Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KONDISI SOSIAL EKONOMI


TERHADAP AKSES DAN KETERSEDIAN PANGAN
RUMAHTANGGA PETANI PADI PADA TIPE
AGROSISTEM PENGUNUNGAN

(Studi Kasus Di Desa Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja,


Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan)

OLEH :
NURFADILLAH
08320190145

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVESITAS

MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Kegunaan Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis

2.1.1. Agroekosistem Pegunungan

2.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi Petani

2.1.3. Akses Pangan

2.1.4. Ketersediaan Pangan

2.1.5. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Akses Pangan

2.1.6. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap ketersediaan pangan

2.2. Penelitian Terdahulu

2.3. Kerangka Pikir Penelitian


2.4. Hipotesis

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2. Populasi dan Sampel

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.4. Pengumpulan Data

3.5. Analisis Data

3.6. Definisi Oprasional

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, ketahanan

pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun

mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dengan demikian, suatu wilayah

dikatakan berhasil dalam pembangunan ketahanan pangan jika adanya

peningkatan produksi pangan, distribusi pangan yang lancar serta konsumsi

pangan yang aman dan berkecukupan gizi pada seluruh masyarakat (Rahmawati,

2012).

Ketahanan pangan terdiri dari 3 subsistem, yaitu 1) Ketersedian Pangan

(Food Availability) 2) Akses Pangan (Food Access) 3) pemanfaatan pangan.

Pendapatan menjadi faktor penting dalam menentukan pengeluaran rumah

tangga, termasuk pola konsumsi pangan keluarga. Apabila pendapatan

meningkat, pola konsumsi akan lebih beragam sehingga konsumsi pangan yang

bernilai gizi tinggi juga akan meningkat (Adriani & Wirtjatmadi, 2012).

Menurut Saliem et al. (2012) walaupun di tingkat wilayah status pangan

tergolong ketahanan pangan terjamin, tetapi masih ditemukan rumah tangga

yang tergolong rawan pangan dengan proporsi yang cukup tinggi. Sehingga

selain dilakukanpengukuran ketahanan pangan pada wilayah, juga penting

dilakukan pengukuran ketahanan pangan pada tingkat yang lebih rendah hingga

tingat rumah tangga. Karena persoalan pangan yang dialami pada suatu wilayah

hanya dapat dipaami dengan menelaah pemasaalaan pangan pada tingkat rumah
tangga, dimana tingkat rumha tangga merupakan titik berat kondisi

ketahanan pangan. Sistem ketahanan pangan dikatakan baik apabila mampu

memberikan jaminan bahwa semua penduduk atau masyarakat setiap wilayah

tanpa kecuali di setiap saat, pasti menapatkan makanan yang cukup dengan

norma gizi untuk kehidupan yang sehat, tumbuh dan produktif. Ancaman resiko

atau peluang kejadian sebagaian penduduk menderita kurang pangan merupakan

indikator keragaman akhir dari sistem katahanan pangan. Oleh karena itu pangan

ditemukan oleh tiga indikator kunci, yaitu (1) ketersedian pangan (food

availability), (2) akses pangan (food access), (3) pemanfaatan pangan.

1. Ketersediaan pangan (food availability) merupakan subsistem ketahanan

pangan yang terkait dengan sistem produksi baik produksi sendiri atau hasil

yang diproduksi daerah setempat maupun pasokan dari luar wilayah atau

impor. Selain itu ketersediaan pangan suatu wilayah juga dapat dihasilkan dari

cadagan pangan rumahtangga dan bantuan dari pihak tertentu dalam bantuan

pangan

Ketersediaan pangan. Menurut suhardjo (2010) daerah yang memiliki

perbedaan kodisi agroekologi, akan memiliki potensi produksi pangan yang

berbeda. Namanun sebaiknya jika kebutuhan pangan banyak tergantung pada

apa yang akan dibelinya, maka penghasilan (daya beli) harus sanggup

membeli bahan makanan yang dapat mencukupi baik kuantitas maupun

kualitasnya (Suhardjo, 2010).

2. Akses pangan (food access) Akses pangan (food access) yaitu kemampuan

semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk
memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya. Akses rumah

tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.

3. Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan

dengan benar dan tetap secara profesional.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian perlu untuk mengangkat judul

“Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat Ketersediaan dan

Akses Pangan Rumahtangga Petani Padi Pada Tipe Agrosistem

Pegunungan (Studi Kasus Desa Mattampawalie, Kecamatan Lapparija,

Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan)”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka masalah yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagimana kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani padi pada tipe

agroekosistem pegunungan di Desa Mattampawalie, Kecamatan lappariaja,

Kabupaten Bone.

2. Bagaimana akses pangan rumahtangga petani padi pada tipe agroekosistem

pegunungan di Desa Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten

Bone.

3. Bagimana ketersedian pangan rumahtangga petani pada tipe agroekosistem

pegunungan di Desa Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten

Bone.

4. Bagimana pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap akses pangan di Desa

Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten Bone.


5. Bagimana pengaruh kondisi sosial terhadap ketersediaan pangan di Desa

Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten Bone.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini

adalah :

1. Menganalisis kondisi sosial ekonomi rumahtangga petani padi pada tipe

agroekosistem pegunungan di Desa Mattampawalie, Kecamatan lappariaja,

Kabupaten Bone.

2. Menganalisis akses pangan rumahtangga petani padi pada tipe agroekosistem

pegunungan di Desa Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten

Bone.

3. Menganalisis ketersedian pangan rumahtangga petani pada tipe agroekosistem

pegunungan di Desa Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten

Bone.

4. Menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap akses pangan di Desa

Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten Bone.

5. Menganalisis pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap ketersediaan pangan

di Desa Mattampawalie, Kecamatan Lappariaja, Kabupaten Bone.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi pemerintah Kabupaten Bone, penelitian ini berguna sebagai

sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam pengambilan

kebijakan khususnya yang berkaitan dengan analisis konidi sisocial ekonomi


dan ketersedian pangan rumahtangga petani pada tipe agroekositem di

Kabupaten Bone.

2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.


II. TINJAUANPUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Agroekosistem Pegunungan

Agroekosistem merupakan sistem ekologi dalam suatu lahan pertanian yang

didalamnya terdapat hubungan antara komponen biotik dan lingkungannya.

Agroekosistem dapat dikatakan produktif jika terjadi keseimbangan antara tanah,

hara, sinar matahari, kelembaban udara dan organisme-organisme yang ada,

sehingga dihasilkan suatu pertanaman yang sehat dan hasil yang berkelanjuta

Pegunugan merupakan sebuah datara dipermukaan bumi yang memiliki

ketinggian tempat lebih tinggi dari daerah disekitarnya yang biasanya terdiri dari

berbagai pernikitan yang menjulang tinggi yang membentuk suatu deretan atau

betengan, yang bisa dimanfaatnkan manusia sebagai lahan usaha pertanian secara

fisik yang berpermukaan tinggi dapat digunakan bercocok tanaman padi dan

tanaman pangan lainnya.

1.3.1. Kondisi Sosial Ekonomi Petani

Kondisi sosial ekonomi petani menyangkut umur, pendidikan, jumlah

tanggungan keluarga, keadaan pekerjaan yang meliputi pekerjaan pokok,

pekerjaan sampingan dan pekerjaan istri dan aggota rumah tangga. Keadaan

ekonomi dalam pemenuhan pangan adalah mendapatan, menghasilkan, atau

menerima uang pangan dan yang lainnya, mengkomsumsi, mebelanjakan,

mengumpulkan uang pangan dan aset atau harta lain. Kondisi untuk

mendapatkan pangan yang dibutuhkan dalam pemenuhan pangannya melalui

berbagai dukungan sosial seperti bantuan/dukungan sosial dari keluarga/kerabat,


tetangga sertateman.

1. Umur

2. Keadaan Pekerjaan

Sesuatu yang dilakukan oleh manusia untuk tujuan tertentu yang dilakukan

dengan cara yang baik dan benar. Manusia perlu bekerja untuk mempertahankan

hidupnya.

3. Jumlah Tanggungan Keluarga

4. Pengetahuan ibu tentang gizi

2.1.3. Akses Pangan

Akses pangan (food access) yaitu kemampuan semua rumah tangga dan

individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang

cukup untuk kebutuhan gizinya. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari

akses ekonomi, fisik dan sosial..

Faktor askes pangan rumahtangga meliputi pendapatan, baik pendapatan

dari pertanian maupun non pertanian. Indicator yang dipakai adalah seluruh

pendapatan rumahtangga, pendapatan dari tanaman, pendapatan dari ternak, upah

dari bekerja secara produktif, harga pangan, akses pasar dan akses jalan.

2.1.4. Ketersediaan Pangan

ketersediaan pangan Aspek Ketersediaan (food Availability) yaitu

ketersedian pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua

orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri,impor, cadangan

pangan maupun bantuan pangan. Ketersedian pangan ini diharapkan mampu

mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan


untuk kehidupan yang aktif dan sehat.

Ketersedian Pangan Dan Non-Pangan. Ketersediaan Pangan Ketersediaan

pangan merupaan secara fisik di suatu daerah atau wilayah dilihat dari segala

sumber, baik itu produsksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan

pangan. Ketersediaan pangan dapat ditentukan oleh beberapa hal yaitu produksi

pangan wilayah tersebut, perdangan pangan melalui mekanisme pasar wilayah

tersebut, stok yang dimiliki oleh perdagangan dan cadangan pemerintah serta

bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya (Suryana,2003).

Dalam aspek ketersedian pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas

dan mempunyai kapasitas produksi dan daya saing nasional. Hal ini disebabkan

oleh faktor teknis dan sosial ekonomi:

1. Teknis

a. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke

non pertanian seperti indusrti dan perumahan (laju1%/tahun).

b. Produktifitas pertanian yang realtif rendah dan tidak meningkat.

c. Teknologi produksi pertanian yang belum efektif dan efesien.

d. frastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan

kemampuannya semakin menurun.

e. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen

(10-15%).

f. Kegagalan produksi karena faktor iklim yang berdampak pada musim kering

yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir.

2. Sosial ekonomi
a. Penyedian sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh

pemerintah.

b. Sulitnya mencapai target efesiensi yang tinggi dalam produksi pangan

karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan

produksi yang semakin sempit dan terfagmentasi (laju 0,5%/tahun).

c. Tidak adanya jaminan dan peraturan harga produksi pangan yang wajar dari

pemerintah kecuali beras.

d. Terbarasnya devisa untuk impor pangan sebagia alternatif terahkir bagi

penyediaan pangan.

II.1.5. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Akses Pangan

hjhhij

2.1.6. Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Terhadap Ketersediaan Pangan

ketersediaan pangan merupakan prasyarat penting tetapi belum mencukupi

(necessary but not sufficient) bagi keberlanjutan konsumsi pangan karena masih

banyak variabel yang berpengaruh untuk mencapai ketahanan pangan tingkat

daerah dan rumahtangga. Tajerin dan Sastrawidjaja (2017).

Perilaku ekonomi rumahtangga menunjukka respon rumahtangga sebagai

produsen atau konsumen terhadap perubahan kekuatan pasar yang terjadi.

Perilaku ekonomi yang dilakukan rumahtangga dilandasi pada kepuasan

maksimum sebagia tujuan. Sistem usaha tani merupakan suatu sistem yang sangat

kompleks dimana produksi pagan bagi rumahtangga dan pendapatan petani

hanyalah merupakan bagian dari sistem tersebut.

Nuhfil (2012) produksi ekonomi rumahtangga dapat ditentukan oleh fakto-


faktor yang bersumber dari faktor internal petani, ekternal petani dan lingkungan

alam. Faktor internal petani diantaranya tujuan petani dalam melakukan proses

produksi, ketersediaan lahan untuk menanam tanaman pangan, tenaga kerja

kluarga dan tenaga kerja luar keluarga serta ketersediaan modal. Sedangkan

faktor eksternal dapat berupah struktur masyarakat serta kelembagan petani

(pasar, penyuluhan, kredit dan lain) adapun faktor lingkungan alam dapat berupah

lingkugan fisik petani yang terkait dengan ketinggian lahan, curah hujan dan lain

lain.

II.2. Penelitian Terdahulu


II.3. Kerangka Pikir Penelitian
II.4. Hipotesis
III. METODE PENELITIAN

III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

III.2. Populasi dan Sampel

III.3. Jenis dan Sumber Data

III.4. Pengumpulan Data

III.5. Analisis Data

III.6. Definisi Oprasional

Anda mungkin juga menyukai