Anda di halaman 1dari 63

KETAHANAN PANGAN

Yunastiti Purwaningsih
PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN

• Pada tahun 1970-an, pengertian


ketahanan pangan adalah ketersediaan
pangan tingkat global.
• Pada tahun 1980-an, pengertian
ketahanan pangan adalah akses
pangan pada tingkat rumah tangga
atau individu.
• Pada tahun 1990-an, pengertian
ketahanan pangan adalah ketahanan
penghidupan yang berkelanjutan
(household livelihood security).
DEFINISI KETAHANAN PANGAN
• Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi.
• Umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan
Frankenberger (1992) yaitu “akses semua orang setiap saat pada pangan
yang cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a
healthy life)”.
• Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan
450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingä rtner, 2000 dalam Hanani, tanpa tahun).
DEFINISI KETAHANAN PANGAN
1. USAID (1992) : kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik
dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan
produktif.
2. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun
ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah
tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
3. FIVIMS (2005) : kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan
ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan
kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang
aktif dan sehat.
4. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses
fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi
untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan
memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
Berorientasi pada rumah tangga dan individu
Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan
sosial
Berorientasi pada pemenuhan gizi
Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif
PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 : kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau.
Pengertian ketahanan pangan tersbeut dapat diringkas ke dalam empat aspek:

1. Ketersediaan pangan: ketercukupan jumlah pangan (food sufficiency).

2. Keamanan pangan (food safety): pangan yang bebas dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda
lain yang dapat menganggu, merugikan dan membahayakan keadaan manusia, serta terjamin mutunya ( food
quality), dalam hal ini adalah bahwa pangan memenuhi kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap
bahan makanan dan minuman.

3. Kemerataan pangan: sistem distribusi pangan yang mendukung tersedianya pangan setiap saat dan
merata.
4. Keterjangkauan pangan: kemudahan rumah tangga untuk memperoleh pangan dengan harga yang
terjangkau.
Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 selanjutnya di amandemen dengan Undang-undang No 18 tahun
2012. Pengertian ketahanan pangan dikembangkan menjadi empat yaitu kedaulatan pangan, kemandirian pangan,
ketahanan pangan dan keamanan pangan.

1. Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan
pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk
menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

2. Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam pangan yang beraneka ragam dari
dalam negeri, yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan dengan cukup sampai di tingkat
perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara
bermartabat.

3. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau, serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkelanjutan.

4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk
dikonsumsi.
Konsep Ketahanan Pangan - FSVA
(Food Security and Vunerability Atlas)

• Aspek-aspek utama penopang ketahanan:


 Ketersediaan pangan
 Akses pangan
 Pemanfaatan pangan
• Aspek tersebut dihubungkan dengan:
 Kepemilikan aset rumah tangga
 Strategi penghidupan
 Lingkungan politik, sosial,
kelembagaan dan ekonomi

Status ketahanan pangan suatu rumah tangga atau


individu ditentukan:
interaksi dari faktor lingkungan pertanian (agro-
environmental), sosial ekonomi dan biologi dan
faktor politik.
Dewan Ketahanan Pangan, 2009
• Badan Ketahanan Pangan Kementrian
Pertanian (2018): outcome dari
ketahanan pangan adalah sumber
daya manusia yang unggul dan
berdayasaing.
• Untuk mencapai itu maka harus
didukung dengan penguatan
sistem pangan yang meliputi
ketersediaan, akses dan
pemanfaatan pangan.
• Penguatan sistem pangan ini
menghasilkan ketahanan pangan
masayarakat dan rumah tangga, sumber
daya dan kualitas pengasuhan pada
keluarga dan masyarakat, akses dan
penggunaan pelayanan kesehatan dan
lingkungan.
• Secara rinci konsep ketahanan pangan
Badan Ketahanan Pangan Kementrian Gambar 1.2
Pertanian digambarkan pada gambar 1.2. Kerangka Konsep Ketahanan Pangan
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian, 2018
SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN

Gambar 1.3 Gambar 1.4


Sub Sistem Ketahanan Pangan Sub Sistem Akses Pangan
Sumber: Hanani (tanpa tahun) Sumber: Patrick Webb and Beatrice Rogers, 2003 (dimodifikasi) dalam Hanani (tanpa tahun)
SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN

Gambar 1.5.
Sub Sistem Akses Pangan
Gambar 1.3 Sumber: Patrick Webb and Beatrice Rogers, 2003 (dimodifikasi) dalam Hanani (tanpa tahun)
Sub Sistem Ketahanan Pangan
Sumber: Hanani (tanpa tahun)
SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN

Gambar 1.6
Sub Sistem Penyerapan Pangan
Gambar 1.3 Sumber: Patrick Webb and Beatrice Rogers, 2003(dimodifikasi) dalam Hanani (tanpa tahun)
Sub Sistem Ketahanan Pangan
Sumber: Hanani (tanpa tahun)
SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN

Stabilitas (stability) merupakan dimensi


waktu dari ketahanan pangan yang terbagi
dalam kerawanan pangan kronis (chronic food
insecurity) dan kerawanan pangan sementara
(transitory food insecurity) (Maxwell and
Frankenberger 1992.
• Kerawanan pangan kronis adalah
ketidakmampuan untuk memperoleh
kebutuhan pangan setiap saat.
• Kerawanan pangan sementara
adalah kerawanan pangan yang terjadi
secara sementara yang diakibatkan karena
masalah kekeringan, banjir, bencana,
maupun konflik sosial).

Gambar 1.3
Sub Sistem Ketahanan Pangan
Sumber: Hanani (tanpa tahun)
SUBSISTEM KETAHANAN PANGAN

Status gizi (Nutritional status)


adalah outcome ketahanan pangan
yang merupakan cerminan dari
kualitas hidup seseorang.
Umumnya satus gizi ini diukur
dengan angka harapan hidup, tingkat
gizi balita dan kematian bayi.

Gambar 1.3
Sub Sistem Ketahanan Pangan
Sumber: Hanani (tanpa tahun)
SUB SISTEM KETAHANAN PANGAN INDONESIA

• Acuan kuantitatif untuk


ketersediaan pangan adalah
Angka Kecukupan Gizi (AKG)
rekomendasi Widya Karya Pangan
dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004.
• Standar AKG untuk energi sebesar
2.200 Kilo kalori perkapita perhari
dan protein 57 gram perkapita
perhari.
• Angka tersebut merupakan standar
kebutuhan energi bagi setiap individu
agar mampu menjalankan aktivitas
sehari-hari.
• Acuan untuk menilai tingkat
keragaman ketersediaan pangan
adalah Pola Pangan Harapan (PPH)
Gambar 1.7 dengan skor 100 sebagai PPH yang
Kerangka Sistem Ketahanan Pangan ideal.
Sumber: Badan Ketahanan Pangan (2005)
SUB SISTEM KETAHANAN PANGAN INDONESIA

• Indikator kinerja subsistem


distribusi:
 pasokan tersedia
sepanjang waktu
 Harga stabil
• Harga yang terlalu berfluktuasi
dapat merugikan petani produsen,
pengolah, pedagang hingga
konsumen, sehingga berpotensi
menimbulkan keresahan sosial.
• Negara melakukan
intervensi kebijakan untuk
menjaga stabilitas harga pangan
pokok yang mempengaruhi
kehidupan sebagian besar
Gambar 1.7 masyarakat.
Kerangka Sistem Ketahanan Pangan  
Sumber: Badan Ketahanan Pangan (2005)
SUB SISTEM KETAHANAN PANGAN INDONESIA

• Acuan kuantitatif untuk


konsumsi pangan adalah Angka
Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi
Widya Karya Pangan dan Gizi
(WKNPG) VIII tahun 2004.
• Standar AKG untuk energi sebesar
2.200 Kilo kalori perkapita perhari
dan protein 57 gram perkapita
perhari.
• Angka tersebut merupakan standar
kebutuhan energi bagi setiap individu
agar mampu menjalankan aktivitas
sehari-hari.
• Acuan untuk menilai tingkat
keragaman ketersediaan pangan
adalah Pola Pangan Harapan (PPH)
Gambar 1.7 dengan skor 100 sebagai PPH yang
Kerangka Sistem Ketahanan Pangan ideal.
Sumber: Badan Ketahanan Pangan (2005)
INDIKATOR KETAHANAN PANGAN

Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan


terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan
pangan (Weingä rtner, 2000 dalam Hanani, tanpa tahun).
INDIKATOR KETAHANAN PANGAN

Konsumsi Energi Pangsa pengeluaran pangan


per unit ekuivalen Rendah Tinggi
Indikator Jonsson dewasa (< 60% pengeluaran (≥ 60% pengeluaran
dan Toole (1991), total) total)
yang diadopsi oleh
Maxwell et al. Cukup
(> 80% kecukupan TAHAN pangan RENTAN pangan
(2000) energi)
Kurang
(≤ 80% kecukupan KURANG pangan RAWAN pangan
energi)

Pangsa pengeluaran pangan mengukur ketahanan pangan dari aspek


ekonomi.
Pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dalam satuan energi mengukur
ketahanan pangan dari aspek gizi (Saliem dan Ariningsih, 2008).
Sub Sistem Indikator Standar Ideal
Ketersediaan Ketersediaan energi per Minimal 2.200
pangan kapita kilokalori/hari
Ketersediaan protein per Minimal 57 gram/hari
kapita
Cadangan pangan Minimal 20 persen dari
kebutuhan
Akses pangan Stabilitas harga Perbedaan maksimum
10-25 persen antara
waktu normal dan tidak
normal
Akses terhadap system Adanya sistem informasi Hanani (2009) : beberapa indikator
informasi dan harga pangan
kewaspadaan pangan Sistem kewaspadaan
ketahanan pangan rumah tangga
pangan dan gizi sampai yang disarikan dari berbagai
desa sumber.
Pengeluaran untuk Persen pengeluaran
pangan pangan < 80% dari
pendapatan Hanani AR, Nuhfil. 2009. II. Pengertian
Akses terhadap Tersedia angkutan umum Ketahanan Pangan.
transpotasi http://www.lecture.brawijaya.ac.id.nuhfil.file
Penyerapan Kecukupan energi per Angka kecukupan energi
pangan kapita/ hari minimal 2.000 kkal/hari
s.2009.
Kecukupan protein per Angka kecukupan Diakses tanggal 12 Juni 2009
kapita/hari minimal 50 gram/hari
Kecukupan gizi mikro Kecukupan zat besi,
yodium, dan lain-lain
Penganekaragaman Pola Pangan Harapan
pangan dengan skor PPH 100
Penurunan kasus Jumlah kasus
keracunan pangan pelanggaran produk
makanan 0 persen
Status gizi Tngkat kerawanan Persen kelaparan < 2,5
masyarakat (< 70% persen
AKG)
Balita gizi kurang dan Persen balita gizi kurang
buruk dan buruk < 2,5 persen
Penelitian tentang Ketahanan
Pangan Rumah Tangga
dengan data SUSENAS

Purwaningsih, Yunastiti. 2010. “Analisis Permintaan Dan Ketahanan Pangan Tingkat


Rumah Tangga Di Provinsi Jawa Tengah”. Disertasi. UGM. Yogyakarta.
Purwaningsih (2010)
• Faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan tingkat rumah tangga.
• Faktor tersebut meliputi harga pangan, pendapatan rumah tangga, karakteristik rumah tangga dan
wilayah tempat tinggal (perkotaan/pedesaan).
• Tingkat ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan indikator klasifikasi silang antara pangsa
pengeluaran pangan dan kecukupan energi dari Jonsson dan Toole (1991).
• data sekunder : data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel 2008 (Maret) Modul
Konsumsi/Pengeluaran rumah tangga dari Badan Pusat Statistik, berupa data mentah (raw data).
• Jumlah rumah tangga yang disurvei pada Susenas Panel Maret 2008 untuk wilayah Provinsi Jawa
Tengah sebanyak 7.441 rumah tangga, yang dianalisis 7.435 rumah tangga.
• Jumlah item pengeluaran rumah tangga dibagi ke dalam 215 komoditi makanan dan 100 komoditi
bukan makanan.
• Analisis dengan Model Ordered Probit.
• Model Ordered Probit

Pk
 TKPk = a + b lnP + c lnPEND + d lnJART + e DIK + f WIL + u (60)
1  Pk

TKPk : Tingkat ketahanan pangan, dimana k = 1,2,3,4


Probabilitas P1 = P(Y=1) bila rumah tangga rawan pangan
Probabilitas P2 = P(Y=2) bila rumah tangga rentan pangan Order: ranking
Probabilitas P3 = P(Y=3) bila rumah tangga kurang pangan
Probabilitas P4 = P(Y=4) bila rumah tangga tahan pangan
P : Harga pangan (Rp per satuan), diukur dengan unit value yang dihitung
dengan membagi antara nilai pengeluaran rumah tangga untuk pangan
dengan jumlah unitnya
PEND : Pendapatan (Rp/bulan)
JART : Jumlah anggota rumah tangga (orang)
DIK : Tingkat pendidikan kepala keluarga
DIK = 1 bila SMTP ke bawah
DIK = 0 bila lainnya (SMTA ke atas)
WIL : Wilayah tempat tinggal
WIL = 1 bila perkotaan ; WIL = 0 bila lainnya (pedesaan)
a : Konstanta (intersep)
b, c, d, e, f : Koefisien regresi
u : Variabel pengganggu
Tabel 6.1 Hasil Analisis Regresi Model Ordered Probit Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Provinsi Jawa Tengah
Variabel Notasi Koefisien Standar Eror z-Statistik Prob.
Konstanta-2 LIMIT_2 19,8665 *** 0,4905 40,5014 0,0000
Konstanta-3 LIMIT_3 21,1846 *** 0,4950 42,8012 0,0000
Konstanta-4 LIMIT_4 21,7385 *** 0,4970 43,7397 0,0000
Harga Pangan LNP -0,1621 *** 0,0365 -4,0156 0,0000
Pendapatan LNPEND 1,7998 *** 0,0365 49,3115 0,0000
Jumlah Anggota Rumah Tangga LNJART -1,7078 *** 0,0394 -43,3491 0,0000
Tingkat pendidikan Kepala Keluarga :
SMTP ke bawah dan SMTA ke atas DIK -0,0831 ** 0,0408 -2,0371 0,0416
Wilayah (Perkotaan/Pedesaan) WIL -0,1995 *** 0,0296 -6,7368 0,0000
LR index (Pseudo-R2) 0,1827
LR statistic (8 df) 3596.4330 ***
Probability(LR stat) 0,0000
Sumber : Analisis data Susenas Panel Maret 2008 (data mentah), BPS.
Keterangan : *** signifikan pada taraf signifikansi 1 % ; ** signifikan pada taraf signifikansi 5 %
25

Penelitian Ketahanan Pangan


Rumah Tangga dengan Data
Susenas …lainnya
Sari (2017) meneliti ketahanan pangan tingkat rumah tangga perkotaan dan pedesaan di
Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.
• Penelitian ini mengidentifikasi sebaran rumah tangga menurut tingkat ketahanan pangan
dan tingkat ketahanan pangan wilayah (perkotaan dan pedesaan).
• Data yang digunakan adalah Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2015 yang
berupa data mentah, dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
• Tingkat ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan indikator klasifikasi silang antara
pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi dari Jonsson dan Toole (1991).
• Tingkat ketahanan pangan wilayah diukur dengan HFSI (Household Food Security Index) atau
IKPRT (Indeks Ketahanan Pangan Rumah Tangga). Indeks Rata-Rata Ketahanan Pangan Rumah
tangga (IKPRT) atau AHFSI menurut status ketahanan pangan dikelompokkan ke dalam 4
kelompok sebagai berikut: sangat tahan, tahan, tidak tahan dan sangat rawan.

AHFSI = 100 – [H{ G+(1+G)Ip + 0,5 Q (1-H (G+(1+G) Ip )}] 100 (2.3)
Heryanah (2016) meneliti faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga di Jawa
Barat.
• Data: Susenas 2012.
• Jumlah sampel Susenas untuk Provinsi Jawa Barat tahun 2012: 22.470 rumah tangga.
• Indikator tingkat ketahanaan pangan: indikator Jonsson dan Toole (1991, dalam Maxwell et al.,
2000).
• Analisis yang digunakan: regresi order logit.
• Hasil penelitian:
Katagori daerah (kota-desa), jenis kelamin kepala rumah tangga, status perkawinan kepala rumah
tangga, umur, jumlah anggota rumah tangga, rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga, status
bekerja kepala rumah tangga (bekerja-tidak bekerja), pengeluaran per kapita, kondisi sanitasi (layak-
tidak layak), kondisi rumah tangga (kumuh-tidak kumuh) berpengaruh signifikan terhadap ketahanan
rumah tangga.
Purwaningsih, dkk. (2011) meneliti faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah
tangga di Provinsi Jawa Tengah dengan data Susenas 2009. 30

Alat analisis: regresi logit


31

Hasil penelitian menunjukkan:


Pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah
tangga, tingkat pendidikan kepala keluarga,
lapangan usaha, wilayah kota-desa, dan bukan
pesisir-pesisir berpengaruh terhadap tingkat
ketahanan pangan rumah tangga.
• Pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan
kepala keluarga berpengaruh positif.
• Jumlah anggota rumah tangga berpengaruh
negatif, serta terdapat perbedaan tingkat
ketahanan pangan menurut lapangan usaha,
wilayah kota-desa, dan bukan pesisir-pesisir.
Purwaningsih (2009) melakukan penelitian mengenai aksesibilitas pangan para rumah tangga di
32

Provinsi Jawa Tengah dengan data Susenas (Juli) 2007.


Aksesibilitas pangan diukur dengan proporsi pengeluaran pangan rumah tangga dengan kriteria bila
proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen pengeluaran rumah tangga) maka akses rumah tangga
pada pangan adalah baik, dan bila proporsi pengeluaran pangan tinggi (≥ 60 persen pengeluaran rumah
tangga) maka akses rumah tangga pada pangan adalah kurang.
Indikator tersebut mengadopsi sebagian dari indikator Jonsson dan Toole (1991) yang digunakan oleh
Maxwell et al. (2000) dalam mengukur ketahanan pangan di Greater Accra.
Ketahanan pangan wilayah yang dilihat dari ketahanan rumah tangga
Sumarwan dan Sukandar pada tahun 1998 (dalam Saliem dan Ariani, 2002) mengukur
ketahanan pangan wilayah dan ketahanan pangan rumah tangga dengan data BPS 1995.
• Ketahanan pangan wilayah yaitu mengukur ketahanan pangan di seluruh provinsi di Indonesia, dilihat
dari kemampuan wilayah untuk memproduksi empat jenis pangan (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar).
• Metode penentuan ketahanan pangan mengacu model yang dikembangkan Syarief (1991), hasilnya sbb:

Kriteria derajat ketahanan pangan wilayah adalah


membandingkan nilai TP dengan nilai k yang merupakan
proporsi energi yang berasal dari beras, jagung, ubi kayu
dan ubijalar terhadap total energi yang dikonsumsi
Ketahanan pangan wilayah yang dilihat dari ketahanan pangan rumah tangga

No Peneliti Lokasi Waktu Indikator dan Metode Hasil


35

3. Purwantini, Propinsi 2000 Indikator : Terdapat rumah tangga


dkk. Sulawesi Data : Jonsson and Toole : rawan pangan sebanyak
Utara Susenas pangsa pengeluaran 21%, dan di pedesaan
1999 pangan dan (23%) lebih tinggi
kecukupan energi dibanding di perkotaan
(17%)

4. Rachman, 27 2005 Indikator : o Lebih dari 30%


dkk. propinsi Data : Jonsson and Toole : rumah tangga
Indonesia Susenas pangsa pengeluaran tergolong rawan
1999 pangan dan pangan
kecukupan energi o 5 provinsi memiliki
tingkat kerawanan
pangan tinggi, 3
provinsi memiliki
tingkat kerawanan
pangan rendah
o Proporsi rumah
tangga rentan pangan
adalah 47%, kurang
pangan adalah 10%
Ketahanan pangan wilayah yang dilihat dari ketahanan pangan rumah tangga

AHFSI = 100 – [H{ G+(1+G)Ip + 0,5 Q (1-H (G+(1+G) Ip )}] 100 (2.3)
Penelitian tentang Ketahanan
Pangan Rumah Tangga
dengan metode survei (data primer)
Purwaningsih, Sutomo dan Istiqomah (2015) mengidentifikasi ketahanan pangan rumah tangga
petani yang beralih fungsi dan yang tidak alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Colomadu Kabupaten
Karanganyar Provinsi Jawa Tengah.
• Fokus penelitian: faktor yang mempengaruhi tingkat ketahanan pangan yang dilihat dari aspek akses
pangan secara ekonomi.
• Indikator tingkat ketahanaan pangan: mengadopsi sebagian indikator Jonsson dan Toole (1991, dalam
Maxwell et al., 2000), yaitu proporsi pengeluaran pangan rumah tangga.
• Bila proporsi pengeluaran pangan rendah (<60 persen pengeluaran rumah tangga) maka akses
rumah tangga pada pangan adalah baik
• Bila proporsi pengeluaran pangan tinggi (≥ 60 persen pengeluaran rumah tangga) maka akses rumah
tangga pada pangan adalah kurang.
• Analisis yang digunakan: regresi logit, dengan persamaan estimasi seperti pada persamaan 3.1. Regresi
logit dengan persamaan 3.1 dilakukan terhadap 3 persamaan, persamaan regresi untuk seluruh rumah
tangga, rumah tangga tidak alih fungsi dan rumah tangga alih fungsi lahan.
Berdasar tabel 3.2, pada total rumah
tangga, odds ratio variabel alih fungsi
sebesar 41,75 berarti rumah tangga tidak
alih fungsi lahan mempunyai peluang lebih
besar 41,75 kali untuk akses pangan baik
dibanding rumah tangga alih fungsi lahan,
dengan menganggap variabel lain konstan
Mulyo, Sugiyarto dan Widada (2015) meneliti mengenai ketahanan dan kemandirian pangan
rumah tangga tani daerah marginal di Kabupaten Bojonegoro.
• Ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan AKE (angka kecukupan energi) dan PPP (pangsa
pengeluaran pangan, yaitu proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga). AKE
dihitung dengan rumus seperti ditulis dalam persamaan 3.2.
• Keragaan ketahanan pangan dengan indikator Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell, D et. Al. (2000).
• Kemandirian pangan rumah tangga tani diukur dengan perbandingan antara produksi sendiri komoditas
beras (kg) dan total konsumsi komoditas beras (kg).

Indikator Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell,


D et. Al. (2000)

Angka tetapan energi sebesar 2.150 kkal/kapita/hari


(Permenkes No. 75 tahun 2013).
Nilai PKE >= 80%: rumah tangga tahan pangan.
Nilai PKE < 80%: rumah tangga belum tahan pangan
Hasil penelitian:
o Ketahanan pangan rumah:
o Sebagian besar rumah tangga (53%) adalah kurang cukup energi.
o Sebagian besar rumah tangga (87%) mempunyai pangsa pengeluaran sebesar 44% dari total
pengeluaran rumah tangga.
o Keragaan pangan :
o Sebagian besar rumah tangga adalah kurang pangan (46,67%).
o Sebagian besar rumah tangga adalah tahan pangan (40,00%).
o Kemandirian pangan:
Semua rumah tangga tani mengalami surplus untuk kebutuhan konsumsi beras selama setahun
dari produksi mereka sendiri (konsumsi sebesar 441,54 kg/tahun dan produksi sebesar 1.563,20
kg/tahun).
Gantini (2015) menganalisis metode ketahanan pangan wilayah dengan memperhitungkan aspek
kearifan lokal, dan membandingkannya dengan metode pengukuran ketahanan pangan tanpa
memperhitungakan aspek kearifan lokal.
 Penelitian dilakukan di dua Kecamatan, yaitu Kasepuhan Ciptagelar di Desa Sirnaresmi Kecamatan
Cisolok Kabupaten Sukabumi dan Kampung Naga di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten
Tasikmalaya. Daerah penelitian tersebut adalah daerah dimana nilai-nilai kearifan lokal masih
berlaku dengan sangat kental.
 Ketahanan pangan diukur dengan 3 pilar: ketersediaan pangan, akses pangan dan penghidupan,
pemanfaatan pangan.
 Kearifan lokal diukur dengan pengetahuan lokal, ketrampilan lokal dan proses sosial lokal.
Indikator masing-masing variabel sebagai berikut:
• Variabel nomor 1, 2 dan 3: data sekunder.
• Variabel 4,5 dan 6: data primer, dimana
kekuatan nilai kearifan lokal diperoleh
dengan menggunakan instrumen berupa
daftar pertanyaan dalam skala diferensial
semantik yang pilihan jawabannya
mempunyai tingkatan dari 5, 4, 3, 2, dan 1.
• Penjumlahan jawaban dari responden
merupakan nilai kearifan lokal.
• Nilai ketahanan pangan wilayah
disusun dalam bentuk persamaan
CFSI (Composite Food Security
Index) atau Indeks Komposit
Ketahanan Pangan.
(persamaan 3.3) untuk ketahanan pangan tanpa
memperhitungkan aspek kearifan lokal dan persamaan
CFSI*

(persamaan 3.4) untuk ketahanan pangan dengan


memperhitungkan aspek kearifan lokal

untuk mengetahui apakah


Hasil penelitian:
terdapat perbedaan rata-rata
• Terdapat perbedaan rata-rata CFSI (32,9215) dengan rata-rata CFSI*
CFSI dan CFSI* diuji dengan uji (18,2798).
beda dua rata-rata. • CFSI tanpa kearifan lokal lebih besar daripada CFSI dengan kearifan
lokal.
Implikasi:
Kerentanan terhadap kerawanan pangan dengan kearifan lokal lebih kecil
daripada kerentanan terhadap kerawanan pangan tanpa kearifan lokal,
sehingga kearifan lokal berpengaruh terhadap ketahanan pangan.
• Meneliti determinan ketahanan pangan
rumah tangga miskin
• Pendekatan SLF
• Indikator letahanan pangan: CSI
• Teknik analisis: regresi OLS
Penelitian tentang
Ketahanan Pangan Wilayah
• This study uses secondary data with
reference to data year 2017 from
literature books, economic and business
journals, and publications from Statistics
Indonesia.
• The analysis method is using clustering
method using normal based clustering
model to classify 34 Provinces in
Indonesia according to their food security
state.
• This clustring method is based on the
dimensions of food security variabels
from simplification definition of food
security proposed by USAID (United
States Agency for International
Development).
 Bagaimanakah status akses fisik, akses
ekonomi maupun akses sosial di Provinsi
Jawa Timur?
 Bagaimanakah status akses pangan di
Provinsi Jawa Timur dan wilayah
kabupaten/kota manakah yang menjadi
prioritas penanganan akses pangan
berdasarkan peta tematik yang ada?
Data: data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.
• Data meliputi produksi pangan pokok, jumlah konsumsi perkapita, jarak ke pusat ekonomi terdekat,
jarak ke sarana pendidikan terdekat, jumlah desa yang bisa dilewati oleh roda empat, jam kerja
penduduk, persentase
• penduduk yang tidak tamat sekolah jumlah penduduk miskin, jarak ke sarana kesehatan terdekat, dan
PDRB Kabupaten/Kota.
• Data tersebut diperoleh dari berbagai kegiatan Pendataan, Survei dan Sensus, antara lain, PODES
2011,
• Sakernas 2011, Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011, dan PDRB Kabupaten/Kota.
• Data spasial berupa peta wilayah administrasi kabupaten/kota di Jawa Timur bersumber dari Badan
Pusat Statistik.
Akses Fisik adalah kemampuan/kemudahan masyarakat dalam
memperolah pangan yang ada di suatu wilayah yang diukur
berdasarkan:
 Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan
bersih serealia dan umbi-umbian.
 Persentase desa yang tidak dapat dilalui kendaraan roda
empat.
 Persentase desa yang tidak memiliki pasar dan jarak
terdekat ke pasar lebih dari 3 kilometer.

Akses Ekonomi adalah kemampuan masyarakat dalam


menentukan/memperoleh pangan yang diukur dari:
• Persentase penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.
• Persentase penduduk bekerja.
• PDRB yang sudah mengeluarkan sektor Pertambangan dan
Penggalian; Listrik, Gas dan Air Bersih, serta Keuangan
Akses Sosial adalah kemampuan masyarakat dalam Persewaan dan Jasa Perusahaan.
beradaptasi perubahan-perubahan yang terjadi, yang
diukur dari persentase penduduk yang tidak tamat
pendidkan sekolah dasar.
Hasil dari
analisis indeks
komposit
kemudian di
bentuk peta
spasial seperti
Gambar 4.17.
Sebagian besar
dari ada di
prioritas 4 yang
berarti akses
fisik masih pada
level cukup
tinggi.
Tugas:
1. S421908001 A Permata Pakerti: Kemandirian pangan (beras) per Provinsi di Indonesia
2. S421908002 Aberona Thea C S:  Kemandirian pangan (beras) per Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
3. S421908004 Ahmad Fauzi Abdurroh: Kemandirian pangan (beras) per Kabupaten/Kota di Jawa Timur
4. S421908006 Alya Nabila Syam: Kemandirian pangan (beras) per Kabupaten/Kota di Jawa Barat
5. S421908008 Danang Andrio Putra: Kemandirian pangan (beras) per Kabupaten/Kota di DIY (Yogyakarta)
6. S421908010 Erwan Suprihartono: Kebijakan ketahanan pangan di Indonesia
7. S421908011 Fauzi Ardiawan N: Indikator ketahanan pangan rumah tangga dan wilayah
8. S421908013 Ika Alicia Sasanti: Penelitian tentang ketahanan pangan rumah tangga (dalam dan luar negeri,
tahun 2015 ke atas)
9. S421908015 Muhammad As'ad A:  Penelitian tentang ketahanan pangan rumah tangga (dalam dan luar
negeri, tahun 2015 ke atas)
10. S421908023 Unggul Pramukti: Kebijakan pertanian di Indonesia

Kemandirian pangan (beras) diukur dengan perbandingan ketersediaan beras


(produksi sendiri dan impor dalam kg dan total konsumsi (dalam kg).
Hitung juga produksi, impor dan konsumsi per kapita.
Data dari tahun 2005-2019 dan dinarasikan.

Anda mungkin juga menyukai