Anda di halaman 1dari 56

RESPONS INDUKSI TUNAS AKSILAR KENTANG

(Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA TERHADAP


PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURINE DAN EKSTRAK TOUGE
SECARA IN VITRO

(Skripsi)

Oleh

FIFIT YUNIARDI
15110005.P

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN


DHARMA WACANA METRO
2019
RESPONS INDUKSI TUNAS AKSILAR KENTANG
(Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA TERHADAP
PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURINE DAN EKSTRAK TOUGE
SECARA IN VITRO

Oleh

FIFIT YUNIARDI
15110005.P

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapat Gelar Sarjana Pertanian
Pada Jurusan Agroteknologi

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN


DHARMA WACANA METRO
2019

i
ABSTRAK

RESPONS INDUKSI TUNAS AKSILAR KENTANG


(Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA TERHADAP PENAMBAHAN
BENZYLAMINOPURINE DAN EKSTRAK TOUGE SECARA IN VITRO

Oleh
FIFIT YUNIARDI

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan lima kelompok besar


makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras dan terigu, kendala utama
dalam budidaya kentang adalah ketersediaan bibit yang berkualitas dan memadai.
Salah satu usaha mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara
mengembangkan bibit kentang secara kultur jaringan dengan memadukan
penggunaan ZPT dalam kegiatannya.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan ZPT sintetik dengan
ZPT yang terkandung didalam touge dan untuk mengetahui (1) pengaruh
benzylaminopurine terhadap daya induksi tunas aksilar kentang secara in vitro (2)
pengaruh ekstrak touge terhadap daya pertumbuhan tunas aksilar secara in vitro
(3) interaksi benzylaminopurine dan ekstrak touge terhadap daya induksi tunas
aksilar dan pertumbuhan tunas kentang secara in vitro.

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Jurusan


Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2018 hingga Desember 2018.
Perlakuan disusun secara faktorial (3x4). Perlakuan yang diterapkan pada satuan
percobaan dalam rancangan acak kelompok (RAK). Setiap perlakuan diulang tiga
kali. Setiap satuan percobaan terdiri dari empat botol kultur yang masing-masing
berisi satu eksplan. Perlakuan yang dicobakan adalah konsentrasi
Benzylaminopurine sebagai faktor pertama yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0
mL/L (b0), 2 mL/L (b1), dan 4 mL/L (b2), dan faktor kedua adalah konsentrasi
ekstrak touge yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 g/L (t0), 50 g/L (t1), 100 g/L
(t2), dan 150 g/l (t3).

Hasil penelitian menunjukan konsentrasi benzylaminopurine berpengaruh nyata


terhadap kecepatan tumbuh akar, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun
planlet kentang. Untuk ekstrak touge berpengaruh nyata terhadap panjang tunas
planlet kentang. Sedangkan pengamatan kecepatan tumbuh tunas diperoleh hasil
yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan konsentrasi benzylaminopurine dan
penambahan ekstrak touge secara in vitro.
Kata kunci : benzylaminopurine, Ekstrak touge, in Vitro, Planlet kentang.

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Respons Induksi Tunas Aksilar Kentang


(Solanum tuberosum L. ) Varietas Granola
Terhadap Penambahan Benzylaminopurine
dan Ekstrak Touge secara In Vitro

Nama Mahasiswa : Fifit Yuniardi

Nomor Pokok Mahasiswa : 15110006.P

Jurusan Agroteknologi

Program Studi : Agroteknologi

MENYETUJUI :
KOMISI PEMBIMBING

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Maryati, M.P Krisnarini, S.P, M.Si


NIP. 196509221989032001 NIK. 0030110354A

Ketua Jurusan,

Priyadi, SP, M.Si


NIK.003027283A

iii
HALAMAN PENGESAHAN

1. Tim Penguji

Ketua Penguji : Prof. Dr. Ir. Maryati, M.P ........................

Penguji Utama : M. Gary R Warganegara, S.P, M.Si ........................

Anggota Penguji : Krisnarini, S.P, M.Si ........................

2. Ketua Sekolah Tinggi Pertanian Dharma Wacana

Ir. Rakhmiati, M.T.A


NIP. 196304081989032001

Tanggal lulus ujian : 01 November 2019

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Roworejo , Kecamatan

Negerikaton Kabupaten Pesawaran pada tanggal 10

Juni 1986 dari pasangan Bapak Sumardi dan Ibu Siti

Rokhana, merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri

1 Roworejo pada tahun 1997 yang sekarang menjadi

SD Negeri 2 Negerikaton, selanjutnya penulis menamatkan sekolah menengah di

SLTP Negeri 1 Negerikaton pada tahun 2000 yang sekarang telah berganti nama

SMP Negeri 7 Pesawaran, beranjak dari itu penulis melanjutkan ke jenjang

pendidikan pada SMU Negeri 1 Sukoharjo dan lulus pada tahun 2003. Penulis

yang mempunyai kegemaran akan tanaman hias sempat menuntut ilmu dan

mendapatkan gelar ahli madya (A,Md) di Perguruan Tinggi Politeknik Negeri

Lampung dan lulus pada tahun 2006. Selanjutnya penulis terdaftar di Perguruan

Tinggi Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro pada tahun 2015.

Saat ini penulis bertugas pada institusi tempat penulis mengenyam pendidikan

Ahli Madya di Politeknik Negeri Lampung sebagai tenaga fungsional

kependidikan yaitu Pranata Laboratorium Pendidikan pada unit Laboratorium

Kultur Jaringan.

v
Motto

Belajarlah dari kegagalan namun jangan berhenti


karena kegagalan, sebab kegagalan adalah proses


pembelajaran agar kita tidak sombong setelah
menggapai kesuksesan”

vi
PERSEMBAHAN

Penulis dedikasikan karya kecil ini untuk :


Ibu dan Bapak tercinta
serta keluarga kecilku istri dan anakku tersayang
yang selalu memberikan suport untuk menyelesaikan
karya tulis ini.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul Respons Induksi Tunas Aksilar Kentang (Solanum

tuberosum L. ) Varietas Granola Terhadap Penambahan Benzylaminopurine Dan

Ekstrak Touge Secara In Vitro

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ir. Rakhmiati, M.T.A selaku ketua STIPER Dharma Wacana Metro.

2. Priyadi, SP, M.Si selaku Ketua Jurusan Agroteknologi STIPER Dharma

Wacana Metro.

3. Prof. Dr. Ir. Maryati, M.P selaku pembimbing I yang telah memberikan

banyak ilmu dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Krisnarini, S.P, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan banyak

ilmu dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Muhammad Gary R Warganegara, S.P, M.Si selaku penelaah yang telah

banyak memberikan saran untuk memperbaiki skripsi ini.

6. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan baik moral maupun material

7. Istri dan anakku yang senantiasa mendorong agar selalu semangat dalam

menuntut ilmu dan mendukung dengan sepenuh hati untuk kegiatan

penelitian ini.

viii
8. Rekan-rekan yang juga telah membantu dalam pembuatan skripsi ini

sehingga dapat berjalan dengan lancar.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam

penulisan dan penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik

dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga Skripsi ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi penulis maupun orang

yang membacanya.

Metro, Oktober 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR GAMBAR xvi

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah 1


1.2. Tujuan penelitian 3
1.3. Dasar Pengajuan Hipotesis 4
1.4. Hipotesis 5

2. TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Botani Tanaman Kentang 6


2.2. Teknik Kultur Jaringan Tanaman 8
2.3. Media Kultur 9
2.4. Eksplan 10
2.5. Zat Pengatur Tumbuh 11
2.6. Ekstrak touge 13

3. METODE PENELITIAN 16

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 16


3.2. Bahan dan Alat 16
3.3. Metode Penelitian 18
3.4. Pelaksanaan Penelitian 18
3.4.1. Sterilisasi alat 18
3.4.2. Pembuatan media stock 19
3.4.2.1. Membuat larutan stok makro NH4NO3
dan KNO3 20
3.4.2.2. Membuat larutan stok CaCl2.2H2O 20

x
3.4.2.3. Membuat larutan stok MgSO47H2O
dan KH2PO4 21
3.4.2.4. Membuat larutan stok mikro MnSO4H2O,
H3BO3,ZnSO47H2O 21
3.4.2.5. Membuat larutan stok mikro KI, Na2MoO47H2O,
CuSO45H2O, CoCl26H2O 22
3.4.2.6. Membuat larutan stok FeSO47H2O
dan Na2EDTA 22
3.4.2.7. Membuat larutan stok vitamin 23
3.4.2.8. Membuat larutan stok Vitamin Mio-inositol 23
3.4.2.9. Membuat larutan ZPT 24
3.4.3. Pengecambahan touge 24
3.4.4. Ekstraksi touge 24
3.4.5. Aplikasi perlakuan 25
3.4.6. Media kultur dan sterilisasinya 25
3.4.7. Persiapan eksplan dan penanaman 26
3.4.8 . Pemeliharaan 27
3.4.9. Pengamatan 27

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29


4.1. Hasil Pengamatan 29
4.1.1. Pengamatan kecepatan tumbuh tunas (hari) 29
4.1.2. Pengamatan kecepatan tumbuh akar 30
4.1.3. Pengamatan jumlah tunas per eksplan 31
4.1.4. Pengamatan panjang tunas kentang 32
4.1.5. Pengamatan jumlah daun per planlet 32
4.2. Pembahasan 33

5. KESIMPULAN DAN SARAN 37

5.1. Kesimpulan 37
5.2. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA. 38

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Komposisi dan nilai gizi kandungan dalam 100 g


ekstrak kecambah kacang hijau 15

Tabel 2. Formulasi Media MS (Murashige dan Skoog, 1962) 19

Table 3. Waktu kecepatan tumbuh tunas (hst) eksplan kentang akibat


perbedaan konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge 29

Tabel 4. Waktu tumbuh akar (hst) planlet kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge 30

Table 5. Jumlah tunas per eksplan kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge umur 30 hari
setelah tanam 31

Table 6. Panjang tunas kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge umur 30 hari
setelah tanam 32
Table 7. Jumlah daun per planlet kentang akibat perbedaan konsentrasi
benzylaminopurine dan ekstrak touge umur 30 hari
setelah tanam 33

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Susunan rak percobaan 40

2. Jadwal kegiatan 41

3. Hasil rekapitulasi sidik ragam dan Uji BNT semua peubah


yang diamati 42

4. Deskripsi tanaman kentang 43

3. Data kecepatan tumbuh tunas eksplan kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge
secara in vitro 44

4. Analisis ragam kecepatan tumbuh tunas eksplan kentang akibat


perbedaan konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge
secara in vitro 44

5. Data kecepatan tumbuh tunas eksplan Kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
(Transformasi + 1/2) 45

6. Analisis ragam kecepatan tumbuh tunas (hst) eksplan kentang akibat


perbedaan konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge
secara in vitro (Transformasi + 1/2) 45

7. Data kecepatan tumbuh akar planlet kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge
secara in vitro 46

8. Analisis ragam kecepatan tumbuh akar planlet kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge
secara in vitro 46

9. Data kecepatan tumbuh akar planlet kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
(Transformasi + 1/2) 47

xiii
10. Analisis ragam kecepatan tumbuh akar planlet kentang akibat perbedaan
konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge
secara in vitro 47

11. Data jumlah tunas eksplan kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 48

12. Analisis ragam jumlah tunas eksplan kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan touge secara in vitro
umur 30 hst 48

13. Data jumlah tunas eksplan kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro umur 30 hst
(Transformasi + 1/2) 49

14. Analisis ragam jumlah tunas eksplan kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 49

15. Data panjang tunas kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 50

16. Analisis ragam panjang tunas kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 50

17. Data panjang tunas kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro umur 30 hst
(Transformasi + 1/2) 51

18. Analisis ragam panjang tunas kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 51

19. Data jumlah daun planlet kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 52

20. Analisis ragam jumlah daun planlet kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 52

21. Data jumlah daun planlet kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro umur 30 hst
(Transformasi + 1/2) 53

xiv
22. Analisis ragam jumlah daun planlet kentang akibat perbedaan
konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge secara in vitro
umur 30 hst 53

xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman

1. Planlet kentang Granola 54


2. Touge kacang hijau 54
3. Alur kegiatan pembuatan media 55
4. Alur kegiatan penanaman 56
5. Respon pengakaran planlet kentang umur 30 hari
setelah tanam hanya terjadi pertumbuhan akar pada media tanpa
aplikasi benzylaminopurine 57
6. Respon pengakaran planlet kentang umur 30 hari setelah
tanam pada media dengan konsentrasi benzylaminopurine 2 mL/L 58
7. Respon pengakaran planlet kentang umur 30 hari setelah
tanam pada media dengan konsentrasi benzylaminopurine 4 mL/L 59

xvi
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan lima kelompok besar

makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras dan terigu. Negara-negara

Eropa, Amerika Serikat,merupakan negara yang memanfaatkan kentang sebagai

makanan pokok.Kentang juga merupakan sayuran umbi kaya vitamin C dan

Kalium. Komoditas ini mendapat prioritas pengembangan di Indonesia, karena

tanaman ini merupakan salah satu sumber karbohidrat non beras dan mempunyai

potensi dalam program diversifikasi pangan. Beberapa tahun terakhir ini terlihat

bahwa kebutuhan kentang cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya

jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan dan berkembangnya industri

pengolahan makanan cepat saji. Keadaan tersebut mengakibatkan bertambah

luasnya pertanaman kentang dan meningkatnya permintaan benih kentang

bermutu tinggi ( Balitsa, 2016)

Tanaman kentang dapat digolongkan menjadi kentang sayur dan kentang industri

berdasarkan pemanfaatannya. Kentang olahan yang banyak dibudidayakan petani

adalah varietas Atlantik, sedangkan kentang sayur yang banyak dibudidayakan

adalah varietas Granola. Kentang varietas Atlantik rentan terhadap serangan hama

dan patogen, sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal (Mardliyana, 2017) .

1
2

Kendala utama peningkatan produksi adalah pengadaan dan distribusi bibit

kentang berkualitas yang belum kontiyu dan memadai. Dalam program

perbenihan penggunaan bibit bebas patogen/berkualitas mutlak diperlukan

sedangkan kebutuhan bibit kentang bersertifikat baru dapat dipenuhi sekitar 15%.

Bibit tesebut dapat diperoleh melalui teknik kultur jaringan yang disertai dengan

pengujian patogen terutama penyakit sistemik (virus) secara intensif dilanjutkan

dengan teknik perbanyakan cepat untuk memproduksi stek in vitro, stek in vivo

dan umbi mini (Balitsa, 2016).

Pengetahuan media kultur jaringan amat penting karena merupakan jalan

pembuka untuk suksesnya tahap pelaksanaan kultur jaringan. Berbagai media

kultur jaringan telah dikembangkan sejak dimulainya kultur jaringan. Media

kultur jaringan ini komponen utamanya adalah unsur hara makro, mikro ditambah

dengan gula sebagai pengganti unsur karbon yang didapat dari hasil fotosintesis.

Perkembangan selanjutnya adalah penambahan vitamin-vitamin, asam-asam

amino, bahan-bahan organik yang ternyata memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan komposisi yang terdiri dari unsur hara makro mikro saja. (Sandra,

2016).

Selain unsur hara, zat pengatur tumbuh (ZPT) sangat diperlukan dalam

merangsang atau meregenerasi pertumbuhan tunas atau anakan. Dalam kultur

jaringan, dua ZPT yang sering digunakan untuk perangsang perbanyakan tunas

aksilar dan induksi adalah sitokinin dan auksin. Jenis dan konsentrasi dari

masing-masing ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. ZPT yang

umumnya digunakan adalah dari golongan sitokinin derivat adenine, seperti

2
3

benziladenin (BA) atau benzylaminopurine, furfurylaminopurine (kinetin) dan

isopentenyladenine (2-iP). Sedangkan dari golongan auksin, seperti indoleacetit

acid (IAA), indolebutyric acid (IBA), dan asamnapthalenasetat (NAA) (Yusnita,

2015).

Zat pengatur tumbuh alami umumnya langsung tersedia di alam dan berasal dari

bahan organik, contohnya air kelapa, urin sapi, dan ekstraksi dari bagian tanaman.

Menurut Soeprapto (1992) komponen air pada kecambah kacang hijau (tauge)

merupakan bagian yang terbesar bila dibandingkan dengan komponen lainnya.

Gula kacang hijau didapatkan dalam bentuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Asam

amino esensial yang terkandung dalam protein kacang hijau antara lain triptofan

1,35 %, treonin 4,50 %, fenilalanin 7,07 %, metionin 0,84 %, lisin 7,94 %, leusin

12,90 %, isoleusin 6,95 %, valin 6,25 %. Selain itu, terdapat pula sistein, tirosin,

arginin, histidin, alanin, glisin, prolin, serta serin. Sedangkan menurut

Rismunandar (1992) dalam leovici (2013), tritopfan merupakan bahan baku

sintesis IAA.

1.2. Tujuan Pengajuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:

1. Pengaruh benzylaminopurine terhadap daya multiplikasi tunas aksilar kentang

granola secara in vitro.

2. Pengaruh ekstrak touge terhadap pertumbuhan tunas aksilar kentang granola

secara in vitro.

3. Pengaruh interaksi benzylaminopurine dan ekstrak touge terhadap daya

multiplikasi dan pertumbuhan tunas aksilar kentang granola secara in vitro


3
4

1.3. Dasar Pengajuan Hipotesis

Komposisi media dan ZPT untuk masing-masing spesies, antar klon, atau varietas

dalam satu spesies sering berbeda satu dengan lainnya. Sitokinin merupakan ZPT

yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa macam sitokinin merupakan

sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin

sintetik. Menurut Yusnita (2004) dari berbagai sitokinin yang digunakan, BA

atau benziladenin paling sering digunakan karena BA mempunyai efektifitas

untuk perbanyakan tunas cukup tinggi. Selain itu benzyladenin (BA) merupakan

ZPT sintetik yang mudah untuk ditemui dipasaran dalam bentuk powder atau

tepung dengan nama benzylaminopurine.

Menurut Rahmah (2018) penambahan bahan organik cenderung memberikan hasil

yang berbeda terhadap pembentukan organogenesis eksplan anggrek dendrobium.

Planlet cenderung menghasilkan organ tunas, daun dan akar yang tumbuh lebih

banyak, pada daun berwarna hijau segar dan lebih lebar, sedangkan akarnya

tumbuh lebih panjang.

Menurut Zulkifli dkk (2018), penambahan ekstrak tauge sebanyak 10 mL/L

menunjukkan hasil terbaik berdasarkan parameter jumlah daun dan panjang tunas

eksplan tanaman pisang klutuk (Musa paradisiaca L). Sedangkan menurut

Fadhillah (2015) dalam penelitiannya menuliskan bahwa penambahan ekstrak

touge sebanyak 20 g/L menunjukan hasil terbaik berdasarkan parameter jumlah

akar planlet kentang (Solanum tuberosum L). Oleh karena itu, penggunaan ZPT

benzylaminopurine/BAP (sitokinin), ekstrak touge (auksin) serta kombinasi BAP

4
5

dan ekstrak touge diduga akan berpengaruh terhadap daya induksi tunas aksilar

dan pertumbuhan tunas kentang secara in vitro.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga ada pengaruh benzylaminopurine terhadap daya induksi tunas aksilar

kentang secara in vitro.

2. Diduga adanya pengaruh ekstrak touge terhadap daya pertumbuhan tunas

aksilar secara in vitro.

3. Diduga adanya interaksi benzylaminopurine dan ekstrak touge terhadap daya

induksi tunas aksilar dan pertumbuhan tunas kentang secara in vitro.

5
6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Kentang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim

berbentuk semak. Menurut Setiadi (2009), sistematika tumbuhan, kedudukan

tanaman kentang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan/Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta/Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida/Dicotyledonae(berkeping dua)

Sub kelas : Asteridae

Ordo : Solanales/TubifloraeI (berumbi)

Famili : Solanaceae (berbunga terompet)

Genus : Solanum (daun mahkota berletakan satu sama lain)

Seksi : Petota

Spesies : Solanum tuberosum

Nama binominal : Solanum tuberosum LINN

Kentang merupakan tanaman semusim yang bersifat menyemak dan menjalar.

Batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50-120 cm, dan tidak

berkayu (tidak keras bila dipijat), namun batang bawah yang tua bisa berkayu.

Tulang daun berwarna hijau kemerahan atau keungungan. Tanaman yang berasal
7

dari biji akan menghasilkan satu batang utama. Sedangkan yang berasal dari umbi

akan menghasilkan lebih dari satu batang tanaman (Setiadi, 2009).

Daun-daun pertama berupa daun tunggal, daun berikutnya berupa daun majemuk

imparipinnate dengan anak daun primer dan anak daun skunder. Posisi tangkai

daun utama terhadap batang bervariasi. Pada tangkai daun utama terletak helaian

anak daun primer dan sekunder yang berbeda-beda dalam bentuk, ukuran dan

warna. Daun majemuk kentang mempunyai tunas ketiak yang dapat berkembang

menjadi cabang sekunder, dengan system percabangan simpodial (Setiadi, 2009).

Tanaman kentang termasuk tanaman berjenis kelamin dua (hermaproditus) atau

berbunga sempurna. Bunga tanaman kentang tumbuh pada ujung batang, tersusun

dalam satu karangan bunga yang terdiri atas 7-15 kuntum bunga. Diameter bunga

ada yang lebih dari 3 cm dan ada yang kurang dari 3 cm. Bunga kentang memiliki

warna yang bervariasi yaitu, putih, ungu atau merah keunguan tergantung

kultivarnya. Struktur bunga memiliki daun kelopak (calyx), daun mahkota

(corolla) dan benang sari (stamen) yang masing-masing berjumlah lima buah, satu

buah putik, dan sebuah bakal buah yang berongga dua. Daun mahkota berbentuk

terompet dengan ujung berbentuk bintang, benang sari terletak melingkari putik,

dan kepala sari membentuk cone berwarna kuning. Tepung sari biasanya masak

lebih dulu dari pada kepala putik. Bunga kentang mekar selama 2-4 hari, dengan

masa subur kepala putik dan produksi tepung sari berlangsung selama dua hari

(Pitojo, 2004).

Setelah penyerbukan, bakal buah akan membesar dan menjadi buah. Buah

berbentuk bulat dengan diameter 2,5 cm berwarna hijau sampai keunguan dan
8

akan masak selama 6-8 minggu setelah penyerbukan bunga. Biji kentang

berukuran kecil (diameter 0,5 mm) lebih kecil jika dibandingkan dengan biji

tomat, biji terung, biji paprika. Biji mengalami dormansi kira-kira enam bulan.

Pada penyimpanan dalam suhu kamar, daya kecambah biji akan menurun setelah

8-12 bulan (Pitojo, 2004).

Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar-akar. Proses pembentukan

umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau

stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi

menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral

dan air (Samadi, 2007).

Menurut Cutter dalam Zulkarnain (2009) umbi kentang terbentuk sebagai

pembesaran bagian ujung stolon dan 75%-85% dari total berat kering yang

diproduksi tanaman terakumulasi didalamnya. Stolon adalah tunas lateral yang

tumbuh menjulur secara diageotropik dengan buku memanjang dan melengkung

ujungnya.

2.2. Teknik Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian

tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara in

vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media

kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh),

serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol. Berdasarkan

bagian tanaman yang dikulturkan, secara lebih spesifik terdapat beberapa tipe
9

kultur, yaitu kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur akar, kultur pucuk tunas,

kultur embrio, kultur ovul, kultur anter dan kultur kuncup bunga. Namun semua

kultur tersebut sering disebut dalam istilah umum yaitu kultur jaringan (Yusnita,

2004).

Yusnita (2015) menuliskan bahwasanya kultur jaringan bermula dari pembuktian

sifat totipotensi (total genetik potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang

hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap

untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai.

Kegiatan kultur jaringan dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki

sifat-sifat unggul, eliminasi patogen, konservasi plasma nutfah, ekstrasi senyawa

metabolit sekunder dan perbanyakan klonal secara cepat yang sulit atau tidak

mungkin dilakukan secara konvensional (Abbas, 2011).

2.3. Media Kultur

Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur

telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan

tanaman yang dikulturkan. Contohnya komposisi Knudson (1946), Heller (1953),

Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk. B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS

(1965) dan Murashige dan Skoog-MS (1962) serta Woody plant medium-WPM

(1980). Media dapat berbentuk cair atau padat (Yusnita, 2004).

Tingkat keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama

disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan
10

yang dikulturkan. Komponen hara yang utama meliputi garam mineral, sumber

karbon (gula), vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa

nitrogen organik, berbagai asam organik, dan ekstrak tambahan tidak mutlak,

tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakan. Medium hara untuk

kultur jaringan tanaman mengandung 5 kelompok senyawa, yaitu garam organik,

sumber karbon, vitamin, pengatur tumbuh, dan pelengkap organik (Wetter dan

Constabel, (1991) dalam Pradana (2011).

Zulkarnain (2009) menyatakan bahwa keasaman medium juga mempengaruhi

keberhasilan kultur jaringan tanaman. Medium yang terlalu asam (pH < 4,5) atau

terlalu basa (PH > 7,0) dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan

eksplan. Menurut Tajiet dkk (1997) dalam buku Zulkarnain (2009), selain

mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur hara, pH juga mempengaruhi proses

pemadatan media. Media akan menjadi terlalu keras bila pH > 6,0, sedangkan

pada pH < 5,2 media akan sulit untuk menjadi padat. Pada umumnya, keasaman

medium ditetapkan antara 5,6—5,8.

2.4. Eksplan

Bagian tanaman yang digunakan untuk memulai kultur jaringan disebut eksplan.

Eksplan yang digunakan dapat berupa ujung tunas, potongan daun, potongan

batang berbuku, ujung akar, bagian-bagian bunga atau bagian-bagian biji.

Penentuan bagian tanaman yang akan digunakan sebagai eksplan harus melalui

pertimbangan yang seksama, karena kompetensi bagian-bagian organ tanaman

tersebut tidak sama dalam persepsi atau respon nya terhadap ZPT dan lingkungan

mikro yang dipaparkan. Umumnya jaringan tanaman yang masih muda disekitar
11

meristem apikal mempunyai daya regenerasi yang lebih baik daripada penggunaan

jaringa tanaman yang lebih tua (Yusnita, 2015). Kondisi fisiologis, ukuran

eksplan dan keadaan lingkungan kultur juga berpengaruh terhadap keberhasilan

kultur in vitro (Mujiah, 2015).

Ukuran eksplan yang kecil umumnya mempunyai daya tahan yang kurang baik

dibandingkan dengan eksplan yang ukurannya besar, ukuran eksplan yang baik

adalah 0,5 hingga 1 cm, walaupun demikian hal ini tidaklah mutlak pada semua

eksplan, melainkan tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis

tanamannya.

2.5. Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh penting ditambahkan ke media tanam untuk mendapatkan

pertumbuhan yang baik. Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur

tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin, interkasi dan

perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan

diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan dan

pertumbuhan tanaman kultur (Gunawan, 1992). Sitokinin merupakan hormon

yang berperan untuk pembelahan sel, dominasi apikal dan diferensiasi tunas.

Pemberian sitokinin kedalam medium menyebabkan pembelahan sel dan

diferensiasi tunas adventif dari kalus menjadi organ. Jenis sitokinin yang banyak

digunakan dalam kultur jaringan adalah BAP (BA), 2-ip dan kinetin (Abbas,

2011).
12

Pemberian sitokinin kedalam media kultur jaringan penting untuk menginduksi

perkembangan dan pertumbuhan eksplan. Senyawa tersebut dapat meningkatkan

pembelahan sel, proliferasi pucuk dan morfogenesis pucuk (Smith. 1992 dalam

buku Zulkarnaen. 2009). Bahkan menurut George dan Sherrington (1984) dalam

buku Zulkarnaen 2009 mengungkapkan apabila ketersediaan sitokinin didalam

media kultur sangat terbatas maka pembelahan sel pada jaringan yang dikulturkan

akan terhambat, akan tetapi apabila jaringan tersebut di subkulturkan pada

medium dengan kandungan sitokinin yang memadai maka pembelahan sel akan

berlangsung secara sinkron.

Pola regenerasi dari mata tunas yang sebelumnya sudah ada pada eksplan disebut

percabangan tunas aksilar (enhanced axillary branching). Pada pola regenerasi

ini satu eksplan meristem pucuk atau batang berbuku (nodal explant) dikulturkan

di media dengan penambahan zat pengatur tumbuh sitokinin (Yusnita, 2015).

Benziladenin merupakan satu jenis sitokinin sintetik yang banyak digunakan

dalam kultur jaringan untuk membentuk tunas majemuk. BA merupakan sitokinin

tipe adenin yang dicirikan oleh basa adenine pada struktur molekulnya

(Sulistiawan, 2016).

Auksin berperan dalam berbagai macam kegiatan tumbuhan di antaranya

Dominansi apikal adalah pertumbuhan ujung pucuk suatu tumbuhan yang

menghambat perkembangan kuncup lateral dibatang sebelah bawah. Dominansi

apikal merupakan akibat dari transpor auksin ke bawah yang dibuat di dalam

meristem apikal, Pembentukan akar adventif auksin merangsang pembentukan

akar liar yang tumbuhdari batang atau daun pada banyak spesies.
13

2.6. Ekstrak Touge

Kacang-kacangan (leguminosa) merupakan protein nabati yang harganya lebih

murah dan terjangkau jika dibandingkan sumber protein hewani seperti daging,

unggas, telur ataupun susu. Di antara kacang-kacangan tersebut, kacang hijau

merupakan salah satu kacang-kacangan yang cukup penting karena kacang hijau

merupakan kacang-kacangan yang digemari dan sering dikonsumsi oleh

masyarakat.

Kacang hijau mempunyai daya cerna protein yang tinggi yaitu sekitar 81%. Daya

cerna dipengaruhi adanya inhibitor tripsin dan aktivasi enzim tripsin serta adanya

tanin atau polifenol. Biji kacang hijau yang telah direbus atau diolah dan

kemudian dikonsumsi mempunyai daya cerna yang tinggi dan rendah daya

flatulensinya. Flatulensi disebabkan oleh oligosakarida seperti raffinosa, stakiosa,

dan ferbakosa. Perendaman kacang-kacangan dalam air, proses perkecambahan,

dan fermentasi mencegah timbulnya flatulensi (Astawan, 2004 dalam Junaidi,

2016).

Protein biji kacang hijau mengandung asam amino esensial dan dan asam amino

nonesensial yang cukup lengkap, terdiri atas asam amino esensial (Insoleusin,

Leusin, Metthonin, Phenylalnin, Theronin, dan Valin) dan asam amino

nonesensial (Alanin, Arginin, Asam aspartat, Asam Glutamat, Glycin,

Tryptophan, dan Tyrosin) (Cahyono, 2007 dalam Junaidi, 2016).

Kecambah memiliki bagian putih dengan panjang hingga tiga sentimeter.

Kecambah berasal dari biji-bijian, seperti kacang hijau. Kacang hijau termasuk
14

dalam family Leguminoceae, sub family Papilonaceae. Bentuk kecambah

diperoleh setelah biji diprosesse lama beberapa hari.

Menurut Fadhillah (2015), penambahan ekstrak tauge sebanyak 20 g/L

menunjukkan hasil terbaik berdasarkan parameter jumlah akar planlet kentang

(Solanum tuberosum L.). Sedangkan Menurut Soeprapto (1992) komponen air

pada kecambah kacang hijau (tauge) merupakan bagian yang terbesar bila

dibandingkan dengan komponen lainnya. Gula kacang hijau didapatkan dalam

bentuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Hadi (2006) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa penambahan ekstrak tauge 37,5 g/l memberi pengaruh yang

baik terhadap tinggi tunas anggrek dendrobium.

Ekstrak tauge merupakan bahan yang potensial sebagai sumber fitohormon

auksin, dalam bentuk Indole Acetic Acid (IAA). Tauge sebagai sumber auksin

eksogen terhadap berbagai spesies tanaman, seperti padi, nilam, tomat dan lain-

lain. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sintetik telah banyak dibuat untuk keperluan

pertanian, namun harganya sangat mahal. Oleh karena itu, untuk mengatasi

masalah tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mencari sumber zat pengatur

tumbuh yang ekonomis dan mudah didapat sehingga memungkinkan untuk dapat

diaplikasikan secara luas di bidang pertanian, khususnya untuk meningkatkan

kualitas dan kuantitas hasil-hasil pertanian.

Ekstrak tauge merupakan bahan yang potensial sebagai sumber fitohormon

auksin, dalam bentuk Indole Acetic Acid (IAA). Konsentrasi optimum dari

ekstrak tauge dapat meningkatkan pembentukan akar tanaman yang paling baik

digunakan sebagai dasar dari penggunaan banyaknya auksin untuk pembuatan


15

formula biostimulant yang kemudian dapat juga digunakan untuk mempercepat

pertumbuhan dari berbagai jenis tanaman (Atmaja dan Ukun, 2006 dalam

Hidayah, 2015).

Tabel 1. Komposisi dan nilai gizi kandungan dalam 100 g ekstrak kecambah
kacang hijau.

Komposisi Nilai Gizi


Kalori (Kal) 23
Protein (g) 2,9
Lemak (g) 0,2
Hidrat arang (g) 4,1
Kalsium (mg) 29
Fosfor (mg) 69
Besi (mg) 0,8
Vitamin A (IU) 10
Vitamin B (mg) 0,07
Vitamin C (mg) 15
Triptofan (%) 1,35
Treonin (%) 4,5
Fenilalanin (%) 7,07
Metionin (%) 0,84
Lisin (%) 7,94
Leusin (%) 12,9
Isoleusin (%) 6,59
Valin (%) 6,25
Sumber: Amilah dan Astuti (2006) dan Suprapto (1992).
16

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Jurusan Budidaya

Tanaman Pangan, Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung, dari bulan

Oktober 2018 hingga Desember 2018.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plantlet tanaman kentang

(Solanum tuberosum L.) varietas Granola umur 2 bulan turunan ke 6 (G6) yang

berasal dari perbanyakan in vitro Laboratorium Seameo Biotrop Bogor sebagai

eksplan, benzylaminopurine sebagai ZPT sitokinin (BA) sintetik dan ekstrak touge

sebagai sumber ZPT auksin (IAA) alami, agar-agar bubuk, gula, aquadest sebagai

bahan media Murashige and Skoog (MS), alcohol 96% sebagai cairan untuk

mensterilisasi ruang tanam dan alkohol 75% untuk sterelisasi bahan, alat dan

bagian tangan yang akan masuk kedalam laminar sebelum penanaman, spirtus

putih sebagai cairan untuk menghidupkan lampu bunsen, plastik prophopilen (PP)

0,3 mm sebagai lapisan penutup botol kultur, alumunium foil sebagai lapisan

penutup botol kultur agar terhindar dari sumber kontaminasi; karet gelang sebagai

pengikat lingkaran botol setelah pelapisan alumunium foil dan plastik


17

polypropilen (PP) 0.3, kertas label sebagai label tulisan kode perlakuan, varietas,

dan tanggal tanam, sabun cuci sebagai bahan untuk sterilsasi peralatan dan tangan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur untuk tempat media

perlakuan dan tempat penempatan eksplan, lampu bunsen untuk sterilisasi alat

tanam, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) sebagai tempat tanam yang steril,

petridish untuk penempatan ekplan atau bahan tanam, peralatan diseksi (pinset

besar untuk pengambilan eksplan pada botol kultur, pinset kecil untuk penjepit

eksplan saat dipotong dengan scalpel pada setiap buku atau ruas tunas kentang,

dan pisau scalpel digunakan untuk memotong eksplan), timbangan analitik untuk

menimbang bahan kimia dengan ukuran kecil dalam satuan gram (g), hand

sprayer sebagai tempat alkohol menyemprot tangan sebelum melakukan kegiatan

penanaman di dalam LAFC; magnetik stirer untuk mengaduk bahan kimia yang

susah larut agar homogeny, hot plate digunakan sebagai alat untuk memanaskan

bahan kimia yang susah larut agar homogeny, labu takar untuk mengukur volume

larutan bahan kimia, beker glass digunakan sebagai tempat untuk melarutkan

bahan kimia, erlenmeyer sebagai tempat larutan bahan kimia setelah dilarutkan,

pH meter untuk mengukur tingkat keasaman dan kebasahan larutan media tanam

setelah dilarutkan; autoclave sebagai alat untuk sterilisasi peralatan dan bahan

sebelum digunakan, pipet ukur untuk mengambil larutan bahan kimia sesuai

dengan volume yang diinginkan, oven digunakan sebagai tempat peralatan yang

telah disterilisasi, lemari pendingin untuk menyimpan bahan-bahan kimia dan

larutan stok, rak kultur untuk penempatan botol kultur setelah penanaman
18

3.3. Metode Penelitian

Perlakuan disusun secara faktorial (3x4), dalam Rancangan Acak Kelompok

(RAK). Perlakuan yang dicobakan adalah konsentrasi Benzylaminopurinesebagai

faktor pertama yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 mL/L (b0), 2mL/L (b1), dan

4mL/L (b2), dan faktor kedua adalah konsentrasi ekstrak tougeyang terdiri dari

empat taraf yaitu 0g/L (t0), 50 g/L(t1), 100g/L (t2), dan 150g/l (t3). Sehingga

diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut b0t0, b0t1, b0t2,b0t3,b1t0, b1t1, b1t2,

b1t3, b2t0, b2t1, b2t2, b2t3. Masing - masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali,

sehingga terdapat 36 satuan percobaan.Setiap satuan percobaan terdiri dari empat

botol kultur yang masing-masing berisi satu eksplanSemua perlakuan tersebut

ditambahkan ke dalam media dasar yang sama, yaitu formulasi MS (Murashige

dan Skoog, 1962).

Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis ragam, sebelumnya

diuji homogenitasnya dengan uji Barlett dan ketidak aditifannya dengan uji

Tuckey. Untuk melihat pengaruh rata-rata perlakuan dilakukan dengan uji beda

nyata terkecil (BNT) pada taraf signifikan 5%.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Sterilisasi alat

Sebelum digunakan, alat-alat seperti botol kultur,spatula, scalpel, pinset, cawan

petri, gelas ukur dan alat-alat gelas lainnya perlu dicuci bersih terlebih dahulu.

Kemudian alat-alat tersebut disterilisasi menggunakan autoklaf selama 60 menit

pada temperature 1210C dengan tekanan 1,5 atm.


19

3.4.2. Pembuatan Larutan Stock

Tabel 2. Formulasi Media MS (Murashige dan Skoog, 1962) yang dibuat Stok

Konsentrasi
Konsentrasi dalam Konsentrasi dalam dalam larutan
Senyawa
media (mg/L) larutan stok (mg/L) stok
(mg/250 mL)
Hara Makro A 100 kali
NH4NO3 1 650 165.000 41.250
KNO3 1 900 190.000 47.500
MgSO47H2O 370 37.000 9.250
KH2PO4 170 17.000 4.250
Makro B (Stok Ca) 100 kali
CaCl22H2O 440 44 000 11.000
Hara Mikro A 100 kali
MnSO4H2O 16,9 1.690 422,5
ZnSO47H2O 8,6 860 215
H3BO3 6,2 620 155
Hara Mikro B 1000 kali
KI 0,830 830 207,5
Na2MoO47H2O 0,250 250 62,5
CuSO45H2O 0,025 25 6,25
CoCl26H2O 0,025 25 6,25
Hara Mikro C (Fe) 100 kali
FeSO47H2O 27,8 2.780 695
Na2EDTA 37,3 3.730 932,5
Vitamin 100 kali
Tiamin-HCl 0,1 10 2,5
Piridoksin-HCl 0,5 50 12,5
Asam Nikotinat 0,5 50 12,5
Glisin 2,0 200 50
100 kali
Mio-inositol 100 10000 2500
ZPT 1000 kali
BAP 1 100 mg/L 100mg/100mL
Sukrosa 30.000
Agar 7.500
pH 5,8

Sumber: M. Tahir dan Wiwik Indrawati (2016)


20

3.4.2.1. Membuat larutan stok makro NH4NO3 dan KNO3

a) Siapkan 2 buah erlenmenyer ukuran 200mL yang diisi dengan 100mL

aquades untuk setiap gelas.

b) Timbang masing-masing setiap komponen makro, lalu masukan dan

larutkan sedikit demi sedikit ke dalam kedalam masing – masing

erlemenyer tersebut.

c) Untuk menghindari terjadinya endapan, jangan memasukkan beberapa

komponen sekaligus.

d) Setelah masing-masing bahan sudah terlarut sempurna, jadikan dalam satu

wadah gelas ukur dan tambahkan akuades sampai volume akhir menjadi

250 mL dengan menggunakan labu ukur. Pengukuran secara akurat tidak

dibenarkan dengan gelas piala.

e) Simpan larutan pada botol erlenmeyer 250 mL, beri label, dan tutup

dengan plastik, simpan di lemari es.

3.4.2.2. Membuat larutan stok CaCl22H2O

a) Siapkan erlenmenyer ukuran 200 mL yang diisi dengan 100 mL aquades

b) Lalu masukkan CaCl22H2O sedikit demi sedikit dan aduk dengan

menggunakan stirer sampai larut.

c) Masukkan larutan tersebut pada labu ukur, kemudian tambahkan akuades

sampai 250 mL.

d) Masukan larutan CaCl22H2O dalam erlemeyer ukuran 250 mL, beri label

dan tutup dengan plastik, simpan di lemari es.


21

3.4.2.3. Membuat larutan stok MgSO47H2Odan KH2PO4

a) Siapkan 2 buah erlenmenyer ukuran 200 mL yang diisi dengan 100 mL

aquades untuk setiap gelas.

b) Timbang masing-masing setiap senyawa makro, lalu masukan dan

larutkan sedikit demi sedikit ke dalam kedalam masing – masing

erlemenyer tersebut.

c) Untuk menghindari terjadinya endapan, jangan memasukkan beberapa

komponen sekaligus.

d) Setelah masing-masing bahan sudah terlarut sempurna, jadikan dalam satu

wadah gelas ukur dan tambahkan akuades sampai volume akhir menjadi

250 mL dengan menggunakan labu ukur. Pengukuran secara akurat tidak

dibenarkan dengan gelas piala.

e) Beri label dan tutup dengan plastik, simpan di lemari es.

3.4.2.4. Membuat larutan stok MnSO4H2O, H3BO3, ZnSO47H2O

a) Timbang masing-masing senyawa sesuai kebutuhan (lihat tabel) pada

wadah yang berbeda.

b) Masing-masing senyawa dilarutkan dengan menggunakan aquades 50 mL

c) Aduk dan homogenkan dengan menggunakan stirer.

d) Setelah masing-masing bahan sudah terlarut sempurna, jadikan dalam satu

wadah gelas ukur dan tambahkan akuades sampai volume akhir menjadi

250 mL dengan menggunakan labu ukur. Beri label dan tutup dengan

plastik, simpan di lemari es.


22

3.4.2.5. Membuat larutan Stok KI, Na2MoO47H2O, CuSO45H2O,


CoCl2.6H2O

a) Timbang masing-masing senyawa sesuai kebutuhan (lihat tabel) pada

wadah yang berbeda.

b) Masing-masing senyawa dilarutkan dengan menggunakan aquades 50 mL

c) Aduk dan homogenkan dengan menggunakan stirer.

d) Setelah masing-masing bahan sudah terlarut sempurna, jadikan dalam satu

wadah gelas ukur dan tambahkan akuades sampai volume akhir menjadi

250 mL dengan menggunakan labu ukur.Beri label dan tutup dengan

plastik, simpan di lemari es.

3.4.2.6. Membuat larutan stok FeSO47H2O dan Na2EDTA

a) Untuk mencegah terjadinya endapan komponen FeSO47H2O dan

Na2EDTA dilarutkan secara terpisah dalam gelas piala.

b) Pelarutan Na2EDTA dilakukan dengan mengaduk sambil dipanaskan.

c) Setelah masing-masing larut secara homogen kemudian kedua larutan

tersebut dicampur sambil diaduk, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur dan

ditambah aquades hingga volume menjadi 250 mL. Larutan Fe yang benar

akan berwarna kuning muda dan jernih. Untuk mencegah terjadinya

oksidasi, larutan stok Fe harus disimpan dalam botol berwarna gelap atau

botol yang dibungkus dengan aluminium foil.

d) Simpan dalam lemari es.


23

3.4.2.7. Membuat Larutan Stok Vitamin

a) Timbang: Tiamin-HCl = 100 mg

Piridoksin-HCl = 100 mg

As Nikotinat = 100 mg

Glisin = 100 mg

b) Isilah labu takar yang bersih denga akuades 50 mL.

c) Masukkan dan larutkan bahan yang sudah ditimbang satu per satu ke

dalam labu takar yang sudah berisi aquades masing-masing dalam wadah

yang berbeda, aduk hingga homogen.

d) Tepatkan volume hingga 100 mL dengan menambahkan aquades pada

masing-masing labu ukur.

e) Pindahkan larutan tersebut ke dalam botol erlemenyer 100 mL

f) Beri label stok vitamin dan tutup botol dengan rapat.

g) Simpan dalam lemari es.

3.4.2.8. Membuat Larutan Stok Vitamin Mio-inositol

a) TimbangMio-inositol = 2500 mg.

b) Isilah labu takar yang bersih denga akuades 100 mL.

c) Masukkan dan larutkan mio-inositol yang sudah ditimbang ke dalam labu

takar yang sudah berisi aquades, aduk dengan menggunakan stirer hingga

homogen.

d) Tepatkan volume hingga 250 mL dengan menambahkan aquades.

e) Pindahkan larutan tersebut ke dalam botol erlemenyer 250 mL.

f) Beri label stok mio-inositol dan tutup botol dengan rapat.

g) Simpan dalam lemari es.


24

3.4.2.9. Membuat larutan ZPT

a) Larutan stok Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) BAP100 mg.

b) Larutkan dengan sedikit HCl secara terpisah, pindahkan zat pengatur

tersebut ke labu takar 100 mL, tambahkan aquades 20 mL lalu aduk

dengan menggunakan stirer hingga larut, tambahkan aquadest kembali ke

dalam labu takar hingga volumenya mencapai 100 mL. Penambahan HCL

dilakukan dengan cara meneteskan setetes demi setetes pada serbuk BAP

hingga larut.

c) simpan zat pengatur tumbuh ini dalam wadah erlenmeyer 100 mL dan di

tutup dengan alumunium foil serta di beri label, simpan stok zat pengatur

tumbuh dalam lemari pendingin/es.

3.4.3. Pengecambahan touge

Proses perkecambahan dilakukan dengan cara biji kacang hijau dikecambahkan

dengan cara merendam selama 24 jam, kemudian kacang hijau ditiriskan dan

diletakkan di atas baki plastik yang dilapisi handuk lembab, untuk menjaga

kelembaban handuk yang berisi benih kacang hijau dipercikkan air sesuai

kebutuhan dan ditempatkan di tempat gelap. Dua hari berselang, biji kacang hijau

mulai berkecambah.

3.4.4. Ekstraksi touge

Setelah dua hari pemeraman touge dibersihkan dari kulit bijinya kemudian

ditimbang masing-masing perlakuan kemudian ditambahkan 100 mL aquades.


25

kemudian diblender sampai halus. Ekstrak tauge disaring dengan kain hero

kemudian hasil saringan kembali disaring dengan menggunakan kertas saring

sehingga diperoleh kurang lebih 80 ml ekstrak larutan touge.

3.4.5. Aplikasi perlakuan

Aplikasi BAP dilakukan dengan cara memipet BAP sesuai dengan perlakuan yang

dibutuhkan yaitu 0 mL/L,2 mL/L dan 4 mL/L, kemudian larutan BAP

ditambahkan kedalamlarutan hara makro, hara mikro, dan vitamin sesuai

komposisi media MS, selanjutnya ekstrak touge ditambahkan sesuai dengan

perlakuanyaitu 0 g/L, 50 g/L, 100 g/L dan 150 g/L dalam masing-masing media.

3.4.6. Media kultur dan sterilisasinya

Media dasar yang digunakan dalam penelitian ini semuanya menggunakan

formulasi MS (Murashige dan Skoog, 1962). Untuk media perlakuan, pada media

MS ditambahkan benzylaminopurine dengan tiga taraf konsentrasi yaitu 0, 2, dan

4, mL/L serta penambahan ekstraksi tauge 0g/L, 50g/L, 100g/L dan 150 g/L.

Media perlakuan tersebut diatur pH-nya menjadi 5,8 menggunakan pH meter

dengan penambahan NaOH2 N atau HCl 2 N sebelum ditambahkan agar-agar

sebagai pemadat media sebanyak 6,5 g/L. Media yang telah diberi pemadat

dimasak sambil diaduk-aduk hingga mendidih sampai pemadat medianya larut.

Kemudian media dituangkan ke botol kultur berkapasitas 250 mL, masing-masing

sebanyak 30 botol dengan tinggi media 1 cm, lalu ditutup plastik transparan

(plastik polypropilen), diikat dengan karet gelang dan diberi label. Sterilisasi

media dilakukan menggunakan autoklaf selama 20 menit pada temperature 1210C


26

dengan tekanan 1,5 atm Setelah didinginkan dan disimpan selama sedikitnya

7 hari, media tersebut siap untuk digunakan.

3.4.7. Persiapan eksplan dan penanaman

Kegiatan penanaman di awali dengan sterelisasi laminar air flow dengan

menyemprotkan alkohol 96% pada lantai dan dinding laminar, alat tanam, media,

bahan tanam dan lain-lain sebelum dimasukan kedalam laminar disemprotkan

dahulu dengan alkohol 75% begitu pula dengan tangan sebelum melakukan sub

kultur. Eksplan yang digunakan adalah bagian batang, pemotongan eksplan

dengan cara memotong 1 eksplan memiliki 2 mata ruas dan yang akan dijadikan

eksplan adalah dua ruas terbawah.

Sebelum tanaman dikeluarkan bagian mulut botol yang berisi planlet calon

eksplan dipanaskan terlebih dahulu dengan lampu bunsen untuk mencegah

terjadinya kontaminasi. Penanaman eksplan dilakukan dengan cara mengambil

tanaman dengan pinset lalu meletakkannya pada petridish yang telah steril.

Batang dipotong dengan menggunakan scalpel. Kemudian eksplan ditanam pada

media perlakuan dengan pinset steril. 1 botol, ditanam 1 eksplan. Untuk menjaga

sterilisasi dari alat, maka scalpel dan pinset selalu dipanaskan sebelum digunakan.

Sebelum ditutup, mulut botol dipanaskan kembali. Setelah itu, botol ditutup

dengan aluminium foil dan melapisinya dengan plastik PP, agar lebih lekat maka

sekeliling mulut botol di bungkus dengan menggunakan plastic wrapping. Botol

diberi label sesuai perlakuan dan tanggal penanamannya dan inkubasi pada

ruangan inkubasi yang telah diset suhunya 18oC-20oC dengan menghidupkan AC.
27

3.4.8. Pemeliharaan

Semua kultur kentang yang telah ditanam atau disubkultur, diletakkan pada rak-

rak kultur di dalam ruang kultur yang dikondisikan dengan suhu 200C, dengan

pencahayaan menggunakan lampu fluorescent (TL) berintensitas 1000—3000 lux

selama 30 hari waktu perlakuan.

3.4.9. Pengamatan

Perkembangan kultur mulai diamati pada saat kultur berumur 1hari di dalam

media perlakuan hingga terlihat pertumbuhan tunas dan akar. Sedangkan

pengamatan terakhir dilakukan setelah tanaman berumur 8 minggu setelah tanam.

Variabel yang diamati meliputi:

1. Kecepatan tumbuh tunas (hari)

Terbentuknya tunas di hitung sejak tunas pertama kali muncul. Tunas di

hitung jika telah mencapai 0,5 cm.

2. Kecepatan tumbuh akar (hari)

Terbentuknya akar di hitung sejak akar pertama kali muncul. Akar di hitung

jika telah mencapai 0,5 cm.

3. Jumlah tunas per eksplan (tunas)

Jumlah cabang tunas dilakukan dengan melihat jumlah tunas cabang primer

per eksplan yang terbentuk. Penghitungan dilakukan pada akhir penelitian

yaitu 30 hari setelah tanam.

4. Panjang tunas per eksplan (cm)

Pengukuran panjang tunas atau plantlet (cm) dilakukan dari pangkal batang

tempat keluarnya akar sampai ujung daun tertinggi dengan menggunakan


28

penggaris, pengukuran dilakukan pada akhir penelitian yaitu 30 hari setelah

tanam.

5. Jumlah daun planlet kentang (helai)

Jumlah daun per tunas di amati dengan cara menghitung jumlah seluruh daun

yang sudah membuka penuh pada tunas di akhir penelitianyaitu 30 hari

setelah tanam.
29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

4.1.1. Pengamatan kecepatan tumbuh tunas (hari setelah tanam)

Dari hasil analisis ragam pada lampiran 4menunjukkan bahwa pemberian

konsentrasi benzyalminopurine dan ekstrak touge tidak berbeda nyata terhadap

peubah kecepatan pertumbuhan tunas dan tidak terdapat interaksi antar kedua

perlakuan tersebut (lampiran 4).

Table 3. Waktu kecepatan tumbuh tunas eksplan kentang akibat perbedaan


konsentrasi benzylaminopurine dan ekstrak touge.

Konsentrasi ekstrak touge (g/L)


BAP(mL/L)
0 50 100 150 Rata-rata
…..……..…hst…………....
0 5.58 7.50 7.42 5.67 6.54
2 6.67 5.83 6.25 5.08 5.96
4 6.83 7.08 5.92 6.33 6.54
Rata-rata 6.36 6.81 6.53 5.69

Hasil Uji BNT (Tabel 3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata atau tidak ada

interaksi, tunas mulai menunjukkan gejala pertumbuhan pada umur 5 hari setelah

tanam (hst) di media perlakuan. Kesimpulan ini diambil dengan melihat

munculnya tunas eksplan kentang pada media perlakuan telah mencapai 80% dari

botol-botol kultur. Meskipun menemui adanya ekplan kentang yang bertunas

sebelum 5 hari setelah tanam (hst) tapi belum dihitung karena belum memenuhi
30

syarat jumlah populasi tanaman kentang yang tumbuh tunas dalam media

perlakuan.

4.1.2. Pengamatan kecepatan tumbuh akar (hari setelah tanam)

Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 8menunjukkan bahwa media perlakuan

benzylaminopurine berpengaruh nyata namun perlakuan ekstrak touge tidak

berpengaruh nyata terhadap kecepatan tumbuh akar kentang dan tidak terdapat

interaksi antar kedua perlakuan tersebut. Dalam media yang mengandung

perlakuan benzylaminopurin tidak menunjukkan adanya pertumbuhan akar sampai

pengamatan terakhir. Data pengamatan kecepatan dari hasil pengamatan, rata-rata

eksplan kentang 80% mulai terlihat pertumbuhan akar hari ke 7 setelah tanam.

Pertumbuhan akar hanya terjadi pada media perlakuan ekstrak touge tanpa

perlakuan benzylaminopurine/BAP.

Tabel 4. Waktu tumbuh akar planlet kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge.

Konsentrasi ekstrak touge (g/L)


BAP (mL/L) 0 50 100 150 Rata-rata
……………………hst………………………..
7.00 8.50 7.33 8.08 7.73 a
0
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b
2
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 b
4
Rata-rata 2.33 2.83 2.44 2.69
BNt B = 0.3752
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5%.

Hasil uji BNT (Tabel 4) menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan planlet

kentang in vitro pada perlakuan yang diberikan benzylaminopurine. Pemberian


31

ekstrak touge berbagai konsentrasi juga belum mampu memberikan pengaruh

terhadap waktu pertumbuhan akar eksplan kentang.

4.1.3. Pengamatan jumlah tunas per eksplan

Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa perlakuan

konsentrasi benzylaminopurine berpengaruh nyata namun konsentrasi ekstrak

touge tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tunas planlet kentang pada

umur 30 hari setelah tanam.

Table 5. Jumlah tunas per eksplan kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge umur 30 hari setelah tanam

Konsentrasi ekstrak touge (g/L)


BAP (mL/L)
0 50 100 150 Rata-rata
….........……tunas..…............
0 1.08 1.08 1.08 1.08 1.08b

2 1.92 1.42 1.67 1.50 1.63a

2.25 1.33 1.50 1.58 1.67a


4
Rata-rata 1,75 1.28 1.42 1.39
BNT B = 0.2976
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5%.

Hasil uji BNT (Tabel 5) menunjukkan bahwa konsentrasi benzylaminopurine yang

semakin meningkat menghasilkan jumlah tunas yang semakin banyak pada

berbagai konsentrasi ekstrak touge kecuali pada ekstrak touge yang 50 mg/L dan

100 mg/L. Penambahan ekstrak touge juga belum mampu memberikan pengaruh

terhadap jumlah tunas.


32

4.1.4. Pengamatan panjang tunas kentang (cm)

Hasil analisis ragam (Lampiran 16) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi

benzylaminopurine berpengaruh nyata sedangkan konsentrasi ekstrak touge tidak

berpengaruh nyata terhadap panjang tunas kentang pada umur 30 hari setelah

tanam.

Table 6. Panjang tunas kentang akibat perbedaan konsentrasi benzylaminopurine


dan ekstrak touge umur 30 hari setelah tanam.

Konsentrasi ekstrak touge (g/L)


BAP (mL/L)
0 50 100 150 Rata-rata
...............………cm..……........….
0 6.19 5.44 3.91 2.51 4.51a

2 3.33 2.94 2.68 2.73 2.92b

4 3.18 2.77 2.93 1.81 2.67b


Rata-rata 4.23a 3.72ab 3.18b 2.35c
BNT B = 0.7070BNT T = 0.8164
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5%.

Hasil uji BNT (Tabel 6) menunjukkan bahwa konsentrasi konsentrasi BAP

menghambat pertumbuhan panjang tunas pada berbagai konsentrasi ekstrak touge,

kecuali pada konsentrasi ekstrak touge 100 mg/L terjadi peningkatan panjang

tunas pada konsentrasi BAP 4 mL/L.

4.1.5. Pengamatan jumlah daun per planlet

Dari hasil analisis ragam pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa media perlakuan

benzylaminopurine berpengaruh nyata namun perlakuan ekstrak touge tidak

berpengaruh nyata terhadap jumlah daun planlet kentang dan tidak terdapat

interaksi antar kedua perlakuan tersebut.


33

Table 7. Jumlah daun per planlet kentang akibat perbedaan konsentrasi


benzylaminopurine dan ekstrak touge umur 30 hari setelah tanam.

Konsentrasi ekstrak touge (g/L)


BAP (mL/L)
0 50 100 150 Rata-rata
………lembar..…..
4.50 5.75 6.42 6.08 5.69b
0
7.33 6.58 7.75 7.75 7.35a
2
7.67 7.25 7.92 7.33 7.54a
4
Rata-rata 6.50 6.53 7.36 7.06
BNT B = 0.8623
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5%.

Hasil uji BNT (Tabel 7) menunjukkan bahwa aplikasi benzylaminopurine

menyebabkan peningkatan jumlah daun dan planlet tanaman kentang, sedangkan

aplikasi ekstrak touge tidak mempengaruhi jumlah daun planlet.

4.2. Pembahasan

Dari uji nilai tengah pada table 4, 5, 6, dan 7 terlihat bahwa perlakuan b

(benzylaminopurine) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap induksi tunas

aksilar kentang selain pengamatan pada variabel kecepatan tumbuh tunas aksilar

kentang, dimana menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (tn).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh media dengan perlakuan

benzylaminopurine menunjukkan hasil baik pada jumlah tunas dan jumlah daun

planlet kentang. Media dengan konsentrasi benylaminopurine 2 mL/L

menghasilkan jumlah tunas lebih baik dibandingkan media dengan perlakuan

tanpa benzylaminopurine. Namun konsentrasi benzylaminopurine 2 mL/L liter

tidak berbeda nyata dengan media yang mengandung konsentrasi 4 mL/L


34

benzylaminopurine. Sehingga media dengan konsentrasi benzylaminopurine

dengan konsentrasi terendah menghasilkan jumlah tunas paling baik karena

dengan konsentrasi terendah menghasilkan pertumbuhan jumlah tunas yang tidak

berbeda dengan konsentrasi 4 mL/L benzylaminopurine. Menurut Ratna Dewi

(2008) Hormon tumbuhan, diproduksi dalam konsentrasi yang sangat rendah;

tetapi sejumlah kecil hormon dapat membuat efek yang sangat besar terhadap

pertumbuhan dan perkembangan organ suatu tumbuhan. Ini membuktikan

bahwasanya aplikasi benzylaminopurine dengan konsentrasi terendah dapat

menghasilkan jumlah tunas yang tidak berbeda nyata dengan pemberian

benzylaminopurine yang lebih tinggi.

Dengan jumlah tunas yang dihasilkan juga akan mempengaruhi banyaknya jumlah

daun hal ini juga terlihat pada variabel jumlah daun dimana perlakuan

benzylaminopurine terendah 2 mL/L juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda

nyata dari media benzylaminopurine 4 mL/l walau media dengan konsentrasi 4

mL/L masih mempunyai nilai yang tertinggi. Pemberian zat pengatur sitokinin

dengan konsentrasi terlalu tinggi pula akan menyebabkan pertumbuhan tunas

tidak normal, pendek-pendek dan gagal untuk tumbuh tinggi, dikarenakan

sitokinin secara umum berperan pada tahap induksi tunas. Sitokinin dapat

menginisiasi tunas lateral pada konsentrasi rendah dan sedang peningkatan

konsentrasi yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan tunas aksilar tetapi

dapat menghabat pertumbuhan tinggi tunas (Sulistiyani, 2018). Pada perlakuan

benzylaminopurinepada ekstrak touge (bxt) terdapat perlakuan media paling

banyak menumbuhkan tunas aksilar yaitu perlakuan konsentrasi 4 mL/L

benzylaminopurine dan konsentrasikontrol pada ekstrak touge (b2t0) dimana


35

menghasilkan jumlah tunas eksplan kentang 2,25. Sedangkan menurut Bhojwani

dan Razdan dalam buku Zulkarnaen (2009) menyatakan bahwa laju penggandaan

tunas melalui percabangan aksilar, dapat ditingkatkan dengan mengacu

pertumbuhan tunas pada medium yang mengandung sitokinin, baik dengan

ataupun tanpa auksin. Sehingga pada Table 5 terlihat bahwasanya media 4 mL/L

benzylaminopurine dengan penambahan ekstrak touge menghasilkan jumlah tunas

yang tidak berbeda nyata dengan media konsentrasi 2 mL/L benzylaminopurine.

Hal ini menunjukkan komposisi auksin dalam ekstrak touge tidak seimbang

dengan konsentrasi benzylaminopurine pada variable pertumbuhan tunas eksplan

kentang.

Menurut Watimena (1986) yang dikutip dalam blog Balai Penelitian Tanaman

Sayuran (Balitsa) pada tanggal 18 Juli 2018 menyatakan pertumbuhan stek pucuk

pada umumnya memerlukan zat pengatur tumbuh . Tahapan pertumbuhan dan tipe

pertumbuhan menentukan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang

dibutuhkan. Pertumbuhan tunas yang kekar dan sehat diperlukan 3 macam zat

pengatur tumbuh yaitu Kinetin atau BAP sebagai sumber sitokinin, NAA, IAA

atau Picloram sebagai sumber auksin serta GA3 dalam konsentrasi berkisar antara

0,01 – 5 mg/l atau ketiga zat pengatur tumbuh dalam keadaan seimbang.

Untuk perlakuan ekstrak touge terlihat berbeda nyata pada variable pengamatan

panjang tunas eksplan kentang. Dalam Tabel 6 menghasilkan nilai rerata paling

tinggi adalah media interaksi kontrol (b0t0) menghasilkan panjang tunas eksplan

kentang paling tinggi, sedangkan media dengan panjang tunas eksplan kentang

terendah adalah perlakuan interaksi (b2t3) menunjukkan hasil berbeda nyata dan
36

merupakan media dengan perlakuan benzylaminopurine dan ekstrak touge

tertinggi. Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin merupakan salah satu

cara tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas.dari banyak

literature yang ada para peneliti menuliskan bahwasanya kandungan dalam touge

adalah tritopfan yang merupakan bahan pembentuk IAA yang banyak mengarah

kepertumbuhan akar tanaman dibandingkan dengan pertumbuhan panjang

tanaman, sedangkan benzylaminopurine berfungsi untuk memperbanyak

pertumbuhan tunas dan menghambat dominasi pertumbuhan apikal.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan sitokinin dalam konsentrasi tinggi akan

menghambat kerja dari auksin bila tidak seimbang dalam pemberian yang

dibutuhan tanaman. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4 bahwasanya media

yang mengandung benzylaminopurine tidak ada satupun sample (planlet kentang)

yang tumbuh perakarannya dibandingkan planlet kentang yang dikulturkan pada

media yang tidak mengandung konsentrasi benzylmaniopurine.Sedangkan

menurut Marlina (2018) dalam penelitiaannya menyebutkan penggunaan ekstrak

touge memberikan hasil terbaik terhadap bobot kering akar, hal ini disebabkan

bahwasanya dalam ekstrak touge mengandung IAA, dimana IAA berfungsi untuk

merangsang pertumbuhan akar. Sedangkan media kontrol menghasilkan hari

tumbuh tunas lebih cepat dibandingkan dengan beberapa media yang

menggunakan ekstrak touge.


37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pemberian Benzylaminopurine memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pertumbuhan jumlah tunas eksplan kentang.

2. Pemberian ekstrak touge memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang

tunas kentang. Namun semakin tinggi ekstrak touge diperoleh nilai rata-rata

panjang tunas kentang yang semakin rendah.

3. Tidak terdapat interaksi antara pemberian konsentrasi benzylaminopurine

terhadap pemberian ekstrak touge.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai perlakuan zat pengatur tumbuh

sintetik dan alami untuk mengetahui konsentrasi yang sesuai.

2. Penggunaan zat pengatur tumbuh alami diperlukan konsentrasi yang lebih

tinggi dari 150 g/L untuk mengimbangi konsentrasi benzylaminopurine.


38

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, B. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Alfabeta. Bandung.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2016. Kultur Jaringan dan Mikropropagasi


Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L) . www. balitsa. litbang.
deptan. go. id. Diakses tanggal 18 Juli 2018.

Fadhillah, L. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Tauge Pada Media MS


Modifikasi terhadap pertumbuhan planlet kentang Granola (Solanum
tuberosum L. cv Granola) Secara In Vitro. Skripsi. Universitas Syiah
Kuala. Banda Aceh.

Gunawan, LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Institut Pertanian


Bogor. Bogor.

Hadi, S. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk, Ekstrak Tauge dan Bubur Pisang
Pada Perbanyakan dan Perbesaran Anggrek Dendrobium kanayao Secara
In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hidayah, N. 2015. Pembuatan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Alami Dari


Campuran Touge dan Efektive Microorganisme (EM4) Serta Aolikasi
Terhadap Keberhasilan Tumbuh Stek Nilam (Pogostemon cablin Bent).
Skripsi. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda.

Junaidi, M. 2016. Kadar Protein Vitamin C dan Sifat Organoleptik Bubur Bayi
Dari Campuran Tepung Kecambah Kacang-Kacangan dan Jagung.
Jurnal.Unimus. Semarang.

Mardliyana, AA. 2017. Pengaruh Benzylaminopurine (BAP) Terhadap


Mikropropagasi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L) Varietas
Atlantik Secara In Vitro. Skripsi. Universitas Islam Negeri Gunung Djati.
Bandung.

Mujiah. 2015. Aplikasi Paclobutrazol dan Air Kelapa Untuk Pembentukan Umbi
Mikro Kentang Atlantik Secara In Vitro. Skripsi. Politeknik Negeri
Lampung. Lampung.
39

Pradana, OCP.2011. Pengaruh Konsentrasi Benziladenin dan Kinetin Pada


Multiplikasi Tunas Pisang Ambon Kuning In Vitro. Skripsi. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.

Rahmah, Siti. dkk. 2018. Kajian Penambahan Bahan Organik Pada Media
Tanam VW Pada Organogenesis Anggrek Dendrobium Secara In Vitro.
Jurnal Matsains 2. Universitas Padjadjaran. Sumedang.

Samadi, Budi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.

Sandra, E. 2018. Pengantar Praktikum Pelatihan Kultur Jaringan. Esha Flora.


Bogor.

Sandra, E. 2018. Panduan Materi Kultur Jaringan. Esha Flora. Bogor

Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Penebar Swadaya. Jakarta

Setijo Pitojo. 2004. Penangkaran Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta

Sulistiani, E,Yani, SA. dkk. 2018. Produksi Bibit Tanaman Dengan Menggunakan
Teknik Kultur Jaringan. Seamo Biotrop. Bogor.

Soeprapto, H.S. 1992. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Tahir, M, Indrawati, W. 2016. Buku Panduan Praktikum Perbanyakan Tanaman


Perkebunan. Politeknik Negeri Lampung. Lampung

Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.


Agromedia Pustaka. Tanggerang.

Yusnita. 2015. Kultur Jaringan Tanaman Sebagai Teknik Penting Bioteknologi


Untuk Menunjang Pembangunan Pertanian. Unila. Lampung.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman: Solusi Perbanyakan Tanaman


Budidaya. Bumi Aksara.Jakarta.

Zulkifli. dkk. 2018. Uji Berbagai Desinfektan dan ZPT pada Media MS Terhadap
Pertumbuhan Ekplan Tanaman Pisang Klutuk (Musa paradisiaca, L).
Jurnal. Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai