Anda di halaman 1dari 37

KETAHANAN PANGAN

Galuh Nita Prameswari, S.KM., M.Si


PENDAHULUAN
 Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas  yaitu SDM yang
memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta
cerdas
 Hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang
baik ditentukan oleh asupan pangan yang baik
 Masalah gizi kurang dan gizi buruk dipengaruhi langsung oleh faktor
konsumsi pangan dan penyakit infeksi
 Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan pangan,
faktor sosial ekonomi, budaya, dan politik
 Apabila gizi kurang dan gizi buruk masih terus terjadi dapat menjadi faktor
penghambat dalam pembangunan nasional
 Kekurangan gizi  akan berdampak pada tingginya angka kematian
ibu, bayi, dan balita, serta rendahnya umur harapan hidup, rendahnya
partisipasi sekolah, rendahnya pendidikan, rendahnya produktivitas
kerja, serta lambatnya pertumbuhan ekonomi
 PBB  penanggulangan kekurangan gizi penting dilakukan sebagai
upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur sesuai siklus
kehidupan
 Investasi gizi juga berperan penting untuk memutuskan lingkaran
setan kemiskinan dan kurang gizi
 Untuk menjaga agar individu tidak kekurangan gizi  maka akses
setiap individu terhadap pangan harus dijamin
 Akses pangan setiap individu  tergantung pada ketersediaan pangan
dan kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinu
 Kemampuan mengakses pangan ini dipengaruhi oleh daya beli yang
berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kemiskinan seseorang
 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan  pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi
hak asasi setiap rakyat
 Pemenuhan hak atas pangan dicerminkan pada definisi Ketahanan
Pangan  “Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”
 Kecukupan pangan yang baik  mendukung tercapainya status
gizi yang baik  dihasilkan generasi muda yang berkualitas
KETAHANAN PANGAN
 Ketahanan pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi:
1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu
2. Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu
 akses fisik, ekonomi, sosial
4. Berorientasi pada pemenuhan gizi
5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif
Pengertian Ketahanan Pangan

 Undang-Undang Pangan No. 7 Tahun 1996:


”Kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang CUKUP (baik jumlah maupun mutunya),
AMAN, MERATA dan TERJANGKAU”
 Terpenuhinya ketersediaan pangan secara CUKUP (baik JUMLAH maupun
MUTU)  dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman,
ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan gizi yang bermanfaat bagi
kesehatan manusia (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral)
 Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang AMAN  diartikan bebas
dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari
kaidah agama
 Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang MERATA  diartikan
pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air
 Terpenuhinya pangan dengan kondisi TERJANGKAU  diartikan
pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau
SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN

Ketersediaan Pangan
(Food Availability)

Akses Pangan Stabilitas


(Food Access) (Stability)

Penyerapan Pangan
(Food Utilization)

Status Gizi
(Nutritional Status)

Sumber: USAID (1999) dan Weingartner (2004)


SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN
 Terdiri dari tiga subsistem utama  yaitu ketersediaan pangan, akses
pangan, dan penyerapan pangan
 Status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan
 Ketiga subsistem utama tersebut harus dipenuhi secara utuh  jika
salah satu tidak dipenuhi, maka suatu negara belum dapat dikatakan
mempunyai ketahanan pangan yang baik
SUBSISTEM KETERSEDIAAN PANGAN
(FOOD AVAILABILITY)
 Subsistem ketersediaan pangan (food availability)  yaitu ketersediaan pangan dalam
jumlah yang cukup, aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara

Produksi

Ketersediaan Pasokan Pangan dari Luar


pangan per kapita (Impor)

Luas panen, produktivitas, Cadangan Pangan


diversifikasi makanan
Bantuan Pangan

Irigasi, teknologi, sarana produksi Sarana dan Prasarana


Pemasaran
Iklim, hama penyakit, bencana, dll Jumlah Penduduk

Sumber: Patrick Webb and Beatrice Rogers, 2003 (dimodifikasi)


SUBSISTEM AKSES PANGAN
(FOOD ACCESS)

 Akses pangan (food access)  yaitu kemampuan semua


rumah tangga dan individu dengan sumber daya yang
dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk
kebutuhan gizinya
 Terdiri dari akses ekonomi, fisik, dan sosial
SUBSISTEM AKSES PANGAN (FOOD ACCESS)

Pendapatan

Akses Ekonomi Kesempatan Kerja

Harga Pangan
Akses Pangan
Sarana dan Prasarana
Perhubungan (Distribusi)
Akses Fisik (Isolasi Daerah)
Infrastruktur Pedesaan

Akses Sosial Pengetahuan dan preferensi terhadap jenis pangan

Tidak adanya konflik


Sumber: Patrick Webb and Beatrice Rogers, 2003 (dimodifikasi)
SUBSISTEM PENYERAPAN PANGAN
(FOOD UTILIZATION)

 Penyerapan pangan (food utilization)  yaitu penggunaan


pangan untuk kebutuhan hidup sehat
 Efektivitas dari penyerapan pangan tergantung pada
pengetahuan rumah tangga atau individu, sanitasi dan
ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta
penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita
• Subsistem Penyerapan Pangan
Konsumsi Fasilitas dan Layanan
•Kecukupan energi Kesehatan
•Kecukupan gizi •Fasilitas kesehatan
•Diversifikasi pangan •Layanan kesehatan
•Keamanan pangan
Sanitasi dan Ketersediaan air
•Kecukupan air bersih
•Sanitasi

Pengetahuan Ibu RT
PENYERAPAN •Pola makan
PANGAN •Pola asuh kesehatan

Outcome nutrisi dan Kesehatan


•Harapan hidup
•Gizi balita
•Kematian bayi
Sumber: Patrick Webb and Beatrice Rogers, 2003 (dimodifikasi)
Konsep Ketahanan Pangan
 Konsep ketahanan pangan yang sempit  meninjau sistem ketahanan
pangan dari aspek masukan, yaitu produksi dan penyediaan pangan
 Padahal, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang
melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa
seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang
 Konsep ketahanan pangan yang luas  bertolak pada tujuan akhir dari
ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia
 Sasaran Millenium Development Goals (MDGs) bukanlah tercapainya
produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan
kelaparan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat
 Analisis situasi ketahanan pangan harus dimulai dari evaluasi status
gizi masyarakat, diikuti dengan tingkat konsumsi, persediaan dan
produksi pangan, bukan sebaliknya
 Status gizi masyarakat yang baik ditunjukkan oleh keadaan tidak
adanya masyarakat yang menderita kelaparan dan gizi kurang 
keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan dan
persediaan pangan yang merata dan cukup baik
 Sebaliknya, produksi dan persediaan pangan yang melimpah, tidak
menjamin masyarakat terbebas dari kelaparan dan gizi kurang
 Dengan demikian, sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya
menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan pangan di
tingkat makro (nasional dan regional),
 Tetapi juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat
rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah tangga,
terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin
TINGKAT DAN POLA KONSUMSI
PANGAN
 Syarat untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan yang baik adalah
adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan
 Aksesibilitas ini tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi
oleh rumah tangga
 Data konsumsi pangan secara riil dapat menunjukkan kemampuan rumah
tangga dalam mengakses pangan dan menggambarkan tingkat kecukupan
pangan rumah tangga
 Gambaran tingkat kecukupan/konsumsi pangan, secara implisit juga
merefleksikan tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat terhadap pangan
 Pada saat ini, konsumsi pangan hewani penduduk Indonesia baru
mencapai 6,2 kg/kapita/tahun
 Tingkat konsumsi tersebut lebih rendah dibanding Malaysia dan
Filipina yang masing-masing mencapai 48 kg/kapita/tahun dan 18
kg/kapita/tahun  karena tingkat pendapatan per kapita penduduk
Indonesia lebih rendah dibanding dengan negara-negara tersebut
KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN
 Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari
pemenuhan kebutuhan energi dan protein
 WNPG tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein
penduduk Indonesia adalah 2000 kkal/kap/hari dan 52 gram/kap/hari
 Konsumsi energi pada tahun 1996 mencapai 2019 kkal/kap/hari
 Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1999 hanya
mencapai 92,5% dari tingkat yang dianjurkan
 Namun demikian, setelah krisis berakhir konsumsi energi masyarakat
berangsur pulih
Tabel Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein
Menurut Wilayah
No. Uraian 1996 1999 2002 2003 2004 2005
Energi (kkal/kap/hari)
Kota 1983 1802 1945 1951 1941 1923
1.
Desa 2040 1879 2011 2018 2018 2060
Kota+Desa 2019 1849 1986 1991 1986 1996
Protein (gram/kap/hari)
Kota 55,9 49,3 56,0 56,7 55,9 55,3
2.
Desa 52,7 48,2 53,2 54,4 53,7 55,3
Kota+Desa 54,5 48,7 54,4 55,4 54,7 55,2

Sumber: Susenas 1996, 1999, 2002, 2005 (diolah)

Keterangan: Rekomendasi WNPG 2004, yaitu AKE = 2000 kkal/kap/hari dan AKP = 52 gram/kap/hari
KUALITAS KONSUMSI PANGAN

 Untuk menganalisis perkembangan konsumsi pangan,


selain diperlukan informasi tentang kuantitas konsumsi
pangan, perlu diketahui juga tingkat kualitasnya
 Kualitas atau mutu konsumsi pangan dilihat dengan

menggunakan nilai atau skor pola pangan harapan (PPH)


 Nilai atau skor PPH ini dapat menggambarkan pencapaian
ragam (diversifikasi) konsumsi pangan
 Semakin besar skor PPH maka kualitas konsumsi pangan

dinilai semakin baik  Kualitas konsumsi pangan yang


dianggap sempurna diberikan pada angka kecukupan gizi
dengan skor PPH mencapai 100
 Sesuai kondisi ideal (PPH=100) konsumsi padi-padian yang

dianjurkan adalah sebesar 1000 kkal/kap/hari, dst


Tabel Perbandingan Konsumsi Pangan Anjuran dan Aktual Tahun 1999-2005

Konsumsi Aktual
No Kelompok Pangan Anjuran
1999 2002 2003 2004 2005
1 Padi-padian 1000 1240 1253 1252 1248 1241
2 Umbi-umbian 120 69 70 66 77 73
3 Pangan hewan 240 88 117 138 134 139
4 Minyak+lemak 200 171 205 195 195 199
Buah/biji
5 60 41 52 56 47 51
berminyak
6 Kacang-kacangan 100 54 62 62 64 67
7 Gula 100 92 96 101 101 99
8 Sayur+buah 120 70 78 90 87 93
9 Lain-lain 60 26 53 32 33 35
Total 2000 1851 1986 1992 1986 1997
PPH 100 66,3 72,6 77,5 76,9 79,1
Sumber: Susenas (diolah)
 Upaya pemulihan ekonomi telah meningkatkan kualitas konsumsi
pangan yang ditunjukkan dengan peningkatan skor PPH dari 66,3
pada tahun 1999 menjadi 72,6 pada tahun 2002, kualitas konsumsi
terus meningkat pada tahun 2005 mencapai 79,1
 Kualitas konsumsi pangan merupakan perwujudan dari kuantitas

dan keragaman konsumsi aktual


STATUS GIZI DAN KETAHANAN
PANGAN
 Situasi ketahanan pangan secara nasional dari waktu ke waktu telah
membaik
 Sebagian besar produksi pangan mengalami peningkatan dan rasio
impor pangan terhadap ketersediaan pangan dalam negeri juga relatif
kecil
 Namun, dengan memerhatikan kinerja ketahanan pangan secara
nasional saja tidaklah cukup  kenyataannya permasalahan kurang
gizi masih ada dimana-mana
 Secara nasional, pada tahun 2010 terdapat sekitar 17,9% balita
menderita gizi kurang
 Munculnya kasus gizi kurang tersebut menunjukkan bahwa
walaupun secara nasional ketersediaan pangan meningkat namun
masalah gizi masih terjadi di masyarakat
 Ketahanan pangan yang baik akan berujung pada tercapainya
ketahanan gizi  ketahanan gizi adalah cermin intake gizi dan status
gizi masyarakat  terbentuknya individu yang sehat
 Munculnya masalah gizi kurang adalah indikasi lemahnya ketahanan
gizi di kalangan masyarakat
 Kemiskinan diyakini sebagai salah satu faktor terpenting dalam
menyebabkan ketidaktahanan gizi
 Pendapatan yang rendah mengakibatkan daya beli masyarakat rendah
 kebutuhan gizi tidak terpenuhi
KEBIJAKAN PEMERINTAH
TERHADAP KETAHANAN PANGAN
 Pemerintah terus berupaya memacu pembangunan ketahanan pangan
 melalui program-program yang benar-benar mampu memperkukuh
ketahanan pangan  meningkatkan kesejehateraan masyarakat
 Kebijakan Pemerintah:
1. Pemantapan Ketahanan Pangan
 menjamin jumlah dan keragaman ketersediaan pangan
(terutama dari produksi dalam negeri)  untuk mendukung
konsumsi pangan sesuai kaidah kesehatan dan gizi seimbang
2. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan
 meningkatkan daya beli dan mengurangi jumlah penduduk yang miskin
 meningkatkan efektivitas dan efisiensi distribusi dan perdagangan pangan
melalui pengembangan sarana prasarana distribusi dan menghilangkan hambatan
distribusi pangan antar daerah
 mengembangkan teknologi pengolahan dan pemasaran pangan untuk
menjaga kualitas produk pangan
 meningkatkan dan memperbaiki infrastruktur dan ekonomi perdesaan
untuk mengembangkan distribusi pangan kepada kelompok masyarakat yang
mengalami kerawanan pangan
3. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang
 menjamin pemenuhan asupan pangan bergizi seimbang bagi setiap individu
dalam jumlah dan mutu yang memadai, aman dan halal
 mengembangkan program perbaikan gizi yang cost effective, diantaranya
melalui peningkatan dan penguatan program fortifikasi pangan dan program
suplementasi zat gizi mikro khususnya zat besi dan vitamin A
 meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan maupun
pangan bersubsidi kepada masyarakat golongan miskin terutama anak-
anak dan ibu hamil yang bergizi kurang
4. Peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat
 mengutamakan upaya preventif, promotif, serta pelayanan gizi dan
kesehatan kepada masyarakat miskin untuk mengurangi jumlah penderita
gizi kurang, termasuk kurang gizi mikro (kurang vitamin dan mineral)
 memprioritaskan pada kelompok penentu masa depan anak, yaitu ibu
hamil dan calon ibu hamil atau remaja putri, ibu nifas dan menyusui, bayi
dan balita (tanpa mengabaikan kelompok usia lainnya)
 meningkatkan upaya preventif, promotif, serta pelayanan gizi dan
kesehatan kepada kelompok masyarakat dewasa dan usia lanjut untuk
mengurangi laju peningkatan (tren) prevalensi penyakit bukan infeksi yang
terkait dengan gizi
 meningkatkan kemampuan riset di bidang pangan dan gizi untuk
menunjang upaya penyusunan kebijakan dan program, monitoring,
surveillance gizi, dan evaluasi program pangan dan gizi,
berdasarkan bukti (evidence based)
 meningkatkan profesionalisme tenaga gizi dari berbagai
tingkatan melalui pendidikan dan pelatihan yang teratur dan
berkelanjutan, dan memperbaiki distribusi penempatan tenaga kerja
gizi tersebut
5. Peningkatan mutu dan keamanan pangan
 meningkatkan pengawasan keamanan pangan
 melengkapi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang mutu
dan keamanan pangan
 meningkatkan kesadaran produsen, importir dan distributor terhadap
keamanan pangan
 meningkatkan kesadaran konsumen terhadap keamanan pangan
 mengembangkan teknologi pengawet dan pewarna makanan yang
aman dan telah memenuhi syarat kesehatan serta terjangkau harganya
6. Perbaikan pola hidup sehat
 mendukung akses edukasi dan pelayanan yang seluas-luasnya pada
masyarakat dalam melaksanakan pola hidup sehat
 meningkatkan fungsi dan kapasitas sektor-sektor terkait dalam
pengembangan pola hidup sehat baik di pusat maupun di daerah
 melibatkan secara optimal peran serta media dalam upaya sosialisasi
program dan kebijakan program pola hidup sehat
 mengembangkan program usaha kesehatan sekolah (UKS)
 memastikan adanya keterlibatan semua lapisan masyarakat secara aktif
dalam pelaksanaan program pola hidup sehat
 TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai