Anda di halaman 1dari 4

Perempuan dengan sebuah HP berlogo apel tidak utuh di tangannya, dia membuka

luckscreen Handphone. Terlihat jam menunjukkan pukul 10 malam. Dia berpikir sejenak, besok dia
harus berangkat sekolah. Lama dia melamunkan hal itu, suara seseorang terdengar dari HP
perempuan bernama Hanne itu.

Hallo? Han? Ucap seseorang itu yang tak lain adalah pacar Hanne.

Hmmm, iya Lang?

Lo kenapa? Dari tadi gue cerita tapi lo nggak ngerespon

Tadi liat jam, udah malem gue mau tidur

Kirain kenapa, hmm. Tapi di sini masih sore tuh

GALAAANG!!!

Iya deh iya, tidur gih! Selamat malam, cantik

Malam

Gitu aja?

Apa lagi?

Sayangnya mana?

Hanne mengembuskan nafasnya dengan berat.

Malam Galang, SAYANG

Aaaw gue ngeblush

Oke, bye

Hanne langsung mematikan panggilan tersebut dan menaruh HPnya di meja sebelah tempat
tidurnya. Lalu membaringkan tubuhnya ke tempat tidur dan menatap langit langit kamarnya.
Berpikir sejenak tentang hubungannya dan Galang. Hampir 2 tahun mereka tidak bertemu, dengan
kata lain mereka LDR. Galang memutuskan untuk sekolah di luar negeri tepatnya di London karena
pekerjaan ayahnya yang mengharuskan dia pergi juga.

Hanne teringat saat pertama kali sosok Galang Lazuardi Pratama yang sangat famous di SMP
itu mengajaknya mengobrol berdua, saat itu mereka wisuda kelulusan SMP, diakhir acara tersebut
Galang menyatakan perasaannya ke Hanne dan keesokan harinya mereka mulai berpacaran.

‘Hari hari penuh kenangan’ batin Hanne. Tanpa sadar perempuan itu sudah ada di dunia malamnya.

...

Pagi pagi sekali Hanne terbangun dari tidurnya. Dia pun sudah siap berangkat ke sekolah
dengan setelah seragam sekolahnya. Rambut hitam panjang yang terurai, tas sekolah yang warnanya
berpadu dengan rambutnya terlihat bagus di mata Hanne yang sedang bercermin.
Hanne turun ke lantai bawah, satu per satu anak tangga dia pijak dan dia melihat pembantu
rumahnya di dapur yang tengah membawa makanan ke meja makan.

“Pagi, Bi Ija,” sapa anak dari tuan rumah tersebut.

“Pagi, Non.” Ija meletakkan makanan yang dia bawa lalu melihat Hanne dari ujung kaki ke ujung
rambut.

“Tumben sudah siap, ini masih pagi lo, Non,” lanjut Ija.

“Kebangun hehe, jadi sekalian aja deh,”

Hanne hendak meninggalkan Ija, namun Ija memanggilnya “Non!”

“Kenapa, Bi?”

“Mobilnya belum siap, Non. Mending makan dulu, yok,” tawar Ija.

Hanne berjalan menghampiri meja makan dan mengambil udang crispy lalu meninggalkan
pembantunya itu.

“Non?” panggil Ija berulang kali.

Ketika sudah di depan pintu rumahnya Hanne berteriak “Biii... salamin ke papa sama mama, Hani
berangkat sekolah dulu, makasih juga buat udangnya, enaaaak. Assalammualaikum,” sambil
melambaikan tangannya yang penuh dengan udang crispy.

Bi Ija hanya tersenyum melihat tingkah anak majikannya itu. “Waalaikumsalam.”

...

Angkutan umum berhenti tepat di depan sekolah Hanne, Hanne turun lalu memberikan uang
ke sopirnya. Terlihat tulisan besar yang bertulis ‘SMA GARUDA’ , tempat dia bersekolah sekarang.

Hanne melihat arah kanan yang ramai dengan kendaraan, lalu dia menoleh ke kiri
memastikannya juga. Namun sudah ada seseorang yang berdiri di sampingnya yang hanya berjarak
sekitar 1 meter dari Hanne.

Laki-laki bertubuh tinggi,beralis tebal dan juga berahang tajam , bajunya yang dikeluarkan
seperti anak berandalan, dan tas slempang hitam yang menjadi ciri khasnya bahkan dia pernah ke
sekolah menggunakan sandal jepit. Dia adalah Rafael Fernanda, teman sekelas Hanne.

“Pagi, Han!” sapa Rafael sambil menoleh ke kanan dan tak lupa sedikit menundukan kepalanya
karena Hanne sudah masuk kategori ‘cewek pendek’ di sekolahnya.

Hanne memalingkan wajahnya dan maju selangkah mendekati jalan.

“Gue nggak bisa nyeberang, bantuin gue,” ucap sambil mendekatkan dirinya ke Hanne.

Jalanan sudah lumayan sepi, Hanne beraba aba akan menyeberang. Ketika jalanan sepi
Hanne menyeberang namun dia dikejutkan dengan sebuah tangan yang tiba tiba menggenggam
tangannya, “gue jangan ditinggal dong.” Perempuan itu hanya melanjutkan langkahnya menuju
trotoar.

Ketika di trotoar Hanne melihat tangannya yang masih digenggam oleh Rafael. Rafael
menyadari akan hal itu dan langsung melepaskan genggamannya.

“Makasih,” ucap Rafael dengan senyuman modusnya. Hanne hanya meliriknya lalu
meninggalkannya.

Bisa dilihat ketika berjalan menuju kelas. Rafael yang berada jauh di belakang Hanne
menatap Hanne berjalan, tanpa sadar Rafael tersenyum.

...

Rafael dan Hanne duduk di depan kelas setelah menaruh tas mereka di bangku. Mereka hanya saling
berdiam diri, tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Hanne menarik napas dalam dalam lalu dihembuskan, “seger.”

Terucap satu kata dari mulut Hanne dan itu membuat Rafael menoleh ke arahnya lalu meniru apa
yang dilakukan perempuan di sebelahnya itu.

“Nggak sia sia gue berangkat pagi,” ucap Rafael.

“Kalau bisa lu berangkat pagi terus,” jawab Hanne.

“Ada apa ni? Kenapa lu nyuruh gue berangkat pagi terus?” Rafael seakan tidak percaya Hanne
mengucapkan kalimat itu. “Apa lu mau tangan lu digenggam gue lagi kayak tadi?” lanjut Rafael.

Hanne hanya terdiam membeku tidak percaya akan kepedean Rafael. “GILA! Gue bilang gitu ya
karena lu sering telat,” ucap Hanne dengan suara yang keras.

“Perhatian ceritanya.” Rafael berdiri melihat wajah Hanne dan tersenyum menggodanya.

BUAAAK!!!

Suara terdengar cukup keras dari belakang kepala Rafael, dia pun mencari siapa dalang dari kejadian
ini sambil mengelus kepala belakangnya. Seorang perempuan tersenyum gembira melihat Rafael
yang kesakitan itu. Lalu perempuan itu menghampiri mereka berdua.

“Erin!?” ucap Hanne dengan wajah bertanya tanya.

“LU!” bentak Rafael sambil menunjuk Erin.

“Lu gapapa Han?” tanya Erin mengabaikan Rafael. Rafael hanya tersenyum tipis ketika dia
terabaikan.

“Ha? Kok lu tanya gue?”

“Lu pasti ganggu Hani Kan?” tanya Erin ke Rafael sambil menunjuk laki-laki itu.

“Gue? Hahaha,” ucap Laki-laki yang terfitnah itu. Rafael memalingkan wajahnya dari pandangan Erin.
Lalu dengan tiba tiba tangan jari telunjuk Rafael mendarat di dahi Erin dan mendorong kepalanya,
tidak keras. “Seenak jidat lu deh,” ucap Rafael sambil meninggalkan Hanne dan Erin.

“Apaan si.”

...

Kegiatan sekolah berjalan seperti biasa. Tanpa sadar jam pulang sekolah berbunyi. Serentak
semua murid di sekolah Garuda berebut pintu agar mereka cepat pulang.

“Tumben hari Senin berasa cepet banget,” ucap salah satu anak kelas XI IPA 3.

“Gue nongkrong dulu ya, Han,” ucap Rafael sambil melewati Hanne.

“Basi,” ucap Erin yang tiba tiba menjawab.

Memang terlihat ada kekesalan di wajah Rafael tapi teman-temannya menghentikan Rafael yang
hendak menghampiri Erin. “Udah udah, kalem ae,” ucap Wildan teman sebangku Rafael.

Kini kelas menyisakan Hanne, Erin, dan Joy.

“Kalian ke rumah gue apa nggak?” tanya Hanne kepada dua temannya yang sibuk merapikan buku.
Mereka tidak menjawab pertanyaan Hanne. “Habis ini ujian akhir semester, lu mau nggak belajar di
rumah gue?” lanjut Hanne bertanya pada mereka.

“Berangkat,” serentak Erin dan Joy.

Anda mungkin juga menyukai