandung

53
Lampiran 1

KUISIONER PENELITIAN

Nomor Responden :

Tanggal Wawancara :

Lokasi :

Pewancara :

A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama Petani :
2. Umur Petani / Responden :
A 17-30 tahun
B 31-40 tahun
C 41-50 tahun
D 51-60 tahun
E >60 tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki Wanita


4. Pendidikan Formal
A Tidak pernah sekolah
B SD Tamat [ ] Tidak tamat [ ]
C SMP/Sederajat Tamat [ ] Tidak tamat [ ]
D SMU/Sederajat Tamat [ ] Tidak tamat [ ]
E Per.Tinggi/Sederajat Tamat [ ] Tidak tamat [ ]

A. DATA KELOMPOK TANI LORONG:

NO Uraian Keterangan
1 Nama kelompok tani
2 Jumlah anggota
3 Lama terbentuk
4 Pembagian tugas

54
Sumber dana
5
Penyuluhan yang dilakukan
7 Dukungan masyarakat
8 Masalah yang dihadapi

B. TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAI

 ASPEK PENYEMAIAN

No Uraian pertanyaan Pilihan Jawaban


a. Campuran tanah subur,
kompos, dan arang sekam
b. Campuran tanah subur dan
Jenis media tanam bibit yang kompos
1
digunakan c. Campuran tanah subur dan
arang sekam
d. Tanah subur saja
e. Lainnya
a. 2 : 1 : ¼ (karung)

Perbandingan dosis media tanam b. 2 : 1 (karung)


2 c. 2 : ¼ ( karung )
bibit
d. 2
e. Lainnya
a. 1-3 jam
b. 3-6 jam
3 Lama benih direndam
c. 6-9 jam
d. Lainnya ( sebutkan)
a. Menggunkan bahan kaos
sampai berkecambah
b. Menggunakan karung
lembab sampai berkecambah
4 Cara pemeraman benih c. Menggunakan kertas basah
sampai berkecambah
d. Menggunakan tanah yang
lembab sampai berkecambah
e. Lainnya

55
 ASPEK PENANAMAN

No Uraian pertanyaan Pilihan Jawaban

a. Campuran tanah subur,


kompos, sekam padi, NPK

b. Campuran tanah subur,


kompos, sekam padi
1 Media tanam yang digunakan
c. Campuran tanah subur,
kompos, NPK
d. Campuran tanah subur,
kompos
e. Lainnya

a. 2 : 2 : 1/4 (1 sendok NPK )

b. 2:2:¼
2 Perbandingan dosis media tanam
c. 2 : 2 : 1 sendok NPK
d. 2:2
e. Lainnya
a. Pagi atau sore
b. Pagi menjelang siang atau
siang menjelang sore
3 Waktu penanaman
c. Malam
d. Siang
e. Lainnya

 ASPEK PEMUPUKAN

No Uraian pertanyaan Pilihan Jawaban


1 Jenis pupuk yang digunakan a. Gandasil D
b. Gandasil B
c. NPK
d. Organik
e. Lainnya
2 Dosis pupuk/pohon a. 1-3 jam
b. 3-6 jam
c. 6-9 jam
d. 9-12 jam
e. >12 jam

56
3 Cara pemupukan a. Semprot
b. Siram
c. Tebar
d. Lainnya ( sebutkan)
4 Frekuensi pemupukan a. 4 kali sebulan
b. 3 kali sebulan
c. 2 kali sebulan
d. 1 kali sebulan
e. Lainnya (sebutkan)

 PEMELIHARAAN
No Uraian Pertanyaan Pilihan Jawaban
a. 2 kali sehari
b. 1 kali sehari
1 Penyiraman c. 4 kali seminggu
d. 3 kali seminggu
e. Lainnya
a. Produktivitas Sebelum
Panen dan Setelah Panen
b. Produktivitas (Sebelum
Panen, Saat Panen dan
Setelah Panen)
c. Produktivitas (Sebelum
2 Pemangkasan Panen/Saat Panen
/Setelah Panen)
d. Produktivitas (Sebelum
Panen/Saat Panen
/Setelah Panen)
e. Tidak Melakukan
Pemangkasan
a. Mengumpulkan sampah
daun, kulit buah kakao
serta gulma dan
menyimpannya pada
3 Penyiangan lubang
b. Mengumpulkan sampah
daun dan gulma, dan
menumpuknya pada satu
tempat

57
c. Mengumpulkan sampah
daun dan gulma
kemudian membakarnya
d. Gulma dan sampah
disebar
e. Tidak Melakukan
penyiangan

 PANEN
No Uraian pertanyaan Pilihan Jawaban
1 Umur Panen a. 70-75 hari
b. <70 hari
c. >75 hari
d. >85 hari
e. Tidak melakukan panen
2 Kriteria Panen a. buah masak kuning/kemerahan
b. Buah matang/hijau muda
c. Buah matang hijau tua
d. Buah masak merah kehitaman
e. lainnya (sebutkan)

C. ASPEK PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT


No Uraian pertanyaan Pilihan Jawaban
1 Jenis hama/penyakit yang a. Kutu putih.
menyerang b. Layu bakteri
c. Layu Fusarium
d. Semut
e. Lainnya (sebutkan)

2 Pengendalian hama/penyakit yang a. Kimiawi dengan pestisida


dilakukan b. Biologi dengan musuh
alami
c. Manual
d. Pestisida organic
e. Lainnya (sebutkan)

58
D. PRODUKTIVITAS TANAMAN

No. Uraian pertanyaan Jawaban


1 Produksi rata-rata/pohon

2 Produksi rata-rata setiap panen

CATATAN
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………

59
Lampiran 2

Tabel 1. Persentase Umur Responden


No Umur Jumlah Persentase
1 17-30 0 0
2 31-40 7 35.00
3 41-50 8 40.00
4 51-60 3 15.00
5 >60 2 10.00
Jumlah 20 100.00

Tabel 2. Persentase tingkat pendidikan responden


No Tingkat pendidikan Jumlah Persentase
1 Tidak pernah sekolah 0 0.00
2 SD 2 10.00
3 SMP/Sederajat 6 30.00
4 SMU/Sederajat 11 55.00
5 Per.Tinggi/Sederajat 1 5.00
Jumlah 20 100.00

Tabel 3. Persentase pengalaman bertani


No Pengalaman berusaha tani Jumlah Persentase
1 Ada pengalaman 4 20.00
2 Tidak ada pengalaman 16 80.00
Jumlah 20 100.00

Tabel 4. Tabel Data Penyuluhan di Kecamatan Tamalate


Jumlah anggota Jumlah
Kunjungan
Nama Poktanrong kelompok tani yang penyuluhan yang
Penyuluh ke
ikut penyuluhan pernah diikuti
lokasi
Ballalompoa 4 orang 3 kali 4 kali/bulan
Pattukanngan 4 orang 3 kali 4 kali/bulan
Pabbentengan 2 orang 2 kali 4 kali/bulan
Cantik 2 orang 2 kali 1 kali/bulan
Mandiri 3 orang 2 kali 2 kali/bulan
Bersatu 2 orang 2 kali 3 kali/bulan
Tabaria 1 orang 2 kali 2 kali.bulan
Cantik 3 orang 3 kali 2 kali/bulan
Dahlia 2 orang 3 kali 2 kali/bulan
Poktan 321 2 orang 2 kali 3 kali/bulan

60
Appakabaji 1 orang 2 kali 1 kali/bulan
Deppasawi 1 orang 2 kali 2 kali/bulan
Melati 2 orang 3 kali 2 kali/bulan
Rose 1 orang 2 kali 2 kali/bulan
Sipakainga 2 orang 1 kali 2 kali/bulan
Sipakatau 2 orang 2 kali 1 kali/bulan
Sejahtera 2 orang 2 kali 3 kali/bulan
Balanggaddong 1 orang 2 kali 2 kali/bulan
Asoka 1 2 orang 2 kali 2 kali/bulan
Asoka 4 1 orang 2 kali 2 kali/bulan

Tabel 5. Persentase Hama dan Penyakit yang muncul


No Hama dan penyakit Jumlah Persentase
1 Kutu kebul 19 95
2 Semut 20 100
3 Layu bakteri 18 90
4 Rebah kecambah 19 95

61
62
63
64
Lampiran 4. Hasil kegiatan penelitian

Gambar 1. Wawancara dengan responden di Kecamatan Tamalate

65
Gambar 2 . Tanaman cabai yang dibudidayakan di Kecamatan Tamalate

66

Anda mungkin juga menyukai